Vous êtes sur la page 1sur 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK


DENGAN HIV/ AIDS
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Anak

Disusun oleh :
Destaria Utami Rizky

P.17420113008

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
2014/ 2015

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah Anak
ini yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan HIV/ AIDS.
Dalam penyusunannya, dibuat guna memenuhi dan menuntun mahasiswa ataupun
dosen dalam melakukan tindakan keterampilan keperawatan, sehingga dapat mempermudah
proses belajar mengajar.
Tidak lupa pula penyusun sampaikan terima kasih serta permohonan maaf jika
makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka akhir kata penyusun selalu menerima kritik dari
berbagai pihak untuk memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Semarang, 16 Januari 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune Deficiency
Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa
homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun kemudian ( 1989 ), AIDS sudah
termasuk penyakit yang mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan
kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik,
karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen
infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman pada
tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika makin
lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun pada
anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat
4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di
Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV
terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang, lebih
dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS. Setiap tahun
juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak usia
dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara
terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta orang
pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15 tahun.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah definisi HIV/ AIDS?
Bagaimanakah etiologi HIV/ AIDS pada anak?
Bagaiamanakah patofisiologi HIV/ AIDS pada anak?
Bagaimanakah pembagian stadium pada HIV/ AIDS?
Apa sajakah manifestasi klinis HIV/ AIDS pada anak?
Apa sajakah uji laboratorium dan diagnostik pada HIV/ AIDS?
Bagaimanakah penatalaksanaan HIV/ AIDS pada anak?
Bagaimanakah pencegahan HIV/ AIDS pada anak?
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan HIV/ AIDS pada anak?

1.3 TUJUAN
Menjelaskan definisi HIV/ AIDS
Menjelaskan etiologi HIV/ AIDS pada anak
Menjelaskan patofisiologi HIV/ AIDS pada anak
Menjelaskan pembagian stadium pada HIV/ AIDS
Menyebutkan manifestasi klinis HIV/ AIDS pada anak
Menyebutkan uji laboratorium dan diagnostik pada HIV/ AIDS
Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan HIV/ AIDS pada anak
Menjelaskan bagaimana pencegahan HIV/ AIDS pada anak
Menjelaskan bagaimana Asuhan Keperawatan HIV/ AIDS pada anak
1.4.

MANFAAT
1. Bagi Penulis
Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Anak serta dapat digunakan sebagai
bahan referensi dalam proses belajar.
2. Bagi Pembaca
Menambah informasi dalam melakukan tindakan praktik keperawatan pada klien
anak yang menderita penyakit aids.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul
secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV.

AIDS

(Acquired

Immunodeficiency

Syndrome)

adalah

sindroma

yang

menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang
diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan


tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).

Kasus HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan akibat transmisi dari ibu yang
sudah memiliki HIV ke anaknya. Kemungkinan besar perpindahan virus ini terjadi selama
proses kehamilan dan juga persalinan.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok
retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah,
dan penularan masa perinatal.
Faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :

bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,


bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang,
anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah
seksual), dan
anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.

Cara Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:

Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)


Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada
waktu bayi terpapar dengan darah ibu.

Selama persalinan (intrapartum)


Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.

Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir
sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara
persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada
kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar
CD4 pada ibu.
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko
transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah
kurang dari 4 jam sebelum persalinan.

Bayi tertular melalui pemberian ASI


Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu
ibu). ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak.
Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV
adalah 1 per 10 4 sel, partikel virus ini dapat ditemukan pada componen sel
dan non sel ASI. Berbagai factor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi
HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut
bayi, prematuritas dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui
merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan meningkatkan

resiko tranmisi dua kali lipat.


2.3 PATOFISIOLOGI
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan transplasental atau
perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama sel limfosit T ) yang
mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian
mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi
DNA agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper
CD4 dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel
limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan
tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka
fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati
sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga terpengaruh, dengan
peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan dengan penurunan produksi antibodi

spesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan
terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat
replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat
bersifat dorman selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara
bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari
orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan darah atau produk
darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal
dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat
melalui kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :

Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi
(disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS

pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.


Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofili)
Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
( Cecily L. Betz , 2002 : 210)

2.4 PEMBAGIAN STADIUM PADA HIV/AIDS


Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi 4 stadium:
a. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan serologik ketika
antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi positif. Waktu masuknya HIV
kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3 bulan atau bisa sampai 6 bulan
( window period )
b. Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala )
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan gejala
dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
c. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
( persistent generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung kurang lebih 1 bulan
d. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam - macam
penyakit infeksi sekunder
2.5 MANIFESTASI KLINIS

a. Bayi dan Anak


Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi penyakit
berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau kandidiasis oral
memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan anak dengan infeksi
HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada
penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik
"penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan
adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1
merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan
hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ;
proses radang interstisial). Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus
bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi
fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun
tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa banding pada
bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, virus herpes
simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait mengi.
Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis jelek dan
tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC
tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai perjalanan
klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC

(trimetropim-

sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri dengan


angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah esofagitis
akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai anoreksia atau
disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati dengan amfoterisin
B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii
Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex biasanya menimbulkan
gejala saluran cerna, dan herpes virus menimbulkan komplikasi retina, paru, hati,
dan neurologist. M. tuberculosis dan malaria yang tersebar di seluruh dunia adalah
patogen oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma relatif tidak sering pada
penderita terinfeksi HIV-1 pediatri. (Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :

1) Berat badan lahir rendah


2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
b. Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit yang
asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini diikuti tanda
dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum tinbulnya
infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan gejala tersebut antara lain:
1) Demam
2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
Kategori Klinis HIV
a. Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV

b. Kategori A : Gejala ringan


Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :

Limfadenopati

Hepatomegali

Splenomegali

Dermatitis

Parotitis

Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten, sinusitis, atau


otitis media

c. Kategori B : Gejala sedang


Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan
kekurangan kekebalan karena infeksi HIV. Contoh dari kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut :

Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari

Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis

Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan

Kardiomiopati

Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan

Diare, kambuhan atau kronik

Hepatitis

Stomatitis herpes, kambuhan

Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum


berusia 1 bulan

Herpes zoster, dua atau lebih episode

Leimiosarkoma

Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid


pulmoner (LIP/PLH)

Nefropati

Nokardiosis

Varisela zoster persisten

Demam persisten >1 bulan

Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam

Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )

d. Kategori C : Gejala Hebat


Anak dengan kondisi berikut :

Infeksi balterial multipel atau kambuhan

Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus

Koksidioidomikosis, intestinal kronik

Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada


umur > 1 bulan.

Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).

Ensefalopati HIV.

Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau
esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.

Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.

Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).

Sarkoma kaposi.

Limfoma, primer di otak.

Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).

Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii,


diseminata atau ekstrapulmoner.

Pneumonia Pneumocystis carinii.

Leukoensefalopati multifokal progresif.

Septikemia salmonella kambuhan.

Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.

Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )

2.6 PENATALAKSANAAN
a. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah

kemungkinan terjadi infeksi


Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada

Menghambat

replikasi

HIV

dengan

obat

antivirus

seperti

golongan

dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT

dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan

prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis


Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu

memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)


b. Pengobatan
Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis
infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas
telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol
pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki
kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit
Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis
penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju
berpendapat langkah ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat,
dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak
menganggap bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural
sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana
yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin
untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai
kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat
ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus
dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan
infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan
sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan
pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin
yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini
digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma
selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak
dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi
membentuk mutan yang resisten terhadap obat.

2.7 PENCEGAHAN
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
a. Saat hamil
Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah
sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV.
b. Saat melahirkan
Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan
persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti
mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c. Setelah lahir
Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Anamnesa
a)

Identitas klien dan penanggung jawab

b)

Keluhan Utama
-

Apakah yang menyebabkan klien datang berobat, biasanya klien atau


keluarga klien mengatakan demam dan diare yang berkepanjangan

c)

Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia keadaan yang gawat


Riwayat Keperawatan Sekarang

Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik

Diare lebih dari 1 bulan

Demam yang berkepanjangan ( lebih dari 1 bulan )

Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak putih

Limphadenophati yang menyeluruh

Infeksi berulang (otitis media, pharingitis)

Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)

Dermatitis yang menyeluruh

d)

Riwayat Keperawatan Dahulu


-

Tanyakan adakah riwayat pemberian tranfusi

Khusus untuk klien berusia 0-5 tahun


Prenatal Care
Pemeriksaan kehamilan
Keluhan selama hamil
Riwayat terkena sinar tidak ada

Kenaikan berat badan selama hamil


Imunisasi
Natal
Tempat melahirkan
Lama dan jenis persalinan
Penolong persalinan
komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit
perdarahan daerah vagina).
Post Natal
Kondisi Bayi : BB lahir.. kg, PB.. cm
Kondisi anak saat lahir: baik/tidak
Penyakit yang pernah dialami setelah imunisasi
Kecelakaan yang pernah dialami: ada/tidak ada
Imunisasi
Alergi
Perkembangan anak dibanding saudara-saudara
e)

Riwayat Keluarga
-

Tanyakan adakah orang tua atau keluarga yang terinfeksi HIV/ AIDS

f)

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


-

Tanyakan apakah Ibu selama hamil terinfeksi HIV 50% tertular untuk
anaknya

Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 20 dari kehamilan

Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi

Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu.

g)

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan


-

h)

Apakah terjadi kegagalan pertumbuhan pada klien (failure to thrive)


Riwayat Imunisasi

Tanyakan jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan, waktu


pemberian dan reaksi setelah pemberian
UMUR
2 bulan
4 bulan
6 bulan
12 bulan
15 bulan
18 bulan
24 bulan
4 6 tahun
14 16 Tahun

VAKSIN
DPT, Polio, Hepatitis B
DPT, Polio, Hepatitis B
DPT, Polio, Hepatitis B
Tes Tuberculin
MMR, Hepatitis
DPT, Polio, MMR
Vaksin Pnemokokkus
DPT, Polio, MMR
DT, Campak

2) Pemeriksaan Fisik
a)
Sistem Penginderaan :

Pada Mata :

Cotton wool spot (bercak katun wol) pada


retina,

sytomegalovirus

retinitis

dan

toxoplasma

choroiditis,

perivasculitis pada retina.


-

Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) :


mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret serta berkerak.

Lesi pada retina dengan gambaran bercak /


eksudat kekuningan, tunggal / multiple, pada satu / kedua mata
toxoplasma gondii
Pada Mulut : Oral thrush akibat jamur, stomatitis

gangrenesa, periodontitis, sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai


bercak merah datar, kemudian menjadi biru, sering pada palatum.
Pada telinga : otitis

media, nyeri, kehilangan

pendengaran.
b)

Sistem Pernafasan
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri
dada, nafas pendek waktu istirahat, gagal nafas.

c)

Sistem pencernaan
BB menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa oral, faringitis, kandidiasis esofagus, kandidiasis
mulut, selaput lendir kering, pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare

d)

kronik pembesaran limpha.


Sistem Kardiovaskuler.
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah

meningkat.

Gejala congestive/ heart failure sekunder akibat

kardiomiopati karena HIV.


e)

Sistem Integumen :
Varicela : Lesi sangat luas vesikula yang besar,

hemorragie menjadi nekrosis timbul ulsera.


Herpes zoster : vesikula menggerombol, nyeri,

panas, serta malaise.

Eczematoid skin rash, pyodermia, scabies

Pyodermia

gangrenosum

dan

scabies

sering

dijumpai.
f) Sistem Perkemihan

Air seni kurang, anuria

Proteinurea

g) Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjar parotis, limphadenophati, pembesaran kelenjar yang
menyeluruh
h) Sistem Neurologi

Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku.

Nyeri otot, kejang-kejang, ensefalophati, gangguan psikomotor.

Penurunan kesadaran, delirium.

Serangan CNS : meningitis.

Keterlambatan perkembangan .

i)

Sistem Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
j)
Psikososial

Orang tua merasa bersalah.

Orang tua merasa malu.

Menarik diri dari lingkungan

3) Data Penunjang
a)

Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum)


mendeteksi

antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk skrining

HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).


b)

Western blot (uji konfirmasi yang umum) mendeteksi adanya antibodi


terhadap beberapa protein spesifik HIV.

c)

Kultur HIV standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.

d)

Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) mendeteksi


asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.

e)

Uji antigen HIV mendeteksi antigen HIV.

f)

HIV, IgA, IgM mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).

Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah.
Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada
kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
a)

Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.

b)

Limfopenia.

c)

Anemia, trombositopenia.

d)

Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).

e)

Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).

f)

Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )

g)

Haemophilus influenzae tipe B

h)

Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.

i)

Penurunan persentase CD4+.


Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan dan
yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi terpisah
dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase HIV, atau antigen HIV, maka dia
dapat dikatakan terinfeksi HIV. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia
kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan
terpajan pada masa perinatal. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang
ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang
menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia dikatakan Seroreverter.
( Cecily L. B, 2002, 212 )

b. Diagnosa Keperawatan

Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.

Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan nyeri,


anoreksia, diare.

Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik saluran dari


pernafasan, penurunan tidak volume dampak dari pengobatan, bakteri, pnemoni,
anemia.

Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan output yang berlebih

Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diare.

Hipertermi sehubungan dengan Infeksi HIV, infeksi oportunistik.

Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis.

Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit menahun dan


progresif.

Kurang pengetahuan sehubungan dengan perawatan anak yang kompleks di


rumah.

c. Intervensi
Diagnosa 1 : Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan
tubuh
Tujuan : Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Kriteria Hasil :

Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Tidak ada tanda-tanda kemerahan pada tubuh.

Jumlah sel darah putih dan hitung jenis dalam batas normal.

Kulit tidak abrasi / rash

Intervensi dan Rasional :


1) Kaji tanda-tanda infeksi ( demam, peningkatan nadi, peningkatan RR,
kelemahan tubuh / letargi ).
Rasional : Deteksi secara dini menurunkan resiko infeksi nosokomial / infeksi
lain.
2) Gunakan teknik aseptik dengan prosedur yang tepat.
Rasional : Menurunkan resiko kolonisasi bakteri dan memutus rantai
penularan dari klien lain / lingkungan ke anak atau sebaliknya.
3) Kaji kulit setiap hari.
Rasional : Memonitor adanya rash, lesi, drainage.
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang dengan klien lain.
5) Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah / cairan tubuh, jaringan,
kulit dan atau permukaan tubuh yang terkontaminasi, untuk antisipasi
gunakan baju pelindung, untuk menghindari percikan darah gunakan masker
dan pelindung mata.
Rasional : Proteksi diri terhadap cairan tubuh.

6) Kontak personal dengan anak tanpa menggunakan sarung tangan, masker,


baju pelindung ketika melakukan kontak bicara mengukur tanda vital dan
menyuapi.
Rasional : Mengurangi rasa terisolir secara fisik dan menciptakan suatu
kontak sosial yang positif.
7) Instruksikan pada seluruh pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah
memasuki ruangan pasien.
Rasional : Dengan mencuci tangan yang benar akan memutus rantai
penularan.
8) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik
Rasional : Membunuh kuman penyebab infeksi.

Diagnosa 2 : Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan


dengan nyeri, anoreksia, diare.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :

Berat badan meningkat.

Intake dan output seimbang.

Turgor kulit baik.

Intervensi dan Rasional :


1) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memonitor kurangnya BB dan efektifitas intervensi nutrisi yang
diberikan.
2) Monitor intake dan output dan turgor kulit.
Rasional : Memonitor intake kalori dan insufisiensi kualitas konsumsi
makanan.
3) Monitor adanya mual dan muntah
Rasional : Memonitor asupan makan yang berkurang
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan tinggi kalori tinggi
protein.
Rasional : Dengan TKTP akan meningkatkan tumbuh kembang secara
adekuat.

Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik


saluran dari pernafasan, bakteri pnemonia.
Tujuan : Pertukaran gas normal.
Kriteria Hasil :

Respirasi normal dengan ciri frekuensi, irama dan kedalaman normal.

Tidak ada PCH (pernafasan cuping hidung), dengkuran nafas, retraksi.

Suara nafas bersih pada semua lapisan paru.

Saturasi O2 dan BGA normal.

Tidak sianosis.

Intervensi dan Rasional :


1) Kaji fungsi respirasi dengan mengkaji tipe RR, PCH, retraksi, warna kulit dan
warna kuku.
Rasional : Peningkatan frekuensi nafas, adanya retraksi merupakan tanda
adanya konsolidasi dari paru. Sianosis merupakan indikasi adanya penurunan
kadar oksigen dalam darah.
2) Monitor BGA.
Rasional : Mengukur asam basa darah arteri, mendeteksi secara dini
terjadinya hipoksemia.
3) Kaji tanda-tanda gangguan pertukaran gas ( sianosis, takikardia, takipnea,
kecemasan / gelisah, iritabilitas, perubahan status mental ).
Rasional : Untuk mendeteksi gangguan secara dini dapat segera dilakukan
tindakan.
4) Atur posisi klien agar ventilasi paru maksimal dan efektif (misal : posisi semi
fowler)
Rasional : Diafragma lebih rendah dapat meningkatkan ekspansi dada.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian O2 sesuai advis dokter
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen dalam jaringan.
6) Anjurkan anak batuk secara efektif, chest fisioterapi nafas.
Rasional : Batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mempertahankan
bersihan jalan nafas. Postural drainge dan perkusi merupakan tindakan
pembersihan yang penting untuk mengeluarkan sekret dan memperbaiki
ventilasi.
7) Suction sekret jika perlu.

Rasional : Bila mekanisme pembersihan jalan nafas (batuk) tidak efektif,


dilakukan suction.
Diagnosa 4 : Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan output yang
berlebih
Tujuan : Hidrasi baik
Kriteria Hasil :

Intake dan output seimbang.

Kadar elektrolit tubuh dalam batas normal.

Pengeluaran urine minimal perjam 1-2 cc/kg/BB.

BAB dalam batas normal (< 3x/hari)

Intervensi dan Rasional :


1) Monitor urine tiap 6-8 jam/ sesuai keperluan.
Rasional : Pemekatan urine merupakan respon terhadap kurangnya air.
2) Monitor kadar elektrolit dalam tubuh.
Rasional : Mempertahankan kadar elektrolit dalam batas normal.
3) Ukur intake dan output termasuk urine, feses
Rasional : Deteksi keseimbangan cairan dalam tubuh.
4) Kaji tanda vital, waktu penekanan daerah perifer, turgor kulit, mukosa
membran
Rasional : Kehilangan cairan yang aktif secara terus menerus akan
mempengaruhi tanda vital dalam mempertahankan aktivitasnya.
Diagnosa 5 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Kriteria Hasil :

Warna kemerahan memudar pada daerah yang teriritasi dan menunjukkan


tanda-tanda penyembuhan.

Kulit utuh, bersih dan kering.

Intervensi dan Rasional :


1) Ganti popok / celana anak bila basah.
Rasional : Kondisi basah merupakan area kontaminasi yang baik sebagai
media pertumbuhan organisme pathogenik.

2) Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali BAB.


Rasional : Mencegah iritasi pada kulit.
3) Gunakan salep / lotion.
Rasional : Untuk melindungi kulit dari iritasi.
Diagnosa 6 : Hipertermia sehubungan dengan infeksi HIV, infeksi oportunistik
Tujuan : Anak menunjukkan temperatur normal
Kriteria Hasil :

Suhu tubuh 36oC 37oC.

Ekspresi anak nyaman.

Intervensi dan Rasional :


1) Ukur tanda vital terutama temperatur
Rasional : Adanya peningkatan suhu yang terlalu lama meningkatkan
metabolisme dan kehilangan cairan melalui penguapan serta menentukan
tindakan penanganannya.
2) Beri kompres hangat
Rasional : Melancarkan aliran darah, membantu menurunkan panas dan
memberikan rasa nyaman klien.
3) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik sesuai advis
dokter
Rasional : Membantu menurunkan panas dari pusat pengatur suhu tubuh di
hipotalamus anterior.
Diagnosa 7 : Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan
neurologis
Tujuan : Pertumbuhan perkembangan sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :

Aktifitas perkembangan anak sesuai dengan usia dari segi personal / sosial,
bahasa, kognitif dan motorik.

Mampu berinteraksi sesuai dengan umur dan kondisi.

Intervensi dan Rasional :


1) Kaji tingkat perkembangan anak sesuai garis usia ( DDST )
Rasional : Untuk mendeteksi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.

2) Beri anak stimulasi berupa mainan dan terapi permainan.


Rasional : Rangsangan terhadap sensori mempengaruhi terhadap belajar anak
dan perkembangan anak.
3) Anjurkan orang tua untuk berinteraksi dengan anak dalam perawatan /
permainan
Rasional : Kehadiran orang tua akan memberi rasa aman pada anak dan
mencurahkan perhatian pada anak.
4) Anjurkan menciptakan suasana layaknya di rumah .
Rasional : Agar anak tidak takut dan merasa aman berada di lingungan asing.
5) Kolaborasi dengan spesialis anak tentang tumbuh kembang.
Rasional : Memberikan bantuan untuk menetapkan stimulasi / rangsangan
sensori atau merencanakan pemeriksaan lain secara dini.
Diagnosa 8 : Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit
menahun dan kongestif
Tujuan : Koping keluarga efektif.
Kriteria Hasil :

Orang tua mampu mengekspresikan secara verbal tentang rasa takut, perasaan
bersalah, rasa kehilangan.

Orang tua mampu mengenali kebutuhan dirinya, dan cara memecahkan


masalah

Orang tua mampu mengambil keputusan yang tepat.

Orang tua turut serta dalam perawatan anak.

Intervensi dan Rasional :


1) Monitor interaksi orang tua anak.
Rasional : Mengamati hubungan ayah dan ibu terhadap anak dengan HIV /
AIDS.
2) Observasi ekspresi orang tua tentang rasa takut, bersalah dan kehilangan.
Rasional : Ungkapan perasaan merupakan sarana menurunkan ketegangan
yang efektif.
3) Konseling keluarga
Rasional : Membantu keluarga menerima kondisi anak termasuk melewati
fase krisis sehingga dapat bersikap supportif pada anak.

4) Libatkan orang tua dalam perawatan anak.


Rasional : Keterlibatan orang tua dapat meningkatkan kepercayaan anak pada
dokter dan perawat.

Diagnosa 9 : Kurang pengetahuan sehubungan perawatan anak yang kompleks


di rumah.
Tujuan : Secara verbal keluarga dapat mengungkapkan atau menjelaskan proses
penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS.
Kriteria Hasil :

Orang tua mampu menjelaskan secara global tentang diagnosa, proses


penyakit dan kebutuhan home care.

Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping dan dosis obat.

Orang tua memahami tentang kebutuhan yang khusus bagi anaknya.

Orang tua mampu menjelaskan bagaimana HIV menular.

Intervensi dan Rasional :


1) Kaji pemahaman tentang diagnosa, proses penyakit dan kebutuhan home care.
Rasional : Pemahaman yang memadai, meningkatkan sikap kooperatif
keluarga dalam merawat anak.
2) Jelaskan daftar pengobatan, efek samping obat dan dosis.
Rasional : Kewaspadaan terhadap efek samping obat akan meningkatkan
kewaspadaan penggunaan dosis obat.
3) Jelaskan dan demonstrasikan cara perawatan khusus.
Rasional : Memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam merawat
anak dengan HIV/AIDS.
4) Jelaskan cara penularan HIV dan bagaimana cara pencegahannya.
Rasional : Mendapatkan informasi yang terarah akan merasa mampu dan
percaya diri untuk merawat anaknya.
5) Anjurkan cara hidup yang normal pada anak
Rasional : Mencegah terjadinya diskriminasi dan penolakan lingkungan pada
anak dengan HIV/AIDS.
d. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan


untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak dengan
HIV/AIDS adalah :
1) Menjaga fungsi pernafasan.
2) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
3) Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain / komplikasi.
4) Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ).
5) Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan cairan.
6) Memberikan informasi dan ketrampilan pada keluarga tentang proses penyakit,
penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS.
7) Memperhatikan tumbuh kembang anak terhadap dampak dari penyakitnya dan
hospitalisasi.
8) Menjaga keutuhan kulit.

e. Evaluasi
Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap :
1) Mengukur pencapaian tujuan.
2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian yang
telah ditetapkan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler
yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok
retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam
darah, dan penularan masa perinatal. Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan
pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin
langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru.
Komplikasi Oral Lesi: Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV
oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,
nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Pemeriksaan peniunjang
seperti; Tes untuk diagnose infeksi HIV
1. ELISA, latex agglutination
2. Western blot ( positif)
3. Tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR
4. Kultur HIV
3.2 Saran

Memberikan support kepada penderita HIV agar tidak putus asa dalam menjalani
hidup.

Mencegah penyebaran HIV dengan pemeriksakan kesehatan anak secara rutin.

Dan kita sebagai perawat terus memberikan asuhan keperawatan kepada penderita
agar cepat sembuh dalam pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta :
EGC
Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.

Vous aimerez peut-être aussi