Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
Belda Evina
1118011020
1118011025
1118011057
Preceptor
dr. Ahmad Fauzi Sp.OT
SMF BEDAH
RSUD DR H ABDDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Penyakit musculoskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan
dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Penyebab
fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas
ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian
1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah
remaja atau dewasa muda.1
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang
rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan
oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur
sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan
fraktur yang patologis.2
Penegakan diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
yang ditunjang dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan pencitraan
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur dan mengevaluasi
komplikasi yang terjadi dalam rangka menunjang pengambilan keputusan
terapi pada pasien.
BAB II
IDENTIFIKASI PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama
: Tn. B
Tanggal Lahir
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Bangsa
: 04 April 1987
: 27 tahun
: Laki-laki
: katibun, Desa tanjung Ratu, tarahan, Lampung Selatan
: Wiraswasta
: Indonesia
Agama
TMRS
Nomor RM
: Islam
: 27 Februari 2015 Pukul 10:15
: 402764
2.2 Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesis dan alloanamnesis dari keluarga pasien.
Tanggal: 27 Februari 2015 Pukul: 10:15
Pasien datang pada tanggal 27 februari 2015 dengan diantar oleh keluarga pasien.
Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada pukul 21.00 WIB. Pasien
mengalami patah tulang 1/3 femur dan tibia fibula sinistra. Passien juga mengeluh
sakit pinggang seperti ditusuk-tusuk.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Kompos mentis
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
: 22x/menit, reguler
Suhu
: 36,6 C
Kepala
dan Muka
: Normocephali
Mata
Konjungtiva
Sklera
Refleks cahaya
: +/+
Pupil
: Isokor
Leher
Thoraks
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Kiri
(+) deformitas
Feel
-
:
(+) pembengkakan di tungkai kiri, 6 suhu kulit normal, teraba keras, (-)
mobile, (-) nyeri tekan
Move :
(-) krepitasi
Diagnosa Utama
Hematologi
- Hemogobin 11,1 gr/dl (N:13,5-18 gr/dl)
- Trombosit 227.000/ul
- Masa perdarahan 3
- Masa pembekuan 13 30
Foto Rontgen Femur Sinistra AP dan Lateral
- Base neck fraktur os femur sinistra dalam fiksasi internal plate dan
-
baik.
Tak tampak osteomyelitis.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1) sistem
tulang, (2) sistem sendi, (3) sistem otot, (4) sistem saraf.
Sistem tulang
1. Os. Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus
dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi
dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi
dengan tulang tibia pada sendi lutut (Syaifudin, B.AC 1995). Tulang
paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada
tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang
paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan
epiphysis distalis.
Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang
punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum
ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput
melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah
lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga
membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua
bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut
linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica.
Dilihat dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor major
terdapat cekungan disebut fossa trochanterica.
-
Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang
melintang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan.
Mempunyai dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, facies
anterior. Batas antara facies medialis dan lateralis nampak di
bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai
dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut
tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium
mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan
lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal
membentuk segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor
minor terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran
belakang terdapat foramen nutricium, labium medial lateral disebut
juga supracondylaris lateralis/medialis.
Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan
condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi
masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis
dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir
perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat
4. Os. Fibula
Tulang fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia,
terletak disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis,
diaphysis dan epiphysis distalis, epiphysis proximalis membulat disebut
capitullum fibula yang proximal meruncing menjadi apex capitis fibula
pada capitullum terdapat dua dataran yang disebut facies articularis,
capitullum fibula untuk bersendi dengan tibia.
Sistem Otot
Otot yang akan dibahas hanya berhubungan dengan kondisi pasien post
operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate and
screw adalah otot yang berfungsi ke segala arah seperti regio hip untuk
gerakan fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi dan eksternal rotasi-internal
rotasi.
Untuk
lebih
terperincinya
penulis
menyertakan
otot-otot
yang
Otot
Sartorius
Iliacus
Regio
Insertio
Fungsi
Inervasi
Spina iliace
Permukaan
Fleksi
N.
anterior
medial tibia
abduis,
femoralis
superior
rotasi, lateral
(SIAS)
arc coxae
Fossa illiaca
Throcantor
di dalam
femur
Flexi
N.
femoralis
abdomen
3
Quadricep
Femoralis
a.
SIAS
Rectu
s femoris
Tendon m.
Flexi arc
N.
quadriceps
coxae
femoralis
pada patela,
vialigamentu
m patellae ke
dalam
tuberositas
tibia
b.
Vatus
lateralis
Extansi lutut
Ujung atas
dan batang
N.
femur, septum
femoralis
facialis lat ke
Extensi
dalam
c.
Vatus
medialis
lutut,
Ujung atas
menstabilka
dan batang
n patela
femur
N.
femoralis
Extensi lutut
d.
Vatus
intermediu
s
Permukaan
anterior dan
N.
lateral batang
femoralis
femur
Otot
Regio
Insertio
Permukaa
n
Fungsi
Flexi
medial abduksi,
Inervasi
Ramus
tibialis
(tuber
tibia
rotasi
N.
isciadoleum)
lateral
ischiadic
caput breve
arc.Co xae
um
(linea aspera)
crista supra
condilair
Semi
lateral batang
tendonisosis
femur)
Tuber
Medial
tibia
ischiadikum
Flexi,
rotasi,
Ramus
medial
sendi lutut
serta Arc.
Coxae
tibialis
N.ischiad
icum
Semi
Tuber
Condylus
Flex
dan Ramus
membranosus
ischiadikum
medialis
rotasi,
tibialis
tibia
medial
N.
um
extensi
serta
extensi
Arc.
Coxae
3
Adduktor
Tuber
Tiberculu
Extensi
Ramus
magnus
ischiadicum
Arc Coxae
tibialis
adduktor
femur
N.
Ischiadic
um
No
1
Otot
Regio
Insertio
Fungsi
Inervasi
Gluteus
Permukaan luar
Tractus
Extensi
N. gluteus
maximus
ilium, sacrum,
illiotibialis
dan rotasi
interior
ligamen
dan
laterale
sacrotuberale
duterositas
Arc.
gluteo femoris
Coxae
Gluteus
Permukana luar
Lateral
Extensi
N. gluteus
Medius
ilium
throchantor
dan rotasi
superior
mayor femoris
3
Gluteus
Permukaan luar
Anterior
Abduksi
N. gluteus
minimus
ilium
throchantor
Arc.
superior
mayor femoris
Coxae
Permukaan
Throchantor
Rotasi
N. Sacralis
anterior sacrum
mayor femoris
lateral
I dan II
Obturatorius
Permukaan
Tepian atas
Rotasi
Plexus
internus
dalam
throchantor
lateral
sacralis
membrana
mayor femoris
Piriformis
abturatoria
Otot
1 M. Gracilis
Regio
Ramus
Insertio
Tuberositas
Fungsi
Inervasi
Adduktor
Ramus anterior
flexor, hip
N. obturatoria
pubis dan
flexor dan
L2-4
dibelakang
ossis ischi
internal
rotator
tungkai
bawah
2 M. adduktor
langus
Dataran
M. sartorius
Ramus
anterior
labium
anterior N.
Adduktor, flexor
3 M. adduktor
brevis
ramus
medial linea
Abtoratoriu
hip
superior
aspera 1/3
m L2-3
ossis pubis
medial
Lateral
Labium
Adduktor
Ramus anterior
ramus
medial linea
flexor,
dan posterior N.
internal
abturatoria L2-4
pubis
rotasi hip
4 M. adduktor
Dataran
Labium
Adduktor
Ramus posterior
magnus
anterior
medial linea
dan extensor
dan N. tibialis
ramus
aspera
hip
Datarna
Fossa
External
Ramus
Obturatoriu
anterior
throhantoric
rotator hip
muscularis plexus
s externus
membrana
a femoris
membantu
sacralis S1-3
interfior ossi
ischii dan
tuber
ischiadicum
5 M.
abturatoria,
foramen
abturatroiu
m
extensor hip
Sistem Persyarafan
Sistem persyarafan pada tungkai atas (paha) dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Nervus femoralis
Merupakan cabang terbesar dari pleksus lumbalis. Nervus ini berisi
dari tiga bagian pleksus anterior yang berasal dari nervus lumbalis
(L2, L3 dan L4). Nervus ini muncul dari tepi lateral psoas di dalam
abdomen dan berjalan ke bawah melewati m. psoas dan m.iliacus
ia terletak di sebelah fasia illiaca dan memasuki paha lateral
terhadap anterior femoralis dan selubung femoral di belakang
dengan
cabang-cabang
arterinya,
dimana
Trauma tidak langsung : tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari area benturan, misalnya disebabkan oleh gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah.Karena kepala femur terikat kuat dengan
ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral dan kapsul
sendi,mengakibatkan fraktur di daerah kolum femur.
Fraktur subtrokanter
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal
permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal
sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa
memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan
mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri
bila pinggul digerakkan.
Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum femur adalah rontgen pinggul
dan pelvis anteroposterior dan cross-table lateral. Klasifikasi fraktur kolum femur
menurut Gardens adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
b.
Klasifikasi Pauwels untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi
ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal
pada posisi tegak.
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal pada
posisi tegak.
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak.
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak.
Klasifikasi lain yang sering digunakan adalah Russel Taylor. Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan keterlibatan fosa piriformis.
Deformitas
Deformitas
dapat
disebabkan
pergeseran
fragmen
pada
Krepitasi
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
Spasme otot
Kehilangan sensori
Hypovolemik shock
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Foto Rontgen
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus
yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi
axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal
dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung
leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau
tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi
internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan
nekrosis avaskular.
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah
pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama
dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan
untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang
periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur.Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher
femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur.Fraktur harus dibedakan
dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan
Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak
terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI) harus dilakukan.
Bone Scanning
Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau
infeksi.Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang,
tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk. melaporkan
bahwa bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%.
Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.
Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72
jam setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Hold dkk menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan
dalam waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan
MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi
oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh
Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan
hasil foto rontgen yang kurang terlihat.MRI dapat menunjukkan hasil yang
Pemeriksaan laboratorium
meliputi:
-
Darah rutin,
Urinalisa,
Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur
tersebut.
atau
muncul
kebisingan
dan
rasa
sakit
atau
pesenam, pelari dan penari balet, yang secara rutin menerapkan kekuatan
yang berlebihan atau melakukan gerakan sulit yang melibatkan sendi
panggul.
5. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pada sisi
cedera , ekstermitas sebisa mungkin dijaga jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakaan lebih lanjut
Metode
untuk
reduksi
adalah
dengan reduksi
tertutup, traksi,
dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan
imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai
ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang
Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
mempertahan
kan
fragmen
tulang
dalam
posisinya
sampai
Imobilisasi
Rehabilitasi
fungsi.
Pengembalian
bertahap
pada
aktivitas
semula
Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh
gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang
berlebihan akan merusak sruktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Tahap Pembentukan Kalus.
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur.
Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan.
4. Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi).
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang, melalui proses penulangan endokondral. Patah tulang
panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai
empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah
bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling).
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun tahun tergantung
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus
yang melibatkan tulang kompak dan kanselus stres fungsional pada tulang.
Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada
tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung.
Selama
pertumbuhan
memanjang
tulang,
maka
daerah
metafisis
pada
orang
dewasa
terjadi
keseimbangan
yang
I.
Lokal
a. Kulit dan otot: berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll),
kontusio, avulse
b. Vascular: terputus, kontusio, perdarahan
c. Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur
kosta), buli-buli (pada fraktur pelvis)
d. Neurologis : otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
e. Umum: Trauma multiple, syok
Komplikasi dini
-
Kompllikasi lama
-
Lokal
Umum
a. Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan
hiperkalsemia)
b. Neurosis pascatrauma
Kompikasi Umum :
a. Syok : Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan
kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak : Pada saat terjadi fraktur globula lemak
dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah.
c. Sindrom kompartemen : merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan
isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
d. Thrombosis vena : pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena
terutama pada tungkai bawah terjadi akibat aliran darah menjadi
lambat atau terjadinya statis aliran darah, sedangkan kelainan
endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab.
Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan
hanya mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya
menyerupai reaksi bekuan darah dalam tabung.
e. Emboli paru : penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh
suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa
merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai
akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak
tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke
jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa
dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat
besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya,
maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah
kematian paru-paru. Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan
darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab
yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban
atau gumpalan parasit maupun sel tumor.
f. Nekrosis avaskuler : terjadi pada 30% penderita dengan fraktur
yang disertai pergeseran dan 10% pada fraktur yang tanpa
pergeseran. Jika lokalisasi fraktur lebih ke proksimal, maka
kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih besar.
Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu
pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Ada beberapa komplikasi yang
terjadi yaitu :
a. Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
b. Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
c. Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
d. Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
Mencegah jatuh