Vous êtes sur la page 1sur 9

Benarkah Bangunan Tinggi Lebih Rawan Rubuh Saat Gempa ?

Ryan Rakhmat Setiadi, ST


Ryanrakhmats.wordpress.com
Tampaknya insinyur sekarang sudah mulai punya penyakit yang mirip dengan politikus, yaitu gemar
memberikan pernyataan kontroversial. Hal yang baru baru ini saya dengar adalah insinyur struktur
yang dengan mudahnya mengeluarkan statement bahwa bangunan di Ibukota akan banyak yang
rubuh jika terjadi gempa. Saya sebenarnya kurang tahu apa yang dimaksudkan dengan "bangunan di
Ibukota" ini, namun jika yang dimaksud adalah bangunan tinggi, rasanya pertanyaannya perlu
dipertanyakan.

Bangunan yang rubuh akibat gempa adalah tipe kerusakan struktur yang paling parah. Hal ini sangat
dihindarkan karena dapat menyebabkan kehilangan jiwa yang tinggi. Contoh bangunan rubuh akibat
gempa dapat ditunjukkan oleh gambar - gambar berikut :

Sebelum membahas mengenai bangunan yang rubuh, saya ingin sedikit menjelaskan mengenai
mekanisme lentur dan geser pada bangunan akibat beban lateral (Figure 6.9). Pada gambar tersebut,
struktur yang dominan perilaku lentur berdeformasi lateral lebih diakibatkan gaya/tegangan tarik
tekan pada elemen vertikal (kolom atau shearwall). Sementara itu struktur yang dominan perilaku
geser berdeformasi lateral karena mekanisme lentur di sambungan balok kolom.

Mode Deformasi Geser

Mode Deformasi Lentur

waktu kita kuliah pasti pernah dengat strong column weak beam kan ?. Nah hal ini sangat berkaitan
dengan perilaku deformasi geser pada bangunan. Ketika portal frame dominan perilaku deformasi
geser, kegagalan momen lentur pada elemen vertikal akan menyebabkan kegagalan struktur secara
keseluruhan (story mechanism). Hal ini akan langsung menyebabkan struktur rubuh. Namun jika
yang gagal momen lentur adalah balok, maka tipe deformasi pada portal frame akan semakin
mendekati perilaku mode deformasi lentur (Figure 6.6). Struktur dengan deformasi lateral dominan
perilaku lentur akan lebih sulit untuk gagal asalkan deformasi lateralnya belum menyebabkan
instabilitas struktur.

Oleh karenanya aspek strong column weak beam sangat penting dalam perencanaan momen frame.
Selain itu, ada cara yang lebih sering digunakan dan dapat membuat struktur lebih berperilaku
deformasi lentur, yaitu dengan menambah shearwall (Gambar 2). Struktur wall adalah elemen masif
dimana mekanisme deformasi lentur amat dominan. Selain itu wall juga menyerap gaya geser gempa
jauh lebih tinggi dibandingkan momen frame dan mendorong aksi frame wall interaction lebih
berperilaku deformasi lentur. Pengalaman di negara - negara rawan gempa juga menyatakan bahwa
struktur yang memiliki shearwall memiliki performance yang sangat bagus.

Gambar 2. Deformasi Shearwall Terhadap Beban Lateral

Shearwall jelas menghindari struktur gagal akibat story mechanism. Selain itu, kegagalan geser pada
shearwall diketahui tidak mengurangi kemampuannya untuk tetap menahan gaya gravitasi. Nah
selanjutnya, apa hubungannya pernyataan tersebut dengan judul artikel ini ?

Menurut penulis, bangunan tinggi di Ibukota yang lebih dari 15 lantai umumnya sudah menggunakan
elemen penahan shearwall. Selain itu, masifnya rasio antara area lantai dan area shearwall benar benar membuat shearwall dominan menahan gaya gempa. Kemungkinan untuk terjadinya story
mechanism sangat rendah. Namun perlu dicatat bahwa bukan berarti bangunan dengan shearwall
yang masif bebas dari resiko rubuh, contoh di chile ada bangunan dengan shearwall yang rubuh,
namun hal ini akibat penggunaan tebal shearwall yang terlalu tipis menyebabkan mekanisme
deformasi lentur yang menghasilkan tarik tekan tidak bekerja (Figure 3). Menurut penulis
penggunaan shearwall yang sangat tipis untuk bangunan tinggi bukan hal yang umum di Ibukota.

Hal lainnya yang membuat struktur bangunan tinggi lebih baik responnya saat gempa adalah mulai
meningginya pengaruh dari higher mode, hal ini membuat respon struktur terhadap beban dinamik
lateral akan membuat deformasi berbentuk lebih dari single curvature (Gambar 3). Jika tipe
deformasi ini terjadi, pengaruh P-Delta akan semakin berkurang, padahal umumnya pengaruh PDelta sangat berdampak pada stabilitas struktur terhadap momen guling.

Gambar 3. Mode Shape Structure MDOF


Okay, mungkin sebagian pembaca akan berpikir bahwa yang penulis jelaskan merupakan teori yang
menarik, namun apakah ada buktinya dari kejadian gempa yang lalu. Menarik disampaikan dari
penjelasan FARZAD NAEIM di papernya tahun 2005 yang berjudul THE CASE FOR SEISMIC
SUPERIORITY OF WELL-ENGINEERED TALL BUILDINGS. Di paper ini Naeim memberikan contoh kasus
gempa Kobe City Halls 1995 di Jepang, dimana dilokasi yang bersampingan, bangunan 7 lantai
kehilangan 1 lantainya (soft story) sementara bangunan 40 lantai disebelahnya tidak mengalami
kerusakan yang berarti (Figure 1).

Contoh lainnya adalah gempa chi-chi Taiwan tahun 1999 di daerah Taichung. Bangunan tertinggi di
sana (Figure 2) sama sekali tidak mengalami kerusakan yang berarti, sementara bangunan dengan
ketinggian medium hingga rendah sudah mengalami banyak kegagalan (Figure 3).

Naeim berpendapat di papernya bahwa bangunan tinggi atau bahkan sangat tinggi umumnya di
desain lebih mempertimbangkan aspek kekakuan, sehingga struktur ini sudah cukup lebih kaku

dibandingkan kebutuhan terhadap beban - beban extreme saat kondisi ultimate. Selain itu,
umumnya energi gempa lebih dominan kepada struktur dengan periode rendah, hal ini dijelaskan
dari hasil analisis bahwa semakin tinggi bangunan, kebutuhan akan daktalitas akan semakin kecil
(Figure 17).

Dari paper-nya tersebut Naeim berkesimpulan bahwa dengan material yang sama, kualitas
pekerjaan yang sama pula, serta kondisi gempa baik gempa dekat atau gempa jauh, bangunan tinggi
lebih aman terhadap kerubuhan dibandingkan bangunan medium dan rendah. Namun Naeim di sini
tetap memberikan catatan bahwa bangunan dengan potensi soft story harus dihindarkan baik untuk
bangunan tinggi dan rendah, karena soft story sangat berpotensi menciptakan kegagalan (Figure
6.1).

Terakhir, penulis ingin menyampaikan bahwa tidak mudah untuk memprediksi respon struktur near
collapse. Jadi bukan berarti jika anda analisis dengan software didapat PMM ratio lebih dari 1 atau
anda memasang tulangan kurang dari yang diperlukan hasil output software, lalu benar benar
entah dengan kenapa gempa yang terjadi sama atau lebih besar dari prediksi di peta gempa,
bangunan anda langsung rubuh. Jika anda menganalisa analisis nonlinear pun, tingginya probabilitas
akan variabel baik yang cukup ketahui maupun yang sama sekali belum kita pahami (degradation
near collapse, overstrength material, Homogenitas material, etc) sangat berpengaruh terhadap
respon struktur yang ingin dianalisa sampai collapse.
Jadi apa yang bisa disimpulkan adalah tidak mudah untuk mengeluarkan statement kalau bangunan
itu akan rubuh terhadap gempa atau tidak, yang pasti jika ingin dilakukan analisis mendalam,
kesimpulannya harus dalam ranah probabilistic. Dan untuk bangunan tinggi, anda beruntung jika
tinggal disana, karena kemungkinan gagalnya lebih rendah dibandingkan bangunan ketinggian
medium dan rendah. Tentu anda juga harus lihat lihat apakah bangunan itu cukup irregular dan
potensi soft story atau tidak, lebih baik lagi jika ada shearwall yang masif. Untuk itu anda butuh
sedikit pengatahuan struktur
(Note : Tulisan hanya pemikiran pribadi penulis, tentu setiap orang bisa berargumen sendiri
sendiri, versi lengkap dari tulisan ini dapat di-akses di halaman website penulis)

Vous aimerez peut-être aussi