Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
VII)
1. Pendahuluan
Nervus fasialis terlibat dalam berbagai kondisi patologis yang
mempengaruhi tulang temporal, mulai dari anomali kongenital sampai
gangguan degeneratif dan dari infeksius sampai kondisi neoplastik. Dalam
setiap kasus, pemahaman yang kuat tentang anatomi dan fisiologi yang
kompleks sangat penting untuk kemampuan dokter untuk mendiagnosa dan
mengobati gangguan nervus fasialis dengan kewaspadaan terhadap prognosis
ke depannya.[1]
2. Anatomi
Nervus fasialis merupakan salah satu nervus kranialis yang berfungsi
untuk motorik sensorik somatik, dan aferen eferen visceral. Gambar berikut
ini memperlihatkan cabang nervus fasialis beserta otot yang dipersarafinya.
Nervus fasialis memiliki dua subdivisi, yang pertama adalah yang
mempersarafi otot ekspresi wajah kemudian yang kedua memiliki serat yang
jauh lebih tipis yaitu intermediate yang membawa aferen otonom, somatik,
dan eferen otonom.[1]
Komponen
Saraf fasialis
Brankial eferen
Asal
Nukleus fasialis
Fungsi
Otot-otot ekspresi
wajah: M.platisma,
m.stilohioideus,
Saraf
Viseral eferen
intermediat
Viseral aferen
Nukleus
m.digastrikus
Nasal, lakrimal,
salivatorius
kelenjar liur
superior
(sublingual dan
Ganglion genikuli
submandibular)
Pengecapan 2/3
spesial
Somatik aferen
anterior lidah
Ganglion genikuli
Telinga luar,
bagian kanalis
auditorius,
permukaan luar
membran timpani
(sensibilitas)
A. Nervus Fasialis
Nukleus motorik terletak pada bagian ventrolateral tegmentum pontin
bawah dekat medula oblongata. Sewaktu di tegmentum pons, akson
pertama motorik berjalan dari arah sudut pontoserebelar dan muncul di
depan nervus vestibularis. Saraf intermediate muncul di antara saraf
fasialis motorik dengan vestibulokoklearis.[1]
Gambar 3. Letak nukleus nervus fasialis di batang otak dilihat dari dorsal.[1]
nervus
vestibulokoklearis
mencapai
nukleus
dorsalis
dan
enak akan terjadi sekresi saliva. Dan jika emosi meningkat atau sedih
maka akan terjadi lakrimasi.[1]
abnormal
(tic
fasialis,
grimacing,
kejang
10
C. Sinkinesis
Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dari paresis fasialis yang
sering kita jumpai. Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu
persatu atau tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Bila pasien disuruh
memejamkan mata, maka otot orbikularis oris pun ikut berkontraksi dan
sudut mulut terangkat. Bila ia disuruh menggembungkan pipi, kelopak
mata ikut merapat.5 cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah
sebagai berikut :[4]
a) Penderita diminta untuk memejamkan mata dengan kuat kemudian kita
melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau
pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2).kalau
pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi
normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2). Tergantung dari
gradasinya.
b) Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.
Penilaian seperti pada (a).
c) Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan
emosi) dengan memperlihatkan pergerakan otot-otot disekitar mulut.
Nilai satu kalau pergerkan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak
simetris.
D. Hemispasme
Hemispasme merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada
penyembuhan paresis fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita
diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti mengedip
ngedipkan mata berulang-ulang maka akan tampak jelas gerakan otot-otot
pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat
kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak.
Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan angka minus satu (-1).[4]
12
E. Gejala Chvostek
Gejala Chvostek dibangkitkan dengan jalan mengetok N. VII.
Ketokan dilakukan dibagian depan telinga. Bila positif, ketokan ini
menyebabkan kontraksi otot yang disarafinya. Pada tetani didapatkan
gelaja Chvostek positif, tetapi ia dapat juga positif pada orang normal.
Dasar gejala Chvostek ialah bertambah pekanya nervus fasialis terhadap
rangsang mekanik.[9]
13
14
dengan
refleks
hammer
pada
glabella
akan
15
intrakranial
maupun
ekstrakranial
dapat
menyebabkan
16
herpes
zoster,
menunjukkan
pengurangan
rasa
sakit
dan
memperpendek waktu untuk resolusi lesi kulit. Virus Varicella zoster kurang
sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV ; dengan demikian, dosis
yang lebih tinggi diperlukan. Penyerapan yang buruk dari acyclovir melalui
rute oral dapat dihindarkan dengan pemberian intravena atau dengan
menggantikan valacyclovir oral. Yang terakhir obat dimetabolisme menjadi
17
Paralisis fasialis
18
saraf.
Sayatan
dari
epineurium
tidak
disarankan.
Kelumpuhan wajah yang telah hadir selama beberapa minggu atau lebih
meskipun jarang namun meningkatkan manajemen agresif. [12, 14]
3) Trauma
Trauma pada tulang temporal merupakan suatu penyebab lazim
paralisis fasialis. Fraktur dapat transversal atau longitudinal. Sementara
fraktur longitudilal lebih umum terjadi, fraktur transversal lebih sering
mencederai saraf. Energi yang dibutuhkan untuk fraktur tulang temporal
harus cukup besar, paralisis seperti ini seringkali tidak diketahui sebelum
pasien sadar dari koma setelah suatu kecelakaaan kendaraan bermotor. [5, 12]
4) Neoplasma.
Tumor-tumor sudut serebelopontin, terutama neuroma akustik dan
meningioma, merupakan neoplasma tersering yang menyebabkan paralisis
fasialis. Neuroma saraf fasialis jelas amat jarang. Neoplasma telinga tengah
lainnya juga dapat menyebabkan paralisis fasialis. Antara lain penyebab
jinak seperti glomus jugulare, atau penyebab yang lebih ganas seperti
histiosis, rabdomiosarkoma, dan karsinoma sel skuamosa. [5, 12]
5) Fasial Palsi pada Newborn
Kategori diferensial untuk palsy wajah pada bayi baru lahir meliputi
etiologi trauma dan kongenital. Trauma mungkin terbukti dengan memar
wajah, ekimosis di atas mastoid atau jalur saraf ekstrakranial , atau
hemotympanuma . Mekanisme cedera diusulkan menjadi compressional
karena penekanan di bagian kepala melalui jalan lahir atau penggunaan
forsep. Dalam 3 hari pertama kehidupan, kelumpuhan lengkap harus
menjalani stimulasi listrik untuk menunjukkan kontraksi otot atau
menimbulkan potensi myogenic . Jika trauma tidak begitu jelas, informasi
yang diperoleh dari tes listrik memberikan bukti konklusif integritas
neuromuskuler. Untuk presentasi selanjutnya, NET , MST , dan ENOG
harus digunakan terlebih dahulu, diikuti oleh EMG jika respon myogenic
tidak ada. EMG dapat menunjukkan kegiatan insersional otot, unit motorik
19
utuh, potensi fibrilasi, atau unit polifasik motorik indikasi cedera inkomplit.
Prognosis untuk spontan regenerasi sangat baik dan eksplorasi bedah tidak
dianjurkan kecuali saraf memiliki sedikit kesempatan untuk pemulihan. [12]
Palsy kongenital paling sering muncul sebagai kelemahan unilateral
bibir bawah dan dapat dikaitkan dengan anomali lainnya. Kobayashi
menemukan tidak ada hubungan batasan bentuk palsy dengan penggunaan
obat teratogenik, rubella, trauma kelahiran, atau faktor keturunan.
Kelumpuhan bawaan lengkap jarang dan telah digambarkan sebagai akibat
bawaan dari tidak adanya bagian motorik dari saraf wajah dan otot-otot
wajah atau agenesis inti motorik wajah. Temuan terkait di Mbius sindrom
termasuk kelemahan unilateral atau bilateral dan lengkap atau tidak lengkap
wajah, unilateral atau bilateral palsi saraf abducens , dan deformitas
ekstremitas; orang-orang dari thalidomide embriopati termasuk anggota
badan dan anomali telinga dan kelumpuhan saraf abducens. Kelumpuhan
bawaan sebaiknya diobati sampai akhir masa kanak-kanak, seperti transfer
otot dan fascial slings sering dibutuhkan untuk memperbaiki cosmetis.
Karena turgor kulit baik, mata jarang membutuhkan tindakan perlindungan
untuk mencegah paparan keratitis pada anak. [12]
6)
20
besar
dapat
diambil
saat
menyusuri
sepanjang
otot
21
Gambar 14. Perbedaan lesi perifer dan sentral nervus fasialis. [1]
22
Gambar 15. Perbedaan terjadinya lesi perifer dan sentral nervus fasialis.[15]
Lesi pada nukleus fasialis biasanya terjadi karena stroke atau tumor.
Serabut di serebelopontin dapat rusak akibat meningitis basalis, neuroma
akustik, meningioma, kelainan A.basilaris.[6]
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan
gerakan ekspresi emosional otot wajah. Selain itu juga berhubungan dengan
ganglia basalis. Jika bagian dari sistem piramidal ini yang terkena lesi maka
akan terjadi penurunan ekspresi wajah (hipomimia atau amimia) seperti pada
penyakit Parkinson, atau reaksi hiperkinetik yang menyebabkan spasme
mimetik fasial atau blefarospasme. Hubungan dengan talamus dan ganglia
basalis tersebut tidak diketahui secara terperinci.[1]
Bells palsi merupakan lesi idiopatik pada nervus fasialis yang terjadi
pada 25 dari 100.000 orang per tahunnya. Karakteristiknya berupa paresis
flasid dari semua otot wajah (termasuk otot dahi), tergantung lokasi lesinya.[1]
23
Gambar 16. Bells palsi tidak dapat menutup mata pada sisi yang sakit.[15]
Pemberian prednisolon 1mg/kg/ hari selama 5 hari menunjukkan
perbaikan klinis pada Bells palsi. Beberapa kasus penyembuhan sempurna
tanpa defisit neurologis. Beberapa di antaranya mengalami kontraktur pada
wajah atau gerakan abnormal asesorius (sinkinesia). Sinkinesia adalah otot
otot tidak dapat digerakkan satu persatu, selalu timbul gerakan bersama,
misalnya jika disuruh menutup mata maka sudut mulut pun terangkat, jika
disuruh menggembungkan pipi mata ikut merapat. Fenomena crocodile tears
merupakan fenomena unik yang terjadi di mana terjadinya lakrimasi
involunter ketika pasien makan. Hal ini dapat terjadi karena serat saraf yang
tadinya menuju ke glandula salivatorius mengalami degenerasi dan
mengakibatkan berubahnya haluannya menuju ke glandula lakrimal, sehingga
impuls yang menginduksi saliva mengakibatkan terjadinya lakrimasi.
Kontraktur pada wajah dapat dilihat dengan plika nasolabial yang lebih jelas
pada sisi yang sakit akibat tertariknya otot. [1, 6]
24
25
Lesi nervus fasialis dapat pula terjadi pada kanalis fasialis berupa otitis
media, mastoiditis, kolesteatom, fraktur tulang temporal. Tic fasialis
disebabkan oleh spasme otot fasialis. [6]
6. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap kasus parese N.VII kita kelompokkan menjadi
2 bagian: [4]
1. Pada kasus dengan gangguan hantaran ringan dan fungsi motor masih
baik pengobatan ditujukan untuk menghilangkan edema saraf dengan
memakai obat-obat anti edem, vasodilatansia, dan neurotronika.
2. Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi
total, tindakan operatif segera dengan tekhnik dekompresi N.VII
transmastoid.
26
7. Kesimpulan
Nervus fasialis merupakan salah satu nervus kranialis yang berfungsi
untuk motorik sensorik somatik, dan aferen eferen visceral. Nervus fasialis
memiliki dua subdivisi, yang pertama adalah yang mempersarafi otot ekspresi
wajah kemudian yang kedua memiliki serat yang jauh lebih tipis yaitu
intermediate yang membawa aferen otonom, somatik, dan eferen otonom. Nervus
fasialis memiliki 4 macam serabut yaitu: serabut somato-motorik, serabut viseromotorik, serabut visero-sensorik dan serabut somato-sensorik.
Pemeriksaan nervus fasialis bertujuan untuk menentukan letak lesi dan
menentukan derajat kelumpuhan. Derajat kelumpuhan ditetapkan berdasarkan
hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung dalam persen. Pemeriksaan
nervus fasialis terdiri dari pemeriksaan fungsi motorik, fungsi pengecapan,
produksi kelenjar ludah, naso-lacrymal reflex dan lainnya.
Kelumpuhan n. fasialis dapat disebabkan oleh herpes zoster otikus, otitis
media, trauma, neoplasma, kongenital, komplikasi pembedahan mastoid, dan
idiopatik.
Pengobatan terhadap kelumpuhan nervus fasialis tergantung pada beratnya
gangguan atau kerusakan nervus yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
27
1.
28