Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
B.
LANDASAN TEORI
Suatu senyawa aromatik ialah suatu tipe senyawa yang mempengaruhi penstabilannya
adalah oleh dekalokasi elektron pi. Agar besifat aromatic, suatu senyawa haruslah siklik dan
datar. Tiap atom cincin harus memiliki orbital pi tegak lurus bidang cincin, dan orbital-orbital
p harus mengandung (4+2) elektron pi (aturan Huckel). Senyawa aromatic polisiklik juga
dirujuk sebagai senyawa aromatic polinuklir, cincin terpadu, atau cincin mampat
(polynuklear, fused-ring atau consenserd ring). Senyawa aromatic ini dicirikan oleh cincincincin yng memakai atom-atom karbon tertetu secara bersama-sama dan oleh awan pi
aromatic biasa (Fessenden, 1999: 249).
Jika suatu hidrokarbon terdiri dari dua cincin atau lebih dan sekurang-kurangnya
sepasang cincin bersekutu dua karbon, maka hidrokarbon tersebut disebut sebagai
hidrokarbon terpadu. Beberapa hidrokarbon cincin terpadu yang lebih besar terdapat dalam
batu-bara dan jelaga. Dua senyawa yaitu antrasena dan pirena dikenal sebagai karsinogen.
Senyawa benzenoid cincin terpadu semuanya sangat stabil. Mereka cenderung terbentuk bila
molekul organik dipananskan ke temperatur tingggi tanpa oksigen sehingga tidah dapat
terbakar habis. Bila banyaknya cincin terpadu menjadi sangat besar dalam dua arah akan
dihasilkan struktur mirip grafit (Keenan, 1999: 239).
Senyawa aromatic polisiklik lebih reaktif terhadap oksidasi reduksi dan substitusi
elektrofilik daripada benzena. Relaktifitas yang lebih besar ini disebabkan oleh dapatnya
senyawa polisiklik bereaksi pada satu cincin dan masih tetap mempunyai satu cincin benzena
atau lebih yang masih utuh dalam zat antara dan dalam produk. Diperlukan energi lebih kecil
untuk mengatasi karakter aromatic satu cincin tunggal dan senyawa polisiklik daripada
enerrgi yang diperlukan untuk benzena. Benzena tidak mudah dioksidasi, namun, senyawa
seperti naftalena dapat dioksidasi di produk (Pine, 1988: 753).
Antrasena, C6H4(CH)2C6H4, zat padat hablur tak berwarna, berflouresensi biru,
meleleh pada suhu 217oC dan mendidih pada suhu 350oC. Tak larut dalam air, larut dalam
alkohol, eter, kloroform dan pelarut-pelarut organik yang lainnya. Molekulnya terdiri atas
tiga lingkar benzena berdampingan, lingkar tengah terikat pada dua atom karbon dengan
lingkar-lingkar benzena di pinggirnya, sehingga seluruh molekulnya terdiri atas hidrogen.
Antrasena diperoleh dari ter arang, turunannya yang paling penting yaitu antrakuinon, yang
dipakai dalam pembuatan alizarin dan zat celup lainnya, sintesa-sintesa kimia dan tirai asap.
Antrasena ialah anggota pertama daripada deret hidrokarbon aromatic (Marck, 2003: 731).
Antrakuinon merupakan senyawa turunan dari antrasena yang diperoleh dari reaksi
oksidasi dari antarasena. Golongan ini memiliki anglikoh yang sekerabat dengan antrasena
yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau
hanya C4 (antron) dan sampai marah sindur (orange), larut dalam air panas atau alkohol
encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger. Semua antrakuinon memberikan
warn areaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika ammonia ditambahkan: larutan
berubah menjadi merah untuk antrakuinon. Antrakuinon yang mengandung gugs karboksilat
(rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat.
Hasil reduksi antrakuinon adalah antron danantranol, terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida (Stanisky, 2003: 426).
Sublimasi adalah proses perubahan dari fasa uap menjadi padat dan sebaliknya fasa
padat menjadi uap karena pengaruh temperatur, dan atau tekanan udara di atasnya. Prinsip
dasarnya adlaha perbedaan tekanan uap . sublimasi digunakan untuk memisahkan/
memurnikan senyawa padat yang dapat menyublim pada tekanan kamar, mudah sekali
dilakukan proses sublimasi pada tekanan kamar tanpa menurunkan tekannannya, hanya
cuukup langsung dipanaskan saja, maka senyawa tersebut akan langsung menyublim. Pada
proses sublimasi, senyawa padat bila dipanaskan akan menyublim langsung terjadi
perubahan menjadi uap tanpa melalui fasa cair terlebih dahulu. Kemudian uap tersebut bila
didinginkan akan berubah menjadi fasa padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan
tersebut menyublim, kotoranya tertinggal dalam cawan (Williamson, 2000: 131).
Pamanasan laruutan yang mengandung pelarut volatile akan menyebabkan lepasnya
molekul pelarut menjadi uap panas. Jika uap panas terembunkan oleh suatu pendingin, uap
akan menjadi fsa cair dan kembali pada sistem reaksi. Proses semacam ini dinamakan
2
refluks. Dalam prosesnya., penarikan komponen kimia dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan pelarut lalu dipanaskan.
Uap-uap casiran penayri terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-moklekul
cairan penyari yang akan turun kembali menunju labu alas bulat. Pelarut akan mengekstrak
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan samapi penyarian sempurna (Stanizski, 2003: 574).
Pengaduk
Gelas kimia
Penyaring Buchner
Alat sublimasi
Erlenmeyer
Timbangan analitik
Pipet tetes
Gelas ukur
Gunting
Pipet volume
Bolb
Bahan
Tissue
Antrasena
H2SO4 pekat
Aquades
Na2Cr2O7
Kertas saring
Aluminium foil
Kertas label
D. SKEMA KERJA
3
2gram atrasena
Dimasukkan dalam labu alas bulat 250ml
+ CH3COOH glacial (50ml)
Campuran
(heating matle (15menit))
+ H2SO4 pekat (6ml) stetes demi setets
+ setetes demi setetes Na2Cr2O7 8 gram
dalam 10ml aquades
campuran
Direfluks
+ aquades 100ml
hasil
Disaring (penyaring buchner)
residu
filtrat
residu
dikeringkan
Crode antrakuinon
Dimurnikan dengan sublimasi
antrakuinon
E.
HASIL PENGAMATAN
No
Percobaan
Hasil Pengamatan
Proses
penambahan -
CH3COOH
glacial
ke
4
dengan
CH3COOH
larutan
glacial,
terbentuk
Campuran
dipanaskan -
(CH3COOH
glacial
antrasena)
Campuran
(CH3COOH -
antrasena)
dengan
Na2Cr2O7
orange
glacial
dalam
air
(berwarna
Campuran
direfluks -
selama 15 menit
Setelah
direfluks
berwartnacoklat
terbentuk
kehitaman
dan
larutan
terdapat
Campuran
aquades -
100ml
Hasil
disaring
menggunakan
dengan penyaring
buchner.
7
Hasil
(residu
antrakuinon)
crode -
dimurnikan
dengan sublimasi.
gram
Gram antrakuinon setelah sublimasi = 0,05
gram
Residu (endapan hijau) yang ada setelah
disublimasi selama 3 jam, lama-kelamaan
terjadi perubahan warna menjadi kuning
5
ANALISI DATA
1. Perhitungan
O
K2Cr2O7/H2SO4
kalor
O
Ditanya
massa antrasena
= 2gram
Mr antrasena
= 178gram/mol
Mr antrakuinon
= 208 gram/mol
: massa natrakuinon
=.?
Penyelesaian:
Mol atrasena
= mol antrakuinon
massaantrasena
Mr
massaantrakuinon
Mr
2 gram
178 gram / mol
massaantrakuinon
208 gram / mol
Massa antrakuinon
= 2,33707865 gram
2,34 gram
massa awal
= 2gram
Massa akhir
= 0,05 gram
% antrakuinon =.?
Penyelesaian:
6
% antrakuinon
massaawal
100%
massaakhir
0,05 gram
100%
2 gram
= 2,5%
Perhitungan % error
% error =
PS
100%
S
Dimana :
% error =
PS
100%
S
2,29
100%
2,34
= 97,86%
Persen error/persen kesalahan yang diperoleh sebesar 97,86%
Mekanisme reaksi
+ Na
O Cr O H
+
O
H
Na O Cr O H
O
O
Na O Cr O H
O
Na O Cr O H
O
Na
Cr
-
O H
G. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini bertujuan untuk mempelajari reaksi oksidasi senyawa aromatic
polisiklik serta mempelajari proses refluks dan pemurnian senyawa dengan metode sublimasi.
Pada percobaan ini digunakan antrasena yang merupakan senyawa aromatic polisiklik sebagai
senyawa yang nantinya akan teroksidasi menjadi antrakuinon. Digunakannya antrasena dan
bukan senyawa polisiklik yang lain, karena antrasena merupakan senyawa aromatic yang
lebih reaktif terhadap reaksi oksidasi reduksi dan substitusi elektrofilik daripada benzena atau
senyawa aromatik lainnya. Karena disebabkan oleh kemampuan senyawa ini bereaksi pada
suatu cincin dan masih tetap mempunyai satu atau lebih cincin benzena yang utuh dalam zat
maupun dalam produk.
8
H2SO4 pekat. Dalam proses ini H2SO4 pekat berperan sebagai katalis saja untuk mempercepat
reaksi dan tidak ikut bereaksi dengan antrasena. Berdasarkan hasil pengamatan, setelah
dimasukkan H2SO4 pekat ke dalam campuran maka terjadi perubahan warna larutan menjadi
hijau keputihan yang keruh yang menandakan bahwa produk yang dicari mulai terbenuk.
Setelah terbentuk larutan hijau keputihan, maka setelah ditambahkan Na2Cr2O7dalam H2O
yang berwarna orange bening, maka akan terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau tua
yang sedikit orange. Dalam proses ini, Na2Cr2O7 berperan sebagai oksidator yang akan
mengoksidasi antrasena menjadi natrakuinon dengan bantuan katalis asam sulfat (H2SO4).
Dalam proses penambahan Na2Cr2O7, proses reaksi belumlah berjalan dengan maksimal.
Sehingga untuk memaksimalkan reaksi dan mengoptimalkan proses pembentukan produk,
maka proses ini dilanjutkan dengan proses refluks.prinsip kerja refluks adalah dengan
mendidihkan senyawa organik. Pemanasan larutan organik yang mengandung pelarut volatile
akan menyebabkan lepadsnya molekul pelarut menjadi uap panas. Uap panas tersebut akan
terrembunkan oleh suatu pendingin (kondensor), dimana uap akan menjadi fasa cair dan
kembali pada sistem reaksi. Dalam proses refluks, yaitu suhu harus dijaga agar pengembunan
tidak lebih dari 1/3 panjang pendingin, sehingga ebagian uap akan keluar dari sistem reaksi
melalui puncak pendingin. Pada percobaan ini proses refluks dilakukan selama 15menit
karena berdasarkan literature waktu optimal dari proses refluks campuran adalah 15 menit
(Anonim, 2009).
Proses selanjutnya, untuk mendapatkan antrakuinon yang terpisah dari filtratnya, maka
larutan hasil refluks yang berwarna coklat kehitaman dengan endapan berwarna hijau tua,
ditambahkan dengan aquades 100ml agar larutan menjadi encer sehingga akan memudahkan
dalam proses penyaringan. Dalam percobaan ini digunakan penyaring Buchner karena untuk
memisahkan endapan dengan larutannya dibutuhkan kecepatan yang tinggi serta tekanan yang
tinggi untuk menghasilkan pemisahan yang maksimal dalam sistem vakum.
Setelah larutan disaring, diperoleh filtrat bewarna hitam dan residu berupa endapan
berwarna hijau muda. residu yang diperoleh ini merupakan crode antrakuinon atau
antrakuinon yang masih terikat oleh zat pengotor dengan berat 3,51 gram. Berat antrakuinon
kotor yang lebih besar dibandingkan dengan berat awal (antrasena) sebesar 2 gram
dikarenakan dalam prosesnya ditambahkan banyak zat yag ikut bereaksi/ membentuk suatu
endapan. Untuk memperoleh antrakuion murni, maka endapan yang telah dikeringkan
dimurnikan dengan sublimasi. Yang mana sublimasi merupakan metode pemurnian senyawa
10
dengan tekanan uap senyawa yang dimurnikan harus cukup tinggi pada suhu di bawah titik
lelehnya sehingga laju penguapn dari padatan akan berjalan cepat dan uap terkondensasi
kembali menjadi padatan pada bagian permuakan pendingin (bagian bawah tabung reaksi
yang berisi es).
Dari proses dsublimasi, diperoleh antrakuinon murni berwarna kuning yang melekat
pada dinding tabung reaksi bagian atas, yang mana melekatnya antrakuinon pada dinidng
menujukkan bahwa antrakuinon telah terpisah dari zat pengotornya. Berdasarkan hasil
pengukuran, diperoleh berat antrakuinon sebesar 0,05 gram atau setara dengan 2,5% dari berat
awal 2 gram (berat antrasena). Jika dihitung persen error dari antrakuinon, maka akan
diperoleh nilai sebesar 97,86%. Bersarnya nilai dari %error yang dihasilkan dikarenakan
selisih antara massa dari hasil praktikum dengan teori yang terlalu besar dan bernilai negatif.
Adanay perbedaan antara hasil praktikum dengan teori disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
kesalahan dalam praktikum, pengaturan suhu, tegangan serta waktu refluks dan pemanasan
yang kurang tepat, proses sublimasi yang kurang optimal, terdapatnya banyak pengotor serta
kemungkinan oksidasi antrasena belumlah berjalan dengan sempurna.
H.
PENUTUP
Kesimpulan
Antrakuinon dapat diperoleh dari proses oksidasi antrasena (dlama suatu reaksi
kimia).
Asam asetat berperan sebagai pelarut dalam proses oksidasi antrasena.
H2SO4 pekat bertindak sebagai katalis dalam reaksi oksidasi dari antrasena.
Untuk mengoptimalkan hasil reaksi dari suatu proses reaksi, digunakan metode
refluks.
Dalam percobaan ini yang bertindak sebagai oksidator adalah Na2Cr2O7.
Untuk mmeperoleh antrakuinon murni dapat dilakukan dengan proses sublimasi.
Dari oercoban ini, diperoleh % antrakuinon dalam 2 gram antrasena sebesar 2,5%
dengan berat murni 0,05 gram. Sedangkan berdasarkan teori berat natrakuinon
adalah 2,34 gram.
Dengan berat antrakuinon sebesar 0,05gram diperoleh % error sebesar 97,86%.
Dimana hal ini dikarenakan dalam antrakuinon terdapat zat pengotor yang sangat
banyak.
Saran
11
Prosedur kerja dipelajari sebaik-baiknya agar tidak terjadi kesalahan pada saat
praktikum berlangsung.
Dibutuhkan pemahaman yang lebih mengenai prinsip kerja serta metode
pemisahan dari refluks dan sublimasi.
Literatur yang berhubungan dengan antrasena, antrakuinon, asam asetat serta zatzat lain yang digunakan pada percobaan ini harus dicari dan dipelajari dengan
baik agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam teori/ percobaan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Fessenden, Ralph, J dan Joan S. Fessenden. 1999. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Keenen, Cahrles. 1999. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Marck, D. Lincker. 2003. Dictionary of Chemistry second Edition. New York: mc graw-hill.
Pine, H. Stanley. 1988. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Stanitsky, Conrad L. 2003. Chemistry in Context. New York: Mc Graw-Hill.
Stanitski. 2003. Chemistry in Context. New York: Mc Graw-Hill.
Williamson. 2000. Macroscale and Microscale organic experiments. USA: hughton Mifflin
Company.
13
A.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
B.
LANDASAN TEORI
Diantara berbagai metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau juga disebut ekstraksi air
merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa
pemisahan yang paling baik dalam tingkat makro maupun mikro adalah dengan metode ini.
Seseorang tidak memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pemisah. Prinsip
metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua
pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzene, karbon tetraklorida atau kloroform.
Batasnya adalah zat terlalur dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dlam kedua fasa
pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparative, pemurnian, memperkaya,
pemisahan serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 2007: 85).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk
campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya. Pada metode ekstraksi cair-cair,
ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap tekniknya cukup dengan menambahkan
pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong pisah,
kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solid pada kedua
14
pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang berada di
bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dilakukan untuk analisa selanjutnya (Yazid, 2005:
181).
Ektraksi digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbedabeda dalam pelarut. Seringkali senyawa yang hendak diekstraksi diubah secara kimia terlebih
dahulu agar larut di dalam air atau pelarut organik. Sebagai contoh pada ekstraksi cair dari
cair sering digunakan dua zat cair yang tidak saling melarutkan, seperti larutan dalam air dan
pelarut organik (kloroform, etil asetat) untuk melakukan ekstraksi. Corong pisah beserta
karnnya sangat berguna untuk memisahkan dua zat cair yang tidak salaing melarutkan
tersebut (Bresnick, 2004: 95).
Ekstraksi pelarut dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang menuju
ke suatu produk murni. Dalam hal ini banyak campuran ion logam pemisah akan tidak
sempurna dalam suatu ekstraksi tahap tunggal. Ekstraksi dapat ditingkatkan dengan
keasaman yang rendah dan konsntrasi zat penyepit yang tinggi. Sistem ekstraksi yang
melibatkan pasangan ion dan solvent. Umumnya jarang logam yang sederhana cenderung
lebih dapat larut dalam pelarut yang sangat polar, seperti air daripada pelarut organik yang
tetapan dielektriknya jauh lebih rendah. Suatu pemisahan yang ideal adalah seluruh zat yang
diinginkan berakhir dalam suatu pelarut dan zat-zat pengganggu dalam pelarut yang lain
(Underwood, 1986: 261).
Naftalena dan naftol merupakan zat padat yang strukturnya hanya berbeda pada gugus
fungsi OH. Apabila kedua zat ini tercampur, maka pemisahan secara ekstraksi tidak dapat
langsung diterapkan karena kedua zat ini mempunyai kelarutan yang sama pada satu pelarut
misalnya DCM (diklorometana) sehingga perlu dilakukan teknik transformasi terlebih dahulu
sehingga kedua zat tersebut mempunyai kelarutan yang berbeda (Isjri, 2004: 53-54).
Naftalena, C10H8 , merupakan senyawa murni pertama yang diperoleh dari fraksi didih
lebih tinggi dari batubara (coal tar), yaitu suatu campuran rumit yang mengandung banyak
hidrokarbon aromatic (termasuk benzena, toluene, dan xilena). Naftalena mudah diisolasi
karena senyawa ini menyublim dan tar sebagai padatan kristal tak berwarna yang indah,
dengan titik leleh 80oC. Naftalena merupakan molekul planar dengan dua cincin yang
berdifusi. Dan cincicn menggunakan bersama dua atom karbon.
15
Struktur naftalena
6
4
Panjang ikatan pada naftalena tidak semuanya sama, tetapi kira-kira mirip dengan panjang
ikatan pada benzena (1, 394Ao). Meskipun memiliki 2 cincin beranggotakan enam, naftalena
memiliki energi resonansi sedikit lebih rendah dibandingkan pada dua benzena, yang sekitar
60 kkal/mol (Hart, 2003: 145-146).
Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama-sama
senyawa refilin dan teobromin. Pada keadaan asal, kafein adalah serbuk putih yang pahit.
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun mete,
biji lo, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19
dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air) (Silberberg, 2003:
514).
CH3
N
N
H3 C
Struktur kafein
N
CH3
O
Kafein pertama kali diisolasi oleh Belletier dan Caventou pada tahun 1819. Kafein
adala komponen alkaloid delivat xanthin yang befungsi sebagai stimuli pada manusia. Daun
teh mengandung banyak sekali senyawa di dalamnya termasuk kafein. Untuk memisahkan
kafein dari senyawa lainnya ditambahkan Na2CO3 atau Pb asetat. Na2CO3 merupakan garam
nonpolar, yang dapat terurai di dalam air menjadi ion Na+ yang mengikat kafein dan CO 3yang mengikat H2O membentuk HCO3 (suatu asam). Garam kafein +Na larut dalam air. Air
panas yang ditambahkan berfungsi membuka pori-pori dari dalam teh agar ekstrak daunt eh
dapat keluar dengan sempurna dan kafein yang didapatkan cukup banya (Noerdin, 2003: 3132).
16
C.
Bahan
Campuran naftalena dan naftol
Serbuk teh (daun teh)
HCl 2M
NaOH 1M
Na2SO4 anhidrat
DCM
Aquades
Larutan Pb asetat 10%
Kertas label
Kertas saring
Tissue
Aluminium foil
D. SKEMA KERJA
a. Pemisahan Campuran Naftalena Dan Naftol
campuran naftalena dan naftol (1gram)
-
Dimasukkan (erlenmeyer)
+ DCM
dimasukkan dalam corong pisah
+ NaOH 1M (2ml)
dikocok
+aquades (10ml)
dikocok
lapisan air
- + HCl 1M (diencerkan)
- diekstrak dengan DCM (10 ml)
hasil
lapisan organik
-
+ Na2SO4 anhidrat
+ DCM
dimasukkan dalam corong
piisah
+ NaOH 1M (2ml)
dikocok
+ aquades(10ml)
18
dikocok
lapisan air
lapisan organik
hasil dicatat
+ Na2SO4 anhidrat
disaring
hasil (filtrat)
+ Na2SO4 anhidrat
disaring
hasil
diuapkan
hasil
ditimbang
ditentukan % naftol
hasil dicatat
hasil
- + larutan Pb asetat 10% (100ml)
- diaduk
- disaring (penyaring buchner)
hasil
diuapkan sampai volume 100 ml
didinginkan
+ DCM (25 ml)
lapisan air
lapisan organik
lapisan air
lapisan organik
hasil -
disatukan
dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat
disaring
diuapkan
ditimbang
E. HASIL PENGAMATAN
1. Pemisahan Campuran Naftalena Dan Naftol
No
1
Percobaan
Penimbangan
Hasil Pengamatan
campuran -
Campuran
(naftalena
+ -
20ml.
3
naftol
DCM)
campuran,
dengan
ditambahkan
maka
akan
timbul
panas
koloid).
Sehingga
perlu
ditambahkan aquades.
4
Campuran
yang
telah -
Setelah
ditambahkan
aquades, terbentuk
ditambahkan
aquades
10
dengan
ml,
dan
diekstrak.
5
bening di atas.
Lapisan
organik -
ditambahkan
dengan
coklat.
Setelah
diuapkan,
dengan
warna
terbentuk
naftaleena
kristal/endapan
coklat
dengan DCM.
berwarna putih.
Setelah diekstrak dengan DCM, terbentuk 2
fasa yaitu fasa organic berupa endapan/
koloid yang berada di bawah dan bagian atas
berupa larutan bening (fasa air).
Fasa
organik
ekstraksi
hasil -
ditambahkan
terjadi
adanya
perubahan
kemudian
diuapkan.
disaring
dan
-
Naftol
dannaftaalena
ditimbang
dengan menggunakan timbangan analitik beserta gelas
kimia yang digunakan.
-
Percobaan
50
Hasil Pengamatan
gram
daun
teh
kemudian dipanaskan 15
coklat kemerahan.
setelah ditambahkan
daun
teh,
terjadi
menit.
kemerahan.
pada
proses
pemanasan
Campuran
(aquades
+ -
ditambahkan
dengan
diaduk,
seperti
didiamkan.
koloid
berwarna
coklat-merah
kehijauan.
3
telah
asetat)
ditambahkan
disaring
Pb
dengan
penyaring buchner.
4
Hasil
dari
penyaringan
proses diuapkan
didinginkan
dan
dengan
ditambahkan
Fasa
air
dipisahkan -
dalam
air
dengan
dan
fasa
ditambahkan
DCM
(15
ml)
diekstrak.
7
Fasa
umumnya).
organik
ekstraksi
hasil -
dikumpulkan,
dengan
ditambahkan
dan diuapkan.
Fasa
organik
yang -
diuapkan ditimbang.
Fasa
organik
membentuk
coklat
-
yang
diuapkan
ewndapan/kristal
kemerahan
di
sakan
bverwarna
mana
hasil
penimbangan:
Berat gelas kimia kosong
= 45,84 gram
Berat gelas kimia + endapan = 47,54 gram
Berat endapan/ kafein
= 1,70 gram
F. ANALISIS DATA
Perhitungan
a. Pemisahan campuran naftalen dengan naftol
Naftalen
Dik: berat campuran = 1 gr
Massa naftalen yang diperoleh = 0,41 gr
grnaftalen
%naftalen grcampuran
x100%
x100%
% kafein
% kafein
= 50 gram x100%
% kafein
= 3,4 gr
gramdaunteh
1,7 gram
Mekanisme Reaksi
+
O H
NaOH
O Na+
G.
Na +
OH
Cl
Na+
OH2
OH
NaCl
PEMBAHASAN
Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan zat kimia. Pada metode ekstraksi
digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbeda dalam berbagai
pelarut. Pelarut yang umumnya digunakan: benzena, metal klorida, kloroform, dietil eter, dan
sebagainya. Sering kali senyawa yang diekstraksi diubah secara kimia terlebih dahulu agar
larut dalam air atau pelarut organik (Bresnick, 2004).
Pada percobaan ini terdiri dari beberapa tujuan yaitu: mempelajari teknik pemisahan
campuran naftalena dan naftol dengan cara ekstraksi cair-cair, mempelajari tujuan
24
penggaraman pada ekstraksi cair-cair; mempelajari teknik pengeringan dalam medium cair
dan mempelajari teknik isolasi kafein dari teh. Untuk mencapai tujuan dari praktikum, maka
dilakukan 2 jenis percobaan yaitu pemisahan campuran naftalena dn naftol serta isolasi kafein
dari teh.
Pada percobaan pertama yaitu pemisahan campuran naftalena dan naftol, dilakukan
satu kali proses ekstraksi. Dimana yang berperan dalam proses ekstraksi sebagai pelarut
organik adalah diklorometan (DCM). Baik naftalena maupun naftol sama-sama larut dalam
pelarut DCM. Sehingga jika pemisahan ditetapkan dengan ekstraksi langsung, maka akan
susah untuk mamisahkannya. Untuk mempermudah pemisahan, maka perlu dilakukan teknik
transformasi terlebih dahulu, sehingga kedua zat tersebut mempunyai kelarutan yang berbeda.
Dalam percobaan ini, teknik transformasinya dilakukan dengan cara penambahan larutan
NaOH 1M, dimana naftalena tidak larut dalam larutan NaOH 1M sedangkan naftol larut di
dalamnya. Dengan adnaya penambahan larutan NaOH ini maka kedua larutan memisah,
dimana naftol akan terdistribusi ke fasa air. Namun, karena perbedaan antara kedua fasa
belum terlalu jelas, maka perlu adanya penambahan aquades sebanyak 10mL, lalu dikocok
sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi pada solute pada kedua pelarut.
Berdasarkan hasil pengamatan, campuran naftalena dan naftol yang berwarna putihpink, setelah ditambahkan DCM 20mL timbul warna larutan yang sedikit pink, hanya saja
belum terbentuk pemisahan yang cukup jelas. Setelah ditambahkan larutan NaOH 2ml, timbul
adanya panas pada corong pisah. Timbulnya paans pada corong pisah meunjukkan bahwa
reaksi pencampuran adalah reaksi eksoterm. Setelah ditambahkan aquades yang berperan
sebagai pelarut yang bersifat polar akan terbentuk larutan berwarna putih, di mana setelah
diekstrak akan terbentuk 2 fasa di mana bagian bawah merupakan fasa organik berupa koloid
(berwarna putih) dan bagian atas berupa laruta bening yang merupakan fasa air.
Proses selanjutnya adalah pemisahan antara fasa organik dan fasa air. Dimana fasa
organik/ lapisan organik merupakan naftalena yang telah terpisah dari naftol. Hhal ini
disebabkan karena naftol mempunyai kecenderungan lebih larut dalam air jika direaksikan
dengan suatu basa yaitu NaOH. Dengan kata lain NaOH berperan sebagai pengikat atau
pereaksi yang dapat memisahkan campuran antara naftalena dan naftol.
Untuk fasa organik yang telah terpisah sebelumnya, ke dalam fasa organik
ditambahkan dengan Na2SO4. Tujuan dari penambahan Na2SO4 anhidrat adalah untuk
25
memperoleh naftalena murni yang bebas dari air. Dari proses ini, berdasarkan hasil
pengamatan, setealh campuran disaring maka diperoleh filtrat berwarna agak coklat dan
endapan berwarna putih-coklat. Setelah filtrat disaring dan diuapkan maka akan diperoleh
endapan berupa kristal coklat yang merupakan naftalena dari hasil pemisahan. Dalam proses
ini, diperoleh naftalena yang berupa endapan/kristal coklat tidak sesuai dengan yang
seharusnya. Karena seharusnya dalam proses ini diperoleh naftalena yang berupa kristal
berwarna putih. Namun, meskipun demikian kristal yang dihasilkan ini benar-benar naftalena.
Hal ini disebabkan pada kristal yang terbentuk timbul adanya bau seperti khamper (kapur
barus). Kemungkinan tidak diperolehnya naftalena dengan warna yang sesuai dikarenakan
adanya kontaminasi zat oleh zat-zat pengotordari luar dalam proses pemisahan, penyaringan
maupun menguapan dari fasa organik.proses selanjutnya dalam fasa air, untuk memperoleh
naftol murni yang masih dalam bentuk garam maka ditambahkan dengan HCl 1M. Dengan
adanya penambahan HCl menyebabkan naftol akan kembali larut pada lapisan DCM yang
merupakan fasa organik. Berdasarkan hasil pengamatan, terbetuk larutan berwarna coklat
kekuningan di bagian atas dan endapan (koloid) berwaran putih-coklat.
Dengan memisahkan fasa organik yang merupakan koloid berwaran putih-coklat,
maka akan diperoleh senyawa naftol. Naftol yang diperoleh dari fasa organik ini masih belum
murni karena masih tercampur / terikat oleh air. Untuk membebaskan naftol dari air maka
ditambahkan Na2SO4 anhidrat sebagai drying agent. Dengan proses selanjutnya yang
dilakukan terhadap campuran ini adalah proses penyaringan dan penguapan maka akan
diperoleh kristal berwarna putih bening. Terbentuknya kristal putih bening ini tidak sesuai
dengan konsep ynag seharusnya. Karena melaui proses ini seharusnya dihasilkan endapan
berwarna pink yang mana wrna pink merupakan waran asli dari naftol. Diperoleh waran yang
berbeda bukan berarti hasil yang didapatkan bukanlah senyawa naftol. Hal itu dikarenakan
kristal yang diperoleh menunjukkan bau khas dari naftol. Hanya saja, kaibat dari kontaminasi
zat luar dan kesalahan dari praktikan maka diperoleh hasil yang tidak sesuai dnegan yang
diharapkan.
Pada proses selanjutnya adalah proses penimbangan dan penentuan % naftalena
maupun naftol. Berdasarakan hasil pengamatan, diperoleh berat naftalena sebesar 0,41 gram
dengan persentase 41%. Sdangkan naftol diperoleh dengan berat 0,9gram dengan persentase
90%. Nilai untuk naftol tidak sesuai dengan yang seharusnya. Karena berat naftol yang
diperoleh hampir mendekati 1 gram sedangkan berat campuran adalah 1 gram. Diperolehnya
26
nilai naftol yag tidak sesuai dikarenakan kristal naftol belum terbntuk dengan maksimal.
Selain itu pula, kemungkinan terjadi penambahan zat-zat tertentu ke dalam campuran dalam
proses ekstraksi sehingga mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Pada percobaan kedua, yaitu isolasi kafein dari daunt eh. Digunakannya daunt eh
karena di dalam daunt eh banyak terkandung senyawa kafein. Dalam prosesnya, daunt eh
dimasukkan ke dalam air mendidih yang kemudian dipanaskan lagi, dengan tujuan untuk
mengoptimalkan proses penguraian zat yang terkandung dalam teh. Di mana daunt eh
mengandung banya sekali senyawa-senyawa selain kafein, yang santgat sulit sekali untuk
terurai. Sehingga untuk proses ini perlu adanya energi tambaha yaitu berupa energi kinetic
yang beradsal dari proses pemanasan.
Proses selanjutnya yang dilakukan adalah proses penyaringan dalam keadaan panas.
Tujuan dari penyaringan dalam keadaan panas adalah agar diperoleh senyawa hasil
penguraian yang maksimal. Sebab jika dilakukan dalam keadaan dingin maka senyawaseyawa yang telah terurai sebelumnya akan kembali lagi ke molekul awalnya. Sehingga akan
sulit untuk memisahkan/ mengisolasi kafein disebabkan terjadinya pergeseran kesetimbangan
dari proses penguraian ke reaktan (senyawa semula). Dalam proses ini, kelarutan dari kafein
dalam air akan meningkat pada suhu yang tinggi.
Pada proses selanjutnya filtrat dari larutan teh ditambahkan dengan Pb asetat 10%.
Tujuan dari penambahan Pb asetat 10% adalah untuk memisahkan kafein dari senyawasenyawa lain seperti tannin, karena dalam teh selain kafein juga terdapat senyawa tannin yang
memiliki kepolaran yang hampir sama dengan kafein (Anonim, 2009). Jika ditinjau dari
strukturnya Pb(CH3COOH)2 merupakan senyawa nonpolar, yang dapat terurai di dalam air
menjadi ion Pb2+ yang megikat kafein dan CH3COO- yang mengikat H2O membentuk suatu
asam. Suatu ion Pb2+ yang mengikat kafein larut dalam air. Sehingga melaui proses
selanjutnya yanitu penyaringan dengan menggunakan penyaring Buchner diperoleh kafein
yang telah terpisah dengan senyawa lainnya, di mana senyawa-senyawa lain akan
terendapkan/ tersisa pada kertas saring. Digunakannya penyaring Buchner karena pada proses
penyaringan ini memerlukan kecepatan yang tinggi dengan tekanan yang cukup besar. Dari
hasil pengamatan filtrat yang diperoleh berwarana kuning bening yang menunjukkan senyawa
kafein telah terpisah dari senyawa yang lainnya.
27
Setelah diperoleh filtrat, maka filtrat tersebut diuapkan hingga 100mL. Tujuan dari
proses penguapan adalah untuk memperlleh filtrat yang lebih pekat, dimana kandungan air
dari filtrat tersebut berkurang. Sehingga nantinya, akan memaksimalkan proses pemisahan
dengan metode ekstraksi.
Larutan yang telah diuapkan dengan proses pemanasan ini kemuudian didinginkan dan
ditambahkan dengan DCM 25 ml. Tujuan dari proses pendinginan adalah agar tidak terjadi
kerusakan pada struktur kafein akibat proses pemanasan jika nanti ditambahkan dengan
DCM. Selain itu juga tujuan dari pendinginan adalah agar diperoleh hasil pemisahan yang
maksimal. Campuran yang telah ditambahkan DCM kemudian diekstrak untuk memperoleh
fasa organiknya. Proses ekstraksi yang disertai dengan penambahan DCM dilakukan sebanyak
2 kali untuk memperoleh fasa organik yang lebih banyak. Jika ditinjau dari strukturnya, kafein
dapat larut dalam air akibat adanya interaksi antara ion Pb2+ dengan gugus polar dari kafein.
Namun, hal itu bakan berarti menunjukkan bahwa kafein hanya larut dalam air dan tidak larut
dlaam pelarut organik. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan DCM ke dalam
klarutan, maka kafein larut dalam fasa organik meskipun membutuhkan waktu yang lama dan
hasil yang diperoleh sangat sedikit. Larutnya kafein di dlaam DCM disebabkan oleh adanya
gugus dari kafein yang juga bersifat nonpolar, hanya saja sifat kepolarannya lebih tinggi
dibandingkan sifat nonpolarnya.
Pada proses selanjutnya yang dilakukan adlah proses penambahan Na 2SO4 anhidrat
ked lam fasa organik yang telah dipisahkan. Seperti halnya pada percobaan pertama,
penambahan Na2SO4 anhidrat bertujuan untuk membebaskan kafein dari air sehingga dpaat
diperoleh kafein murni. Karena keterbatasan waktu, maka proses penguapan setelah
penyaringan tidak dilakukan. Dari proses penyaringan diperoleh filtrat berwarna coklat
kemerahan dan endapan berwarn coklat. Dari proses penimbangan diperoleh berat kafein
sebesar 1,7 gram dengan persentase kafein sebesar 3,4%. Angka ini dapat saja lebih kecil
akibat adanya proses penguapan filtrat. Dari proses penguapan, semakin luas permukaan
penampung (gelas kimia), maka proses penguapan/ pembentukan kristal semakin besar.
H. PENUTUP
Kesimpulan
Ekstraksi adalah metode pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan pada
prinsip perbedaan kelarutan dalam suatu pelarut.
28
Naftol dan naftalena memiliki kelarutan yang sama dalam pelarut DCM.,
Untuk mempermudah pemisahan naftol dan naftalena, maka dilakukan
transformasi dengan penambahan NaOH pada naftol yang kemudian akan
membentuk garam yang larut dalam fasa air, sehingga didapatkan kembali
naftalena dalam fasa organik.
Untuk memperoleh kembali naftol maka ke dalam fasa air ditambahkan degan
HCl, sehingga naftol diperoleh dalam fasa organik
Penambahan Na2SO4 anhirat bertujuan untuk membebaskan air dari senyawa
dalam fasa organik.
Dari hasil percobaan diperoleh warna naftalena dan naftol yang tidak sesuai
dengan yang seharusnya. Hal ini dikarenakan pengaruh zat pengotor, penyaringan
maupun penguapan zat (baik naftalena maupun naftol).
Dari hasil percobaan diperoleh % naftalena sebesar 41% dan naftol 90%, dimana
% naftol terlalu besar dikarenakan pembentukan kristalnya yang tidak sempurna
dan kemungkinan komposisi larutan yang ditambahkan terlalu besar.
Tujuan penambahan Pb asetat 10% adalah untuk memisahkan kafein dari tannin,
yang juga terdapat dalam teh serta senyawa-senyawa penyusun teh lainnya.
Ion Pb2+ dan kafein larut dalam air, selain itu juga kafein dapat sedikit larut
dalam DCM yang mana itunjukkan oleh pembentukan 2 fasa meskipun
membutuhkan waktu yang lama.
Dari percobaan diperoleh % kafein sebesar 3,4% dari berat kafein sebesar 1,7
gram.
Saran
Dibutuhkan ketelitian pada saat pengukuran berat naftol, naftalena maupun
kafein.
Dibutuhkan kehati-hatian pada saat menggunakan alat-alat yang terbuat dari kaca
karena mudah pecah.
Prosedur kerja harus dipahami dan dimengerti dengan sebaik-baiknya sebelum
memulai praktikum.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Petunjuk Praktikum Kimia Organik 2. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Bersnick, Steven. 2004. Intisari Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harlod. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Isjri. 2004. Praktikum Kimia Organik. Malang: Universitas Negeri Malang.
Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Noerdin. 2003. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Bandung: ITB.
Riswiyanto, S. 2009. Praktikum Kimia Organik dan Terapan. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Silberberg, Martin S. 2003. Chemistry The Molecular Nature of Matter of Change. New York:
Mc Graw- Hill.
Underwood, Ralp dan R. A. Day. 1986. Analisis Kiimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Yazid, Estein. 2005. Kimia Fisika untuk Para Medis. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
30
REAKSI ESTERIFIKASI
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
B.
LANDASAN TEORI
Dalam kimia, ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui penggantian
satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus hidroksil dengan suatu gugus organik (biasa
dilambangkan dengan R). Ester dapat dibuat dari reaksi antara lain klorida asam dengan
suatu alkohol dalam media basa seperti piridin, dari reaksi asam anhidrat dengan suatu
alkohol, dan juga raksi antara sam karboksilat dengan alkohol menggunakan katalis
karboksilat dan alkohol direfluks secara bersama-sama denga adanya asam sebagai katalis.
Reaksi yang terjadi pada proses pembuatan ester merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga
tidak mungkin mendapatkan ester secara kuantitatif dalam setiap mol reaktannya.
Kesetimbangan dapat diarahkan ke produk dengan mengambil produk lainnya (produk
airnnya), atau dengan menggunakan reaktan dengan kuantitas yang lebih (Riawan, 1989:
177-178).
Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu proses batch dan proses
kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung di bawah tekanan pada suhu 200-250oC. Pada
reaksi kesetimbangan, air dipindahkan secara kontinyu untuk menghasilkan ester. Henkel
telah mengmbangkan esterifikasi countercurrent kontinyu menggunakan kolom reaksi dodel
plate. Teknologi ini didasarkan pada prinsip reaksi esterifikasi dengan absorpsi simultan
superheated yang cenderung digunakan dalam produksi ester dari asam lemak spesifik. Laju
reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan dan radikal yang
terbentuk dalam senyawa antara. Sistem pemroses yang dirancang untuk menyelesaikan
reaksi esterifikasi dikehendaki untuk sedapat mungkin mencapai 100%. Oleh karena itu,
reaksi esterifikasi merupakan kesetimbangan, maka konversi sempurna tidak mungkin
tercapai, dan sesuai informasi yang ada konversi yang dapat dicapai hanya sampai 98%.
Nilai konversi yang tinggi dapat dicapai dengan ekses reaktan yang besar. Proses esterifikasi
secara umum harus diketahui untuk dapat mendorong konversi sebesar mungkin (Doald,
2002: 513-515).
31
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung terutama pada halangan sterik
dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asa karboksilat hanya memainkan
peranan kecil dalam laju pembentukan ester. Seperti banyak reaksi aldehida dan keton,
esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi dan
deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleufilik menyerang karbonil positif,
dan eliminasi air akan menghasilkan ester yang dimaksud (Fessenden, 1982: 82-83).
Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus
karboksil, -COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan sebuah gugus
hidroksil; antar aksi dari kedua gugus ini adalah mengakibatkan suatu keaktifan kimia yang
unik dan untuk asam karboksilat. Asam asetat (CH 3COOH) sejauh ini merupakan asam yang
paling penting di perdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk murninya disebut asam
asetat glacial karena senyawa ini menjadi padat seperti es bila didinginkan. Asam asetat
glacial tidak berwarna, cairan mudah terbakar (titik leleh 7oC, titik didih 80 oC), dengan bau
pedas menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik (Riawan, 1990:
582).
Proses esterifikasi merupakan proses yang cenmderung digunakan dalam produksi
ester dari asam lemak spesifik laju reaksi esterifikasi yang sangat dipengaruhi oelh struktur
molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa natara. Data tetang laju reaksi
serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang
perkembangan reaksi dinyatakan sebagai berikut: (1) alkohol primer bereaksi paling cepat,
disusul alkohol sekunder, dan paling lambat alkohol tersier; (2) ikatan rangkap
memperlambat reaksi; (3) asam aromatic (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi
mempunyai batas konversi yang tinggi; (4) makin panjang rantai alkohol, cenderung
mempercepat reaksi atau tidak terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi (Wilbraham, 1992:
253).
Reaksi kimia kadang dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar atau pada titik
didih pelarut yang digunakan pada sistem reaksi. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk
reaksi-reaksi yang berlangsug pada suhu tinggi adalah seperangkat alat refluks. Beberapa alat
refluks ditampilkan dengan berbagai tipe yaitu : (1) alat refluks sederhana dilengkapi dengan
labu alas bulat(a) dan pendingin Liebig (b); (2) seperangkat alat reflkus dilengkapi dengan
labu alas bulat (a), pendingin Liebig(b), dan corong pisah; (3) seperangkat alat refluks
dilengkapi dengan labi alas bulat (a), pendingin Liebig(b), dan corong pisah serta pengaduk
atau termometer(c) (Torri, 1997: 123).
Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih komponenkomponen yang ada di dalam campuran. Destilasi biasa dilakukan untuk pemisahan
32
campuran yang memiliki perbedaan titik didih yang cukup besar. Sedangkan destlasi uap
dilakukan untuk pemisahan campuran yang memiliki perbedaan tekanan uap jenuh yang
cukup antara komponen-komponen yang ada pada campuran. Pada destilasi uap, uap yang
cukup digunakan biasanya uap air. Selain itu destilasi juga dilakukan pada tekanan di bawah
tekanan atmosfer (Kirk, 1997: 253-254).
Ekstraksi atau penyarian adalah proses pemindahan pengucilan suatu konstituae dalam
suatu sampel ke suatu pelarut dengan cara mengocok atau melarutkannya. Proses ekstraksi
melibatkan dua fasa (kedua fasa dapat berupa cairan tetapi tidak bercampur) dan dapat
dilakukan dengan satu kali ekstraksi (single extraction), beberapa kali ekstraksi (multiple
extraction), dan sinambungan (continues extraction). Dalam proses ekstraksi cair-cair atau
sering disebut juga sebagai ekstraksi pelarut, solute dipindahkan dari pelarut satu ke pelarut
yang lain dan tidak bercampur dengan cara pengocokan yang berulang. Di laboratorium
ekstraksi pelarut dilakukan dalam suatu corong pisah (saparation funnel). Dalam corong
pisah, siapkan larutan solute dalam suatu pelarut. Masukkan kedua larutan yang tidak
bercempur dan kocok. Setelah pengocokan sempurna, campuran dibiarkan memisah dlam
dua lapisan (fasa air dan fasa organik). Salah satu lapisan/ fasa diambil, sedangkan lapisan
kedua dibuang atau diekstraksi kembali dengan cara yang sama (Ibrahim, 2009: 32-33).
NaHCO3 jenuh
Na2SO4 anhidrat (sodium sulfat)
Kertas saring
Kertas label
Tissue
Aquades (H2O)
D. SKEMA KERJA
20 ml etanol
- Dimasukkan dalam labu alas bulat
- + 14 ml H2SO4 pekat (sedikit demi
sedikit)
- + CH3COOH glasial
Campuran larutan
Direfluks 1 jam pada T = 70oC
Hasil refluks
-
Didinginkan
Destilat
-
Dipindahkan ke dalam
corong pisah
- + aquades (60ml)
- Dikocok
- Pisahkan lapisan ester
yang terletak di atas
Ester hasil ekstraksi
- + aquades (50 ml)
- + NaHCO3 jenuh (14 ml)
- Dikocok kembali
Hasil (fase air dan organik)
-
E.
HASIL PENGAMATAN
No
Percobaan
Hasil Pengamatan
kemudian mereaksikannya
dengan
H2SO4
sangat berbahaya.
Setelah ditambahkan CH3COOH, larutan
bening agak kuning tadi menjadi berwarna
kuning yang lebih bening dari sebelumnya,
warna kuning yang ada sedikit memudar.
yang
direflkus
warna
pada
kemudian direfluks.
kecoklatan.
76-77oC)
tiup.
Pada percobaan ini diperoleh destilat pada
H2SO4
pekat
dan
menghasilkan
larutan
perubahan
menjadi
bening
Destilat dipindahkan ke -
dikocok.
seperti minyak).
Pada proses pengocokan pertama kali timbul
adanya
tekanan
kelamaan
yang
tekanan
menghilang.
didiamkan
Setelah
lama
kemudian
lama-
berkurang
dan
dikocok,
kelaman
larutan
larutan
yang
semakin menghilang.
Kedua fasa yang terbentuk terdiri dari fasa
organik di bagian atas dan fasa air di bagian
bawah. Di mana bagian atas lebih bening
dibandingkan
dengan
bagian
bawahnya
ekstraksi
aquades
ditambahkan
50ml
dan
NaHCO3
kembali.
ditasmbahkan
Na2SO4,
larutan
menjadi
keruh
yang
36
kembali.
Setelah disaring, ester yang
dihasilkan
F.
ANALISIS DATA
Mekanisme reaksi
R C OH
OH
R C OH
R OH
R C OH
HO
OH
RC
OR
OH
OH -H O
2
OH
C+
CR
OR
OR
OH
-H+
R C OH
OR
OR
+
-H+
O
R C OR
37
O
CH3
CH2
OH
+ CH3
O
OH
CH3
OH
CH2
CH3
CH3
CH2
CH3
+ OH2
G. PEMBAHASAN
Ester merupakan senyuawa yang diturunkan dari asam karboksilat. Suatu ester asam
karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus COOR dengan R dapat berbentuk
alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam
karboksilat dan suatu alkohol, suatu reaksi yang terjadi pada proses ini disebut reaksi
esterifikasi. Esterifikasi berlangsung dengan adanya bantuan dari katalis asam dan
merupakan reaksi reversibel. Selain dengan mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol,
ester juga dap[at dibuat dari reaksi antara asil halida dengan alkohol maupun senyawa
anhidrat yang dapat direaksikan dengan alkohol. Namun metode ini sangat jarang diganakan
dalam skala laboratorium karena cukup berbahaya.
Proses percobaan ini, yaitu reaksi esterifikasi bertujuan untuk mempelajari teknik
esterifikasi etil asetat dari etanol serta untuk mempelajari mekanisme reaksi esterifikasi etil
asetat dari etanol. Pada percobaan ini, untuk membuat suatu ester digunakan asam asetat
glasial dan etanol dikarenakan kedua senyawa tersebut dapat lebih mudah bereaksi
membentuk ester serta dapat dijumpai dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu, karena
asaam asetat glasial merupakan
dibandingkan dengan asam yang lain. Jika digunakan asam metanoat atau metanol, maka
proses pembentukan ester akan jauh lebih lama karena proses reaksi yang terjadi berjalan
dengan lambat (Wilbraham, 1992).
Pada proses pertama 20ml etanol dimasukkan ke dalam labu alas bulat bertujuan untuk
memudahkan dalam proses selanjutnya yaitu proses refluks. Karena jika digunakan labu alas
38
bulat, maka hasil refluks yang diperoleh akan lebih optimal. Sebelum ditambahkan asam
asetat glasial, ke dalam labu alas bulat etanol direaksikan terlebih dahulu dengan H2SO4
pekat sedikit demi sedikit. Hal ini bertujuan untuk memberikn suasana asam pada larutan
secara cepat sehingga, ketika ditambbahkan dengan CH3COOH glasial, reaksi yang
berlangsung akan lebih optimal, karena jika tidak demikian, produk yang dihasilkan tidaklah
maksimal karena reaksi yang terjadi merupaka reaksi reversibel (bolak-balik). Berdasarkan
hasil pengamatan, larutan etanol (bening) yang ditambahkan dengan H2SO4 (bening) akan
menyebabkan timbulnya gas dan uap pada dinding tabungyang disertai perubahan warna
larutan menjadi bening kekuningan dengan timbul adanya panas. Timbulnya gas dan uap
pada dinding tabung dikarenakan H2SO4 pekat terurai sempurna pada larutan etanol menjadi
ion-ionnya yang disertai oleh adanya energi disosiasi yang sangat besar. Selain itu, timbulnya
pada pada larutan dikarenakan adanya gaya tumbrukan dikarenakan adanya energi kinetik
yang sangat besar, yang mana hal itu ditandai dengan timbulnya tekannan tinggi pada proses
pembentukan gas. Oleh karena itu, pada penambahan H2SO4 pekat harus ditambahkan sedikit
demi sedikit karena jika ditambahkan sekaligus akan sangat berbahaya. Terbentuknya larutan
berwana bening kekuningan disebabkan adanya ion HSO3- yang tereduksi dari larutan H2SO4
pekat.
Setelah ditambahkan dengan CH3COOH glasial larutan menjadi jernih daripada
sebelumnya dengan warna yang sedikit memudar. Hal ini dikarenakan ion HSO 3- yang
terbentuk semakin berkurang dengan adanya penambahan dari asam asetat glasial. Pada
proses selanjutnya campuran direfluks selama 1 jam pada suhu kira-kira 70 oC. Hal ini
bertujuan agar diperoleh hasil refluks yang optimal dan diperoleh senyawa denga jumlah
yang maksimal. Pada proses ini, reaksi pembentukan ester akan berjalan dengan lebih
maksimal, karena pada suhu 70oC, senyawa-senyawa yang ada akan aktif terurai dan
bereaksi akibat adanya penurunan dari energi aktivasi. Berdasarkan hasil pengamatan,
diperoleh hasil refluks yang berupa larutan bening kecoklatan, di mana larutan yang
berwarna bening kecoklatan ini disebabkan oleh masih terdapatnya senyawa-senyawa lain
selain ester. Karena ester pada umumnya berupa larutan bening (tak berwarna) dengan bau
sedap. Untuk itu, perlu dilakukan proses selanjutnya yaitu destilasi yang bertujuan untuk
memisahkan ester dengan senyawa-senyawa yang lainnya yang tidak diperlukan.
Pada proses ini, yaitu destilasi. Sebelum dilakukan proses destilasi tersebut, hasil
refluks haruslah dalam keadaan dingin. Hal ini dikarenakan, jika hasil refluks masih dalam
kondisi panas maka ester yang dihasilkan akan rusak dan disebabkan oleh penguraian
kembali seyawanya oleh adanya suhu tinggi. Pada proses destilasi ini, dilakukan pada suhu
39
berkisar antara 76-77oC. Karena pada suhu 76-77oC etil asetat (ester) akan menguap/
terdestilasi dan terpisahkan dari senyawa yang lainnya sehingga diperoleh hasil (ester) yang
cukup murni. Akan tetapi, pada prakteknya, destilasi yang dilakukan mencapai suhu di atas
76oC untuk memperoleh destilat. Hal ini dikarenkaan terdapatnya kerusakan pada alat
destilasi yang digunakan. Walaupun demikian, dari destilasi tersebut dapat diperoleh larutan
bening dengan bau seperti bau balon tiup yang menunjukkan adanya ester yang dihasilkan
(Kirk, 1997).
Pada proses selanjutnya, destilasi tersebut dimasukka ke dalam corong pisah kemudian
ditambahakan dengan aquades. Berdasarkan hasil pengamatan, larutam tersebut sedikit
dingin dengan warna larutan sedikit keruh dan seperti berminyak. Hal ini kemungkinan
dikarenakan senyawa ester yang dihasilkan tidaklah murni (cukup murni) karena masih
mengandung senyawa-senyawa lain yang kemudaian beraksi dan larut dalam air.
Terbentuknya larutan yang keruh dan berminyak menunjukkan awal terbentuknya 2 fasa
larutan yatu fasa organik dan fasa air. Setelah larutan dikocok, akan terbentuk 2 bagian yang
terpisah di mana bagian atas yang merupakan fasa organik lebih bening dibandingkan dengan
fasa airnya yang berwarna putih keruh. Warna keruh ini menunjukkan adnya senyawa
organik yang berasal dari destilat yang telah larut dlaam air. Terbentuknya fasa organik
dibagian atas dikarenakan berat jenis fasa organik lebih kecil dibandingkan dengan fasa air
yang ada.
Pada proses selanjutnya, hasil ekstrak yang ada (bverupa fasa organik yaitu etil asetat)
ditambahkan dengan aquades dan NaHCO3 jenuh. Untuk mendapatkan NaHCO3 jenuh dapat
dibuat dengan cara memanaskan larutan NaHCO3 sampai terbentuknya sedikit endapan atau
dengan cara melarutkan NaHCO3 padat ke dalam aquades dengan jumlah yang sedikit lebih
banyak sehingga NaHCO3 tidak dapat lagi dilarutkan oleh aquades. Ekstrak yang
ditambahkan dengan aquades berdasarkan hasil pengamatan, timbul adnaya larutan seperti
berminyak dengan bagian atasnya berwarna keruh dan bagian bawah bening. Setelah
ditambahkan dengan NaHCO3 timbul adanya gelembung yang naik ke fasa yang berada di
bagian atas. Naiknya gelembung ke bagian atas, dikarenakan NaHCO3 akan terurai menjadi
ionnya memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan fasa air tersebut. Dengan
adanya gelembung yang naik ke atas akan mengikat ion-ion atau senyawa-senyawa
pengganggu yang menyususn senyawa ester yang ada (yang menyebabkan kemurnian ester
berkurang). Dari proses tersebut, campuran yang terbentuk kemudian dikocok. Setelah
proses pengocokan selesai akan timbul warna keruh pada larutan yang makin lama tingkat
kejenuhannya akan sedikit berkurang dan akan timbul adanya 2 fasa larutan. Dibandingkan
40
dengan fasa organik sebelumnya, jumlah fasa organik yang dihasilkan jauh lebih sedikit. Hal
ini menunjukikan telah terbetik senyawa ester yang lebih murni. Seperti pada proses
ekstraksi sebelumnya, fasa organik berada di atas degan warna yang lebih bening
dibandingkan dengan fasa air.
Proses ynag terakhir dilakukan adalah proses pemurnian ester dengan menggunkana
Na2SO4 padatan. Berdasrkan hasil pengamatan, setelah ditambahkan Na 2SO4 larutan menjadi
keruh, lama-kelamaan menjadi bening kembali, yang kemudian setelah disaring, aroma balon
tiup masih tercium dan cairan yang dihasilkan berupa cairan yang tidak berwarna. Cairan
yang tidak berwarna dan bau sedap ini merupakan etil asetat/ ester yang telah dimurnikan
melalui beberapa tahap. Berdasarkan konsepnya, baik aquades, NaHCO3 maupun Na2SO4
padat memiliki peran atau fungsi yang sama yaitu untuk memurnikan senyaawa ester dengan
cara mengikat dan melarutkan zat pengotor yang ada, agar tidak bergabung lagi dengan ester
sehingga diperoleh ester yang benar-benar murni. Karena nantinya Na2SO4 berperan sebagai
pengering yang menyerap / menghilangkan air (H2O) yang ada.
H. PENUTUP
Kesimpulan
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukkan ester oleh asam karboksilat dan
pembentukan ester.
Campuran direfluks 1 jam dengan suhu kira-kira 70oC bertujuan untuk
ada.
Pada proses ekstraksi kedua diperoleh fasa organik yang lebih sedikit dan lebih
Saran
Dibutuhkan kehati-hatian pada proses penambahan H2SO4 pekat ke dalam lartan
etanol karena bersifat bahaya.
41
Prosedur kerja dipelajari sebaik-baiknya agar tidak terjadi kesalahan pada saat
praktikum berlangsung.
Dibutuhkan kehati-hatian pada saat proses ekstraksi berlangsung, terutama pada
proses pengocokan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Donald, Cram. 2002. Kimia Organik I. Bandung: ITB.
Fessenden, Ralp. J., Fessenden, Joan S. 1981. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Ibrahim, F. Othmer. 1997. Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd ed. New York: John
Wiley and Sons.
Riawan, S. 1989. Kimia Organik. Jakarta: Binarupa aksara.
Riawan. 1990. Kimia Organik Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara.
Torri. 1997. Organic Chemistry. Tokyo: Iwanami Shoten Publishers.
Wilbraham, Antoni, C. 1992. Pengantar Kimia Organik. Bandung: ITB.
43
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
Hari, tanggal
Tempat
Mataram
B.
LANDASAN TEORI
Sulfonasi senyawa aromatik merupakan salah satu jenis sulfonasi yang paling penting.
Sulfonasi tersebut dapat dilakukan dengan mereaksikan senyawa aromatic dengan asam
sulfat. Asam sulfat yang digunakan umumnya mengandung sulfur trioksida (oleum). Sama
halnya dengan nitrasi dan halogenasi, sulfonasi senyawa aromatic adalah reaksi subtitusi
elektrofilik, tetapi merupakan reaksi yang dapat balik (reversible) (Bruice, 2007: 3421).
Sulfonasi benzena dengan asam sulfat berasap (H2SO4 + SO3) menghasilkan asam
benzena sulfonat.
+
H 2S O
SO3
SO 3
SO 3H
4 0 0C
Asam benzenasulfonat
Tidak seperti reaksi subtitusi elektrofilik benzena yang lain, sulfonasi bersifat mudah balik
dan menunjukkan efek isotop kinetic yang sedang. Perrdeuterio benzena mengalami sulfonasi
dengan laju kira-kira separuh laju benzena biasa (Fessenden, 1982 : 474).
Dalam sulfonasi kita dapat menggunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat berasap,
dan elektrolitnya dapat berupa sulfur trioksida (SO 3) atau sulfur trioksida terprotonasi,
+SO3H. struktur resonansi berikut menunjukkan bahwa SO3 ialah elektrofilik kuat pada sulfur.
2+
Produknya yaitu asam sulfonat, ialah asam organik kuat (Hart, 2003: 137).
44
yang cepat dan tinggi tidak menyebabkan perubahan suhu refluks, tetapi
menyebabkan sebagian uap akan keluar dari sistem reaksi melalui puncak pendingin. Alat
refluks paling sederhana dilengkapi dengan labu alas bulat dan pendingin Liebig, seperangkat
alat refluks dilengkapi dengan labu alas bulat, pendingin Liebig dan corong pisah ,
seperangkat alat refluks dilengkapi dengan labu alas bulat , pendingin Liebig, corong pisah,
dan pengaduk atau termometer (Tundo, 2007: 342).
Penyaring Buchner digunakan untuk proses penyaringan yang tidak dapat dilakukan
dengan penyaring biasa. Penyaringan biasa dilakukan dengan memanfaatkan gaya grafitasi,
sedangkan pada penyaring buchner, filtrat dipisahkan dari sistem campuran dengan cara
disedot atau divakum (Layli, 2008: 543).
Karbon aktif adalah suatu jenis karbon yang diaktifkan dengan tujuan untuk
memperbesar luas permukaannya dan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu
sendiri. Norit adalah karbon berasal dari tumbuhan tumbuhan yang diaktifkan dengan kuat.
Karbon aktif yang digunakan dalam Norit berasal dari tumbuhan dan dalam bentuk dicetak
(molded carbon). Dengan gaya Van der Walls yang dimilikinya, pori-pori yang sangat luas ini
45
mampu menangkap berbagai macam bahan, termasuk bahan beracun. Oleh karena itu karbon
aktif dapat digunakan pada kasus overdosis obat, keracunan makanan, atau tertelan bahan
beracun. Namun, kemampuannya menangkap racun ini hanya terjadi di lambung dan usus,
ketika zat beracun belum terserap dan masuk ke dalam peredaran darah. Sehingga, semakin
cepat diberikan, semakin banyak racun yang dapat diserap. Tidak semua bahan dapat diserap
oleh karbon aktif. Beberapa diantaranya yang tidak dapat diserap adalah litium, asam atau
basa kuat, logam dan bahan inorganik (misalnya, natrium, besi, timah, arsen, yodium, fluorin,
dan asam borat), alkohol (misalnya etanol, metanol, isoprofil alkohol, glikol, dan aseton), dan
hidrokarbon (seperti minyak tanah, bensin, oli, dan hidrokarbon tumbuhan seperti minyak
pinus). Sehingga, pada kasus keracunan zat-zat ini, karbon aktif tidak boleh diberikan
(Hunger, 2003: 297).
Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut
dalam air pada semua perbandingan. Sifat-sifat asam sulfat yang korosif diperburuk oleh
reaksi eksotermiknya dengan air. Asam sulfat menjalani reaksi substitusi aromatik elektrofilik
dengan senyawa-senyawa aromatik, menghasilkan asam sulfonat terkait: (Chenier, 1981 : 4546).
Anilin bereaksi substitusi elektrofilik sejuta kali lebih cepat daripada benzena. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa NH2 merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus ini
menyebabkan cincin lebih terbuka (rentan; susceptible) terhadap substitusi lebih lanjut. Suatu
senyawa yang memiliki gugs NH2 (pengarah o, p) pada cincin. Struktur resonansi untuk
aniline menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melpas-elektron secara resonansi
meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilitas-resonansi aniline ialah bahwa
cinci menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi
(o-, m-, p-) pada cincin aniline teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik; namun posisi o
dan p lebih teraktifkan daripada posisi m. struktur resonansi terpaparkan di atas
menunjukkan bahwa posisi-posisi o dan p mengemban muatan negatif parsial, sedangkan
posisi m tidak (Fessenden, 1997: 475-478).
46
C.
D.
SKEMA KERJA
-dimasukkan (labu alas bulat)
Anilin(20mL)
+H2SO4 pekat(40mL; setetes demi setetes)
Sambil diaduk (lakukan dalam lemari asam)
Campuran larutan
Didinginkan (campuran air dan es)
Direfluks ( 1,5 jam, 160oC)
Hasil
47
+ 4gram norit
Larutan berwarna
Didihkan 10-15 menit
Disaring kembali
FiltratDidinginkan
Endapan disaring
dengan
penyaring buchner
Hasil Dikeringkan endapan
Ditimbang dan ditentukan
% w/wnya
Hasil
E.
HASIL PENGAMATAN
No
1
Percobaan
Proses
penambahan
Hasil pengamatan
anilin
Anilin
(berwarna
merah
darah),
setelah
labu
alas
bulat,
yang
proses
pendinginan
jumlah banyak.
Warna larutan
H2SO4
pada
setettes demi
pengambilan
pada
dinding
tabung
terdapat
saat
meningkat
Campuran (anilin + H2SO4)
direfluks
direfluks,
karang
karena
yang
panas
terbentuk
yang
lama-
banyak.
Dan timbul
endapan
ke
dalam
4mL
NaOH.
4
ditambahkan
450mL.
Campuran
10
Campuran
didiamkan
49
bawah
berwarna
coklat
keabuan.
Setelah
Buchner
(sambil
dan
didihkan
Setelah
dipanaskan
volume
larutan
turun
menjadi 380mL.
10-15
didinginkan,
disaring
dan
dengan
penyaring buchner
Hasil
berupa
endapan
endapan
abu-abu
kehitaman
50
untuk
endapan
berwarna
hitam
F.
ANALISIS DATA
a. Mekanisme Reaksi
Resonansi anilin
NH3 .HSO 4
NH .SO3H
-H2O
NH2
SO 3H
Migrasi 1800
NH3
SO 3
51
b. Perhitungan
Diketahui:
= 1,03mg/mL
Mr anilin ()
= 93 mg/mmol
= 1,84mg/mL
Mr H2SO4
= 98mg/mmol
Volume anilin
= 20mL
Volume H2SO4
= 40mL
Mr asam sulfanilat
= 173 mg/mmol
mg anilin
mg kertas saring
= 30.310 gram
= 30.510 mg
= 6.720 mg
= 1.700 mg
ke-1
= 0,95 gram
= 950 mg
ke-2
= 0,10 gram
= 100 mg
ke-3
= 1,22 gram
= 1220 mg
Ditanya
: % rendemen =.?
Penyelesaian:
Perhitungan endapan
Vanilin 1000
= 1, 03 mg/mL x 20mLx1000
= 20.600 mg
Mmol anilin
mg anilin
Mranilin
20600mg
= 93mg / mmol
= 221,5053763 mmol
= 221,5 mmol
0, 222 mol
1000
= 1, 84 mg/mL x 40 mL x 1000
= 73.600 mg
Mmol H2SO4 =
mg H 2 SO4
MrH 2 SO4
73600mg
= 98mg / mmol
= 751,0204082 mmol
= 0,751 mol
0,751mol
+ H2SO4
C6H10NH2SO3H
+ H2O
0,222mol
0,751mol
Mmol mula-mula
Mmol bereaksi :
0,222mol
0,222mol
Mmol setimbang
0,222mol
0,529mol
0,222mol
0,222mol
0,222mol
53
= mol x Mr
= 0,222 mol x 173mg/mmol
= 38,406 g
= 38.406 mg
% rendemen
mg praktikum
mg teori
6200mg
= 38406mg 100%
= 16. 14331094
16,14%
G.
PEMBAHASAN
Asam sulfanilat merupakan atau disebut juga dengan sasam sulfonat merupakan salah
satu jenis asam aromatik yang berasal dari reaksi antara senyawa aromatik (misalnya,
benzena dan turunannya) dengan asam kuat, H2SO4. Asam sulfanilat merupakan asam yang
sangat mudah terlarut dalam air, di mana gugus gugus sulfonatnya mudah dikeluarkan.
Pengeluaran gugus sulfonai, -SO3H dilakukan pada suhu 180oC dan tekanan yang tinggi
(Riawan, 2008: 207). Secara teori, sifat fisik dari asam sulfat adalah: pada suhu kamar
berbentuk kristal padat berwarna putih, merupakan golongan asam kuat, memiliki sifat
higroskopis mudah menyerap air untuk masuk ke dalam molekulnya, berat molekul 173,19
gram/mol, titik cair 288oC serta mudah larut dalam air panas dan pelarut polar lainya. Reaksi
pembuatan asam sulfanilat ini dinamakan dengan reaksi sulfonasi.
Reaksi sulfonasi merupakan salah satu reaksi subtitusi aromatik elektrolitik, yaitu
reaksi substitusi aromatik elektrofilik yang merupakan suatu reaksi dimana elektrofilik
disubstitusikan untuk satu atom hidrogen pada cincin aromatik (Fessenden, 1982). Sulfonasi
dapat juga diartikan menjadi suatu reaksi kimia yang melibatkan penggabungan asam-asam
sulfonat,-SO3H ke dalam molekul atau ion, termasuk reaksi-reaksi yang menggabungkan
gugus-gugus sulfonil halida ataupun garam-garam yang berasal dari gugus asam sulfonat,
misalnya SO2Cl, ke dalam senyawa organik.
Percobaan sintesis asam sulfanilat ini bertujuan untuk mempelajari teknik sulfonasi
terhadap amina aromatik serta untuk mempelajari mekanisme substitusi kedua dengan
pengaruh orto dan para pada suatu benzena tersubtitusi. Pada percobaan ini untuk membuat
asam sulfanilat digunakan anilin yang kemudian direaksikan dengan asam sulfat. Pada tahap
54
pertama anillin dimasukkan ke dalam labu alas bulat sebelum akhirnya ditambahkan dengan
asam sulfat. Tujuan dari memesukkannya anilin ke dalam labu alas bulat adalah untuk
memudahkan nantinya dalam proses selanjutnya yaitu proses refluks, karena pada proses
refluks digunakan labu alas bulat yang berperan untuk memaksimalkan reaksi yang terjadi
antarreaktan menjadi produk yang diinginkan. Pada proses penambahan H2SO4 (40mL) ke
dalam labu alas bulat yang berisi anilin harus dilakukan secara hati-hati, dimana pada
prosesnya anilin dimasukkan terlebuh dahulu ke dalam gelas kimia yang berisi air es yang
kemudian ketika penambah asam sulfat setetes demi setetes, terhadap labu alas bulat
dilakukan proses pengadukan. Tujuan dari dimasukkannya labu alas bulat yang berisi anilin
ke dalam air es adalah untuk mengurangi panas yang ditimbulkan dari reaksi. Sebab, H 2SO4
pekat yang digunakan merupakan asam kuat yang mengalami disosiasi sempurna
menghasilkan energi kinetik yang sangat besar. Sehingga ketika direaksikan dengan anilin
akan timbul asap dan juga panas yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena reaksi yang
terjadi adalah reaksi eksoterm. Energi disosisasi yang sangat besar dari asam sulfat akan
mendorong anilin untuk ikut terurai dimana dengan adanya proses penguraian antarmolekul
dari masing-masing senyawa, akan menyebabkan terjadinya tumbrukan antarmolekul atau
atom yang menyebabkan energi yang yang sangat besar. Timbulnya energi yang sangat besar
ini ditandai oleh terdapatnya asap serta kenaikan suhu yang sangat tinggi dalam labu alas
bulat pada proses penambahan asam sulfat..
Berdasarkan hasil pengamatan, warna anilin setelah diteteskan dengan H2SO4 berubah
menjadi berwarna kuning kecoklatan, yang beberapa saat kemudian menimbulkan adanya
endapan putih pada dinding tabung. Selang waktu sebentar maka akan timbul perubahan
pada dinding tabung dan terdapat endapan berwarna kuning dan bagian bawah terdapat
endapan berwarna coklat kehitaman yang mulai terbentuk (seperti warna pada tape). Setelah
proses penambahan H2SO4 selesai, larutan yang terdapat dari hasil reaksi berwarna hitam,
dengan endapan yang seperti karang berwarna coklat keunguan, dan dibagian dasar pada
dinding masih ada endapan coklat muda dan putih kehijauan. Terjadinya perubahan warna
tiap beberapa saat dikarenakan terjadi proses reaksi antara anilin dengan H2SO4, dimana
dengan terjadinya perubahan warna pada akhir bagian reaksi (penambahan H 2SO4)
merupakan bentuk perubahan akhir yang menunjukkan bahwa produk/ hasil reaksi dari
proses tersebut telah terbentuk, yaitu berupa kompleks anilin-sulfat. Sehingga untuk dapat
menghasilkan asam sulfanilat murni, perlu dilakukan proses refluks. Dalam proses ini pada
akhir reaksi terbentukya endapan dikarenakan terjadinya penurunan suhu produk akibat
55
dimasukkannya labu alas bulat ke dalam air es, dengan terbentuknya endapan maka
merupakan awal proses pembentukan kristal sulfanilat.
Proses selanjutnya yaitu proses refluks, dilakukan selama 1,5 jam dengan suhu 160 oC,
yang bertujuan untuk mengoptimalkan produk yang dihasilkan nantinya. Pada proses refluks,
karena panas yang meningkat karang yang terbentuk lama-kelamaan mulai melebur. Ketika
suhu makin meningkat (mendidih) keluar asap yang banyak. Dan timbul endapan berwarna
putih di sekitar mulut dinding tabung akibat uap yang dihasilkan. Timbulnya uap
menunjukan bahwa telah terjadi dekomposisi secara termal. Dimana, produk yang awalnya
terbentuk berupa kompleks anilin-sulfat, mulai terurai dan membetuk asam sulfanilat (dalam
hal ini asam sulfanilat yang terbentuk masih berupa cairan yang terikat oleh capuran hasil
reaksi sebelumnya). Setelah refluks selesai maka proses selanjutnya adalah dilakukan
pengetesan terhadap hasil refluks dengan meneteskan campuran yang diperoleh ke dalam
larutan NaOH 2N (4mL). Berdasarkan hasil pengamatan, campuran yang diteteskan ke
dalam larutan NaOH, akan menimbulkan perubahan warna yang lebih jernih dari
sebelumnya (akan tetapi masih berwarna), di mana bagian atas berwarna hitam pekat dan
bawah berwarna ungu kehitaman. Seharusnya dalam proses ini terjadi perubahan warna
larutan yang menjadi bening setelah diteteskan dengan campuran (hasil refluks) hanya saja
hal tersebut tidak terjadi. Kemungkinan hal tersebut tidak terjadi dikarenakan proses refluks
tidak dilakukan secara maksimal. Karena pada praktikum yang dilakukan, refluks dilakukan
tidak secara sekaligus (1,5 jam), akan tetapi dilakukan dua tahap dengan selang waktu satu
hari (hari pertama 1 jam dan hari ke-2 setengah jam). Selain itu kemungkinan yang lain
adalah disebabkan suhu refluks yang tidak konstan serta penggunaan larutan asam sulfat
yang kualitasnya telah menurun (ditandai dengan terjadinya perubahan warna asam sulfat
pada proses pengambilan yang berwarna merah muda).
Setelah dilakukannya pengetesan, proses selanjutnya adalah penambahan aquades
sebanyak 400mL ke dalam campuran yang disertai dengan proses pengadukan campuran.
Tujuan dari penambahan aquades adalah untuk mengurangi kepekatan campuran yang
dihasilkan sehingga akan lebih memudahkan dalam proses selanjutnya yaitu proses
penyaringan, sedangkan proses pengadukkan bertujuan utuk memeksimalkan proses
pencampuran atau pelarutan campuran dengan aquades. Berdasarkan hasil pengamatan,
Setelah dituangkan dengan aquades 400mL volume larutan pada labu alas bulat menjadi
450mL. yang menunjukkan bahwa dalam proses sebelumnya dihasilkan campuran sebesar
50mL. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses penyaringan, dimana pada prosesnya,
digunakan penyaring Buchner yang dibantu oleh evaporator yang bertujuan untuk
56
menghasilkan filtrat dengan jumlah yang optimal. Berdasarkan hasil pengamatan, setelah
didiamkan, filtrat yang diperoleh berwarna hitam pekat, sedangkan endapan yang telah
terpisah berwarna abu gelap. Endapan ynag diperoleh ini merupakan produk yang tidak
diperlukan, yang dapat mengganggu produk berupa asam sulfanilat yang ingin didapatkan.
Sehingga untuk menghilangkan zat pengganggu tersebut dilakukanlah proses penyaringan.
Setelah filtrat yang diinginkan telah didapatkan, maka proses selanjutnya adalah proses
penambahan norit kedalam campuran sebanyak 4gram yang kemudian dilanjutkan dengan
proses pemanasan. Penambahan norit di sini berperan dalam proses pemurnian zat, dimana
zat-zat pengotor yang tidak diingingkan yang dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan,
akan diikat oleh norit sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih murni lagi. Proses
penambahan norit yang kemudian dilajutkan dengan proses pemanasan, bertujuan untuk
megoptimalkan proses pengikatan zat pengotor oleh norit. Karena dengan adanya
peningkatan suhu campuran akan lebih mengoptimalkan terjadinya suatu proses reaksi
maupum pemisahan akibat adanya energi kinetik yang tibul akibat peningkatan suhu (dengan
pemanasan).
Proses pemanasan yang telah berlangsung selama 15 menit kemudian dilanjutkan
dengan proses penyaringan. Pada proses penyarigan ini tidak dilakukan sabanya 2 kali
melainkan hanya dilakukan satu kali saja dengan menggunakan penyaring buchner dan
evaporator. Hal ini dikarenakan pada proses pendidihan, campuran yang ada telah didiamkan
selama beberapa hari, sehingga memungkinkan produk yang diinginkan berupa asam
sulfanilat telah terbentuk. Sehingga untuk mengoptimalkan hasil yang didapatkan maka
proses penyaringan hanya dilakukan sekali saja. Dari proses penyaringan ini, berdasarkan
hasil pengamatan dilakukan proses penyaringan sebanyak 2 kali dengan kertas saring yang
berbeda. Hal ini dikarenakan, pada proses penyaringan pertama diperoleh filtrat (larutan)
yang masih berwarna hitam (tidak bening), yang dikarenakan penggunaan kerts saring yang
tidak terlalu tebal yang menyebabkan penyerapan dan penyaringan campuran tidak
sempurna. Sehingga pada proses penyaring kedua digunakan kertasa saring yang memiliki
ketebala yang lebih tinggi dari pada sebelumnya, sehingga dihasilkan filtrat (larutan) yang
bening. Pada proses penyaringan pertama dihasilkan endapan berwarna hitam dan juga
terdapat kristal berwarna putih. Sedangkan pada penyaringan kedua terdapat endapan
berwarna hitam yang kemungkingkinan terdapat sedikit kristal putih. Dengan diperolehnya
kristal dalam proses penyaringan ini menunjukkan bahwa asam sulfanilat yang didinginkan
telah terbentuk.
57
Proses selanjutnya yanitu proses penentuan % rendemen (%w/w) dari asam sulfanilat.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan berat endapan yang diperoleh dibagi
dengan berat berdasarkan teori maka diperoleh nilai sebesar16,14 %. Rendemen yang
diperoleh ini merupakan hasil bagi antara berat hasil perhitungan dengan berat asam
sulfanilat dari teori. Dengan menggunakan aspek kesetimbangan reaksi maka berat asam
sulfanilat dari teori dapat dihitung. %redemen dari asam sulfanilat yang dihsilkan ini cukup
bnayak. Mengingat pada prosesnya membutuhkan beberapa kali penyaringan dan dilakukan
pula pengenceran yang menyebabkan asam sulfanilat murni yang diperoleh menjadi
berkurang dan sangat sedikit.
Dengan adanya produk berupa asam sulfanilat yang dihasilkan, berdasarkan
mekanisme reaksi, suatu anilin akan mengalami proses resonansi terlebih dahulu sebelum
akhirnya bereaksi dengan asam sulfat membentuk asam sulfanilat. Proses resonansi inilah
yang nantinya akan menentukan letatak dari gugus SO 3H yang berikatan bengan anilin
membentuk asam sulfanilat. Karena anilin memiliki elektron bebas pada atom N-nya. Maka
kemungkinan gugus SO3H akan terikat pada posisi orto, atau para. Karena gugs NH2 yang
kaya akan elektron berperan sebagai pengendali reaksi yang nantinay akan menentukan letak
dari gugus lain yang akan berikatan pada cincin benzena. Setelah direaksikan antara anilin
dengan asam sulfat akan membentuk komleks anilin-sulfat, yang dalam proses selanjutnya
akan melepaskan air (H-O-H), sehingga yang terikat dengan anilin adalah gugus SO 3H.
Dengan adanya peningkatan suhu pada campuran yang terbentuk maka akan menyebabkan
gugus SO3H bermigrasi pada posisi para. Sehingga terbentuklah produk yang berupa asam
sulfanilat.
H.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Sulfonasi dapat dilakukan dengan cara mereaksilkan senyawa aromatik dengan
Pada anilin gugus NH2 merupakan gugus pengarah posis gugus SO3H yang
para.
Berat kristal asam sulfanilat secara teori sebesar 38.406 mg, sedangkan berat
b. Saran
Prosedur atau skema kerja harus dipelajari dan dipahami dengan baik agar tidak
penuh kehati-hatian.
Pada proses penyaringan pastikan kadar air dalam endapan telah menghilang agar
filtrat maupun endapan yang tersaring dapat diperoleh dengan akurat.
59
DAFTAR PUSTAKA
Bruice, Yukanis Paula. 2007. Organic Chemistry Fourth Edition. New York: John Wiley and
Sons.
Chenier, Philip J. 1987.Survey of Industrial Chemistry. New York: John Wiley & Sons.
Fessenden, R.J., dan Joan. S. Fessenden. 1997. Dasar-dasa Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Fessenden, R. J., dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Hunger, Klaus. 2003. Industrial Dyes, Chemistry Properties Applications. Germany: WileyVCH.
Layli, Stefanus Prasojo. 2008. Kimia Organik I Jilid I: Buku Pengantar Kuliah untuk
Farmasi. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Riawan, S. 2008. Kimia Organik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Tundo, Pietro. 2007. Method and Reagents and Introduction for Green Chemistry. New York:
John Wiley and Sons.
60
PELAKSANAAN PERAKTIKUM
Tujuan
B.
Hari, tanggal
Tempat
LANDASAN TEORI
Radiasi elektromagnnetik ialah energi yang
toktisitas panjang rangkaian interaksi antara kromofor dan gugus fungsi. Spektroskopis uvtampak bisa juga dipakai untuk mengidentifikasi gugus-gugus ujung dan jika salah satu ujung
rantai atau k2 yang diketahui mangadung kromofor untuk menentukan berat molekul rata-rata
jumlah 43 (Stevents, 2001: 720).
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultraungu dan tampak umumnya terdiri dari
satu atau beberapa pita absorpsi yang lebar seperti terlihat pada gambar. Semua molekul dapat
menyerap radiasi dalam daerah uv-tampak, oleh karena itu mereka mengandung elektron
balik yang dipakai bersama maupun tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorpsi terjadi tergantung pada bagaimana erat
elektron terikat dalam molekul. Elektron dalam satu ikatan kovalen tunggal erat terikat, dan
radiasi yang dengan energi tinggi atau panjang gelomabng pendek. Diperlukan untuk eksitasi
( Underwood, 1993: 201).
Pengukuran absorbsi atau transmitansi dalam spektroskopi ultraviolet dan daerah
tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia. Absorbsi spesies ini
berlangsung dalam dua tahap, yang pertama yaitu M+ h = M*, merupakan eksitasi spesies
akibat absorbsi foton (h) dengan waktu hidup terbatas (10-8 -10-9 detik). Tahap kedua adalah
relaksasi dengan berubahnya M* menjadi spesies baru dengan reaksi fitokimia. Absorbsi
dalam daerah ultraviolet dan daerah tampak menyebabkan eksitasi elektron ikatan (Khopkar,
2007: 201)
Apabila radiasi elektromagnetik dikenakan pada suatu molekul atau atom maka energi
radiasi elektromagnetik tersebut akan diserap oleh molekul atau atom sesuai dengan struktur
molekul dengan ikatan tak jenuh lebih dari satu disebut terkonjugasi apabila ikatan tak jenuh
tersebut berselang-seling dengan ikatan tunggal. Senyawa terkonjugasi ini tidak karakteristik
seperti kromofor yang terpisah, tatapi terjadi interaksi yang mengakibatkan berpengaruh
terhadap pita serapan yaitu terjadi pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar. Gugus
ausokrom ini tidak mengabsorpsi di daerah ultraviolet dekat. Akan tetapi bila gugus ausokrom
terikat oleh gugus kromofor maka pita absorbsi kromofor akan bergeser ke panjang
gelombang yang lebih besar (pergeseran batokromik) dan intensitasnya akan naik (efek
hiperkromik)(Anonim, 2009: 32).
Karena spektrum uv timbul hanya dari gugus atau sistem terkonjugasi yang
mengabsorpsi radiasi-kromofor dan agak dipengaruhi oleh kerangka molekul selebihnya,
maka senyawa yang berlainan yang mempunyai sistem kromofor yang sama menunjukkan
spektrum uv yang serupa. Bila dua kromofor dalam suatu molekul, yang terpisah dari yang
62
lainnya karena sisitem konjugasi terputus, maka spektrum uv yang dihasilkan merupakan
gabungan dari dua spektrum yang terpisah itu (Pine, 1980: 648).
Panjang gelombang cahaya uv dan tampak jauh lebih pendek daripada panjang
gelombang radiasi inframerah. Satuan yang akan digunakan untuk memberikan panjang
gelombang ini adalah monometur (1nm = 10-7cm). Spektrum tampak terentang dari sekitar
400nm (ungu) sampai 750nm (merah), sedangkan spektrum ultraviolet terentang dari 100nm
sampai 400nm. Panjang gelombang cahaya uv atau cahay tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron (Fessenden, 1982: 436-437).
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Zat
organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan delivatnya (benzena, toluen,
xilena, naftalena, antrasena, dsb). Fenol dan delivatnya (fenol, orto/meta/para kresol, dsb),
senyaw mengandung nitrogen (piridina, kinolina, karbazolum, dsb). Ausokrom merupakan
gugus yang dapat meningkatkan daya kerja kromofor, sehingga optimal dalam
pengikatan.ausokrom terdiri dari golongan kation yaitu, -NH2, -NH, -NMe2Cl-, golongan
anion yaitu SO3H-, OH-, -COOH. Ausokrom juga merupakan radikal yang memudahkan
terjadinya pelarutan: -COOH atau SO3H, dapat juga berupa kelompok pembentuk garam:
-NH2 atau OH. Molekul warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna dan ausokrom sebagai pengikat warna dengan serat
(Bruice, 2007: 732).
C.
Benzena
Etanol
Anilin
Nitrobenzena
Fenol
Aquades
Tissue
Kertas label
D.
SKEMA KERJA
benzena
hasil diamati
hasil
E.
no
HASIL PENGAMATAN
Prosedur kerja
Hasil pengamatan
64
Disiapkan:
Warna larutan:
benzena : bening
etanol: bening
- nitrobenzena: kuning
Masing-masing dilarutkan dengan etanol fenol + etanol: terbentuk 2 bagian
kecuali benzena, kemudian dikocok
terbentuk
2 bagian
nitrobenzena+etanol:
terbentuk
Larutan
masing-masing
spektrofotometer uv-vis
diuji
65
F.
ANALISIS DATA
sumber cahaya
monokromator
tempat sampel
detektor
penguat
pembaca
Tombol A dan T
Berfungsi untuk menentukan nilai A (absorbansi/serapan) dalam bentuk desimal dan T
untuk nilai transmitan dalam bentuk persentase pada panjang gelombang tertentu.
Tombol CLEAR
Berfungsi untuk menghapus/ menghilangkan data atau nilai yang ditampilkan
sebelumnya sehingga muncul dalam keadaan awal yang menujukkan angka nol.
Tombol FUNG
Merupakan tombol fungsi dari alat spektrofotometer.
Layar pembaca
Untuk menampilkan pembacaan nilai A (serapan/absorbansi) dan T (transmitan) pada
panjang gelombang tertentu.
Kuvet
Berfungsi untuk menaruh sampel yang akan dianalisis ke dalam spektrofotometer.
Kuvet merupakan suatu tabung kaca transparan yang terdiri dari 2 sisi yaitu sisi kasar
yang merupakan sisi yang dipegang pada saat memasukkan sampel dn sisi halus yang
merupakan bagian tembus cahaya pada proses pemmbacaan nilai.
Tempat kuvet
Merupakan tempat untuk memasukkan kuvet yang telah terisi sampel yang ingin
dianalisis. Tempat kuvet merupakan bagian dari spektrofotometer.
Secara Umum Berdasarkan Diagram Spektrofotometer UV Terdiri Dari:
Sumber
Biasanya digunakan pada spektroskopi adsorpsi adalah lampu wolfman. Arus cahaya
tergantung pada tegangan lampu, variasi tegangan masih dapat diterima 0,2%, pada suatu
sumber DC, misal: baterai, lampu hidrogen atau deutrium digunakan untuk sumber pada
daerah uv.
Monokromator
Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa
prisma atau pun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari
hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma
dirotasikan untuk mendapatkan yang diinginkan.
Sel absorpsi
67
Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan,
tetapi untuk pengukuran daerah uv harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya.
Detektor
Peralatan detektor penerima memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron yang digunakan
prinsip kerjanya tersendiri tiap bagian (yang dijelaskan pada gambar 2).
anilin
= 546 nm
27,8% T
0,555A
fenol
= 546 nm
32,0% T
0,469 A
Nitrobenzena
= 546 nm
24,6% T
0,620 A
68
NH2
Benzena
Anilin
OH
Fenol
NO2
Nitrobenzena
G.
PEMBAHASAN
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Zat
organik tak jenuh umumnya bergabung dengan kromofor membentuk molekul zat warna,
dimana ausokrom merupakan gugus yang dapat meningkatkan daya kerja kromofor sehingga
optimal dalam pengikatan. Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan
delivatnya, fenol dan delivatnya serta senyawa yang mengandung nitrogen (soruice, 2007).
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh gugus kromofor dan
ausokrom terhadap pergeseran panjang gelombang maksimum, serta membandingkan puncak
serapan maksimum benzena dengan senyawa aromatik lainnya. Pada percobaan ini, untuk
pembacaan panjang gelombang maksimum (max) dari benzena dan senyawa aromatik lainnya
tidak dapat dilakukan karena faktor keterbatasan dari alat yang digunakan. Sehingga yang
hanya dapat ditentukan adalah tingkat transmitan dan absorbansi masing-masing senyawa
tersebut.
Pada percobaan ini, proses pertama yang dilakukan adalah menyiapkan sampel yang.
Akan ditentukan/ diukur dengan menggunakan spektrofotometer uv-vis. Larutan yang
disiapkan adalah benzena, anilin, nitrobenzena, fenol dan etanol. Dimana etanol di sini
berperan sebagai pelarut karena dalam proses selanjutnya anilin, nitrobenzena dan fenol
dicampurkan/dilarutkan ke dalam etanol. Berdasarkan hasil pengamatan, pada ketiga larutan
yang dicampur dengan etanol menunjukkan 2 bagian larutan yang tidak saling bercampur di
mana larutan sampel yang berwarna di bagian bawah dan etanol (bening) berada di bagian
atas. Namun, setelah dikocok ketiga larutan bercampur dimana untuk anilin menunjukkan
warna merah darah, fenol berwarna merah darah pekat dan nitrobenzena berwarna kuning.
Warna larutan ini merupakanwarna asli sampel yang mana larutan ini hanya larut dalam
etanol dan tidak membentuk suatu produk melalui suatu reaksi kimia. Tujuan dari
69
70
Benzena merupakan atau termasuk gugus kromofor. Benzena memiliki ikatan tak
jenuh lebih dari satu dan berselang-seling dengan ikatan tunggal, sehingga disebuut
terkonjugasi. Senyawa terkonjugasi tidak karakteristik seperti kromofor terpisah, tetapi terjadi
interaksi yang mengakibatkan berpengaruh terhadap pita serapan yaitu terjadi pergeseran dari
panjang gelombang maksimum 204nm menjadi 546nm dengan serapan 0,050A pada
transmitan 89,1%T. Tigkat transmitan yang diperoleh dengan persentase yang tinggi
berbanding terrbalik dengan tingkat absorbtivitas (serapan) dari benzena tersebut. Nilai
benzena yang telah diperolah ini dijadikan sebagai pembanding terhadap senyawa-senyawa
(sampel) yang telah diukur.
Pada fenol diperoleh nilai transmitan 32,0%T dan serapan 0,496A yang lebih tinggi
daripada benzena untuk daya serapannya pada panjang gelombang yang sama. Fenol
merupakan senyawa yang mengandung gugus ausokrom yaitu mengandung gugus OH. Yang
mana gugus ausokrom merupakan gugus fungsional jenih yang mempunyai elektron nonbonding. Namun karena fenol mempunyai gugus kromofor (karena merupakan delivat dari
benzena) yang juga berikatan dengan gugus ausokrom akan menyebabkan pita absorpsi
kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran batokromik) dan
intensitasnnya pun naik (efek hiperkromik)(anonim, 2009).
Dari hasil pengamatan pada fenol, panjang gelombang yang digunakan adalah 546nm
di mana pada dasarnya panjang gelobang fenol adalah 211nm. Terjadinya pergeseran panjang
gelombang ini disebabkan oleh kepolaran pelarut yang semakin meningkat akibat
menurunnya selisih tingkat energi tereksitasi dan tingkat energi lebih sedikit ini menyebabkan
penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih panjang.
Pada anilin diperoleh nilai transmitan 27,8% dan serapan 0,555A yang lebih tinggi
daripada fenol dan anilin yang mengandung gugus NH 2 merupakan salah satu dari gugus
ausokrom, di mana anilin juga yang menyebabkan molekulny amenjadi berwarna. Dengan
adanya ikatan antara gugus ausokrom dan kromofor ini menyebabkan panjang gelombang
yang lebih besar. Di mana pada awalnya panjang gelombang anilin sebesar 230nm bergeser
menjadi 546nm. Hal tersebut juga dikarenakan interaksi antara pelarut (etanol) yang
merupakan pelarut polar dengan anilin yang merupakan senyawa polar yang semakn
meningkat berakibat menurunnya selisih tingkat energi tereksitasi yang mana dengan tingkat
energi yang rendah tersebut menyebabkan penyerapan pada panjang gelombang yang lebih
panjang. Dengan konsep yang sama hal tersebut berpengaruh pula dan terjadi pada senyawa
atau sampel nitrobenzena dengan peningkatan atau terjadinya pergeseran panjang gelombang.
71
H.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam penentuan daya serap dan % transmitan dengan panjang gelombang tertentu
digunakan spektrofotometer uv-vis.
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna.
Gugus ausokrom merupakan gugus yang meningkatkan daya kerja kromofor
sehingga optimal.
Senyawa yang mengandung gugus kromofor adalah benzena sedangkan senyawa
sampel (fenol, anilin, nitrobenzena) mengandung gugus ausokrom dan kromofor.
Dengan adanya interaksi antara gugs kromofor dan ausokrom pada sampel serta
adanya gaya polaritas atara sampel dengan pelarut (etanol) menyebabkan panjang
gelombang atau pergeseran gelombang maksimum menjadi lebih besar.
Dengan adanya selisih tingkat energi yang menurun menyebabkan panjang
gelombang menjadi lebih panjang.
Berdasarkanhasil pengamatan daya serap makin meningkat dari benzena, fenol,
anilin dan nitrobenzena (benzena<fenol<anilin<nitrobenzena). Sedangkan %T
(transmitan) semakin menurun.
72
Saran
Prosedur kerja harus diperhatikan dan dipelajari dengan baik sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam praktikum
Berhati-hati pada saat melakukan proses penccampuran/ pengocokan larutan.
Berhati-hati pada saat memegang atau menggunakan alat yang cenderung
membutuhkan kehati-hatian dalam menggunakannya.
Dibutuhkan kehati-hatian dan ketelitian pada saat membaca skala yang terdapat
pada layar.
73
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Praktikum Kimia Organik 2. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Bruice, Paula Yukanis. 2007. Organic Chemistry Fourth Edition. New York: John Wiley And
Sons.
Fessenden, Ralp J., dan S. Fesssenden. 1980. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
Fessenden, Ralp J., dan S. Fesssenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Pine, H .Stanley. 1980. Kimia Organik I. Jakarta: Erlangga.
Stevens, Malcom. 2001. Kimia Dasar. Jakrta: Erlangga.
Underwood, J.R., dan R. S. Day. 1993. Analisis Dasar Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
74
KARBOHIDRAT
A.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
Hari, tanggal
Tempat
B.
LANDASAN TEORI
Karbohidrat adalah senyawa yang engandung unsur-unsur: C,H dan O, terutama
terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75%, di samping itu bagian pedatpun
dari tanam-tanamn tersusun dari zat ini. Dinamakan karbohidrat karena senyawa-senyawa
tersebut perbandingan H dan O sering 2 berbanding seperti air. Jadi C 6H12O6 dapat ditulis
C6(H2O)6, C12O22H11 sebagai C12(H2O)11 dan seterusnya, dan hidrat merupakan zat aktif optic,
sedangkan gliserida/dehid (HOCH2-CHOH-CHO) adalah merupakan induk karbohidrat
(Sastrohamidjojo, 2008: 42).
Karbohidrat merupakan polihidroksi aldehid dan keton, karena itu dapat mengadakan
reaksi-reaksi seperti halnya lakohol dan karbonil. Semua monosakarida dan disakarida
mampu mereduksi larutan tembaga (II) hidroksida. Setiap karbohidrat yang mampu
mereduksi tembaga ini tanpa terlebih dahulu mengalami hidrolisa disebut gula reduksi.
Reaksi kimia yang umum dipakai untuk mengetahui ada atau tidaknya gula reduksi adalah
reagen Fehling, Benedict, dan Tollen. Ada tidaknya gula reduksi dapat dilihat dari warna
endapan. Jika reagen Fehling dan Benedict memberikan endapan warna merah bata pada
sampel yang diuji maka menandakan adanya gula reduksi sedangkan larutan Tollen akan
memberikan warna seperti kaca rias (Ulfa, 2008: 23).
Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang
berbeda-beda, yaitu dari senyawa yang sederhana mempunyai berat molekul 90 hingga
senyawa yang mempunyai berat molekul; 500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa itu dibagi
dalam tiga golongan, yaitu golongan monosakarida, golongan oligosakarida, dan golongan
polisakarida (Poedjiadi, 1994: 24).
75
Glikosida adalah asetal yang sebagaimana aldehid normal lain, dihasilkan dari reaksi
aldehid dan alkohol dan asam. Reaksi ini dimulai ketika asam memprotonasi gugus hidroksi
hemiasetal. Setelah air terlepas terbentuk karbokation yang distabilkan oleh resonansi, yang
merupakan satu-satunya karbokation yang resonansinya distabilkan oleh oksigen. Alkohol
nukleofilik kemudian menyerang karbokation dari sisi bawah atau atas sehingga
menghasilkan kedua bentuk dan , sekali terbentuk glikosida tidak akan bermutarotasi
pada keadaan biasa karena senyawa tersebut bukan lagi merupakan hemiasetal. Glikosida
merupakan gula yang tidak dapat mereduksi (nonreduksi). Bila senyawa ini diuji dengan
pereaksi tollen (yang mengenali aldehid melalui reduksi garam perak menjadi logam perak),
akan tanpak negatif (tidak mereduksi). Sebaliknya, semua monosakarida merupakan gula
pereduksi dan mereduksi pereaksi tollen (Bresnick, 2004: 72).
Suatu monosakarida adalah karbohidrat terkecil, tak dapat dihidrolisis menjadi satuan
yang lebih kecil. Monosakarida dapat diklasifikasikan menurut banyaknya karbon dan
menurut gugus fungsional utamanya. Monosakarida alamiah umumnya termasuk dalam
deret-D. Karena adanya guugs hidroksi dan karbonil, monosakarida yang dapat membentuk
cincin hemiasetal atau hemiketal furanosa atau piranosa, kaan mengalami siklisis. Siklisis itu
menciptakan suatu karbon kiral baru dank arena itu menimbulkan sepasang diastomer yang
disebut anomer dan . Disakarida terdiri dari dua satuan monosakarida yang dipersatukan
oleh suatu hubungan glikosida dari satu satuan ke gugus OH atuan kedua monosakarida itu.
Maltosa tersusun dari dua satuan D-glikopiranosa yang digabung oleh suatu hubungan 1,4. Selobiosa tersusun dari satuan d-glukopiranosa yang dipersatukan oleh hubungan ke
posisi-4 dan D-glukopiranosa. Sukrosa terdiri dari -D-dlukopiranosa dan -Dfruktofuranosa yang dihubungkan oleh suatu ikatan 1-2(Fessenden, 1982: 357).
Gugus-gugus hidroksil dalam karbohidrat bertabiat serupa dengan dalam gugus alkohol
lain. Gugus ini dapat diesterifikasi oleh asam karboksilat atau asam anorganik dan dapat
digunakan untuk membentuk eter. Karbohidrat dapat juga bertindak sebagai diol dan
membentuk asetal atau ketal siklik dengan aldehid atau keton (Fessenden, 2002: 337).
C.
Kertas lakmus
D.
Bahan
Sukrosa 2%
Glukosa 2%
Fruktosa 2%
Laktosa 3%
Amilum 2%
Pereaksi Fehling
Aquadest
Kertas label
Tissue
NaOH 3M
H2SO4 3M
Larutan iodin 0,01M dalam KI.
SKEMA KERJA
1. Karbohidrat Reduksi Dan Nonreduksi
5 tabung reaksi
dimasukkan masing-masing 2 mL (30 tettes)
pereaksi fehling (Fehling A dan Fehling B = 1:1)
Hasil
Tb.Tb.
I I
+sukrosa 2%
(10 tetes)
Tb. II
Tb. III
+laktosa 2%
(10 tetes)
Tb. IV
+amilum (pati)
2%
(10 tetes)
+fruktosa 2%
(10 tetes)
Tb. V
+glukosa2%
(10 tetes)
hasil
hasil
hasil
hasil
hasil
Dimasukkan ke
Dimasukkan ke
Dimasukkan ke Dimasukkan
Dimasukkan ke
penangas air
penangas air
penangas air
penangas air
ke penangas
(mendidih)
(mendidih)
(mendidih)
(mendidih)
air (mendidih)
Catat perubahan
Catat perubahan
Catat
Catat perubahan
Catat
yang terjadi
yang terjadi
perubahan yang perubahan
yang terjadi
terjadi
yang terjadi
hasil
hasil
hasil
hasil
hasil
77
2. Hidrolisa Karbohidrat
a. Hidrolisa Sukrosa (Katalis Asam dan Basa)
2 tabung reaksi
Dimasukkan sukrosa 2% masingmasing 3 mL
Tb. II
Tb. I
+aquades (3mL)
+NaOH 3M (3tetes)
+aquades (3mL)
+H2SO4 (3 tetes)
Hasil
Hasil
Hasil
Didinginkan
suhu kamar
Hasil
hingga
Dinginkan hingga
suhu kamar
Hasil
2 tabung reaksi
Dimasukkan amilum (pati) 2%
masing-masing 20 tetes (2mL)
Tb. I
+ air ludah (2mL)
Tb. II
+ H2SO4 3M (2mL)
78
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Diambil
dimasukkan
tetes,
ke
Diambil
dimasukkan
plat
tetes,
ke
plat
mikro
mikro
yang terbentuk
Hasil
Hasil
79
Hasil
E.
HASIL PENGAMATAN
1. Karbohidrat Reduksi Dan Nonreduksi
No
1
Senyawa
Sukrosa 2%
Hasil pengamatan
Setelah
dimasukkan
ke
dalam
Non reduksi
bawah
berupa
endapan.
Laktosa 2%
Setelah
dimasukkan
ke
dalam
Reduksi
sedangkan
bagian
atas
80
dimasukkan
ke
dalam
Non reduksi
Fruktosa 2%
Setelah
dimasukkan
ke
dalam
Reduksi
Glukosa 2%
Setelah
dimasukkan
ke
dalam
Reduksi
koloid
(emulsi)
berwarna
kuning kecoklatan.
2. Hidrolisa Karboksilat
a. Hidrolisa dari sukrosa (katalis asam dan basa)
81
82
sampel
kondisi hidrolisa
Asam (H2SO4)
Positif
Basa (NaOH)
Negatif
Percobaan
Hasil Pengamatan
TABUNG I
Ke dalam tabung reaksi yang Air ludah dan pati (amilum) tidak
berisi pati 2% ditambahkan air bercampur, terdapat adanya busa.
ludah (2ml).
Setelah
dipanaskan
tidak
terjadi
Campuran (pati + air ludah)
perubahan pada larutan.
dipanaskan selama 30 menit
Terjadi perubahan warna larutan menjadi
Larutan (3tetes) dimasukkan ke
berwarna kuning bening.
dalam plat mikrospot dan diuji
dengan larutan iod (2tetes)
TABUNG II
Ke dalam tabung reaksi yang Amilum
berisi pati, ditambahkan
3M (2mL).
Campuran
(pati
(pati)
yang
keruh
setelah
H2SO4 berubah
tidak
terjadi
Sampel
Kondisi hidrolisa
Enzimatik (saliva)
Katalis asam
percobaan
Larutan
pati2%
Hasil pengamatan
(5mL), Amilum (pati) yang keruh setelah ditambahkan
Campuran
larutan.
Campuran
Proses hidrolisa pada 5 menit Pada 5 menit ketiga warna seperti warna pada
ketiga (setelah pemanasan dan amilum yaitu berwarna kuning.
pengujian dengan larutan iod).
No
10
Positif (biru)
15
Negatif (kuning)
F.
ANALISIS DATA
1. Karbohidrat reduksi atau non reduksi
a.
Glukosa
84
HOCH 2
HOCH 2
.
..O.
..O
..
OH
..
OH
Cu
OH
ion terikat
OH
C OO
OH
CH2O + 3H 2O
merah bata
OH
Fruktosa
..
O
..
OH
OH
..
OH
..
OH
..
HOCH 2
..
OH C
CH 2OH
OH
..
O
..
O H
HOCH 2
OH
OH
HOCH 2
OH
2+
OH
OH
OH
b.
HOCH 2
..
O
..
OH
OH
OH
OH
HOCH 2
OH
OH
OH
..
O
..
OH
OH
OH
HOCH 2
..
.O.
OH C
Cu
CH 2 OH
OH
c.
OH C
ion terikat
CH 2OH
OH
..
O
..
HOCH 2
2+
..
.O.
Cu2O
merah bata
OH
OH
Sukrosa
OH
O
OH
O
OH
O
OH
CH2OH
OH
d.
Laktosa
CH2OH
OH
OH
CH2OH
CH2OH
O
O
OH
OH
H-OH
OH
OH
CH2OH
O
O
OH
OH
OH
OH
OH
OH
85
CH2OH
OH
OH
OH
O H
OH
C
CH2OH
-H+
OH
CH2OH
O
OH
OH
H
OH
OH
OH
CH2OH
O
OH
Cu
OH
CH2OH
OH
OH
OH
OH
coo-
Cu
merah bata
OH
e.
OH
Amilum
CH2OH
CH2OH
CH2OH
OH
O
OH
OH
OH
2+
+ Cu +ion tatrat
+ OH2
OH
OH
OH
OH
CH2OH
H
OH
O
OH
OH
O
CH2OH
H
OH
O +
OH
H-O-H
OH
OH +
O H
CH2OH
OH
CH2OH
OH
O
OH
OH
O
H
O
OH
CH2OH
OH
OH
CH2OH
CH2OH
OH
OH
CH2OH
OH
CH2OH
OH
CH2OH
O+
H-O-H
OH
H-O-H
OH
OH
OH
CH2OH
O
CH2OH
CH2OH
H
OH
O
OH
2+
+ Cu +
CH2OH
OH
OH
ion tatrat
coo-
CH2OH
OH
OH C
+ Cu2O + OH2
merah bata
OH
OH
CH2OH
OH
OH
OH
OH
2+
+ OH- + Cu +
ion tatrat
CH2OH
O
OH
CH2OH
OH
3. Hidrolisa amilum
dengan katalis enzim
CH2OH
CH2OH
SALIVA
SALIVA
OH
OH
86
O
OH
OH
CH2OH
OH
O
OH
OH
OH
OH
CH2
CH2
CH2OH
OH
OH
CH2OH
OH
OH
OO
OH
OH
OH
OH
OH
OH
CH2OH
OH
CH 2O
OH
OH
OH
O+
OH
OH
CH2OH
CH2OH
OH
OH
CH2 OH
CH2OH
O+
OH
OH
kompleks iodin-amilosa
(Amilosa)
OH
CH2 OH
OH
+ I
3
OH
OH
OH
O
OH
OH
CH2O(SALIVA)
OH
O
H-O-H
OH
CH2OH
OH
CH 2OH
CH2OH
CH2OH
CH2OH
CH2OH
OH
OH
I3
amilopektin
OH
G. PEMBAHASAN
Karbohidrat merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan ini, baik untuk
manusia, tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Senyawa karbohidrat ini merupakan senyawa
organik yang kelimpahannya sangat besar dalam tumbuh-tumbuhan dan hewan (anonin,
2009). Karbohidrat merupakan polihidrit aldehid dan keton sehingga dapat mengadakan
reaksi-reaksi seperti halnya alkohol dan karbonil. Karbohidart digolongkan ke dalam 3
golongan, yaitu : monosakarida, disakarida dan polisakarida.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengertian gula reduksi dan gula
nonreduksi serta memperoleh pengalaman tentang katalisa enzim dan katalisa asam pada
hidrolisa gugus asetal. Gula reduksi merupakan gula yang dapat dioksidasi oleh zat
pengoksidasi lembut seperti reagnesia Tollens, suatu larutan basa Ag(NH 3)2+, sedangkkan gula
yang tidak dapat teroksidasikan oleh pereaksi sejenis ini disebut dengan gula nonreduksi.
Selain menggunakan pereaksi Tollen, dapat pula digunakan pereaksi lain seperti pereaksi
Fehling.
Pada percobaan ini digunakan pereaksi Fehling A dan Fehling B., yang mana pereaksi
ini merupakan salah satu pereaksi yang berperan dalam pengujian keberadaan gugus-gugus
aldehid (hemiasetal) yang ditandai oleh terjadinya perubahan sampel atau larutan mejadi
berwarna kuning kecoklatan sampai merah bata.
87
sedikit endapan, sama halnya dengan sukrosa, pada amilum terbentuknya endapan berwarna
dikarenakan ukuran molekul amilum lebih besar dibandingkan dengan ukuran molekul
fehling yang larut dalam air. Berbeda dengan laktosa, amilum tidak bereaksi dengan fehling.
Hal tersebut ditunjukkan oleh terbentuknya 2 lapisan dimana lapisan atas berupa larutan biru
dan bagian bawah berupa endapan biru keputihan, yang juga menunjukkan bahwa amilum
merupakan gula nonreduksi.
Untuk fruktosa dan glukosa dengan melakukan perlakuan yang sama yaitu
memasukkanya ke dalam reagen fehling akan menyebabkan terbentuknya larutan berwarna
biru tua keruh, yang menunjukkan bahwa fruktosa dan glukosa larut bersama fehling di dalam
air. Akan tetapi karena ukuran molekul fruktosa dan glukosa yang lebih besar dibandingkan
dengan ukuran molekul air menyebabkan larutan yang ada berwana keruh. Seperti halnya
pada laktosa, kedua sampel ini bereaksi dengan pereaksi fehling. Hal ini ditunjukkan oleh
terbentuknya endapan berwarna kuning, setelah dimasukkan ke dalam penagas air untuk
kedua reagen yang ada. Selain itu, dengan terjadinya perubahan warna larutan menjadi
kuning, menunjukkan bahwa kedua sempel yaitu fruktosa dan glukosa merupakan gula
reduksi.
Untuk percobaan berikutnya, yaitu hidrolisa karbohidrat terdiri dari 3 perlakuan, yaitu
untuk perlakuan pertama ialah hidrolisa sukrosa dengan menggunakan katalis asam dan basa.
Pada percobaan ini dilakukan 2 perlakuan terhadap 2 tabung reaksi. Dimana berdasarkan hasil
pengamatan, pada tabung pertama larutan sukrosa ditambahkan dengan aquades dan H2SO4
yang kemudian dipanaskan, tidak menunjukkan perubahan larutan, dengan larutan tetap
bening (tidak berwarna). Campuran yang kemudian ditambhakan denagn NaOH, setelah
dilakukan pengujian dengan kertas lakmus menunjukkan adanya perubahan warna kertas
lakmus merah menjadi biru, yang menunjukkan bahwa larutan yang terbentuk merupakan
larutan basa. Proses pengujian yang kemudian dilanjutkan dengan penambahan pereaksi
fehling, menyebabkan terbentuknya busa yang berwarna biru yang lama-kelaman hilang dan
larutan berubah menjadi krem. Timbulnya busa berwarna biru ini merupakan pereaksi fehling
yang mulai bereaksi dengan larutan, hanya saja dalam proses reaksi berjalan jauh lebih lambat
dibandingkan pada reaksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan terjadinya proses penambahan
larutan dengan NaOH yang menyebabkan larutan bersifat basa dan tidak netral
yangmengakibatkan proses reaksi berjalan lebih lambat.
Pada perlakuan untuk tabung kedua campuran ditambahkan dengan larutan basa,
NaOH dan aquades yang kemudian dipanaskan. Berdasarkan hasil pengamatan tidak terjadi
perubahan warna pada larutan. Setelah penambahan pereaksi fehling larutan berubah menjadi
89
biru tua dan terdapat busa yang lama-kelamaan menghilang. Tidak terbentuknya perubahan
warna larutan menjadi kuning menunjukkan bahwa pada tabung reaksi kedua tidak terjadi
reaksi antara fehling dengan larutan. Terbentuknya warna biru pada larutan hanya dikarenakan
pereaksi fehling larut dalam larutan tersebut.
Pada percobaan berikutnya yaitu hidrolisa pati, digunakan asam dan juga enzim sebagai
katalisnya. Pada percoaan ini dilakukan 2 perlakuan, dimana pada tabung pertama larutan pati
yang ditambahkan dengan air ludah tidak bercampur dan hanya terdapat busa. Demikian pula
dengan proses pemanasan yang dilakukan pada campuran tersebut. Akan tetapi setelah
ditambahkan dengan larutan iod terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning bening.
Terjadi perubahan warna pada campuran menjadi kuning bening ini menjukkan bahwa
pengujian dengan menggunakan larutan iodin menunjukkan hasil yang negatif, Hanya saja
masih ada kemungkinan terjadinya suatu reaksi pada sampel tersebut. Namun untuk
berikantan dan bereaksi dengan iodin membentuk kompleks iodium-amilosa tidak terjadi
(tidak terjadi hidrolisa). Untuk tabung kedua, amilum yang ditambahkan dengan H2SO4
menunjukkan perubahan warna larutan menjadi putih keruh, yang setelah pemanasan tidak
terjadi perubahan pada larutan. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan larutan iod,
pada campuran terjadi perubahan warna menjadi berwarna ungu. Perubahan warna menjadi
ungu ini menunjukkan bahwa pengujian dengan larutan iodin penunjukkan hasil positif, yang
berarti bahwa terjadi reaksi hidrolisa dengan katalis asam pada larutan pati yang ada
membentuk senyawa kompleks iodium-amilosa.
Pada percobaan terakhir yaitu hidrolisa dengan katalisa asam, berperan untuk
mengetahui peranan dari pengujian dengan larutan iodin terhadap suatu sampel pati, pada
percobaan ini, larutan pati (amilum) yang ditambahkan dengan H 2SO4 menyebabkan
terbentuknya larutan berwarna keruh yang setelah dipanaskan tidak terjadi perubahan warna.
Akan tetapi setelah diuji dengan larutan iodin menunjukkan terjadinya perubahan warna
menjadi biru keunguan yang menunjukkan bahwa pengujian postif dengan terbentuknya
kopleks iodium-amilosa. Dengan proses pemanasan selanjutnya selama 5 menit yang
kemudian dilanjutkan lagi dengan pengujian menggunakan larutan iodin, larutan berwarna
biru masih terbentuk, yang menunjukkan terjadinya reaksi yang menghasilkan kompleks
iodium-amilosa. Akan tetapi, pada proses pemanasan ketiga, setelah diuji dengan larutan iod
terbentuk larutan yang berwarna kuning yang menunjukkan bahwa hidrolisa tidak terjadi dan
larutan komplek iodium-amilosa tidak terbentuk. Tidak terbentuknya kembali kompleks
iodium-amilosa dikarenakan akibat dari pemanasan katalis yang berupa asam telah
terdisosiasi secara termal dengan sempurna yang menyebabkan proses hidrolisa tidak terjadi.
90
H. PENUTUP
a. Kesimpulan
Karbohidrat merupakan polihidroksi aldehid dan keton
Gula reduksi adalah senyawa karbohidart yang mampu mereduksi zat pengoksidasi
b. Saran
Prosedur atau skema kerja harus dipelajari dan dipahami dengan baik agar tidak
pengamatan.
Pada proses penambahan larutan hrus dilakukan dnegan teliti dengan komposisi
tiap larutannya harus sesuai dengan prosedur kerja.
91
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Petunjuk Praktikum Kimia Organik II. Mataram: UNRAM
Bresnick, D. Stephen. 2004. Intisari Kimia Orgaik. Jakarta: Hipokrates.
Fessenden, R.J., dan Joan. S. Fessenden. 1997. Dasar-dasa Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R. J., dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga
Poedjadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Satrohamidjojo, Hardjono. 2008. Kimia Organik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ulfa, Maria. 2008. Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
92
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
B.
Hari, tanggal
Tempat
LANDASAN EORI
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena
dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula
mengidentifikasi komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya kromatograf lapis tipis (KLT
atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama
pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni
digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau
plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku
sebagai fasa diam. Fasa diam KLT terbuat dari serbukhalus dengan ukuran 5 sampai 50 m.
Serbuk halus ini dapat berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak molekul
atau dapat merupakan penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan adsorben sebagai fasa
diam dapat digunakan silica gel, aluminium dan serbuk selulosa. Partikel silica gel
mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul-molekul polar (Soebagio, 2002 : 87).
Pada KLT, fase cair serupa lapisan tipis (tebal 0,1 2mm) yang terdiri atas bahan
padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca,
tetapi dapat juga terbuat dari pelat polimer dan logam. Lapisan melekat pada permukaan
dengan bantuan bahan pengikat. Biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati). Pada KLT,
93
lapisan itu biasanya berfungsi sebagai permukaan padat yang penyangga zat cair (Gitter, 1991
: 6).
Koefisien kromatograf dan kapasitas cuplikan linear menurun untuk memperkecil
pengaruh antariksa yang kuat, aktivitas penyerap biasanya dikendalikan atau diubah dengan
memakai kadar air atau alkohol. Alkohol atau air atau asetonitril sering ditambahkan pada
fasa gerak dan penyerap (Johnson, 1991 : 63).
Tahap-tahap analisa KLT dimulai dari persiapan tangki kromatograf, aplikasi sampel
ke plat KLT, menjalankan kromatograf dan menentukan nilai Rf. Eluen (fasa gerak/mobile)
yag umumnya dipilih berdasarkan trial dan eror dimasukkan ke dalam tangki kromatograf
(chamber)zat yang akan dianalisa ditotolkan diplat klt menggunakan pipa kapiler dan
selanjutnya dimasukkan pada chamber yang sudah diisi eluen (Munazil, 2008 : 79).
Pertimbangan untuk memilih pelarut pengembang (eluen) umumnya sama dengan
pemilihan eluen untuk kramatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi pengelusi eluen
naik sejalan dengan polaritasnya (misalnya dari heksana aseton alkohol air). Eluen
pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran dengan susunan tertentu. Pelarutpelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air
atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan (Budiasih,
2008 :88).
Pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silica gel, alumina dan fasa diam
lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair
yang paling banyak digunakan dan contoh pelarut organik dlaam seri pelarut mikrostrop
diberikan dalam tabel, yang meliputi (sifat hidrofob menarik) methanol, asam asetat, etanol,
aseton, etil asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dalam
etanol), benzena, sikloheksana, dan eter petroleum. Kelompok seri pertama untuk pemisahan
senyawa hidrofil, sedangkan kelompok pelarut seri kedua untuk pemisahan senyawa lipofil.
Jika sebagai fasa gerak digunakan sisitem pelarut campuran, pada lapisan fasa diam susunan
pelarut itu dapat mengalami sedikit demi sedikit. Hal ini akan menghasilkan kedapatanulangnya sangat jelek. Oleh karenanya sistem dua pelarut lebih disenangi. Suatu pendekatan
yang menarik terhadap penggunaan campuran azotrop, misalnya methanol-aseton (12: 88),
methanol-benzena (31,7: 68,3), methanol-sikloheksana-metil asetat (17,8 : 33,6: 48,6). Hal
yang mempengaruhi kualitas pemisahan dan kedapatan-ulangnya adalah kejenuhan bejana
pengembang (Sudjadi, 1988: 171).
94
tersebut dapat dijabarkan dengan pendekatan sebagai berikut: Menurut Cremer dan Muller,
jika molekul zat terlarut tertentu dalam keadaan terus-menerus bergerak dari fasa diam ke fasa
bergerak dan sebaliknya, beberapa molekul karena tidak sama energinya, akan tinggal lebih
lama dari yang lainnya dalam fasa bergerak ataupun ada yang tinggal lebih sebentar. Ini akan
menghasilkan suatu pita yang merupakan kurva konsentrasi krakteristik, mirip dengan kurva
distribusi (Khopkar, 1990: 148).
C.
Chamber
Plat KLT
Lampu UV
Gelas arloji
Pipet tetes
Gelas ukur 50 ml
Gelas ukur 10 ml
Statif
Klem
Gelas kimia
Corong pisah
Pipa kapiler
Mortal
Pensil
Penggaris
Sendok spatula
Corong kaca
95
Bahan
D.
Kertas saring
Kertas label
CaCO3
Tissue
Larutan n-heksan
Na2SO4
Aquadest
Aseton
Methanol
Amoniak 25%
2 propanol
Pewarna makanan
Isopropanol
SKEMA KERJA
Pemisahan Pewarna Makanan dengan KLT
a. Larutan pengembang/ eluen (fasa gerak)
hasil
96
Hasil
Hasil diamati
Diamati kromatogram tersebut (hasil pemisahan)
di bawah uv.
Diberikan tanda masing-masing spot yang ada
pada kromatogram.
Ditentukan nilai Rf tiap spot (dengan rumus)
Jika spot awal tidak bermigran gunakan eluen
yang berbeda.
Hasil
Eluen
Dimasukkan dalam chamber hingga 0,5 cm dari
dasar chamber
Chamber ditutup
Didiamkan 5 menit samapi semua bagian
terjenuhi oleh eluen.
Hasil
Lapisan atas
Lapsan bawah
Ditampung dalam
gelas kimia
hasil
Hasil
+ Na2SO4 (1 sendok)
Hasil
Dipisahkan
(dekantasi)
ekstraknya
98
Hasil
E.
HASIL PENGAMATAN
a. Pada proses pemisahan pewarna makanan dengan KLT digunakan 2 jenis pewarna
yaitu pewarna ungu dan hijau. Dalam prosesnya digunakan campuran eluen:
sodium sitrat 2,5%, ammonia 25% dan 2 propanol dengan perbandingan 20 : 5: 3,
99
Hasil pengamatan
Pemisahan pewarna makanan dengan KLT
= 2,8 cm
a2
= 3,7 cm
a3
= 4,6 cm
a4
= 4,9 cm
= 5,7 cm
= 1,3 cm
a2
= 1,7 cm
= 5,7 cm
= 2,3 cm
100
a2
= 2,7 cm
a3
= 2,9 cm
a4
= 3,2 cm
a5
= 3,4 cm
= 5,7 cm
Keteranagn:
F.
ANALISIS DATA
a. Perhitungan nilai Rf pada pemisahan pewarna makanan
Rumus : Rf =
a1 = 2,8 cm
a2 = 3,7 cm
a3 = 4,6 cm
a4 = 4,9 cm
b = 5,7 cm
Ditanya: Rf =..?
Penyelesaian :
Rf1
a1
b
2,8cm
= 5,7cm
= 0,49
Rf2
a2
b
3,7cm
= 5,7cm
= 0,65
Rf3
a3
b
101
4,6cm
= 5,7cm
= 0,81
Rf4
a4
b
4,9cm
= 5,7cm
= 0,86
Untuk pewarna makanan ungu
Diketahui:
a1 = 1,3 cm
a2 = 2,0 cm
b = 5,7 cm
Ditanya: Rf =..?
Penyelesaian :
Rf1
a1
b
1,3cm
= 5,7cm
= 0,23
Rf2
a2
b
1,7cm
= 5,7cm
= 0,30
b. Perhitungan nilai Rf pada pemisahan pigmen tumbuhan
Rumus : Rf =
a1 = 2,3 cm
a2 = 2,7 cm
a3 = 2,9 cm
a4 = 3,2 cm
102
a5 = 3,4 cm
b = 5,7 cm
Ditanya: Rf =..?
Penyelesaian :
Rf1
a1
b
2,3cm
= 5,7cm
= 0,40
Rf2
a2
b
2,7cm
= 5,7cm
= 0,47
Rf3
a3
b
2,9cm
= 5,7cm
= 0,51
Rf4
a4
b
3,2cm
= 5,7cm
= 0,56
Rf5
a5
b
3,4cm
= 5,7cm
= 0,60
G.
PEMBAHASAN
103
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode analisa yang cukup sederhana
karena dapat menetukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula
mengidetifikasi komponen-komponen tersebut. Prinsip kerja kromatografi lapis tipis yaitu,
kromatografi ini terdiri dari fasa diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan padatan)
dan fasa gerak (berupa cairan atau gas). Fasa gerak akan mengalir melaui fasa diam dan
membawa komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yangt berbeda (Soebagio,
2002).
Pada percobaan inibertujuan untuk mempelajari teknik persiapan chamber dan aplikasi
pada KLT, mempelajari teknik menjalankan kromatogram dan menentukan nilai Rf serta
mempelajari komposisi eluen yang sesuai dengan sampel untuk mendapatkan kromatogram/
spot yang terpisah dengan baik. Dalam percobaan ini terdapat 2 jenis percobaan yaitu proses
pemisahan pewarna makanna dan pemisahan pigmen tumbuhan pada berbagai jenis daun)
dengan menggunakan KLT.
Pada percobaan pertama yaitu pemisahan pewarna makanan, digunakan 2 jenis
pewarna yaitu pewarna hijau dan pewarna ungu. Pada percobaan ini digunakan larutan
pengembang/eluen sebagai fasa gerak dengan komposisi larutan sodium sitrat 2,5%, ammonia
25% dan 2-propanol dengan perbandingan 20; 5: 3. Dalam prosesnya, diperoleh kromatogram
yang tidak bagus karena tidak terdapat adanya spot yang terbentuk baik pada pewarna
makanan hijau maupun ungu. Sedangkan jika digunakan eluen dengan perbandingan 20:5:5,
maka dalam percobaan ini untuk pewarna makanan ungu, terbentuk adanya spot. Dengan
menggunakan bantuan dari sinar uv dapat diamati adanya pembentukan 2 spot dengan warna
pendaran/sinar pada KLT berwarna biru (dalam sinar uv). Terjadinya pembentukkan
kromatogram yang tidak bagus (kromatogram hanya satu) dikarenakan komposisi dari eluen
yang tidak sesuai. Secara konsep suatu eluen/ larutan pengembang disususn menjadi suatu
campuran dengan berbagai larutan yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda.
Selain berupa campuran, suatu eluen dapat pula berupa pelarut tunggal. Dalam kromatografi,
terjadi proses adsorpsi pada fasa diam, dimana eluen yang ada di dalam chamber akan naik
sejalan dengan polaritasnya, yaitu dalam percobaan ini urutan naiknya eluen adalah dari
sodium sitrat ammonia 2-propanol (Soebagio, 2002).
Pada percobaan ini, dilanjutkan dengan perhitungan nilai Rf untuk masing-masing spot
yang diperoleh. Nilai Rf (retaration factor) berperan untuk membantu mengidentifikasi zat-zat
yang ada. Untuk analisis data, perhitungan nilai Rf digunakan data dari kelompok
sebelumnya. Di mana pada pewarna makanan hijau diperoleh 4 nilai Rf dari 4 spot yang
104
masing-masing sebesar 0,49; 0,60; 0,81 dan 0,86; sedangkan untuk pewarna makanan ungu
diperoleh 2 spot sehingga nilai Rf yang didapatkan adalah 0,23; dan 0,30. Terjadi perbedaan
jumlah spot dipengaruhi oleh tingkat adsorpsi dari fasa diam terhadap eluen serta
komposisi/tingkat kepolaran dari masing-masing komponen eluen denagn kecepatan
pemisahan dan daya serap yang nerbeda.
Pada dasarnya, pemisahan senyawa-senyawa dalam kromatogram dipengaruhi oleh
bagaimana kelarutan senyawa dlam pelarut, tergantung pada bagaimana besar antaraksi antara
molekul-molekul senyawa dengan pelarut serta bagaimana senyawa melekat pada fasa diam
yang tergantung pada antaraksi aenyawa dengan fasa diam. Dlam proses analisis
spot/pemisahan zat, chamber yang berisi eluen dijenuhkan dan ditutup dengan tujuan agar
pelarut yang digunakan tidak menguap, karena hl itu nantinya dpat mempengaruhi proses
pemisahan.
Pada percobaan yangitu pemisahan pigmen tumbuhan dengan KLT, untuk memperoleh
pigmen tumbuhan dapat digunakan daun suji yang didahului dengan proses ektraksi. Dalam
prosesnya daun suji terlebih dahulu dihaluskan dan ditambahkan dnegan larutan aseton, nheksan dan CaCO3. Digunakannya aseton adalah karena aseton merupakan senyawa polar
sedangkan digunakannya n-heksan karena n-heksan merupakan pelarut nnpolar. Di mana
dalam prosesnya aseton yang merupakan senyawa polar larut dalam fasa air sehigga
menyebabkan pigmen daun suji terdistribusi ke dalam fasa organik (n-heksan) dengan
komposisi larutannya dalam proses ekstraksi dipertambah. Penambahan CaCO 3 bertujuan
untuk menyerap air yang ada. Dengan adanya penambahan CaCO 3, n-heksan dan aseton
menyebabkan senyawa-senyawa/ molekul zat warna akan terurai dan larut dalam campuran
tersebut (aseton, n-heksan, CaCO3). Pada proses selanjutnya sebelum ekstraksi ditambahkan
n-heksan 10mL dan NaCl 10%. Di mana n-heksan berperan dalam proses pengikatana pigmen
ke fasa organik sedangkan NaCl 10% berperan dalam menambahkan kelarutan aseton dalam
air. Dalam proses akhir pemisahan, ditambahkan Na2SO4 bertujuan untuk menyerap air yang
ikut/ masih menempel pada fas organik. Akan tetapi, pada percobaan yang telah dilakukan
pada proses awalnya tidak sesuai dengan konsep di atas, yaitu dalam proses ekstraksi tidak
terjadi adanya pemisahan walaupun telah dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dengan
komposisi campuran larutan serta jenis daun selain daun suji (yang digunakan berbeda). Hal
ini dikarenakan kesalahan dari praktikan dalam menggunakan campuran untuk ekstraksi
pigmen tumbuhan yang kurang/ tidak tepat, serta dikarenakan kurangnya pemahaman
praktikan mengenai metode pemsahan dengan cara ekstraksi. Karena proses pemisahan fasa
105
pada ekstraksi tidak terbentuk, maka dalam proses ini tidak diperoleh kromatogram yang
diinginkan. Sehingga untuk analisis data digunakan data dari kelompok sebelumnya.
Dari analisis data, maka diperoleh 5 nilai Rf dari 5 spot yang dihasilkan yaitu masingmasing sebesar 0,40; 0,47; 0,51; 0,56 dan 0,60. Sebenarnya dalam proses ini diperoleh banyak
spot namun spot yang paling jelas terbentuk hanya 5 spot. Karena pada spot yang terbentuk
terdapat 2 spot yang berada di luar garis pemvbatas dari jarak eluen sehingga nilainya tidak
dihitung. Dari percobaan ini, makin tinggi nilai Rf yang diperoleh maka makin rendah tingkat
polaritas dari zat tersebut. Karena secara konsep,. Makin tinggi kepolaran dari suatu zat, maka
fasa diam yang tersusun atas alumina dan serbuk selulosa yang merupakan senyawa polar
akan saling berikatan dan membentuk ikatan yang sangat kuat sehingga jarak spot akan makin
kecil dan menyebabkan nilai Rf yang semakin rendah. Untuk mengamati jumlah spot yang
tidak terlalu jelas digunakan lampu/sinar uv di mana dari sinar uv akan terdapat adanya
pendaran/ pantulan cahaya berupa warna tertentu dari spot dalam KLT. Jika spot yang ada
tidak terlihat, maka dapat digunakan uap iodin untuk menjelaskan spot yang terbentuk.
H.
PENUTUP
Kesimpulan
-
Pemilihan eluen yang tepat sangat membantu dalam memperoleh pemisahanpemisahan senyawa yang baik.
Prinsip KLT yaitu fasa gerak, gerak mengalir melalui fase diam dengan membawa
komponen yang terdapat dalam campuran dengan laju tiap komponen berbeda
tergantung pada kepolaran.
Ekstraksi pelarut didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur.
Dengan teknik pencampuran larutan dalam metode ekstraksi yang kurang bags
menyebabkan pemisahan yang tidak sempurna dalam proses ekstraksi pigmen daun.
Pada proses ekstraksi penambahan NaCl berperan dalam menambah kelarutan aseton
dalam fasa air sedangkan penambahan Na2SO4 pada akhir ekstraksi untuk menyerap
air yang ikut ke dalam fasa organik.
106
Dari percobaan pertama diperoleh nilai Rf pada pewarna makanan hijau masingmasing sebesar 0,49; 0,65; 0,81 dan 0,86; sedangkan untuk pewarna ungu sebesar 0,23
dan 0,30.
Dari percobaan kedua diperoleh nilai Rf masing-masing sebesar 0,40; 0,47; 0,51; 0,56
dan 0,60.
Saran
Petunjuk praktikum harus dipahami dan dimengerti dengan baik agar tidak terjadi
kesalahan dalam praktikum.
Prinsip kerja KLT harus dipahami dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahan
Metode ekstraksi harus dipahami dengan baik agar pemisahan larutan yang dihasilkan
dapat maksimal
Dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman dalam menentukan komposisi eluen atau
campuran pelarut yang tepat.
107
DAFTAR PUSTAKA
Budiasih. 2008. Kimia Analitik II. Malang : Universitas Negeri Malang.
Gitter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB.
Johnson, E. L. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Munzil. 2008. Kimia Analitik II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press.
108