Vous êtes sur la page 1sur 9

Askep Klien dengan

Gangguan Imunitas
Thalasemia
Kelompok 6

A. KONSEP MEDIK
1. Pengertian
. Menurut Setianingsih (2008),
Talasemia merupakan penyakit
genetik yang menyebabkan gangguan
sintesis rantai globin, komponen
utama molekul hemoglobin (Hb).
. Thalasemia adalah kelainan herediter
berupa defisiensi salah satu rantai
globin pada hemoglobin sehingga
dapat menyebabkan eristrosit imatur
(cepat lisis) dan menimbulkan anemia
(Fatimah, 2009)

2. Klasifikasi
A. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai
globin mana yang mengalami defek, yaitu
Thalassemia dan Thalassemia . Pelbagai
defek secara delesi dan nondelesi dapat
menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
B. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia
yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen
dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya
kadar hemoglobin dalam darah.
. Thalasemia Minor, individu hanya membawa
gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit
thalasemia tidak muncul.

3. Etiologi

Thalassemia bukan penyakit menular


melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini
diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak
pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan.
Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan
salah
satu
komponen
pembentuk
hemoglobin.
Bila
hanya
sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan
disebut
pembawa
sifat
thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab
masih mempunyai 1 belah gen dalam
keadaan normal (dapat berfungsi dengan
baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom,
dinamakan
penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua
belah gen yang sakit tersebut berasal dari
kedua orang tua yang masing-masing
membawa sifat thalassemia.

4. Patofisiologi
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari
2 rantai alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 %
dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang
mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak
lebih dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin F (foetal) setelah lahir
Fetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal.
Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada
thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi
sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (HbA).
Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding
eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit
memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak
terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi
lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha
kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat
mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada
eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan
prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif)
dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis. (Soeparman, dkk,
1996).

Pathway

5. Gejala Klinis
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan
jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik (Tamam, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-
mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan
pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat
anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena
pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak
napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan
mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah.
Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk
darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran
tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang
menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita
talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa
pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani
transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap
dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :


Thalasemia Mayor
Pucat
Lemah
Anoreksia
Sesak napas
Peka rangsang
Tebalnya tulang kranial
Pembesaran hati dan limpa /
hepatosplenomegali
Menipisnya tulang kartilago, nyeri
tulang
Disritmia
Epistaksis
Sel darah merah mikrositik dan
hipokromik
Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
Kadar besi serum tinggi
Ikterik
Peningkatan pertumbuhan fasial
mandibular; mata sipit, dasar hidung
lebar dan datar.

Thalasemia Minor
Pucat
Hitung sel darah
merah normal
Kadar konsentrasi
hemoglobin
menurun 2 sampai
3 gram/ 100ml di
bawah kadar
normal Sel darah
merah mikrositik
dan hipokromik
sedang.

6. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal
jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses
hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur
akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia
disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila
darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap
HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit
meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

Vous aimerez peut-être aussi