Vous êtes sur la page 1sur 40

LAPORAN KASUS

FRAKTUR TULANG PANJANG

Disusun Oleh
Belda Evina

1118011020

Cici Yuliana Sari

1118011025

I Gede Eka Widayana

1118011057

Preceptor
dr. Ahmad Fauzi Sp.OT

SMF BEDAH
RSUD DR H ABDDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan
Penyakit musculoskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan
dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Penyebab
fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas
ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian
1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah
remaja atau dewasa muda.1
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang
rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan
oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur
sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan
fraktur yang patologis.2
Penegakan diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
yang ditunjang dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan pencitraan
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur dan mengevaluasi
komplikasi yang terjadi dalam rangka menunjang pengambilan keputusan
terapi pada pasien.

BAB II
IDENTIFIKASI PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama

: Tn. B

Tanggal Lahir
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Bangsa

: 04 April 1987
: 27 tahun
: Laki-laki
: katibun, Desa tanjung Ratu, tarahan, Lampung Selatan
: Wiraswasta
: Indonesia

Agama
TMRS
Nomor RM

: Islam
: 27 Februari 2015 Pukul 10:15
: 402764

2.2 Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesis dan alloanamnesis dari keluarga pasien.
Tanggal: 27 Februari 2015 Pukul: 10:15
Pasien datang pada tanggal 27 februari 2015 dengan diantar oleh keluarga pasien.
Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada pukul 21.00 WIB. Pasien
mengalami patah tulang 1/3 femur dan tibia fibula sinistra. Passien juga mengeluh
sakit pinggang seperti ditusuk-tusuk.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, reguler, isi cukup

Pernafasan

: 22x/menit, reguler

Suhu

: 36,6 C

Kepala

dan Muka

Bentuk dan Ukuran

: Normocephali

Mata

: Simetris dan tidak ada kelainan

Konjungtiva

: Konjungtiva tidak anemis

Sklera

: sklera berwarna putih dan tidak tampak ikterik

Refleks cahaya

: +/+

Pupil

: Isokor

Leher

: JVP tidak meningkat , KGB tidak teraba membesar

Thoraks

: Bentuk dan gerak simetris

Paru-paru

: VBS normal, kanan = kiri,


ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Abdomen

: Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur -

: Datar, lembut, bising usus (+) normal


Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas atas

: tidak ada kelainan

Ekstremitas bawah

Kiri

Kanan : tidak ada kela

: lihat status lokalis

2.4 Status Lokalis


a/r femur sinistra :
Look :
-

(+) pembengkakan di tungkai atas kiri; (-) angulasi; (-) rotasi

(+) deformitas

Feel
-

:
(+) pembengkakan di tungkai kiri, 6 suhu kulit normal, teraba keras, (-)
mobile, (-) nyeri tekan

Move :

(-) krepitasi

ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

Diagnosa Utama

: Multiple Fraktur Of Left Lower Leg

Diagnosa Tambahan : Fraktur Collum Femur Sinistra


Fraktur Tibia Fibula Sinistra

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Hematologi
- Hemogobin 11,1 gr/dl (N:13,5-18 gr/dl)
- Trombosit 227.000/ul
- Masa perdarahan 3
- Masa pembekuan 13 30
Foto Rontgen Femur Sinistra AP dan Lateral
- Base neck fraktur os femur sinistra dalam fiksasi internal plate dan
-

screw, aposisi dan alignment baik.


Fraktur kompleta os femur sinistra pars tertia media dengan avulsi
(+) dalam fiksasi internal plate and screw, aposisi dan alignment

baik.
Tak tampak osteomyelitis.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fraktur Collum Femur


A. Definisi Fraktur Collum Femur
Fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum tulang femur.
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, trauma tidak langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang/osteoporosis.
B. Anatomi dan Fisiologi Femur

Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1) sistem
tulang, (2) sistem sendi, (3) sistem otot, (4) sistem saraf.

Sistem tulang

1. Os. Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus
dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi
dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi
dengan tulang tibia pada sendi lutut (Syaifudin, B.AC 1995). Tulang
paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada
tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang
paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan
epiphysis distalis.

Epiphysis Proksimalis

Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang
punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum
ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput
melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah
lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga
membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua
bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut
linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica.
Dilihat dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor major
terdapat cekungan disebut fossa trochanterica.
-

Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang
melintang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan.
Mempunyai dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, facies
anterior. Batas antara facies medialis dan lateralis nampak di
bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai
dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut
tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium
mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan
lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal
membentuk segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor
minor terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran
belakang terdapat foramen nutricium, labium medial lateral disebut
juga supracondylaris lateralis/medialis.

Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan
condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi
masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis
dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir
perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat

dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi


dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya
terdapat garis disebut linea intercondyloidea.
2. Os. Patella
Terjadi secara desmal. Berbentuk segitiga dengan basis menghadap
proximal dan apex menghadap ke arah distal. Dataran muka berbentuk
convex. Dataran belakang punya dataran sendi yang terbagi dua oleh
crista sehingga ada 2 dataran sendi yaitu facies articularis lateralis yang
lebar dan facies articularis medialis yang sempit.
3. Os. Tibia
Terdiri 3 bagian yaitu epipysis proximalis, dialysis dan epiphysis
distalis:
-

Epiphysis proximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylus


medialis dan condylus lateralis. Disebelah atas terdapat dataran
sendi disebut facies articularis superior, medial dan lateral. Tepi atas
epiphysis melingkar yang disebut infra articularis medialis dan
lateralis oleh suatu peninggian disebut eminentia intercondyloidea,
yang disebelah lateral dan medial terdapat penonjolan disebut
tuberculum intercondyloideum terdapat cekungan disebut fossa
intericondyloidea anterior dan posterior. Tepi lateral margo infra
glenoidalis terdapat dataran disebut facies articularis fibularis
untukbersendi dengan os fibulae.

4. Os. Fibula
Tulang fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia,
terletak disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis,
diaphysis dan epiphysis distalis, epiphysis proximalis membulat disebut
capitullum fibula yang proximal meruncing menjadi apex capitis fibula
pada capitullum terdapat dua dataran yang disebut facies articularis,
capitullum fibula untuk bersendi dengan tibia.

Sistem Otot
Otot yang akan dibahas hanya berhubungan dengan kondisi pasien post
operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate and
screw adalah otot yang berfungsi ke segala arah seperti regio hip untuk
gerakan fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi dan eksternal rotasi-internal
rotasi.
Untuk

lebih

terperincinya

penulis

menyertakan

otot-otot

yang

berhubungan dengan kondisi tersebut, yaitu sebagai berikut:


Tabel 2.1Otot Tungkai Atas Bagian Anterior (Richard, S. 1986)
No
1

Otot
Sartorius

Iliacus

Regio

Insertio

Fungsi

Inervasi

Spina iliace

Permukaan

Fleksi

N.

anterior

medial tibia

abduis,

femoralis

superior

rotasi, lateral

(SIAS)

arc coxae

Fossa illiaca

Throcantor

di dalam

femur

Flexi

N.
femoralis

abdomen
3

Quadricep
Femoralis
a.

SIAS

Rectu
s femoris

Tendon m.

Flexi arc

N.

quadriceps

coxae

femoralis

pada patela,
vialigamentu
m patellae ke
dalam
tuberositas
tibia

b.

Vatus
lateralis

Extansi lutut

Ujung atas
dan batang

N.

femur, septum

femoralis

facialis lat ke
Extensi

dalam
c.

Vatus
medialis

lutut,

Ujung atas

menstabilka

dan batang

n patela

femur

N.
femoralis

Extensi lutut
d.

Vatus
intermediu
s

Permukaan
anterior dan

N.

lateral batang

femoralis

femur

Tabel 2.2Otot Tungkai Atas Bagian Posterior (Ricard, S. 1986)


No
1

Otot

Regio

Biceps femoralis Caput


longum

Insertio
Permukaa
n

Fungsi
Flexi

medial abduksi,

Inervasi
Ramus
tibialis

(tuber

tibia

rotasi

N.

isciadoleum)

lateral

ischiadic

caput breve

arc.Co xae

um

(linea aspera)
crista supra
condilair
Semi

lateral batang

tendonisosis

femur)
Tuber

Medial
tibia

ischiadikum

Flexi,
rotasi,

Ramus

medial
sendi lutut
serta Arc.
Coxae

tibialis
N.ischiad
icum

Semi

Tuber

Condylus

Flex

dan Ramus

membranosus

ischiadikum

medialis

rotasi,

tibialis

tibia

medial

N.

sendi lutut Ischiadic


serta

um

extensi
serta
extensi
Arc.
Coxae
3

Adduktor

Tuber

Tiberculu

Extensi

Ramus

magnus

ischiadicum

Arc Coxae

tibialis

adduktor
femur

N.
Ischiadic
um

Tabel 2.3 Otot tungkai atas Regio Glutealis (Richar, S. 1986)

No
1

Otot

Regio

Insertio

Fungsi

Inervasi

Gluteus

Permukaan luar

Tractus

Extensi

N. gluteus

maximus

ilium, sacrum,

illiotibialis

dan rotasi

interior

ligamen

dan

laterale

sacrotuberale

duterositas

Arc.

gluteo femoris

Coxae

Gluteus

Permukana luar

Lateral

Extensi

N. gluteus

Medius

ilium

throchantor

dan rotasi

superior

mayor femoris
3

Gluteus

Permukaan luar

Anterior

Abduksi

N. gluteus

minimus

ilium

throchantor

Arc.

superior

mayor femoris

Coxae

Permukaan

Throchantor

Rotasi

N. Sacralis

anterior sacrum

mayor femoris

lateral

I dan II

Obturatorius

Permukaan

Tepian atas

Rotasi

Plexus

internus

dalam

throchantor

lateral

sacralis

membrana

mayor femoris

Piriformis

abturatoria

Tabel 2.4Otot Tuang Medial Paha


No

Otot

1 M. Gracilis

Regio
Ramus

Insertio
Tuberositas

Fungsi

Inervasi

Adduktor

Ramus anterior

interior ossis tibia

flexor, hip

N. obturatoria

pubis dan

flexor dan

L2-4

dibelakang

ossis ischi

internal
rotator
tungkai
bawah

2 M. adduktor
langus

Dataran

M. sartorius

Ramus

anterior

labium

anterior N.

Adduktor, flexor

3 M. adduktor
brevis

ramus

medial linea

Abtoratoriu

hip

superior

aspera 1/3

m L2-3

ossis pubis

medial

Lateral

Labium

Adduktor

Ramus anterior

ramus

medial linea

flexor,

dan posterior N.

interior ossis aspera

internal

abturatoria L2-4

pubis

rotasi hip

4 M. adduktor

Dataran

Labium

Adduktor

Ramus posterior

magnus

anterior

medial linea

dan extensor

dan N. tibialis

ramus

aspera

hip

dan L2-5 dan S1

Datarna

Fossa

External

Ramus

Obturatoriu

anterior

throhantoric

rotator hip

muscularis plexus

s externus

membrana

a femoris

membantu

sacralis S1-3

interfior ossi
ischii dan
tuber
ischiadicum
5 M.

abturatoria,
foramen
abturatroiu
m

extensor hip

Sistem Persyarafan
Sistem persyarafan pada tungkai atas (paha) dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Nervus femoralis
Merupakan cabang terbesar dari pleksus lumbalis. Nervus ini berisi
dari tiga bagian pleksus anterior yang berasal dari nervus lumbalis
(L2, L3 dan L4). Nervus ini muncul dari tepi lateral psoas di dalam
abdomen dan berjalan ke bawah melewati m. psoas dan m.iliacus
ia terletak di sebelah fasia illiaca dan memasuki paha lateral
terhadap anterior femoralis dan selubung femoral di belakang

ligament inguinal dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior


nervus femoralis mensyarafi semua otot anterior paha.
2. Nervus obturatorius
Berasal dari plexus lumbalis (L2, L3 dan L4) dan muncul pada
bagian tepi m. psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke
bawah dan depan pada lateral pelvis untuk mencapai bagian atas
foramen abturatorium, yang mana tempat ini pecah menjadi devisi
anterior dan posterior. Devisi anterior memberi cabang-cabang
muscular pada m. gracilis, m. adduktor brevis dan longus.
Sedangkan devisi posterior mensyarafi articularis guna memberi
cabang-cabang muscular kepada m.obturatorius esternus, dan
adduktor magnus.

3. Nervus gluteus superior dan inferior


Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas,
dan bawah foramen ischiadicus majus di atas m. piriformis dan
mensyarafi m.gluteus medius dan minimus serta maximus.
ii. Sistem peredaran darah
Sistem peredaran darah tungkai atas (paha)
Di sini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai
atas atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.
1. Pembuluh darah arteri
Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan
arteri ini selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri
pulmonale yang membawa darah kotor yang memerlukan
oksigenisasi. Pembuluh darah arteri pada tungkai antara lain yaitu:
i. Arteri femoralis
Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang
ligament inguinale dan merupakan lanjutan arteria illiace
externa, yang terletak dipertengahan antara SIAS (spina illiaca
anterior superior) dan sympiphis pubis. Arteria femoralis
merupakan pemasok darah utama bagian tungkai, berjalan
menurun hampir bertemu ke tuberculum adductor femoralis
dan berakhir pada lubang otot magnus dengan memasuki
spatica poplitea sebagai arteria poplitea.

ii. Arteria profunda femoralis


Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri
femoralis dari trigonum femorale. Ia keluar dari anterior paha

melalui bagian belakang otot adductor, ia berjalan turun


diantara otot adductor brevis dan kemudian teletak pada otot
adduktor magnus.
iii. Arteria obturatoria
Merupakan cabang arteri illiaca interna, ia berjalan ke bawah
dan ke depan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus
obturatoria melalui canalis obturatorius, yaitu bagian atas
foramen obturatum.
iv. Arteri poplitea
Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke
fossa bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam
fossa poplitea dari fossa lateral ke medial adalah nervus tibialis,
vena poplitea, arteri poplitea.
2. Pembuluh darah vena
Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain:
i. Vena femoralis
Vena femoralis memasuki paha melalui lubang pada otot
adduktor magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, ia
menaiki paha mula-mula pada sisi lateral dari arteri. Kemudian
posterior darinya, dan akhirnya pada sisi medialnya. Ia
meninggalkan paha dalam ruang medial dari selubung femoral
dan berjalan dibelakang ligamentum inguinale menjadi vena
iliaca externa.
ii. Vena profunda femoralis
Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat
disamakan dengan cabang-cabang arterinya, ia mengalir ke
dalam vena femoralis.
iii. Vena obturatoria

Vena obturatoria menampung cabang-cabang yang dapat


disamakan

dengan

cabang-cabang

arterinya,

dimana

mencurahkan isinya ke dalam vena illiaca internal.


iv. Vena saphena magna
Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum
dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus
medialis, venosum dorsalin vena ini berjalan di belakang lutut,
melengkung ke depan melalui sisi medial paha. Ia bejalan
melalui bagian bawah n. saphensus pada fascia profunda dan
bergabung dengan vena femoralis.

C. Etiologi Fraktur Collum Femur

Trauma langsung : benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat


tersebut, misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah
trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras.

Trauma tidak langsung : tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari area benturan, misalnya disebabkan oleh gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah.Karena kepala femur terikat kuat dengan
ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral dan kapsul
sendi,mengakibatkan fraktur di daerah kolum femur.

Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau


tanpa trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, infeksi tulang dan
tumor tulang. Fraktur kolum femur sering tejadi pada wanita yang
disebabkan oleh kerapuhan tulangakibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital,
transervikal dan basal, yang kesemuannya terletak didalam simpai sendi
panggul atau intrakapsular, fraktur intertrochanter dan sub trochanter
terletak ekstra kapsuler.

Adanya tekanan varus atau valgus

D. Klasifikasi Fraktur Collum Femur


Klasifikasi fraktur kolum femur berdasarkan:

Lokasi anatomi,dibagi menjadi:


1. Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul
a. Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur
b. Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur
c. Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur
2. Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul
a. Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor
b. Fraktur intertrokanter
c.

Fraktur subtrokanter

Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal
permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal
sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa
memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan
mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri
bila pinggul digerakkan.
Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum femur adalah rontgen pinggul
dan pelvis anteroposterior dan cross-table lateral. Klasifikasi fraktur kolum femur
menurut Gardens adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
b.

Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran

c. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus


malaligment)
d. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian
segmen yang bersinggungan

Klasifikasi Pauwels untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi
ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal
pada posisi tegak.
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal pada
posisi tegak.
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak.
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak.

Klasifikasi lain yang sering digunakan adalah Russel Taylor. Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan keterlibatan fosa piriformis.

Tipe I: fraktur tidak mencapai fosa piriformis


-

IA: comminution dan garis fraktur memanjang dari bawah lesser


trochanter hingga femoral isthmus

IB: comminution dan garis fraktur melibatkan area lesser trochanter


hingga isthmus

Tipe II: fraktur memanjang ke proksimal hingga greater trochanter dan


melibatkan fosa
-

IIA: tidak terapat comminution yang signifikan dari fraktur di lesser


trochanter

IIB: teradapat comminution yang signifikan dari medial femoral


cortex dan hilangnya kontin

uitas dari lesser trochanter

E. Patofisiologi Fraktur Collum Femur


Ketika sebuah tekanan mengenai tulang dan kekuatan tersebut tidak dapat
diabsorbsi oleh tulang, tendon dan otot maka terjadi fraktur. Pada saat tulang
fraktur periosteum dan pembuluh darah di kortex, sumsum tulang dan jaringan
lunak sekitar menjadi rusak.Perdarahan terjadi dari ujung yang rusak dan dari
jaringan lunak sekitar (otot). Kemudian hematom terbentuk dalam medullary
canal, antara ujung daerah fraktur dan dibawah periosteum.Jaringan tulang
dengan segera mendekatkan kepada daerah tulang yang mati. Jaringan
nekrotik ini menstimulasi respon imflmasiditandai dengan vaso dilatasi,
eksudasi plasma, lekositosis dan infiltrasi dari sel darah putih kemudian
mengakibatkan penekanan saraf dan otot yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman, nyeri pada seseorang dan juga terjadinya spasme otot yang dapat
menimbulkan kontraktur sehingga akan menimbulkan gangguan mobilitas
fisik dan gangguan integritas pada kulit.

F. Manifestasi Klinis Fraktur Collum Femur

Tampak pembengkakan di femur


Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
danperdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam ataubeberapa hari setelah cedera.

Nyeri tekan dan sakit ketika digerakkan


Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancanguntuk meminimalkan gerakan antar fragmen


tulang.

Deformitas
Deformitas

dapat

disebabkan

pergeseran

fragmen

pada

eksremitas.Deformitas dapatdi ketahui dengan membandingkan dengan


ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
obat.

Krepitasi
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.

Fungsileosa (gangguan fungsi)

Spasme otot

Tanda dan gejala lain:


-

Kehilangan sensori

Mobilitas yang abnormal

Hypovolemik shock

F. Diagnosis Fraktur Collum Femur


1. Anamnesis
Data biografi, Riwayat kesehatan masa lalu, Riwayat kesehatan sekarang,
Riwayat kesehatan keluarga, Riwayat psikososial (interaksi dengan
keluarga), Pola kebersihan sehari- hari, Aktifitas, Sirkulasi darah,
Neurosensori (kebas, kesemuran, tegang), Rasa Nyeri/ kenyamanan.
2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang


abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka. Pemeriksaan gerak
persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin patah tulang.
Raba : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan
Gerak : Aktif atau pasif. Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan,
tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan
sendi- sendi dibagian distal cedera.
3. Pemeriksaan Penunjang Fraktur Collum Femur

Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur,


harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
-

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.

Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera


maupun yang tidak terkena cedera (untuk membandingkan dengan
yang normal)

Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Foto Rontgen
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus
yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi
axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal
dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung
leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau
tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi

internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan
nekrosis avaskular.
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah
pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama
dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan
untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang
periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur.Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher
femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur.Fraktur harus dibedakan
dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan
Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak
terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI) harus dilakukan.
Bone Scanning
Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau
infeksi.Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang,
tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk. melaporkan
bahwa bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%.
Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.
Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72
jam setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Hold dkk menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan
dalam waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan
MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi
oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh
Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan
hasil foto rontgen yang kurang terlihat.MRI dapat menunjukkan hasil yang

100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum


femur.

Pemeriksaan laboratorium
meliputi:
-

Darah rutin,

Faktor pembekuan darah,

Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),

Urinalisa,

Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk


kliren ginjal).

Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur
tersebut.

G. Diagnosis Banding Fraktur Collum Femur


1. Osteitis Pubis
Peradangan dari simfisis pubis - sendi dari dua tulang panggul besar di
bagian depan panggul.
2. SlippedCapital Femoral Epiphysis
Patah tulang yang melewati fisis (plat tembat tumbuh pada tulang), yang
menyebabkan selipan terjadi diatas epifisis.
3. Snapping Hip Syndrome
Kondisi medis yang ditandai oleh sensasi gertakan terasa saat pinggul
yang tertekuk dan diperpanjang. Hal ini dapat disertai oleh gertakan
terdengar

atau

muncul

kebisingan

dan

rasa

sakit

atau

ketidaknyamanan.Dinamakan demikian karena suara retak yang berbeda


yang berasal dari seluruh daerah pinggul ketika sendi melewati dari yang
tertekuk untuk menjadi diperpanjang. Secara medis dikenal sebagai
iliopsoas tendinitis, mereka sering terkena adalah atlet, seperti angkat besi,

pesenam, pelari dan penari balet, yang secara rutin menerapkan kekuatan
yang berlebihan atau melakukan gerakan sulit yang melibatkan sendi
panggul.

H. Penatalaksanaan Fraktur Collum Femur


Penatalaksanaan fraktur adalah sebagai berikut:
Penatalaksanaan umum
1. Fraktur biasanya menyertai trauma, penting terhadap pemeriksaan
airway,breathing and circulation
2. Bila tak ada masalah lagi, lakukan anamnesa, dan pemeriksaan secara
terperinci
3. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyaakan untuk mengetahui
berapa lama sampai di RS, mengingat golden period (1-6 jam)
4. Bila > 6 jam, komplikasi infeksi semakin >, anamnesis dan pemeriksaan
fisik secara singkat, lengkap.
5. Lakukan foto radiologi, pemesangan bidai untuk menurunkan rasa sakit,
dan memepermudah proses pembutan foto.
Penatalaksaan Kedaruratan
1. Segera setelah cedera, bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum dipindahkan.
2. Bila pasien cedera harus dipindahkan dari keadaan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ekstermitas harus dijaga angulasi, gerakan
fragmen fraktur dapat menyebakan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lanjut.
3. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan
nutrisi.
4. Pada fraktur terbuka, tutup dengan kasa steril untuk mencegah infeksi
yang terjadi.

5. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pada sisi
cedera , ekstermitas sebisa mungkin dijaga jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakaan lebih lanjut

Prinsip Penanganan Fraktur


Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat
diterima.

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang


pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada


posisi anatomik normalnya.

Metode

untuk

reduksi

adalah

dengan reduksi

tertutup, traksi,

dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan
imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai
ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang

oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan


ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum
traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
a. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
b. Traksi mekanik, ada 2 macam :
-

Traksi kulit (skin traction)


Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi antara lain:


1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :


-

Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.

Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat


agar reduksi dapat dipertahankan

Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.

Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol.

Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang


dipasang harus baik dan terasa nyaman.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan


pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk

mempertahan

kan

fragmen

penyembuhan tulang yang solid terjadi.

tulang

dalam

posisinya

sampai

Imobilisasi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau


dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.

Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi


penyembuhan.

Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat


eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi,
balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)

Tabel Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang


Fraktur

Rehabilitasi

Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada


bagian yang sakit.

Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan


reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan
isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari,
dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki
kemandirian

fungsi.

Pengembalian

bertahap

pada

diusahakan sesuai batasan terapeutik.


Tabel Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur

aktivitas

semula

PROSES PENYEMBUHAN TULANG


Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi sel, pembentukan
kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling.
1. Inflamasi.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera
kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi Sel.
Setelah kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast
(berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.

Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh
gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang
berlebihan akan merusak sruktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Tahap Pembentukan Kalus.
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah

sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang

digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur.
Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan.
4. Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi).
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang, melalui proses penulangan endokondral. Patah tulang
panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai
empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah
bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling).
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun tahun tergantung
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus
yang melibatkan tulang kompak dan kanselus stres fungsional pada tulang.
Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada
tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung.

Selama

pertumbuhan

memanjang

tulang,

maka

daerah

metafisis

mengalami remodeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis


menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai
hasil proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan.
Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anakanak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance) yang positif,
sedangkan

pada

orang

dewasa

terjadi

keseimbangan

yang

negative. Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur.

I.

Komplikasi Fraktur Collum Femur


Komplikasi segerea terjadi pada saat terjadinya fraktur tulang; komplikasi
dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi lambat
terjadi lama setelah patah tulang. Ketiganya dibagi lagi masing-masing
menjadi komplikasi local dan umum.

Komplikasi segera: Terjadi saat terjadinya fraktur tulang


-

Lokal
a. Kulit dan otot: berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll),
kontusio, avulse
b. Vascular: terputus, kontusio, perdarahan
c. Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur
kosta), buli-buli (pada fraktur pelvis)
d. Neurologis : otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
e. Umum: Trauma multiple, syok

Komplikasi dini
-

Lokal: Nekrosis kulit otot, sindrom kompartmen, thrombosis,


infeksi sendi, osteomyelitis

Umum: ARDS, emboli paru, tetanus

Kompllikasi lama
-

Lokal

a. Gannguan pada proses penyembuhan tulang :


1) Mal-union :Penyambungan tulang tidak sempurna
2) Non-union: Sama sekali tidak menyambung
3) Delayedunion: Perlambatan penyambungan tulang
b. Sendi: ankilosis, penyakit degenerative sendi pascatrauma,
miositis osifikan, kerusakan saraf
-

Umum
a. Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan
hiperkalsemia)
b. Neurosis pascatrauma

Kompikasi Umum :
a. Syok : Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan
kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak : Pada saat terjadi fraktur globula lemak
dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah.
c. Sindrom kompartemen : merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan
isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
d. Thrombosis vena : pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena
terutama pada tungkai bawah terjadi akibat aliran darah menjadi
lambat atau terjadinya statis aliran darah, sedangkan kelainan
endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab.

Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan
hanya mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya
menyerupai reaksi bekuan darah dalam tabung.
e. Emboli paru : penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh
suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa
merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai
akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak
tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke
jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa
dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat
besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya,
maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah
kematian paru-paru. Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan
darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab
yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban
atau gumpalan parasit maupun sel tumor.
f. Nekrosis avaskuler : terjadi pada 30% penderita dengan fraktur
yang disertai pergeseran dan 10% pada fraktur yang tanpa
pergeseran. Jika lokalisasi fraktur lebih ke proksimal, maka
kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih besar.

Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu
pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Ada beberapa komplikasi yang
terjadi yaitu :
a. Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
b. Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
c. Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
d. Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.

e. Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang


fraktur.
f. Malunion yaitu keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus atau valgus, rotasi,
kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur
radius dan ulna.
g. Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
h. Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
i. Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
j. Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
k. Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga mengganggu aliran darah.

J. Pencegahan Fraktur Collum Femur

Mencegah jatuh

Mendapatkan cukup kalsium dan vitamin D setiap hari.

Berjalan, naik tangga, angkat beban, atau menari setiap hari.

konsultasi dengan dokter Anda tentang memiliki kepadatan mineral


tulang (BMD) tes (menditeksi osteoporosis secara dini).

Memakai pelindung ketika berpartisipasi dalam olahraga kontak atau


saat blading ski, bersepeda atau roller, sebagaimana direkomendasikan
National Institutes of Health.

Vous aimerez peut-être aussi