Vous êtes sur la page 1sur 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN


DENGAN AKUT MIOKARD INFARK (A M I)
DI RUANG ICU RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun oleh :
Nur Hidayah Puji Lestari
1.1.10467

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2007

LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN
DENGAN AKUT MIOKARD INFARK (A M I)

A.

Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard. (M. Widiastuti Samekto, 13 : 2001)
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
(Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare, 768 : 2002)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jantung terganggu. (Noer H. M Sjaifullah, 1999 : 1008)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner
besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan
bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark
myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan
mendatangkan kematian mendadak. (Barbara C. Long, 568 : 1996)
Dari keempat pengertian diatas maka dapat disimpulakan bahwa Akut
Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau
kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan
oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

B.

Klasifikasi
Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan :
1.

Akut Miokard Infark Transmural mengenai seluruh lapisan otot


jantung (dinding ventrikel).

2.

Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial


infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).

Infark

Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :


1. Akut Miokard Infark Anterior.
2. Akut Miokard Infark Posterior.
3. Akut Miokard Infark Inferior.
C.

Etiologi
1.

Penyebab utama adalah rupture plak aterosklerosis dengan akibat


spasme dan pembentukan gumpalan.

2.

Hipertropi Ventrikel Kiri (HVK), idiopathic hypertropic subaortic


stenosis (IHSS).

3.

Hipoksia

yang disebabkan keracunan karbon monoksida

atau

gangguan paru akut.


Infark pada keadaan ini biasanya terjadi bila kebutuhan miokard secara
dramatic relative meningkat dibandingkan aliran darah.
4.

Emboli arteri koroner, yang mungkin disebabkan oleh kolesterol atau


infeksi.

5.

Vasopasm arteri koroner.

6.

Arteritis.

7.

Abnormalitas Koroner, termasuk anurisyma arteri koroner.

8.

Kokain, amfetamin, dan efedrin.


Meningkatnya afterload atau perubahan inotropik, yang menyebabkan
kenaikkan kebutuhan miokard.

9.

Vasospasm primer dari arteri koroner.

Faktor risiko untuk terjadinya pembentukan plak aterosklerosis termasuk :

Umur laki-laki < 70 tahun

Merokok

Hiperkolesterol dan hipertrigliseridemia

Diabetes militus

Hipertensi tak terkontrol

Kepribadian tipe A

Riwayat keluarga

Sadentary lifestyle

D.

Tanda dan Gejala


Keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior
dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri

mulai

dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih
sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih
dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang
istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak,
pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop.
Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan
atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri
abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding inferior.
Pada penderita usia lanjut dan diabetes hanya menunjukkan gejala
kelelahan, lesu atau sinkop.
E.

Pathofisiologi
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah npenyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak
menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan
akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm.
Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial

maupun total, yang

berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6 jam
berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang dilakukan
dalam waktu ini dapat menyelamatkan miokardium dan menurunkan morbiditas
dan mortalitas.
F.

Komplikasi
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi
otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik,
rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural.

G.

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :


1.

Riwayat nyeri dada yang khas

2.

Gambaran EKG infark

3.

Peningkatan enzim jantung

Berdasarkan kriteria WHO maka diagnosa dapat ditegakkan apabila didapat dua
dari tiga diagnosa diatas.
H.

Pengkajian
1.

Aktivitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. Pola hidup menetap, jadwal
olahraga tidak teratur.
Tanda : Takikardi, dipsnea pada istirahat / aktivitas.

2.

Sirkulasi
Gejala : Riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal
ginjal kronik, masalah tekanan darah, diabetes militus.
Tanda : Tekanan darah dapat normal atau naik turun (perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk / berdiri). Nadi dapat normal (penuh / tak kuat,
atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat), tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi. Bunyi jantung ekstra S 3 / S 4 mungkin
menunjukkan gagal jantung / penurunan kontraktilitas atau komplain
ventrikel. Murmur bila menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
Friksi dicurigai perikarditis. Irama jantung dapat teratur / tak teratur. Edema
karena distensi vena jugular, edema dependen / perifer, edema umum, krekles
mungkin ada dengan gagal jantung / ventrikel. Warna pucat atau cyanosis,
kuku datar, pada membrane mukosa dan bibir.

3.

Integritas Ego
Gejala : Menyangkal gejala penting / adanya kondisi. Takut mati, perasaan
ajal sudah dekat. Marah pada penyakit / perawatan yang tidak perlu. Kuatir
tentang keluarga, kerja, keuangan.
Tanda : Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata. Gelisah, marah,
prilaku menyerang. Fokus pada diri sendiri / nyeri.

4.

Eliminasi
Tanda : Normal atau bunyi usus menurun.

5.

Makanan/ Cairan

Gejala : Mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati / terbakar.
Tanda :

Penurunan turgor kulit (kulit kering / berkeringat). Muntah.

Perubahan berat badan.


6.

Hygiene
Gejala / Tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan.

7.

Neurosensori
Gejala : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istirahat).
Tanda : Perubahan mental. Kelemahan.

8.

Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri dada timbul mendadak (dapat / tak berhubungan dengan
aktivitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin. Lokasi tipikal pada
dada anterior, substernal, prekordia (dapat menyebar ketangan, ranhang,
wajah). Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher. Kualitas chrusing, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat. Intensitas biasanya 10 pada skala 1 10 (pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami. Nyeri mungkin tidak ada pada pasien
pasca operasi, dengan diabetes militus atau hipertensi atau lansia.
Tanda :

Wajah meringis, perubahan postur tubuh. Menangis, merintih,

meregang, menggeliat. Menarik diri, kehilangan kontak mata. Respon


otomatik pada perubahan frekuensi / irama jantung, tekanan darah, pernafasan
darah, warna kulit / kelembaban, kesadaran.
9.

Pernafasan
Gejala : Dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nuktural. Batuk dengan /
tanpa produksi sputum. Riwayat merokok, penyalit pernafasan kronik.
Tanda :

Peningkatan frekuensi pernafasan, nagas sesak / kuat. Pucat /

cyanosis. Bunyi nafas bersih atau krekles / mengi. Sputum bersih, merah
muda kental.
10.

Interaksi Sosial
Gejala : Stres saai ini seperti kerja, keluarga. Kesulitan koping dengan stressor
yang ada, contoh penyakit, perawatan di rumah sakit.
Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi (marah terus
menerus, takut). Menarik diri dari keluarga.

11.

Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga penyakit jantung / infark miokard, diabetes, stroke,
hipertensi, penyakit vaskuler perifer. Penggunaan tembakau.

12.

Pemeriksaan Diagnostik
a)

EKG
Peninggian gelombang S T, iskmia : penurunan atau datarnya
gelombang T, menunjukkan cidera dengan adanya gelombang Q
menunjukkan cidera, nekrosis.

b)

Enzim jantung dan isoenzim


CPK MB meningkat antara 4 6 jam, memuncak dalam 12 24 jam,
kembali normal dalam 36 48 jam. LDH meningkat dalam 12 24 jam,
memuncak dalam 24 48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali
normal. AST meningkat terjadi dalam 6 12 jam, memuncak dalam 24
jam, kembali normal dalam 3 4 hari.

c)

Elektrolit
Ketidakseimbangan

mempengaruhi

konduksi

da

mempengaruhi

kontraktilitas, contoh hipokalemi / heperkalemi.


d)

Sel darah putih


Leukosit (10.000 20.000) tampak pada hari kedua setelah infark miokard
berhubungan dengan proses inflamasi.

e)

Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari kedua ketiga setelah infark miokard, menunjukkan
inflamasi.

f)

Kimia
Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut /
kronis.

g)

Analisa Gas Darah / Oksimetri nadi


Menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut / kronik.

h)

Kolesterol / trigliserid serum


Meningkat menunjukkan arteriosclerosis sebagai pnyebab infark miokard.

i)

Rontgen
Mungki normal artau menunjukkkan pembesaran jantung ; gagal ginjal
kronik atau aneurisma ventricular.

j)

Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup / dinding
ventricular dan konfigurasi / fungsi katup.

k)

Pemeriksaan pencitraan nuklir


Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status sel miokardia.
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrotik.

l)

Pencitraan darah jantung / MUGA


Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).

m)

Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi
ventrikel kiri. Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase infark miokard
kecuali mendekati bedah jantung angioplasti / emergensi.

n)

Digital subtraction angiography (DSA)


Untuk menggambarkan status penanaman arteri dan mndeteksi penyakit
arteri perifer.

o)

Nucler magnetic resonance (MNR)


Visualisasi aliran darah, serambi jantung / katup ventrikel, katup, lesi
vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis /infark, dan bekuan darah.

p)

Test stress olahraga


Menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktivitas (pencitraan thalium
pada fase penyembuhan).

13.

Prioritas Keperawatan
a)

Menghilangan nyeri, cemas.

b)

Menurunkan kerja miokard.

c)

Mencegah / mendeteksi dan membantu pengobatan disritmia


yang mengancam hidup atau komplikasi.

d)
14.

Meningkatkan kesehatan jantung, perawatan diri.


Tujuan Pemulangan

a)

Tidak ada nyeri dada / terkontrol.

b)

Kecepatan jantung / irama mampu mempertahankan curah


jantung adekuat / perfusi jaringan.

I.

c)

Meningkatkan tingkat aktivitas untuk perawatan diri dasar.

d)

Ansietas berkurang / teratasi.

e)

Proses penyakit, rencana pengobatan dan prognosis dipahami.

Penatalaksanaan
Prinsip : Menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dan meningkatkan
persediaan oksigen
Pertolongan dasar (Basic Life Support) :

A : Airway control (jalan udara).


Tujuan
Agar jalan nafas bebas dan bersih serta udara bisa mengalir ke paru.
Intervensi
B : Breathing support (pernafasan).
Tujuan
Memberikan bantuan pernafasan ventilasi buatan dan pemberian
oksigenisasi.
Intervensi
Meskipun khasiatnya belum diakui untuk infark

miokardium tanpa

komplikasi, oksigen sebaiknya diberikan dengan kecepatan 2 4 L / menit


lewat kanula hidung.
C : Circulation support (sirkulasi).
Tujuan
Untuk memmbantu sirkulasi kompresi jantung luar.
Intervensi
Dengan cara melihat ada tidaknya dednyut nadi, bila tridak ada bisa
dilakukan RKP (resusitasi Kardio Pulmoner) yaitu dengan kompresi :
-

Setiap kompresi dihitung keras-keras.

Waktu pemberian ventilasi dilakukan secara cepat 5 6 detik


tanpa ekhalasi.

Penekanan lebih menggunakan penekanan berat daripada lengan


dan bahu.

Dilakukan harus teratur, berirama, dan menyentak atau mendadak.


Fase kompresi dan relaksasi mempunyai jangka waktu yang lama.

Telapak tangan tidak boleh lepas dari sternum.

Periksa arteri karotis setiap 4x siklus ( 1 menit).

Jika arteri karotis teraba, hentikan kompresi selama 5 detik.


Kompresi dada

Kriteria

Jumlah

Rate

pasien

penolong

ventilasi

Kompresi
dengan

Rate

Ratio
kompresi

Kedalaman
(cm)

berbanding
ventilasi

Dewasa
(>4 thn)

2 x/10
detik

80 x/menit
2 tangan

(15 x/10

45

15 : 2

detik)

Pertolongan Lanjut (Advanced Life Support) :

D : Drug and fluid (pemberian cairan dan obat-obatan).


Tujuan
Untuk mengurangi rasa nyeri dada, vasodilator untuk meningkatkan aliran
darah koroner.
Intervensi
Sedative seperti diazepam 3-4x 2-5 mg peroral pada insomnia dapat
ditambah flurazepam 15-30 mg. analgesic seperti morfin 2,5-5 mg IV atau
petidin 25-50 mg IM, lain-lain seperti nitrat, antagonis kalsium dan beta
bloker. Nitrogliserin 0,4-1,2 mg (sublingual) atau 1 2 mg (pasta topikal).
Antikoagulan seperti heparin 20000-40000 U/24 jam IV tiap 4-6 jam atau
drip IV dilakukan atas indikasi, diteruskan dengan asetakumarol atau
warfarin. Infuse dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
E : Electrocardiography (EKG).
Tujuan
Untuk mengantisipasi timbulnya aritmia.
Intervensi
Monitor EKG secara serial.
F : Fibrillation treatmen
Tujuan
Menentukan kerusakan otak dan resusitasi serebral.
Intervensi

Untuk mengobati fibrilasi ventrikel dilakukan DC shock. Defibrilasi


dilakukan 3 Joule / kg BB. Dosis ulangan tertinggi adalah 5 Joule / kg BB
dengan maksimal 400 Joule (Wsec).
Gelombang fibrilasi dapat halus (fine) atau kasar (coarse). Gelombang
yang halus biasanya kurang berespons dengan DC shock. Pemberian
epinefrin dapat meningkatkan amplitude gelombang fibilasi dan membuat
jantung lebih peka terhadap DC shock. Epinefrin diberikan Intravena
sebanyak 0,5 1 ml (konsentrasi 1 : 1000). Pijat Jantung Luar (PJL) dan
ventilasi tetap diberikan selama 1 2 menit, agar epinefrin dapat dialirkan
dari jantung. Kalsium klorid 10 ml yang diberikan Intravena mempunyai
efek yang sama dengan epinefrin.
Bila setelah DC shock 400 Joule diulangi fibrilasi ventrikel tetap ada ,
dapat diberi lagi epinefrin Intravena , yang dapat diulangi setiap 3 5
menit. Selama itu PJL dan ventilasi tetap dilakukan. Dapat pula diberikan
lidokain bolus Intravena 75 mg; ini akan meningkatkan respons jantung
terhadap DC shock. Pemberian lidokain dapat diulangi setiap 5 menit,
tetapi dosis maksimal tidak boleh melebihi 200 300 mg. Bila DC shock
dan lidoakain belum berhasil mengembalikan irama sinus, dapat diberikan
propranolol 1 mg Intravena, kemudian diikuti dengan DC shock
berikutnya.
Biasanya pasien sudah memberi respos dengan 2 3 kali DC shock,
tetapi kadang-kadang diperlukan 9 kali atau lebih. Bila dengan DC shock
ketiga belum ada respons, dianjurkan untuk memakai defiblirator lain.
Pertolongan Jangka Panjang (Prolonged Life Support) :

G : Gauging (penilaian)
Tujuan
Memonitor dan mengevaluasi Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP),
pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya
pasien diselamatkan dan diteruskan pengobatan.
Intervensi
H : Human mentation
Tujuan

Menentukan fungsi otak apakah normal / dapat pulih kembali.


Intervensi

I : Intensive care
Tujuan
Untuk perawatan intensive jangka panjang. Mempertahankan homeostatis
ekstra kranial dan homeostatis intra kranial, antara lain dengan
mengusahakan agar fungsi pernafasan, kardiovaskuler, metabolik, fungsi
ginjal dan fungsi hati menjkadi maksimal. Memastikan apakah pasien
dapat sembuh kembali atau adanya kematian serebral.

J.

Penanganan awal kecurigaan Infark Miokardium


Nyeri dada yang berlangsung lama

Peningkatan ST

Perubahan

pada rekaman EKG

EKG nonspesifik

Berikan nitrogliserin
sublingual

Peningkatan ST

Peningkatan ST

yang terus berlanjut

ST membaik

Nitrogliserin IV
Angiografi koroner

Berlangsung < 6 jam

Trombolisis
Pengurangan nyeri

Berlangsung > 6 jam

Kontra indikasi
terhadap trombolisis

Pengurangan nyeri,
Pemantauan O2

Heparin
Angiografi koroner

Infark gelombang Q

Tanpa komplikasi

Infark gelombang non-Q

Dengan komplikasi

Diltiazem

Stratifikasi risiko

Evaluasi dan terapi


yang tepat
Angiografi koroner

(Sumber : Stein Jay H, 43 : 2001)


DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan
Pajajaran Bandung. Cetakan I.
Callaham, Barton & Scumaker. (1997). Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
Gawat Darurat Medis. Cetakan I. Alih bahasa : Widjaja Kusuma Editor :
Lyndon Saputra. Binarupa Aksara. Jakarta.
Doenges Marilynn E, Mary Frances Moorhouse & Alice C. Geissler. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Editor :
Monica Ester, Yasmin Asih. Cetakan I, Edisi 3. EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Media
Aesculapius. Jakarta.
Noer H. M Sjaifullah. (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. (1995). Pathofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Alih bahas : Peter Anugerah. Editor : Caroline
Wijaya. Buku 1. Cetakan I. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Samekto M Widiastuti. (2001). Infark Miokard Akut. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang
Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agus Waluyo dkk. Editor : Monica
Ester dkk. Cetakan I. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Stein Jay H. (2001). Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Alih bahasa : Edi
Nugroho. Editor : Sugiarto Komala, Alexander H. Santoso. Cetakan I. Edisi 3.
EGC. Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi