Vous êtes sur la page 1sur 14

ASPERGER: BERBEDA, TIDAK BERKEKURANGAN; KEMAMPUAN DALAM

BIDANG OKUPASI DAN MINAT UNTUK BEKERJA PADA INDIVIDU PENDERITA


SINDROM ASPERGER.

ABSTRAK
Dengan berakar pada pendekatan neurologi, penelitian ini menyediakan hasil dari
peninjauan yang luas terhadap tenaga dan ketertarikan individu- individu yang menderita
Sindrom Asperger. Dilakukan wawancara terhadap 136 individu penyakit Sindrom Asperger dan
155 individu dengan neurotypical melalui survey on-line dengan mempertimbangkan: (1)
demografi, (2) tenaga dalam bekerja, (3) kemampuan diri secara umum, (5) kemampuan diri di
bidang okupasi, dan (6) profil minat untuk bekerja menurut Holland. Lapangan pendidikan
maupun pekerjaan bagi para penderita Sindrom Asperger pada sampel ini lebih beraneka ragam
bahkan melampaui jumlah lapangan pekerjaan yang dinyatakan dalam hasil penelitian maupun
literatur.
Perbandingan dari kedua kelompok pada laporan statistik menunjukkan adanya
perselisihan dari komponen yang dimaksud pada beberapa area, yang berarti bahwa asal dari
komponen yang spesifik ini dapat diketahui, dan profil ini melewati bahkan kriteria diagnosa
secara klinis. Individu- individu yang menderita Sindrom Asperger mengindikasikan kemampuan
diri yang rendah secara umum maupun dalam bidang okupasi. Selanjutnya, konsentrasi tinggi
pada penderita Asperger dapat ditemukan di area I (Investigative) dan C (Conventional) pada
contoh dari Hollands RIASEC.

PENDAHULUAN
Konsep diagnostik dari Sindrom Asperger, yang merupakan bagian dari spektrum
autisma, diperkenalkan melalui diagnostik secara manual melalui APA maupun WHO di tahun
1990-an.

Semenjak

diagnosa

penyakit

ini

diperkenalkan

dan

berdasarkan

dari

penyempurnaannya, maka banyak anak yang didiagnosa dengan Sindrom Asperger, yang
bersamaan dengan diterbitkannya DSM- V, dewasa ini telah menjadi bagian dari penyakit

spektrum autisma. Banyak dari anak- anak ini telah berhasil menyelesaikan sekolah dan kuliah.
Sistem sekolah ini bekerja keras dalam mengerti keinginan atau kebutuhan dari kelompok ini,
dan para penderita Sindrom Asperger masih tersandung dengan beberapa penyulit dalam usaha
mereka untuk memiliki karir. Biografi, wawancara, atau media pemberitaan menunjukkan bahwa
penderita Asperger bekerja pada bidang pekerjaan yang profesional seperti di bidang penelitian,
IT, teknik elektrik, atau mekanik. Meskipun demikian, dewasa ini, belum ditemukan survei
umum menyangkut bidang pekerjaan yang paling sering diminati oleh penderita Asperger.
Beberapa pendekatan pragmatis telah dirampungkan sebagai upaya yang menunjang
dalam proses memasuki kehidupan profesional para penderita Asperger, di antaranya adalah
buku- buku panduan dan beberapa organisasi (contohnya specialisterne di Denmark,
Passwerk di Belgium, atau Auticon di Jerman). Organisasi- organisasi ini berfungsi sebagai
penengah antara dunia bisnis/ pekerjaan dan kelompok penderita Asperger, meskipun begitu
pendekatan- pendekatan ini masih kekurangan bukti- bukti penunjang dalam mengoptimalkan
usaha membantu penderita Asperger menemukan pekerjaan yang sesuai untuknya, diberi istilah
person-job-fit. Person-job-it ini berpengaruh pada performa dalam bekerja, intensitas
kecenderungan untuk beralih profesi, komitmen untuk terikat, dan penghasilan ditinjau dari sisi
finansial. Ini dapat meminimalisir perasaan bosan dan cemas, sementara itu memaksimalkan
usaha dan perasaan menikmati, serta memiliki korelasi yang kuat dengan kepuasan dalam
bekerja.
Progresivitas dalam bidang ini dapat memberikan keuntungan dalam dua hal; membantu
penderita Asperger mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi yang mereka miliki,
serta memperkenalkan mereka pada tuntutan pasar dalam membentuk kepribadian yang
memenuhi syarat.
Tujuan dari penelitian ini adalah menyajikan peninjauan yang luas mengenai profesiprofesi, tenaga dan ketertarikan dalam bekerja pada penderita Asperger.

NEURODIVERSITY DAN TENAGA DALAM BEKERJA


Pendekatan yang kami lakukan adalah berdasarkan teori neurodiversity, konsep yang
mencakup bidang ilmu pengetahuan neurologis, evolusi dalam dunia psikologis berserta
beberapa bidang lainnya, yang menganggap autisma sebagai variasi biasa dalam otak manusia.
Variasi neuronal ini, yang dianggap alamiah, mengakibatkan beberapa kesulitan kepada para
penderita Asperger contohnya dari sisi empati dan kemampuan dalam bersosialisasi.
Anggapan bahwa penderita Asperger sebagai penyandang cacat dapat mengurangi tenaga
dan kemampuan mereka. Kemampuan untuk berkonsentrasi selama waktu bekerja yang panjang,
mengidentifikasi pola- pola dan peraturan logis, memproses informasi yang didapat secara
visual, dan kemampuan untuk mengingat fakta- fakta, dapat melewati individu dengan
neurotypical (istilah untuk individu yang tidak memiliki bentuk autism). Tenaga ini dapat
menguntungkan dalam beberapa profesi tertentu, juga menawarkan prospek yang baik untuk
memadukan penderita Asperger dengan dunia profesi berdasarkan kemampuan mereka,
menciptakan person-job-fit yang lebih baik. Hal ini bersadarkan sebuah filosofi, yang
mengasumsikan bahwa orang- orang mampu meraih lebih ketika mereka mambangun tenaga
daripada berusaha menyeimbangkan kelemahan mereka.
Adapun salah satu dari tujuan penelitian ini adalah menyediakan garis besar dari
kemampuan dalam tugas- tugas yang relevan (atensi, kecakapan motorik yang bagus, alasanalasan logis, konsentrasi dan kemampuan visual) bahwa individu penyandang Asperger ini
mampu memahami diri mereka sendiri, dan membandingkan mereka dengan kelompok
neurotypical.

KEPERCAYAAN DIRI
Kepercayaan diri adalah faktor intrapersonal penting lain yang memiliki pengaruh
terhadap hasil- hasil yang berhubungan dengan pekerjaan. Beberapa di antaranya adalah yang
berhubungan dengan performa dalam bekerja, kepuasan dalam bekerja, serta kemampuan dalam
menangani tantangan- tantangan hidup. Percaya diri diartikan sebagai percaya kepada
kemampuan seseorang untuk menerapkan motivasi, sumber- sumber kognitif, dan pelatihan-

pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan. Orang- orang dengan kepercayaan diri
yang tinggi akan mengatasi situasi- situasi sulit dengan keyakinan bahwa mereka akan tetap
mampu untuk mengendalikan diri. Kepercayaan diri terdiri dari dua aspek berbeda, kepercayaan
diri dengan ciri umum, dan kepercayaan diri pada tugas yang spesifik.
Perlu untuk diketahui bahwa sejauh ini tidak ditemukan penelitian yang berhubungan
dengan penyandang Asperger dan kepercayaan diri. Kepercayaan diri dapat menjadi penjelasan
bagi jarak-kapasitas-untuk-berfungsi, dengan pengecualian bahwa tenaga yang ada (kapasitas
untuk fungsi) pada penderita Asperger tidak digunakan untuk bidang okupasi, dapat
menimbulkan masalah pada pekerjaan, atau bahkan tidak memiliki pekerjaan.
Penelitian ini akan menguji bila penderita Asperger memiliki kepercayaan diri yang
rendah secara umum, dan kepercayaan diri rendah yang spesifik pada pekerjaan, pada kasus
okupasional ini, kepercayaan diri lalu individu neurotypical. Hal ini mengajukan dua hipotesis:
1) Individu yang menderita Asperger memiliki tingkat kepercayaan diri secara umum yang
lebih rendah daripada individu dengan neurotypical.
2) Individu yang menderita Asperger memiliki tingkat kepercayaan diri dari segi
okupasional yang lebih rendah daripada individu dengan neurotypical.

KETERTARIKAN PADA JENIS PEKERJAAN


Situasi di tempat kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang diminati dapat memenuhi
kebutuhan psikologis penderita, mengarah ke motivasi intrinsik yang lebih tinggi, perhatian, dan
kepuasan pada pekerjaan. Di samping tenaga, ketertarikan yang profesional dari penderita
Asperger juga dapat dipelajari pada penelitian ini, mengingat penelitian mengijinkan kita untuk
melakukan identifikasi yang optimal serta adaptasi yang sesuai dengan sebuah profesi yang
spesifik.
Analisis ketertarikan pada pekerjaan ini akan merujuk dari bentuk Hollands RIASEC
sebagai dasar teoritis. Bentuk ini terdiri dari enam kategori atau beberapa macam ketertarikan
(Realistic, Investigative, Artistic, Social, Enterprising, Conventional). Mereka telah mengikuti
klasifikasi berdasarkan minat utama mereka (manual, investigative, artistic, social, enterprising

atau organizing) dan daftar profesi prototipik yang spesifik untuk beberapa macam minat dari
yang bersangkutan. Pengujian dilakukan dengan berdasarkan model Holland, menghasilkan kode
tiga-angka dari tiga macam minat dengan nilai tertinggi. Biografi yang telah disebutkan
sebelumnya, wawancara, dan ulasan media dari para penderita Asperger pada bidang profesional
seperti penelitian, IT dan teknik mesin mengarah pada hipotesis nomor 3 untuk macam minat
pekerjaan:
3) Individu yang menderita Asperger memiliki jumlah minat yang lebih tinggi pada satu
dari kombinasi yang mungkin terjadi di kategori R, I, dan C.

METODE PENELITIAN
Peserta dan Prosedur Penelitian
Penelitian ini melibatkan 360 peserta. Sebanyak 15 orang dikeluarkan dari data (satu
karena bertingkah dan menjawab dengan tidak masuk akal, tiga peserta karena masih anak- anak,
dua peserta karena hilangnya informasi yang dibutuhkan untuk meyakinkan diagnosa Asperger,
sembilan peserta karena skor AQ-10 <6 meskipun mereka mengaku menderita Asperger). Skor
AQ-10 digunakan untuk mengukuhkan diagnosis yang telah ada. Secara total 291 orang
dilibatkan dalam penelitian. Sebanyak 136 orang adalah penderita Asperger (86 laki- laki, 46
orang, 4 yang lainnya) dan 155 adalah neurotypical (91 perempuan, 62 laki- laki, 2 yang
lainnya) dalam rentang umur 18- 60 tahun. (M umur=33,5, SD= 9,05). Para partisipan direkrut
dengan cara pendekatan pada sebuah kelompok administrasi di jejaring sosial Facebook dengan
permohonan untuk mempublikasi akses yang menghubungkannya di forum internet. Penderita
Asperger memiliki waktu dan kembali menegaskan bahwa mereka merasa komunikasi online
lebih aman dari komunikasi secara langsung. Cara ini disetujui agar penelitian dengan
melakukan suvei bebas dari penghalang. Survei ini berpusat di Jerman. Para partisipan murni
melakukannya dengan sukarela, tanpa kompensasi.

MATERIAL
Demografi
Para partisipan diwawancara mengenai asal negara mereka, umur, jenis kelamin (pria,
wanita, dan yang lainnyauntuk mengakomodasi mereka yang tidak diidentifikasi dengan
jenis kelaminnya), pelatihan kejuruan, pendidikan kuliah, dan pekerjaan saat ini. Data mengenai
pekerjaan saat ini menggunakan analisis menurut Klassifikation der Berufe (Classification of
occupation) 2010, dan pemasukan data untuk pendidikan kuliah menggunakan OECD.
Tenaga Kerja
Para partisipan diminta untuk memilih satu dari lima kemampuan yang paling menonjol
dari daftar yang terdiri dari 26 jenis kemampuan (perhatian terhadap sebuah detil, fokus, kinerja
tim, multitasking, angka- angka, pekerjaan yang berulang, solusi yang kreatif, sistematis, empati,
kontrol emosi, pekerjaan fisik, kecakapan motorik, konsistensi, fleksibilitas, alasan logis,
konsentrasi, kecakapan visual, kecapakan auditorik, kecakapan sosial, proaktif, kecakapan
verbal). Sebuah lapangan pemasukkan data membiarkan para partisipan untuk menambahkan
konsep mereka sendiri terhadap tenaga atau kemampuan yang mereka miliki. Sebanyak 136 dari
291 orang mematuhi instruksi untuk mengindikasikan satu sampai lima kemampuan. Tidak
terdapat perbedaan antara penderita Asperger dan neurotipikal yang dapat ditemui pada
kesesuaian dengan instruksi ini. X2 (1, N= 155), 3,48, p=06. Penderita Asperger (M=6,65,
SD=3,70) menyebutkan lebih banyak kemampuan daripada individu neurotipikal (M=5,69,
SD=2,74).
Diagnosis Asperger
Para partisipan ditanya bila mereka telah didiagnosis secara resmi dengan Sindrom
Asperger. Sebagai tambahan, mereka telah mengisi tes Autism Spectrum Quotient Test berisi 10
macam pertanyaan (AQ-10) dengan 4 skala nilai, dari nilai 1 = sangat setuju, sampai 4 =
sangat tidak setuju (contoh: saya merasa sulit untuk bekerja sesuai dengan keinginan orang
lain. Tes ini memiliki nilai sensitivitas .88 dan nilai spesifik .91. Chronbachs dari AQ-10
adalah .89.

Kemampuan Diri Secara Umum


Kemampuan diri secara umum dievaluasi dengan menggunakan General Self- Efficacy
Scale (GSE). Para peserta menjawab 10 pertanyaan dengan 4 skala nilai dari 1 = sangat setuju
sampai 4 = sangat tidak setuju (contoh: sangat mudah bagiku untuk terus terpaku pada tujuan
dan mencapai tujuanku). Cronbachs adalah 90. Kami menjalankan analisa merujuk pada skor
nilai rata- rata dari GSE.
Kemampuan Diri di Bidang Okupasi
Kemampuan diri dalam bidang pekerjaan dievaluasi menggunakan Occupational SelfEfficacy Scale. Para peserta menjawab 8 pertanyaan dengan 4 skala nilai dari 1= sangat setuju
sampai 4= sangat tidak setuju (contoh: aku merasa aku banyak berhadapan dengan tuntutan
pekerjaan). Cronbachs adalah .91. Kami mengerjakan analasis kami menggunakan nilai
rerata dari Occupational Self Efficacy Scale.
Jenis Minat Pekerjaan
Para partisipan mengisi General Interest Structure Test (AIST-R). Para partisipan
menjawab sebanyak 60 soal dengan 5 skala nilai dari 1= saya sama sekali tidak tertarik; saya
sama sekali tidak menikmati sampai 5: Saya sangat tertarik, dan sangat menikmati ini.
Respon yang didapat dihasilan dalam kode tiga angka, yang terdiri dari peringkat susulan dari 6
kategori, dari skor tertinggi sampai terendah. Tiga skor paling tinggi pada peringkat ini dibuat
menjadi kode. Cronbachs adalah .88. Kami menjalankan analisa merujuk pada skor standar
dari AIST-R.

ANALISIS DATA
Data diperiksa kebenaran syarat- syaratnya untuk menyusun analisis data kami
menggunakan t-test dan X2-test. Tidak ditemukan data yang menghilang.

HASIL PENELITIAN
Demografi
Kelompok yang paling besar adalah dari Jerman (93%), diikuti oleh Swiss (2%), dan
Austria (1%). Secara keseluruhan, 3% datang dari negara yang tidak berkomunikasi dengan
bahasa Jerman dan 1% dari para peserta tidak menjawab pertanyaan mengenai asal negara
mereka.
Dari para penderita Asperger, sebanyak 55,9% mengatakan bahwa mereka telah
mengikuti pelatihan pekerjaan, sama seperti 39,4% pasien neurotipikal. Pendidikan sarjana
diperoleh oleh 36,8% dari para penderita Asperger dan 71% penderita neurotipikal. Tabel 1
berhubungan dengan studi pada survey pada total murid di Jerman, Berlin dan musim dingin di
2012/13. Sebagai perbandingan pada para siswa di Berlin jumlah penderita Asperger yang
berkesinambung di bidang sosial ilmiah (psikologi, ekonomi dan bisnis, pendidikah ilmiah,
sosiologi, hokum, ilmu politik, geografi sosial dan ekomoni, media dan komunikasi) adalah
besar. Jumlah penyandang neurotipikal di bidang ilmu sosial juga besar, di mana jumlah peminat
ilmu alam adalah rendah. Jumlah koresponden dapat dilihat di tabel 1.
Sebanyak 44,9% penderita Asperger mengaku memiliki pekerjaan. Jumlah ini lebih
rendah dari informasi jumlah yang diberikan pada penyandang neurotipikal pada sampel
(71,6%), X2 (1, N= 291) = 21,46, p< 0,001,

Cramer

= .27. Tabel 2 menunjukkan tinjauan dari

pemasukkan data mengenai lapangan pekerjaan akhir- akhir ini. Mayoritas dari kedua kelompok
dapat ditemukan pada kategori kesehatan, sosial, dan pendidikan dan organisasi bisnis,
hokum, dan administrasi. Perbandingan menunjukkan bahwa lebih banyak penyandang
Asperger bekerja pada kategori produksi bahan mentah dan ilmu alam, geografi, dan ilmu
komputer.

AQ-10
Pada sampel ini, nilai rerata dari skor autism untuk individu penyandang Asperger adalah
8,86 (SD= 1,13), untuk neurotipikal adalah 3,55 (SD= 2,90)
KETERAMPILAN KERJA
Cross-tables digunakan untnuk membandingkan distribusi dari keterampilan individual
pada kedua kelompok. Sebagai peninjuan dari frekuensi keterampilan pada kedua kelompok dan
hasil adalah X2 (1, N= 291), dapat dilihat di tabel 3. Tingkat signifikan pada Bonferroni-Holm
diperbaiki. Sebanyak 16 dari 26 keterampilan dilaporkan berbeda dibandingkan pada dua
kelompok. Tiga efek yang paling kuat dapat ditemukan pada sifat empati (Cramer = .47),
perhatian pada detil (Cramer = .39), dan keterampilan sosial (Cramer = .39). Tidak ada hubungan
keterampilan dengan sikap menghargai pada penyandang dengan skor AQ- 10 Asperger atau
jenis kelamin yang dapat ditentukan.
KEPERCAYAAN DIRI
Penderita Asperger dilaporkan memiliki kepercayaan diri lebih rendah (M=21,44,
SD=5,32) daripada individu neurotipikal (M= 28,39, SD = 5,59) t(289) = -10,81, p< 0,01, r= 54.
Lebih jauh lagi, penyandang Asperger juga dilaporkan memiliki masalah kepercayaan diri yang
rendah di bidang okupasi (M= 16.91, SD = 5.75) dibandingkan neurotipikal (M=22.72, SD=
5.20), t(289) =29.05, p,.001, r =.47. Hasil ini adalah untuk memenuhi hipotesis 1 dan dua.
Korelasi antara pernyataan mengenai status memiliki pekerjaan dan kedua skor kepercayaan
diri dianalisa menggunakan analisis data eksplorasi. Hal ini menunjukkan korelasi dengan
kepercayaan diri secara umum menjadi tidak signifikan secara statistik (r= .03, p= .70), dan
korelasi pada kepercayaan diri di bidang okupasi menjadi signifikan secara statistic (r= .26,
p,.001) pada penderita Asperger. Kedua bentuk kepercayaan diri menunjukkan hubungan yang
signifikan secara statistic dengan status pekerjaan pada individu neurotipikal. Lebih lanjut, kami
telah menguji apakah terdapat hubungan atau tidak antara kemampuan dari individu Asperger
dan kepercayaan diri mereka. Pada skor kepercayaan diri secara umum, kecapakan visual (r= .27,
p =001) dan proaktif (r= .30, p,.001) terbukti signifikan. Untuk kepercayaan diri dalam bidang
okupasi, korelasi statistic yang signifikan dengan proaktif (r= .30, p,.001) ditemukan.

MINAT TERHADAP PEKERJAAN


Tabel 4 menunjukkan peninjauan terhadap hasil dari grup statistic untuk jenis
ketertarikan tiap individu terhadap pekerjaan. Individu dengan skor Asperger tingi terhadap
ketertarikan tipe I (investigasi) dan C (Conventional) serta rendah pada S (sosial) dan E
(enterprising). Untuk menguji hipotesis 3 dilakukan tabulasi silang. Individu dengan Asperger
memiliki ketertarikan pada pekerjaan yang terdiri dari tipe R (realistis), I (investigative), dan C
(Conventional) lebih daripada tipe individu neurotipikal. X2 (1, N= 291)= 25.93, p, .001,
WCramer =.30. Berdasarkan data ini, hasil- hasil tersebut diharapkan dari hipotesis 3.
Dikarenakan data dan skor tinggi pada ketertarikan terhadap pekerjaan tipe I dan C pada individu
penderita Asperger, analisis data eksploratif dilakukan untuk menentukan hasil dari pengurangan
kode minat pekerjaan menjadi dua tipe minat. Tabulasi silang dilakukan dan tabel 5 menyajikan
peninjuan dari presentasi distribusi dalam kelompok; ukuran efek dari analisis ini dibandingan
dengan analisis kore RIC meningkat dari sedang menjadi kuat, WCramer =.49, X2 (1, N= 291)=
70.64, p,.001.
PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian menundukan bahwa indikasi okupasi dan lapangan pendidikan dari
individu Asperger yang berpartisipasi pada penelitian ini (tabel 2) lebih beraneka ragam daripada
literatur hitherto membuat kita percaya untuk memperlebar lapangan pekerjaan di bidang ilmu
alam, mesin dan teknologi. Jelas adanya bahwa penelitian di masa depan dan proyek pada
integrasi okupasional pada individu penderita Asperger secara umum dapat dan harus termasuk
lebih banyak bidang pekerjaan dibandingkan ilmu alam, mesin dan teknologi agar dapat digeluti
oleh beraneka ragam kelompok, contohnya di bidang ilmu sosial. Dalam hal kemampuan, data
mengajukan bahwa bidang kemampuan jarang diindikasi oleh individu penderita Asperger, sepeti
empati dan fleksibilitas, secara langsung merefleksikan kelompok dari kriteria diagnosis untuk
sindrom Asperger seperti yang ditunjukkan oleh DSM-IV, atau, gangguan spektrum autistik yang
dijelaskan oleh DSM-V.
Kriteria tersebut dapat mengasilkan bentuk dari masalah yang mungkin dapat terjadi pada
kehidupan sehari- hari. Kemampuan yang sering ditemukan seperti atensi terhadap suatu detil
atau fokus, baik dari diri mereka sendiri atau bidang yang bila dikombinasikan, menghasilkan

sebuah profil kemampuan. Kemampuan ini menunjukkan sebuah perspektif, melebihi peninjauan
klinis, pada bidang di mana individu penderita Asperger dapat menggambarkan kekuatan mereka
agar dapat menentukan mint pada pekerjaan spesifik. Secara individual, pelatihan dapat
membantu integrasi yang berorientasikan pada tujuan dari individu penderita Asperger kepada
dunia pekerjaan, menggambarkan kemampuan yang tersedia sementar mengetahui bidang
problematis seperti kelompok kerja atau kecapakan sosial dari komunikasi secara langsung.
Bidang- bidang yang membutuhkan profil kemampuan ini dapat ditunjukkan dalam kebanyakan
bidang okupasi. Di sini, individu Asperger tidak hanya dapat diintegrasi tapi juga mampu untuk
menunjukkan sebuah pencapaian yang superior kepada kandidat yang lain. Hasil minat pekerjaan
individual dapat ke depannya digunakan untuk menentukan area okupasi yang berhubungan.
Muler dan yang lainnya telah menunjukkan bahwa person-job-fit yang tinggi dapat secara positif
mempengaruhi pengalaman pekerjaan individu Asperger. Data dari penelitian ini menunjukkan
bahwa penderita Asperger memiliki kepercayaan diri secara umum dan okupasi yang lebih
rendah dengan hubungan antara pekerjaan dan kepercayaan diri dalam bekerja. Penelitian ini
menghasilkan usulan bahwa penderita Asperger bisa mendapatkan keunguntungan dari program
pelatihan yang secara spesifik menetapkan target meningkatnya kepercayaan diri di bidang
okupasi. Secara umum, penemuan kami dicocokkan dengan literatur sebelumnya mengenai
pelatihan individual pada penderita Asperger yang termasuk tujuan umum terhadap tugas dari
pekerjaan yang ditargetkan, aklamasi terhadap situas pekerjaan, dan integrasi sosial. Sebagai
tambahan, fokus spesifik terhadap okupasi, kepercayaan diri dapat mendatangkan keuntungan ke
depannya.

PENEMUAN MASA DEPAN


Penelitian nanti harus mengulangi data pada konteks yang sama, seperti latar belakang
etnik, dan dengan kelompok di luar situs jejaring, untuk menguji dan mungkin meningkatkan
kesimpulan secara umum. Penelitian longitudinal dan data kualitatif dapat membantu
menemukan penyebab dari skor kepercayaan diri yang rendah, secara spesifik pada kepercayaan
diri di bidang okupasi. Lebih jauh, mereka dapat membantu mengidentifikasi pembatas pada fase
transisi spesifik, contohnya transisi dari sekolah ke pelatihan vokasional atau edukasi yang lebih
tinggi, seperti memasuki bidang pekerjaan. Kombinasi dari pengukuran- pengukuran ini dapat

membantu mengembangkan program untuk transisi ke pekerjaan yang akan membantu integrasi
individu Asperger ke dunia pekerjaan, dan menerima mereka sebagai anggota kehidupan sosial

BATASAN
Hasil dari penelitian harus diinterpretasikan dengan batasan- batasan dalam diri. Pertama,
para peserta direkrut secara online. Sangat mungkin bahwa penemuan tidak berlaku pada mereka
yang tidak menggunakan internet atau jejaring sosial. Fakwa bahwa lebih banyak wanita yang
berpartisipasi pada penelitian ketika berhubungan dengan gangguan spektrum autistic dapat
dijelaskan dengan sebuah hipotesa bahwa pengguna media sosial terbanyak adalah kaum
perempuan. Lebih banyak bertimbangan yang dipikirkan karena penelitian ini menggunakan
sampel nonprobabilitas. Sangat mungkin bahwa individu dari latar belakang etnik lain memiliki
minat pekerjaan yang berbeda. Para peserta tidak didiagnosa dengan diagnostic singular,
sebaliknya mereka diminta untuk menyajikan informasi mengenai diagnosis Asperger.
Dikarenakan variasi yang kuat dalam proses diagnostic, kami harus bergantung pada laporan
para peserta dalam diagnosis yang ada. Penelitian di masa depan harus melibatkan individual
dengan diagnosis yang telah dikonfirmasi, mungkin didiagnosa oleh institusi yang sama atau
setidaknya menggunakan proses diagnosis yang sama. Selanjutnya, penelitian ini akan
menyajikan pengetahuan diri kepada perbedaan dalam spektrum dengan mengijinkan dilakukan
perkembangan skor individual.
Sampel dari individual neurotipikal menunjukkan sedikit deviasi dari hasil pada referensii
sampel AIST-R. Aberasi dari tipe minat realistis dengan nilai rerata yang lebih rendah dapat
disajikan untuk menjelaskan hasil signifikan dari perbandingan dengan survey individual pada
Asperger, karena skor rerat dari penderita Asperger pada sampel seimbang dengan rerata skor
dari sampel referensi.
PERNYATAAN ETIKA
Penelitian ini tidak melibatkan konflik etika apapun, mengingat tidak ada interfensi klinis
yang dilakukan. Tidak ada penelitian darah atau jaringan yang dilakukan. Para peserta diberi tahu
sebelum berpartisipasi bahwa respon mereka harus dibuat samar sepanjang penelitian dan semua

data akan dianalisis secara umum sehingga tidak ada kesimpulan yang digambarkan secara
individual. Kami tidak membutuhkan persetujuan dari komite etnik.
Selanjutnya, inform consent tidak dilakukan karena survey dilakukan secara on line.
Tidak ditemukan kontak antara peneliti dan peserta. Subjek berpartisipasi secara suka rela dan
diberitahu tentang objektif penelitian dan sepanjang waktu memberikan perhatian mereka dengan
cara mengisi survei.

Vous aimerez peut-être aussi