Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Anemia
Definisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell
count).
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala
berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup
sampai kepada label anemia tetapi harus ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut.
Definisi anemia bervariasi sesuai jenis kelamin dan usia. Definisi yang paling umum
digunakan adalah berdasarkan Centers for Disease Control (CDC) dan World Health
Organization (WHO).
Anemia aplastik
Anemia mieloptisik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia
pada
sindrom
mielodisplastik
4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin
: anemia pada gagal ginjal kronik.
B. Anemia akibat hemoragi
C. Anemia hemolitik
Gangguan
membran
eritrosit
(membranopati)
b.
Gangguan
enzim
eritrosit
struktural
(HbS,
HbE)
2. Anemia hemolitik ektrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
D.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
f.
a.
3. Anemia makrositer
anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
1. anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3.
Anemia
pada
sindrom
mielodisplastik
Prevalensi
Prevalensi anemia defisiensi besi bervariasi tergantung usia, jenis kelamin dan ras. Di
Indonesia, memberikan gambaran prevalen
Metabolisme besi
Besi merupakan elemen yang kritis dalam fungsi semua sel, meskipun jumlah besi
yang dibutuhkan oleh jaringan individu bervariasi selama perkembangan individu.
Pada waktu yang sama, tubuh harus melindungi dirinya dari besi bebas yang sangat
toksik dan berperan dalam reaksi kimia yang membentuk radikal bebas seperti O 2- atau
OH-.
Mayoritas besi pada mamalia adalah membawa oksigen sebagai bagian dari
hemoglobin. Oksigen juga diikat oleh mioglobin otot. Besi merupakan elemen kritis
pada enzim yang mengandung elemen besi (sistem sitokrom pada mitokondria). Tanpa
besi, sel kehilangan kapasitas mereka untuk mengangkut elektron dan metabolisme
energi. Pada sel erithroid, sintesis hemoglobin terganggu menyebabkan anemia dan
berkurangnya deliveri oksigen ke jaringan.
Absorpsi besi dari diet atau dilepaskan dari simpanan sirkulasi dari simpanan di
plasma terikat pada transferrin, merupakan protein transport besi. Transferin merupakan
glikoprotein bilobus dengan dua sisi pengikat besi. Transferin membawa besi dengan 2
bentuk, yaitu monoferric (1 besi atom) atau diferric (2 atom besi). Pergantian transferrin
bound iron sangat cepat, sekitar 60 90 menit. Karena hampir semua besi ditransport oleh
transferin ditransportasikan ke sumsum tulang, clearance time dari transferrin bound iron
dari sirkulasi dipengaruhi oleh level besi plasma dan aktivitas sumsum tulang. Ketika
eritropoiesis terstimulasi, kebutuhan akan besi meningkat dan clearance time besi dari
sirkulasi menurun. Dengan supresi eritropoiesis, level plasma besi meningkat dan waktu
paruh clearance time memanjang beberapa jam.
Kompleks besi-transferin bersirkulasi di plasma hingga berinteraksi dengan reseptor
transferin spesifik pada permukaan sumsum sel eritroid.
afinitias paling tinggi terhadap reseptor transferin, apotransferin (tidak membawa besi)
memiliki afinitias yang sangat kecil. Sel yang memiliki jumlah reseptor transferin yang
paling besar adalah eritroblast yang sedang berkembang. Didalam sel eritroid, kelebihan
jumlah besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin terikat kepada protein apoferritin
membentuk ferritin.
Pada individu normal, rata rata waktu hidup sel darah merah adalah 120 hari. Pada
akhir masa hidupnya, sel darah merah dikenali oleh sel di sistem retikuloendotelial (RE)
dan mengalami fagositosis. Dalam sel RE, hemoglobin yang berasal dari sel darah merah
dirusak, globin dan protein lainnya dikembalikan kepada pool asam amino, besi digunakan
kembali untuk eritropoiesis. Pada anemia hemolitik ekstravaskuler, destruksi sel darah
merah meningkat, tetapi besi digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Sebaliknya
pada hemolisis intravaskuler atau anemia karena perdarahan, produksi sel darah merah
terbatas pada jumlah besi yang dapat dimobilisasi dari simpanan.
Pada anemia karena perdarahan atau hemolisis, terjadi peningkatan kebutuhan besi,
sedangkan pada kondisi inflamasi menganggu pelepasan besi dari simpanan dan
menyebabkan penurunan yang cepat pada serum besi.
Stadium pertama
merupakan negative iron balance, dimana kebutuhan besi melebihi kemampuan tubuh
untuk menyerap besi dari diet. Stadium ini hasil dari berbagai mekanisme fisiologis,
termasuk perdarahan, hamil, pertumbuhan yang cepat pada remaja atau intake besi
yang tidak adekuat. Perdarahan lebih dari 10 20ml sel darah merah perhari lebih
besar dari jumlah besi yang dapat diserap dari diet normal. Pada keadaan ini defisit
besi harus dibantu oleh mobilisasi besi dari simpanan retikuloendotelial.
Selama
periode ini, simpanan besi dicerminkan oleh level serum ferritin atau pewarnaan besi
pada bone marrow aspiration menurun. Selama masih terdapat simpanan besi dan
dapat dimobilisasi, serum besi, total iron binding capacity (TIBC), dan level
protoporphyrin sel darah merah tetap dalam batas normal. Pada stadium ini, morfologi
sel darah merah tetap normal.
Ketika simpanan besi mulai mengalami deplesi, serum besi mulai turun. Secara
bertahap meningkatnya TIBC dan juga level protoporphyrin sel darah merah. Dengan
definisi, simpanan besi pada sumsum tulang tidak ada ketika level serum ferritin <15
g/L. Selama serum besi dalam batas normal, sintesis tidak terpengaruh meskipun
6
simpanan besi berkurang. Ketika saturasi transferin turun hingga 15 20%, sintesis
hemoglobin menjadi terganggu.
Evaluasi yang baik pada hapusan darah tepi menunjukkan sel mikrositer.
Secara
Terapi anemia
Hb
Daftar Pustaka
1.
Dennis K, Fauci A, Kasper D, Longo D, et al. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 18th ed. United States of America: McGraw Hill; 2012.
2.
Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
5ed ed. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2009.
3.
Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia Defisiensi Besi. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5ed ed. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2009.