Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KERATITIS NUMULARIS
Oleh :
Anjari Agnesia Wibowo
NIM. 0908113646
Pembimbing :
dr. Amiruddin, Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
2.1
Gambar 1. Kornea
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagianselaput mata yang tembus cahaya. Kornea transparan (jernih), bentuknya
hampirsebagian lingkaran dengan diameter vertikal 10-11mm dan horizontal 1112mm,tebal 0,6-1mm terdiri dari 5 lapis .Kemudian indeks bias 1,375 dengan
kekutanpembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan
olehstruktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan
dehidrasirelative jaringan kornea, yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif
padaendotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting
daripadaepitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada
endotel jauhlebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh
menyebabkan
sifat
transparan
hilang
dan
edema
kornea,
sedangkan
Epitel
Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat fat soluble substance.
Ujung saraf kornea berakhir di epitel oleh karena itu kelaianan pada epitel akan
menyebabkan gangguan sensibilatas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya
regenerasi cukup besar, perbaikan dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan
parut. Tebalnya 50um, terdiri atas sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering
terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap
dan semakin maju kedepan menjadisel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Epitel berasal dari
ektoderm permukaan.2
2.
Membrana Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Stroma
Lapisan yang paling tebal dari kornea. Bersifat water soluble substance.
Terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaan
terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang.
Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa
sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Gangguan dari susunan serat kornea
terlihat keruh. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.2
4.
Membran Descemet
Lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat dan tidak berstruktur dan bening
terletak dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya
pembuluh
darah.
Merupakan
membrane
selular
dan
merupakan
batas
Endotel
Satu lapis sel terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea,
mengatur cairan didalam stroma kornea, tidak mempunyai daya regenerasi, pada
kerusakan bagian ini tidak akan normal lagi. Dapat rusak atau terganggu
fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intra okuler dan usia lanjut jumlah mulai
berkurang. Berasal dari mesotalium, berlapis satu bentuk heksagonal besar 2040um. Endotel melekat pada mebran descemet melalui hemi desmosom dan
zonula okluden.2
Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjala suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel di persyarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir syaraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi syaraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan. Kornea bersifat avaskular, mendapat nutrisi secara difusa
dari humor aquos dan dari tepi kapiler. Bagian sentral kornea menerima oksigen
secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air
mata, sedangkan bagian perifer, menerima oksigen secara difusa dari pembuluh
darah siliaris anterior.4
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak memiliki daya regenerasi.4 Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya
yang seragam, avaskularitas dan detrugensi.4
Lapisan epitel merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Cedera pada epitel mengakibatkan stroma dan
membran bowman mudah terkena infeksi, seperti bakteri, amuba dan jamur.
Kortikosteroid lokal maupun sistemik akan mengubah reaksi imun hospes dengan
berbagai cara dan memungkinkan terjadi infeksi oportunistik.2
Kornea
memiliki
banyak
serabut
nyeri
sehingga
lesi
kornea
Keratitis
2.2.1 Definisi
Keratitis adalah suatu kondisi dimana kornea bagian depan mata mengalami
inflamasi. Kondisi ini sering ditandai dengan rasa nyeri,kemudian berkembang
menjadi photofobia atau rasa silau bila terkena cahaya dan dapat terjadi gangguan
penglihatan. Keratitis dapat terjadi pada setiap kelompok usia dan tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin.2,6,7
Gambar 3 Keratitis
2.2.2 Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam, seperti infeksi bakteri, virus maupun
jamur (virus herpes simpleks merupakan penyebab tersering), kekeringankornea,
pajanan cahaya yang terlalu terang, benda asing, reaksi alergi terhadapkosmetik,
debu, polusi atau bahan iritan lainnya, kekurangan vitamin A dan penggunaan
lensa kontak yang kurang baik.2
2.2.3 Gejala dan Tanda Keratitis
a. Gejala keratitis 1,2,4
- Mata terasa sakit
- Gangguan penglihatan
- Trias keratitis (lakrimasi, fotofobia dan blefarospasme)
b. Tanda keratitis 1,2,4
Patofisiologi
Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tidak dapat
segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera
bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang
terdapat di limbus dan tampak sebagi Injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrat, yang tampak sebagai bercak bewarna kelabu, keruh, dan permukaan yang
licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel kornea dan timbul ulkus yang dapat
menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada peradangan yang hebat, toksin dari
kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descemet
dan endotel kornea. Baru demikian iris dan Badan siliar meradang dan timbullah
kekeruhan dicairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion. Bila peradangan
terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descemet dapat timbul tonjolan
membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele. Pada
peradangan dipermukaan kornea, penyembuhan dapat berlangsung tanpa
pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih dalam, penyembuhan
berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula,
atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang
dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, dan berakhir dengan ptisis
bulbi.2
2.4
Klasifikasi Keratitis
Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu
Keratitis Superfisial
Keratitis superfisial dapat dibagi menjadi keratitis superfisial nonulseratif
kecil dan dapat timbul hingga berratus-ratus. Infiltrat ini di dapatkan di bagian
superfisial dari stroma, sedang epitel di atasnya tetap licin sehingga tes fluoresin
(-) oleh karena letaknya di subepitelial.Penyebabnya adalah infeksi virus, bakteri,
parasit, neurotropik, dan nutrisial
10
11
disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. Pada limbus di dapatkan
benjolan putih kemerahan dikelilingi daerah konjungtiva yang hyperemia. Bila
terjadi penyembuhan akan terjadi jaringan parut dengan noevaskularisasi pada
kornea.
Pada anak-anak keratitis flikten disertai gizi buruk dapat berkembang
menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder. Tukak flikten sering ditemukan
berbentuk sebagai benjolan abu-abu, yang pada kornea terlihat sebagai:
- Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan
pembuluh darah jelas dibelakangnya.
- Flikten multipel di sekitar limbus
- Ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus.
c. Keratitis Herpetika
Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh
infeksi virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi
herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh
adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans,
bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kebanyakan kasus bersifat
unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopi.
Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi
epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus
diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya
pada: herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering,
pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik
pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi
primer dengan mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron
sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior,
ganglion nervus trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan
virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan
sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks.6
Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik.
Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang
12
Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini
keratouveitis dibedakan atas bentuk ulserasi dan non ulserasi.
Klasifikasi
tersebut
ternyata
kurang
sempurna,
karena
bentuk
13
1. Ulserasi
epitelial,
dibedakan
atas
bentuk
pungtata,
dendritika,
dendrogeografika, geografika.
2. Ulserasi trophik atau meta herpetika.
3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis interstitialis.
4. Uveitis anterior dan trabekulitis.
Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sempurna, mengingat
sangat jarang ditemukan kasus uveitis anterior maupun trabekulitis yang
berdirisendiri tanpa melibatkan adanya keratitis.
d. Keratokonjungtivitis Sika
Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan
korneadan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :
1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun,
distikiasis dan akibat pembedahan kelopak mata.
2. Defisiensi kelenjar air mata: sindrom Sjogren, sindrom Riley Day,
alakrimia congenital, aplasi congenital saraf trigeminus, sarkoidosis
limfoma kelenjar air mata, obat-obat diuretik kimia, atropin dan usia tua.
3. Defisiensi komponen musin: benign ocular pemphigoid, defisiensi
vitamin A, trauma kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit-penyakit
yang mengakibatkan cacatnya konjungtiva.
4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neroparalitik,
hidup di gurun pasir, keratitis lagoftalmus.
5. Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.
Pada keratokonjungtivitis sika terdapat rasa gatal pada mata. Pada mata
didapatkan sekresi mukus yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata.
Mata kering karena dengan erosi kornea. Pada pemeriksaan lama celah didapatkan
miniskus air mata pada tepi kelopak mata bawah hilang, edema konjungtiva bulbi,
filamen (benang-benang) melekat di kornea.1
14
2.6. Penatalaksanaan
2.6.1 Keratitis Superfisial nonulseratif
a. Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs
Pengobatan yang dapat diberikan pada keratitis pungtata superfisial dari
Fuchs adalah pengobatan lokal, yaitu salep antibiotik atau sulfa untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder, dan dapat dikombinasi dengan kortikosteroid.
b. Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan
hanya diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan
salep antibiotika yang dapat dikombinasi dengan kortikosteroid.
c. Keratitis Disiformis dari Westhoff
Untuk keratitis Disiformis dari Westhoff dapat diberikan salep mata
antibiotik yang dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada keratitis ini,
biasanya perjalanan penyakit lama hingga berbulan-bulan.3
2.6.2. Keratitis Superfisial Ulseratif
a. Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa
Salep antibiotika atau sulfa yang sesuai dengan kumannya yang didapatkan
atau memakai obat antibiotika yang berspektrum luas.
b. Keratokonjungtivitis Flikten
Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi steroid
lokal maupun sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas namun
apabila telah terjadi ulkus akibat infeksi sekunder dapat terjadi parut kornea.
Dalam keadaan yang berat dapat terjadi perforasi kornea.
c. Keratitis Herpetika
Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan
atau dapat sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan
memberikan obat antivirus topikal dan antibiotika topikal. Antivirus seperti IDU
0.1% diberikan setiap 1 jam atau asiklovir. Sebagian besar para pakar
menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea
selain
berperan
untuk
pengambilan
spesimen
diagnostik,
juga
untuk
15
Prognosis
Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk luas
dan dalamnya lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidaknya perluasan ke
jaringan orbita lain, status kesehatan pasien (contohnya immunocompromised),
virulensi patogen,ada atau tidaknya vaskularisasi dan deposit kolagen pada
jaringan tersebut, waktu penegakkan diagnosis klinis yang dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan penunjang seperti kultur pathogen di laboratorium. Pasien
dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki
prognosis yang baik; bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas
didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. Diagnosis awal dan terapi
tepat dapat membantu mengurangi kejadian hilangnya penglihatan. Imunitas
tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karena diketahui reaksi
imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon terhadap virus ataupun
bakteri. Pada keratitis superfisialis pungtata penyembuhan biasanya berlangsung
baik meskipun tanpa pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. San
Fransisco 2007
2. Vaughan, Daniel G et al. 2010. Oftalmologi Umum edisi-14.
Jakarta:Widya Medika. Hal: 129 152
3. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam :
IlyasS. Ilmu Penyakit Mata edisi 3; 2004. Jakarta : Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia. Hal ; 149
16
17