Vous êtes sur la page 1sur 4

Kejiwaan

Dr
Andri,spkj,fapm

Aspek Psikososial Pasien Gagal Ginjal


OPINI | 08 July 2012 | 17:47 Dibaca: 4356

Komentar: 7 4 Oleh : Dr.Andri,SpKJ (Psikiater)

PENDAHULUAN
Secara global terdapat 200 kasus gangguan ginjal per sejuta penduduk. 8 juta di antara jumlah
populasi yang mengalami gangguan ginjal berada dalam tahap gagal ginjal kronis. Penelitian
sebelumnya mengatakan terdapat hubungan antara mengalami gagal ginjal dengan timbulnya
gangguan psikiatri pada pasien (Cohen et al., 2004). Kondisi ini bisa terjadi pada kasus gagal ginjal
akut maupun yang kronis.
Penyakit apapun yang berlangsung dalam kehidupan manusia dipersepsikan sebagai suatu penderitaan
dan mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial orang yang mengalaminya. Akan tetapi petugas
kesehatan sering kali cenderung memisahkan aspek biologis dari aspek psikososial yang dialami
pasien (Leung, 2002).
Aspek psikososial menjadi penting diperhatikan karena perjalanan penyakit yang kronis dan sering
membuat pasien tidak ada harapan. Pasien sering mengalami ketakutan, frustasi dan timbul perasaan
marah dalam dirinya. (Harvey S, 2007). Penelitian oleh para profesional di bidang penyakit ginjal
menemukan bahwa lingkungan psikososial tempat pasien gagal ginjal tinggal mempengaruhi
perjalanan penyakit dan kondisi fisik pasien (Leung, 2002).
Kondisi yang telah disebutkan di atas yang membuat salah satu tugas perawat dialisis sebelum
melakukan prosedur hemodialisis kepada pasien disarankan untuk menilai status kesehatan jiwa
pasien yang akan dihemodialisis (Hudson et al, 2005).
JENIS GANGGUAN JIWA
Depresi
Depresi adalah kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal.
Prevalensi depresi berat pada populasi umum adalah sekitar 1,1%-15% pada laki-laki dan 1,8%-23%
pada wanita, namun pada pasien hemodialisis prevalensinya sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai
47%. Hubungan depresi dan mortalitas yang tinggi juga terdapat pasien-pasien yang menjalani
hemodialisis jangka panjang (Chen et al. 2010). Kondisi afeksi yang negatif pada pasien gagal ginjal
juga seringkali bertumpang tindih gejalanya dengan gejala-gejala pasien gagal ginjal yang mengalami
uremia seperti iritabilitas, gangguan kognitif, encefalopati, akibat pengobatan atau akibat hemodialisis
yang kurang maksimal (Cukor et al.2007)
Pendekatan psikodinamik pada gangguan depresi adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan
hilangnya sesuatu di dalam diri manusia tersebut. Hal ini disebut sebagai faktor eksogen sebagai
penyebab depresinya. Kondisi gagal ginjal yang biasanya dibarengi dengan hemodialisis adalah
kondisi yang sangat tidak nyaman. Kenyataan bahwa pasien gagal ginjal terutama gagal ginjal kronis
yang tidak bisa lepas dari hemodialisis sepanjang hidupnya menimbulkan dampak psikologis yang
tidak sedikit. Faktor kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada seperti kebebasan, pekerjaan dan
kemandirian adalah hal-hal yang sangat dirasakan oleh para pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis. Hal ini bisa menimbulkan gejala-gejala depresi yang nyata pada pasien gagal ginjal
sampai dengan tindakan bunuh diri.

Kepustakaan mencatat bahwa tindakan bunuh diri pada pasien gagal ginjal kronis yang mengalami
hemodialisis di Amerika Serikat bisa mencapai 500 kali lebih banyak daripada populasi umum. Selain
tindakan nyata dalam melakukan tindakan bunuh diri, sebenarnya penolakan terhadap kegiatan
hemodialisis yang terjadwal dan ketidakpatuhan terhadap diet rendah potasium adalah salah satu hal
yang bisa dianggap sebagai upaya halus untuk bunuh diri.
Sindrom Disequilibrium
Kondisi sindrom disequilibrium cukup sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Hal ini
biasanya terjadi selama atau segera setelah proses hemodialisis. Kondisi ini disebabkan oleh koreksi
berlebihan dari keadaan azotemia yang membuat ketidakseimbangan osmotik dan perubahan pH darah
yang cepat. Kondisi ketidakseimbangan ini yang membuat adanya edema serebral yang menyebabkan
timbulnya gejala-gejala klinik seperti sakit kepala, mual, keram otot, iritabilitas, agitasi, perasaan
mengantuk dan kadang kejang. Gejala psikosis juga bisa terjadi. Sindrom disequilibrium biasa terjadi
setelah 3 s.d. 4 jam setelah hemodialisis namun bisa juga terjadi 8-48 jam setelah prosedur itu
dilakukan.
Demensia Dialisis
Demensia Dialisis juga dikenal dengan sebutan ensefalopati dialisis adalah sindroma yang fatal dan
progresif. Pada prakteknya hal ini jarang terjadi dan biasanya terjadi pada pasien yang sudah
menjalani dialisis paling sedikit satu tahun. Kondisi ini diawali dengan gangguan bicara, seperti gagap
yang kemudian berlanjut menjadi disartria, disfasia dan akhirnya tidak bisa bicara sama sekali.
Semakin lama kondisi ini semakin berat sampai berkembang menjadi mioklonus fokal maupun
menyeluruh, kejang fokal atau umum, perubahan kepribadian, waham dan halusinasi.
Demensia dialisis disebabkan karena keracunan alumunium yang berasal dari cairan dialisis dan
garam alumunium yang digunakan untuk mengatur level fosfat serum. Pencegahannya dengan
menggunakan bahan dialisis yang tidak mengandung alumunium. Pada awalnya kondisi ini dapat
kembali baik namun jika dibiarkan dapat menjadi progresif sampai dengan periode 1-15 bulan ke
depan setelah gejala awal. Kematian biasanya terjadi dalam rentang 6-12 bulan setelah permulaan
gejala.
FAKTOR PSIKOSOSIAL
Emosi
Perasaan takut adalah ungkapan emosi pasien gagal ginjal yang paling sering diungkapkan. Pasien
sering merasa takut akan masa depan yang akan dihadapi dan perasaan marah yang berhubungan
dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya. Ketakutan dan perasaan berduka juga
kerap datang karena harus tergantung seumur hidup dengan alat cuci ginjal. Perasaan ini tidak bisa
dielakan dan seringkali afeksi emosional ini ditujukan kepada sekeliling seperti pasangan, karyawan
dan staf di rumah sakit. Kondisi ini perlu dikenali oleh semua orang yang terlibat dengan pasien.
Harga Diri
Pasien dengan gagal ginjal sering kali merasa kehilangan kontrol akan dirinya. Mereka memerlukan
waktu yang panjang untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan apa yang dialaminya. Perubahan
peran adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Sebagai contoh seorang pencari nafkah di keluarga
harus berhenti bekerja karena sakitnya. Perasaan menjadi beban keluarga akan menjadi masalah buat
individu ini.
Selain itu juga pasien sering kali merasa dirinya berubah. Adanya kateter yang menempel misalnya
pada pasien dengan dialisis peritoneal, lesi di kulit, nafas berbau ureum dan perut yang membuncit
membuat percaya diri dan citra diri pasien terpengaruuh.
Gaya Hidup
Gaya hidup pasien akan berubah. Perubahan diet dan pembatasan air akan membuat pasien berupaya
untuk melakukan perubahan pola makannya. Keharusan untuk kontrol atau melakukan dialisis di
rumah sakit juga akan membuat keseharian pasien berubah. Terkadang karena adanya komplikasi
pasien harus berhenti bekerja dan diam di rumah. Hal-hal ini yang perlu mendapatkan dorongan untuk
pasien agar lebih mudah beradaptasi.
Fungsi Seksual
Fungsi seksual pada pasien yang mengalami gagal ginjal akan sering terpengaruh. Hal ini bisa
disebabkan karena faktor organik ( perubahan hormonal atau karena insufisiensi vaskuler pada kasus

gagal ginjal dengan diabetes), psikososial (perubahan harga diri,citra diri dan perasaan tidak menarik
lagi) atau masalah fisik (distensi perut, perasaan tidak nyaman dan keluhan-keluhan fisik akibat
uremmia). Masalah pengobatan yang mengganggu fungsi seksual juga bisa menjadi masalah.
INTERVENSI PSIKOSOSIAL
Intervensi psikososial harus dilakukan sedini mungkin sejak diagnosis gagal ginjal ditetapkan. Hal ini
juga membutuhkan usaha yang terus menerus untuk membuatnya tetap berjalan.
Implikasi Keperawatan
Gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik penurunan kondisi yang cepat. Bantuan keperawatan
dalam bidang psikososial harus berusaha memfasilitasi penyesuaian perubahan akibat sakit yang
dialami. Perawat juga perlu memperbaiki interaksi sosial dan gaya hidup dengan mencegah kondisi
sakit yang lebih jauh, mengontrol gejala dan menjadikan hemodialisis menjadi bagian dari kehidupan
normal sehari-hari. Pengetahuan pasien yang baik tentang penyakit yang dideritanya akan mengurangi
kecemasan pasien. Hal ini yang membuat sangat penting bagi perawat untuk mempunyai keahlian
dalam menyediakan informasi yang jelas demi membantu pasien untuk menentukan tujuan dari
perawatan dan membantu pemecahan masalah untuk kemampuan fungsional fisik yang lebih baik.
Penilaian Kondisi
Penilaian kondisi pasien akan menentukan kebutuhan pasien, mengidentifikasi masalah dan masalahmasalah yang menjadi potensial untuk timbul serta mengumpulkan informasi untuk rencana
pengobatan sehingga bantuan yang sesuai bisa diberikan. Penilaian ini berfokus pada efek sakit
terhadap pasien. Beberapa informasi berguna termasuk gaya hidup, pola kehidupan sehari-hari,
kekuatan kepribadian dan minat, cara adaptasi sehari-hari, pengertian akan penyakit saat ini, persepsi
terhadap pengobatan yang diberikan, tekanan hidup atau perubahan belakangan ini dan beberapa
masalah yang terkait dengan penyakit. Dengan mendengarkan pasien dan keluarga dalam diskusi,
perawata bisa mengidentifikasi masalah-masalah psikososial yang terkait denga penyakit dan
kebutuhan akan bantuan. Di waktu yang sama informasi tentang pengobatan yang dilakukan dan
bagaimana kondisi harapan dari sakit yang diderita bisa dijelaskan.
Membesarkan Hati
Peran dari tenaga kesehatan adalah membesarkan hati dan jika mungkin membuat pasien mampu
menerima tanggung jawab akan kesehatan dan kebahagiaan serta mampu mengisi tanggung jawab
mereka di keluarga dan masyarakat. Pada kondisi ini perawat dapat membesarkan hari pasien untuk
menerima keterbatasan pribadi akibat kondisi sakit dan pengobatannya. Kondisi-kondisi seperti ini
yang bisa memberikan persesi positif dan pengertian di antara pasien dan petugas kesehatan.
Peningkatan Kualitas Hidup
Pasien dengan karakter dependen atau tergantung mungkin beradaptasi dengan terapi lebih mudah,
namun ketergantungan yang berlebihan dapat menciptakan permintaan yang esktrim kepada pengasuh
dan dapat menghambat rehabilitasi. Beberapa pasien mungkin mendapatkan secondary gain dari
penyakit yang diderita dan beberapa yang lainnya menikmati peran menjadi pasien. Perawat dapat
memfasilitasi adaptasi pasien terhadap hal-hal yang dibutuhkan sehubungan dengan perawatan dengan
memaksimalkan kekuatan pasien dan mendorong pasien lebih baik lagi. Terapi yang lebih bersifat
individu dan meminimalkan kompleksitasnya dapat membantu perilaku yang lebih menurut. Penilaian,
edukasi, motivasi, pemberian dukungan, membesarkan hati, mengajarkan cara membantu diri sendiri
dan memonitor diri sendiri akan membuat pada akhirnya peningkatan kepatuhan pasien dan pasien
mampu hidup dengan kondisi kronis yang dialaminya.
Jika dalam program rehabilitasi terdapat kelompok-kelompok suportif seperti latihan fisik bersama,
program edukasi bersama atau kegiatan bersama lainnya maka hal ini akan membuat pasien lebih
nyaman. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan kebersamaan dengan orang yang senasib dan
adanya penghargaan sosial serta apresiasi dari rekan senasib. Kegiatan ini bisa membuat isolasi pasien
terhadap lingkungan berkurang. Pada akhirnya kegiatan-kegiatan ini sangat berkontribusi dengan
peningkatan kepatuhan pasien dalam proses terapi.
PERAN KELUARGA
Anggota keluarga memerankan hal yang penting dalam kesejahteraan pasien. Mereka tidak boleh
dikesampingkan dalam proses penanganan pasien. Perubahan pola kehidupan keluarga mungkin

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pasien dan keluarga harus dibantu untuk menceritakan
perasaan mereka dalam suatu hubuungan saling percaya agar dapat menyesuaikan dengan proses
adaptasi dari sakit pasien. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa perasaan bersalah, kesedihan
dan kehilangan yang sangat dan sering terjadi pada pasangan pasien.
Edukasi dan informasi yang adekuat bagi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami dan
perjalanan penyakit akan sangat penting dan harus dimulai sejak sebelum memutuskan untuk
melakukan dialisis.
PERAN PETUGAS KESEHATAN
Petugas kesehatan yang berkecimpung dalam bidang ini, dokter spesialis, dokter jaga, perawat dan staf
lainnya bisa mempengaruhi dan dipengaruhi secara negatif maupun positif jika berhubungan dengan
pasien gagal ginjal. Adanya harapan hidup dengan program rehabilitasi akan membuat sikap positif
dari para petugas kesehatan yang terlibat. Hal ini berhubungan dengan keteraturan berobat, latihan dan
perawatan diri. Namun demikian sering terjadi petugas kesehatan menjadi sangat tidak nyaman karena
perilaku yang sulit dari pasien, penurunan kondisi pasien pada pasien yang hubungan rapport telah
terbina baik dan kegagalan terapi.
Terjadinya kecemasan berkaitan dengan tuntutan kerja dan distres spiritual akibat kesulitan
menemukan arti atau tujuan dari kehidudapan pribadi dan profesional seringkali dikatakan oleh
petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang terlibat dalam tim bisa diberikan kesempatan untuk
menilai penyebab stres, membangun ide-ide, membagikannya dengan sejawat dan menciptakan
kesempatan untuk saling menghormati dan memberikan dorongan kepada anggota yang lain. Cara lain
untuk mengganti perhatian dari stres ke hal lain adalah mencari hal-hal yang lucu dalam pengalaman
kerja, belajar dari pasien untuk menerima keterbatasan dan untuk mengambil waktu yang sesuai lepas
dari pekerjaan untuk bermain dan beristirahat.
KESIMPULAN
Perawat yang bekerja di unit gagal ginjal sering dihadapkan pada pasien yang mengalami problem
psikososial dan perilaku. Membangun kemampuan untuk mengenali dan beradaptasi dengan masalahmasalah itu adalah sesuatu yang diperlukan. Sering kali intervensi psikosial tidak bekerja karena
keterbatasan dari segi perawat. Untuk itu perawat diharapkan dapat belajar cara-cara mengatasi
masalah psikosial yang terjadi di unitnya masing-masing baik yang dialami pasien, keluarga maupun
petugas di dalam unit itu sendiri.
KEPUSTAKAAN
Burrows-Hudson, S., Prowant, B. American Nephrology Nurses Association Nephrology
Nursing Standards of Practice and Guidelines for Care. (2005). Pp.71-72

Chen CK, Tsai YC, Hsu HJ, Wu IW, Sun CY, Chou CC, et al. in Depression and Suicide Risk
in Hemodialysis Patients With Chronic Renal Failure. Psychosomatics 2010; 51:528528.e6

Cukor D, Coplan J, Brown C, Friedman S, Cromwell-Smith A, Peterson RA, Kimmel PL. In


Depression and Anxiety in Urban Hemodialysis Patients. Clin J Am Soc Nephrol 2007; 2: 484-490

Leung DKC. Psychosocial aspect in renal patients. Proceedings of the First Asian Chapter
Meeting ISPD. December 13 15, 2002, Hong Kong Peritoneal Dialysis International,Vol. 23
(2003), Supplement 2

Levenson JL, Owen JA. Renal and Urological Disorder in Clinical Manual of
Psychopharmacology in the Medically Ill.

Harvey S. Mental health issues in dialysis care. Presentation 2002.

Vous aimerez peut-être aussi