Utami yang pernah saya baca sejauh ini. Membacanya tak akan menarik, kecuali memulainya dengan pikiran terbuka dan sanggup menerima kritik. Pemanjatan tebing, Parang Jati, Sandhi Yuda, Marja, dan cinta segitiganya, serta tokoh lainnya adalah permukaannya. Isu kerusakan lingkungan, nilai-nilai kearifan lokal, kritik terhadap kaum agama, sejarah dan budaya adalah dasar yang mampu saya tangkap. Ayu Utami tidak pantas digebuki atas kejujurannya bercerita tentang kondisi kaum beragama yang gemar berlaku sebagai wakil Tuhan yang tidak mampu menerima perbedaan. Atau digebukin fans pembacanya karena tidak menghadirkan kisah yang berakhir manis. Itulah Ayu Utami, salah satu penulis dengan karya-karya yang jujur. Saya pikir pencinta lingkungan, penggiat kegiatan alam bebas, pemerintah, pemberi ijin tambang, pemilik tambang, pemerintah daerah, mahasiswa, dan orang-orang beriman perlu membaca buku ini sebelum turun ke lapangan.