Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DI KOTA SEMARANG
Disusun Guna Memenuhi Tugas Manajemen Lingkungan
Dosen Pengampu: Arum Siwiendrayanti, S.KM, M.Kes
Disusun Oleh :
Ganies Pradhitya S
(6411412231)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang
kejadian DBD. Kejadian DBD yang tinggi dapat dipengaruhi oleh mobilitas serta
kepadatan penduduk (Putri, 2008).
Faktor kepadatan penduduk dapat berhubungan dengan kejadian DBD di suatu
wilayah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Daud (2005) di Kota Palu
dengan desain cross sectional melalui analisis spasial diketahui bahwa kepadatan
penduduk berhubungan dengan kejadian DBD. Penelitian oleh Suyasa et al (2007) di Kota
Denpasar juga menunjukan bahwa kepadatan penduduk berhubungan dengan kejadian
DBD.
Program penanggulangan DBD seperti penyelidikan epidemiologi DBD dan
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) DBD berdampak pada angka kejadian DBD.
Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Hairani (2009) di Kota Depok dengan
desain ecological study melalui analisis spasial, diketahui bahwa semakin besar cakupan
penyelidikan epidemiologi DBD maka semakin rendah angka kejadian DBD. Adapun
kegiatan PJB dapat mengetahui kepadatan jentik vektor di suatu lingkungan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Erliyanti (2008) di Kota Metro Provinsi Lampung
diketahui bahwa kepadatan jentik vektor berhubungan dengan angka kejadian DBD.
Penyelesaian masalah DBD dapat dilakukan dengan teknis analisis manajemen
penyakit berbasis wilayah dengan analisis spasial (Achmadi, 2005). Pemanfaatan analisis
spasial kejadian DBD diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengetahui pola
penyebaran penyakit DBD sehingga dapat menyelesaikan masalah DBD berdasarkan luas
wilayah. Sebagaimana pemanfaatan analisis spasial yang telah dilakukan di Dinas
Kesehatan Provinsi Sematera Selatan oleh Hasyim (2009), dapat memperlihatkan pola
penyebaran DBD melalui pemetaan dan dihubungkan dengan determinan lain seperti
kegiatan upaya pengendalian DBD yang telah dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana distribusi spasial terhadap pola dan luas penyebaran kejadian DBD di
Kota Semarang tahun 2013?
2. Bagaimana distribusi pola penyebaran DBD menurut kondisi topografi di Kota
Semarang tahun 2013?
3. Bagaimana distribusi kejadian DBD berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di
Kota Semarang tahun 2013?
4. Bagaimana distribusi kejadian DBD berdasarkan kepadatan penduduk dan kepadatan
jentik vektor di Kota Semarang tahun 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui penyebaran kejadian DBD di Kota Semarang tahun 2013.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi spasial terhadap pola dan luas penyebaran kejadian
DBD di Kota Semarang tahun 2013.
2. Mengetahui distribusi pola penyebaran DBD menurut kondisi topografi
di Kota Semarang tahun 2013
3. Mengetahui distribusi kejadian DBD berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin di Kota Semarang tahun 2013.
4. Mengetahui distribusi kejadian DBD berdasarkan kepadatan penduduk
dan kepadatan jentik vektor di Kota Semarang tahun 2013
BAB II
HASIL
2.1 Karakteristik Wilayah Penelitian
2.1.1 Peta Wilayah
Kota Semarang teletak antara garis 6o50 7o10 Lintang Selatan dan garis
109o35 110o50 Bujur Timur. Dibatasi sebelah barat dengan Kabupaten Kendal,
sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang
dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6
km. Ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 sampai 348,00 di atas garis pantai.
2.1.2
Kependudukan
Berikut adalah jumlah penduduk dan luas wilayah Kota Semarang :
Kecamatan
Luas
Jum.
Kepadatan
(Km2)
Penduduk
(Jiwa/Km2)
Semarang
6,05
71.125
42.953
Tengah
Semarang
11,35
127.945
8.506
Utara
Semarang
7,58
78.750
10.389
Timur
Semarang
8,48
84.103
9.917
Selatan
Semarang
18,74
152.957
8.163
Barat
Gayamsari
Candisari
Gajahmungku
6,36
5,56
8,53
273.179
76.032
58.533
42.953
13.674
6.864
Genuk
Pedurungan
Tembalang
Banyumanik
Gunungpati
Mijen
Ngaliyan
Tugu
27,98
20,72
44,20
25,13
53,99
62,15
32,07
31,29
92.234
176.253
106.090
135.689
58.130
38.843
92.548
24.400
3.296
8.506
2.400
5.399
1076
624
2.885
779
Dari hasil analisis korelasi penelitian yang sama sebelumnya, kekuatan hubungan
topografi wilayah dan kasus DBD adalah kuat dan berlangsung secara negatif, artinya
semakin rendah topografi suatu wilayah akan memungkinkan peningkatan Kasus DBD.
Pada suhu udara yang lebih tinggi dan kelembaban yang lebih rendah nyamuk Ae.
aegypti betina di wilayah yang memiliki topografi lebih tinggi, mempunyai jangka
hidup lebih lama, waktu siklus gonotrofik lebih pendek dan siklus gonotrofik lebih
banyak daripada di wilayah yang memiliki topografi lebih rendah, oleh karena itu
potensinya sebagai vektor dalam penularan penyakit Demam Berdarah Dengue sangat
besar. Peningkatan populasi nyamuk juga dilaporkan pada ketinggian 220 m di
Columbia, sedangkan di Mexico pada ketinggian 1500 m dengan suhu tertentu,
berkembang tidak efektif, oleh karena itu iklim dapat mengubah distibusi dan siklus
dari vektor.
2.2.3
Distribusi Frekuensi Kejadian DBD Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Jumlah kejadian DBD di wilayah Kota Semarang menurut jenis kelamin dan
kelompok umur dapat disajikan dalam tabel di bawah ini:
Variabel
Jenis
IR
1.197
50,63
67,88
1.167
2364
49,37
100
66,21
134,09
Umur
<1 tahun
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14
118
378
686
772
5
16
29
20
6,70
21,45
38,88
26,81
tahun
15-19
213
12,06
tahun
20-24
142
8,04
tahun
25-29
70
4,02
tahun
30-34
70
4,02
tahun
35-39
70
4,02
tahun
40-44
47
2,68
tahun
45-49
26
1,34
tahun
50-54
26
1,34
tahun
55-59
47
2,68
Kelamin
Perempua
n
Laki-laki
Total
Kelompok
tahun
>60 tahun
7
0
0,40
Total
2364
100
134,09
Sumber data dinkes 2013
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada tahun 2013 penyakit DBD paling
banyak diderita oleh wanita. Sedangkan berdasarkan golongan umur terbanyak pada
golongan umur 5-9 tahun yaitu sebanyak 686 kasus atau 29% dan terendah pada
golongan umur >60 tahun, sebanyak 7 kasus atau 0,3%. Jika dilihat dari sudut pandang
lebih luas lagi maka golongan usia balita dan usia sekolah yang palin dominan.
2.2.4
IR DBD
80,18
72,91
Kepadatan Penduduk
42.953
8.506
ABJ
86
84,7
4
Semarang Timur
97,05
10.389
81,6
2
Semarang Selatan
175,98
9.917
83,4
6
Semarang Barat
87,43
8.163
Gayamsari
123,57
42.953
76,4
8
91,0
8
Candisari
127,80
13.674
73,6
2
Gajahmungkur
163,45
6.864
61,9
4
Genuk
195,52
3.296
Pedurungan
186,74
8.506
82,7
6
81,5
8
Tembalang
Banyumanik
218,20
145,15
2.400
5.399
78,2
81,2
2
Gunungpati
111,56
1076
Mijen
75,83
624
83,3
2
82,0
9
Ngaliyan
217
2.885
76,5
5
Tugu
79,81
779
83,2
6
Jika dilihat berdasarkan wilayah kelurahan, diketahui bahwa pada tahun 2013 IR
DBD paling tinggi terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah yaitu
<5000 jiwa/km2 sera nilai ABJ yang paling rendah atau kepadatan jentik vektor tinggi
yakni Kecamatan Tembalang.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Spasial
3.1.1 Kejadian DBD di Kota Semarang
Penyakit DBD merupakan penyakit infeksi yang banyak ditemukan di daerah
tropis. Penyakit DBD sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
dan
Apabila disuatu wilayah memiliki pola penyakit berkelompok dan jarak yang
berdekatan secara geografis, hal tersebut dapat menandakan probabilitas faktor
hubungan sebab akibat terhadap kejadian DBD semakin bertambah. Sehingga perlu
adanya analisis untuk mencari sumber penyakit DBD khususnya terkait faktor
individu.
Pertambahan luas area penyebaran kejadian DBD menandakan bahwa wilayah
risiko penularan DBD semakin meluas. Informasi tentang luas wilayah penularan
DBD dapat digunakan petugas Puskesmas untuk meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan melalui kegiatan penanggulangan DBD. Kegiatan penanggulangan DBD
yang dapat dilakukan antara lain Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD.
Pola penyebaran kejadian DBD yang telah diketahui melalui analisi spasial dapat
dimanfaatkan untuk penanggulangan KLB DBD dengan cara melakukan penyelidikan
yang mengarah pad sumber yang ditemukan. Informasi mengenai pola penyebaran
kejadian DBD sebenarnya juga dapat digunakan untuk menyusun strategi intervensi
program kesehatan. Pola penyakit DBD yang berkelompok di Kota Semarang
sebenarnya mempermudah petugas Puskesmas untuk melakukan intervensi program
kesehatan dibanding pola menyebar.
3.1.3
3.1.4
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di Kota Semarang, maka simpulan
yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Penyebaran kejadian DBD di Kota Semarang paling banyak berada di
Kecamatan Tembalang, penyebaran DBD berpola berkelompok (clustered).
2. Pada tahun 2013 kejadian DBD paling banyak terjadi di wilayah dataran
tinggi yaitu Kecamatan Tembalang.
3. Pada tahun 2013 kejadian DBD paling banyak diderita oleh perempuan dan
kelompok umur 5-9 tahun.
4. IR DBD paling tinggi terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk
rendah serta nilai ABJ paling rendah atau kepadatan vektor yang tinggi yaitu
Kecamatan Tembalang.
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Semarang
tahun 2013 yaitu kondisi topografi, kepadatan penduduk dan kepadatan
vektor.