Vous êtes sur la page 1sur 4

Asrizal Asril Neurologist

SABTU, 23 APRIL 2011

STATUS EPILEPTIKUS
Pendahuluan
Walaupun di Indonesia belum merupakan problem kesehatan masyarakat,
status epileptikus perlu dipahami dan dikuasai cara pengelolaannya mengingat
keadaan tersebut merupakan kedaruratan neurologi.
Status epileptikus berkaitan dengan angka kematian tinggi sejalan dengan
lama berlangsungnya
keadaan
tersebut
sebelum
mendapatkan
awal
pengobatan, etiologi, dan umur penderita.
Untuk mengurangi akibat buruk yang ditimbulkan, pengelolaan status
epileptikus berkejaran dengan waktu. Semua protokol pengelolaan selalu
ditahapkan dalam hitungan menit. Tidak terdapat protokol yang paling unggul di
antara protokol yang disusun oleh para penulis yang berbeda. Tujuan
pengobatan adalah terhentinya bangkitan secara klinis maupun elektris.
Dalam praktek sehari-hari pengelolaan status epileptikus terutama di tempattempat yang tidak memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai
menghadapi kendala teknis perangkat keras, disamping kendala nonteknis yakni
kurangnya pemahaman terhadap keadaan tersebut.
Definisi
Status Epileptikus bangkitan umum (GCSE) adalah bangkitan umum yang
berlangsung 30 menit atau lebih lama atau bangkitan tonik klonik berulang
yang terjadi lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran diantara tiap
bangkitan. Definisi operasional status epileptikus yang dipakai saat ini untuk
dewasa dan anak, yaitu bangkitan yang berlangsung terus menerus lebih dari 5
menit atau terdapat 2 atau lebih bangkitan tanpa pulih kesadaran di antaranya.
Klasifikasi
Banyak variasi pendekatan untuk mengklasifikasikan status epileptikus. Salah
satu versi klasifikasi terbagi atas status epileptikus general (tonik-klonik,
mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (simpleks atau
kompleks).Versi lain membagi dalam kondisi status epileptikus yang konvulsif
dan status epileptikus nonkonvulsif (parsial simpleks, parsial kompleks, absens).
Versi ketiga mengambil pendekatan yang berbeda, yaitu berdasarkan usia
(periode neonatal, bayi dan kanak-kanak, kanak kanak dan dewasa, hanya
dewasa).
Etiologi

Bangkitan merupakan konsekuensi dari suatu penyakit kritis. Penyebab


terbanyak bangkitan yang dirawat ICU adalah sepsis dan penyakit
kardiovaskuler. Penyebab bangkitan lainnya dengan angka kejadian yang tinggi
adalah akibat gangguan metabolik dan intoksikasi akut akibat obat-obatan
( antibiotik, gagal ginjal, hepar, CHF, obat-obat anestesi, atau akibat
penghentian obat psikotropik, alkohol).
Penyebab gangguan neurologik primer adalah akibat stroke iskemik,
intraserebral hemoragik, AVM, infeksi SSP, trauma dan tumor otak dan
metastasis dengan angka kejadian bangkitan relatif tinggi. Insiden bangkitan
sebagai komplikasi trauma kapitis sangat bervariasi, dengan perkiraan 2%-12%
pada orang biasa dan 53% pada populasi militer. Presentasi dapat meningkat
sampai lebih 22% dengan menggunakan monitor EEG secara terus menerus.
Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan fisiologis yang menyertai GCSE. Terbanyak
diantaranya adalah respons sistemik yang merupakan lonjakan katekolamin
yang terjadi saat serangan. Respon sistemik tersebut antara lain berupa
hipertensi, takikardi, aritmia, dan hiperglikemia. Suhu badan dapat meningkat
mengikuti aktivitas otot yang berlebihan saat serangan GCSE berlangsung.
Asidosis laktat seringkali ditemukan setelah bangkitan motorik umum tunggal
yang akan menghilang seiring berakhirnya bangkitan.
Kebutuhan metabolik otak meningkat seiring bangkitan GCSE, akan tetapi
oksigenasi dan aliran darah otak tetap terjaga bahkan meningkat saat awal
serangan GCSE. Percobaan pada hewan yang dilumpuhkan dan diberi ventilasi
artificial menunjukkan bahwa kehilangan neuron yang terjadi setelah status
epileptikus baik yang umum maupun fokal berhubungan dengan abnormal
neuronal discharge dan bukan merupakan respon sistemik dari GCSE.
Hipokampus tampaknya paling rentan terhadap kerusakan dalam mekanisme
sistemik ini.
Pada level neurokimia, bangkitan terjadi akibat ketidakseimbangan antara
eksitasi berlebihan dan kurangnya inhibisi. Neurotransmiter eksitasi yang
terbanyak ditemukan adalah glutamate dan juga turut dilibatkan disini adalah
reseptor subtype NMDA (N-methyl-D-aspartate). Neurotransmiter inhibisi yang
terbanyak ditemukan adalah gamma-aminobutyric acid (GABA).Kegagalan
proses inhibisi merupakan mekanisme utama pada status epileptikus .
Inhibisi yang diperantarai reseptor GABA berperanan dalam normalnya terminasi bangkitan .
Aktivasi reseptor NMDA oleh glutamate sebagai neurotransmitter eksitasi dibutuhkan dalam
perambatan bangkitan. Aktivasi reseptor NMDA meningkatkan kadar kalsium intraseluler yang
menyebabkan cedera sel saraf pada status epileptikus. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa
semakin lama durasi status epileptikus maka semakin sulit dikontrol. Hal ini dikatakan sebagai akibat
peralihan dari transmisi GABAergik inhibisi yang inadekuat ke transmisi NMDA eksitasi yang
berlebihan.
Pada manusia dan hewan percobaaan, bangkitan yang terus menerus menyebabkan
kehilangan/kerusakan neuron selektif pada area yang rentan seperti hipokampus, korteks, dan
thalamus. Derajat beratnya cedera neuron berhubungan erat dengan lamanya bangkitan, hal ini
menegaskan betapa pentingnya penanganan yang cepat pada status epileptikus. Meldrum dkk telah
membuktikan walaupan tanpa adanya hipoksia, asidosis, hipertermia, atau hipoglikemia, bangkitan
yang berkepanjangan pada hewan percobaaan dapat menyebabkan kematian neuron.

Diagnosis
Diagnosis status epileptikus dapat langsung ditegakkan bila ada yang
menyaksikan bangkitan umum tonik klonik. Status epileptikus seringkali tidak
dipikirkan pada pasien koma yang telah memasuki fase nonkonvulsif. Pada
semua pasien koma perlu diketahui adanya minor twitching yang bisa terlihat di
wajah, tangan, kaki, atau dalam bentuk nistagmus. Towne dkk memeriksa 236 pasien
koma yang tidak menunjukkan tanda kejang. 8% di antaranya mengalami status epileptikus
nonkonvulsif yang terlihat dari gambaran EEG. Oleh karena itu, pemeriksaan EEG seharusnya
dilakukan pada pasien koma yang penyebabnya tidak jelas.
Status epileptikus terbagi dalam dua fase. Fase pertama ditandai bangkitan tonik-klonik umum yang
berhubungan dengan peningkatan aktivitias otonom sehingga bisa ditemukan hipertensi,
hiperglikemia, berkeringat, salivasi, dan hiperpireksia. Selama fase ini, terjadi peningkatan aliran
darah otak oleh karena adanya peningkatan kebutuhan metabolik otak. Sekitar 30 menit sesudahnya,
penderita memasuki fase kedua, yang ditandai dengan kegagalan autoregulasi otak, penurunan aliran
darah otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan hipotensi sistemik. Selama fase ini terjadi disosiasi
elektromekanik, di mana walaupun aktivitas bangkitan elektrik di otak tetap berlangsung, manifestasi
klinis yang ditemukan bisa hanya berupa minor twitching.
PENANGANAN
Status epileptikus merupakan kegawat daruratan yang memerlukan
penanganan segera dan agresif untuk mencegah kerusakan neurologik dan
komplikasi sistemik. Semakin lama mulai diberikan terapi, semakin besar
kerusakan neurologik yang terjadi. Di sisi lain, semakin panjang suatu episode
status berlangsung, maka semakin refrakter terhadap pengobatan dan semakin
besar kemungkinan terjadinya epilepsi kronik. Penanganan status epileptikus
mencakup terminasi bangkitan sesegera mungkin, perlindungan jalan napas,
pencegahan aspirasi, penanganan faktor presipitasi yang potensial, penanganan
komplikasi, pencegahan serangan ulang, dan penanganan penyakit yang
mendasari. Penanganan dibagi dalam 2 tahap-yaitu penanganan di luar dan di dalam rumah sakit.
Sebagai terapi lini pertama di luar rumah sakit adalah benzodiazepine. Penanganan dalam rumah
sakit / gawat darurat adalah bantuan hidup dasar (basic life support) (0-10 menit) dan terapi
farmakologik (10-60 menit). Obat-obat yang digunakan antara lain diasepam, lorazepam,
midazolam, propofol, phenobarbital, phenytoin, fosphenytoin, valproate IV dan lain-lain.
Sebagai terapi awal pada Status Epileptikus digunakan obat lini pertama yaitu dari golongan
benzodiazepine ( diazepam 0.10.4 mg/kg, lorazepam 0.050.1 mg/kg atau midazolam 0.050.2
mg/kg). Sedangkan obat lini kedua yaitu phenytoin (PHT) 0.050.2 mg/kg, fosphenytoin (fPHT) 15
20 mg/kg PE, valproate (VPA) 1520 mg/kg, levetiracetam 10001500 mg tiap 12 jam. .
Protokol Penanganan SE konvulsif

Stadium
Stadium I (0-10 menit)

Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
Memperbaiki jalan napas, pemberian
resusitasi

oksigen,

Stadium II (1-60 menit)

Pemeriksaan status neurologik


Pengukuran tekanan darah, nadi, dan suhu
EKG
Pemasangan infus
Mengambil 50-100 darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi: diazepam 10-20 mg IV
(kecepatan pemberian 2-5 mg/menit atau rektal
dapat diulang 15 menit kemudian)
Memasukkan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa
thiamin 250 mg intravena
Menangani asidosis

Stadium III (0-60/90 menit)

Stadium IV (30-90 menit)

Menentukan etiologi
Bila kejang berlansung terus selama 30 menit setelah
pemberian diazepam pertama, beri phenytoin IV 1518 mg/kg dengan kecepatan 50 mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit,
transfer pasien ke ICU, beri propofol (2 mg/kgBB
bolus IV, diulang bila perlu) atau thiopentone (100250 mg bolus IV dalam 20 menit, dilanjutkan dengan
bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan 12-24 jam
setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir,
lalu dilakukan tappering off.
Memantau bangkitan dengan EEG, tekanan
intrakranial, memulai pemberian OAE dosis rumatan.

Prognosis
Prognosis SE tergantung pada berbagai faktor, termasuk klinis, durasi bangkitan, usia pasien, dan
yang terpenting adalah gangguan yang mendasari terjadinya bangkitan. Kematian refraktori SE
terbanyak pada lanjut usia.
Dari uraian yang telah dikemukakan, ditarik pelajaran hal-hal yang dapat
dan tidak dapat dilakukan di tempat-tempat layanan kesehatan yang tidak
memiliki fasilitas pelayanan intensi yang memadai. Beberapa jenis obat yang
diutarakan di dalam protokol tidak beredar di Indonesia.
Diperlukan kiat untuk tetap dapat mengelola status epileptikus dengan sarana
dan jenis obat yang terbatas.

Vous aimerez peut-être aussi