Vous êtes sur la page 1sur 17

ABO Haemolytic Disease of Newborn

Jasreena Kaur Sandal


102010362
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
blacksheep_rockz@hotmail.com

Pendahuluan
Ikterus adalah masalah neonatus yang umum ditemukan. Peningkatan bilirubin yang
disertai ikterus ini dapat merupakan proses fisiologis pada bayi baru lahir, namun dapat pula
menunjukkan suatu proses patologis.Ikterus dapat merupakan suatu pertanda adanya penyakit
(patologik) atau fungsional (fisiologik). Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus banyak,
namun penyebab yang palingsering adalah penyakit hemolitik neonatus, antara lain karena
inkompatibilitas golongandarah (Rh, ABO), defek sel darah merah (defisiensi G6PD,
sferositosis) lisis hematomdan lain-lain.1Pada Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih
menonjol dibandingkandengan anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis
terjadi selagi zat anti dari ibu masih terdapat dalam serum bayi.Penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, juga dikenal sebagai penyakit Hemolitik janin dan bayi baru lahir, hdn, HDFN, atau
erythroblastosis fetalis, adalah sebuah alloimmune kondisi yang berkembang dalam janin, ketika
IgG molekul (satu dari lima jenis utamaantibodi) yang dihasilkan oleh ibu melewati plasenta dan
menyerang sel-sel darah merah didalam sirkulasi janin1,2. Sel-sel darah merah rusak dan janin
dapat terkena reticulocytosis dan anemia. 2

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengana wawancara.Anamnesis terbagi menjadi
dua tipe,yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan langsung pada pasien,dan
wawancara yang ditujukan pada pihak keluarga,orangtua atau kerabat selain daripada
pasien.Dalam kasus ini harus dilakukan alloanamnesis karena pasien adalah bayi yang belum
bisa berbicara .Yang perlu dilakukan anamnesis adalah seperti berikut:
a.Identitas Pasien

Nama lengkap
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pendidikan
Agama dan suku bangsa

b.Riwayat penyakit/keluhan

Keluha/gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat


Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama

c.Riwayat Perjalanan penyakit

Cerita kronologis,rinci,jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa

berobat
Pengobatan yang pernah dipakai sebelumnya
Reaksi Alergi
Riwayat penyakit pada anggota keluarga
Perkembangan penyakit

d.Hal hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan

Lama keluahan
2

Intensitas keluhan
Keluhan local : lokasi,menetap,menyebar
Bertambah beray/berkurang
Pertama kali dirasakan/pernah sebelumnya

Pemeriksaan Fisik
1. Umum : Keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)
2. Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan
pada pencahayaan yang memadai.
3. Berdasarkan Kramer dibagi :3
Deraja
t

Perkiraan kadar
Daerah ikterus

bilirubin

Kepala dan leher

5,0 mg%

II

Sampai badan atas (di atas umbilikus)

9,0 mg%

ikterus

Sampai badan bawah (di bawah


III

umbilikus) hingga tungkai atas (di atas

11,4 mg/dl

lutut)
IV

Sampai lengan, tungkai bawah lutut

12,4 mg/dl

Sampai telapak tangan dan kaki

16,0 mg/dl

Tabel 1.Derajat Ikterus

4.Dehidrasi
Asupan kalori tidak cukup atau muntah muntah
5.Pucat
3

Sering dikaitkan dengan anemia hemolitik


6.Trauma lahir-hematom
7.Mikrosefali ukuran kepala lebih kecil dari normal sering berkaitan dengana anemia
hemolitik,infeksi kongenital ,dan oenyakit hati.
8.Hepatosplenomegali
9.Massa abdominal kanan berkaitan dengan duktus koleidukus3

Pemeriksaan Penunjang
DPL4
Hitung darah lengkap -HDL- atau darah perifer lengkap DPL- (complete blood count/full blood
count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah
pasien. HDL merupakan tes laboratorium yang paling umum dilakukan. HDL digunakan sebagai
tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia, infeksi, dan banyak
penyakit lainnya.
HDL memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
(platelet). Pemeriksaan darah lengkap yang sering dilakukan meliputi:

Jumlah sel darah putih

Jumlah sel darah merah

Hemoglobin

Hematokrit

Indeks eritrosit

jumlah dan volume trombosit

parameter

Laki-Laki

Perempuan

Hitung sel darah putih (x 103/L)

7.8 (4.411.3)

Hitung sel darah merah (x 106/L)

5.21 (4.525.90)

4.60 (4.105.10)

Hemoglobin (g/dl)

15.7 (14.017.5)

13.8 (12.315.3)

Hematokrit (%)

46 (4250)

40 (3645)

MCV (fL)

88.0 (80.096.1)

MCH (pg)

30.4 (27.533.2)

MCHC

34.4 (33.435.5)

RDW (%)

13.1 (11.514.5)

Hitung trombosit (x 103/L)

311 (172450)

Tabel 2. Nilai pemeriksaan darah lengkap pada populasi normal

Bilirubin Serum Total dan Direk4


Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati)
atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu
menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah.Peningkatan
kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis),
seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan
destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu
sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang
ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim
disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar
yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin
mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid
ganglia basalis.
5

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan
bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Metode
pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang mengukur intensitas
warna azobilirubin.
Nilai Rujukan
Dewasa : total : 0.1 1.2 mg/dl, direk : 0.1 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 1.0 mg/dl
Anak : total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
Bayi baru lahir : total : 1 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
Masalah Klinis4,5
Bilirubin Total, Direk
Peningkatan kadar: ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic
(amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin),
sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik
(kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,
prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
Penurunan Kadar: anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin),
penisilin, kafein dalam dosis tinggi.

Bilirubin indirek
Peningkatan Kadar: eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis.
Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)
6

Penurunan Kadar: pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Uji Coombs4,5
Coombs test indirect
Pemeriksaan Coombs indirect mendeteksi antibody bebas dalam sirkulasi serum.Pemeriksaan
skrining ini akan memeriksa antibodi dalam serum resipien dan donor sblm tranfusi untuk
mencegah reaksi tranfusi. Pemeriksaan ini mrpkn bagian tes cross match.Masalah klinis yang
berhubungan dengan Coombs indirect:
Positif (+1 s/d +4):darah pencocokan silang inkompatibel, antibodi yang spesifik (tranfusi
sebelumnya), antibodi anti-Rh, anemia hemolitik didapat
Nilai normal;negatif (-).
Coombs direct
Dilakukan untuk mendeteksi antibodi-antibodi yang lain dari grip ABO, yang bersatu dengan sel
darah merah. SDM dapat diperiksa dan jika sensitif
aglutinasiCoombs (+)
terdapat antibodi pada sel2 darah merah, tapi tak mengidentifikasi antibodiyang ada. Masalahmasalah klinis yang ditemukan pada pemeriksaan Coobs direct:
Positif (+1 s/d +4): Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik (autoimun atau obat2an),
reaksihemolitik tranfusi (darah inkompatibel), leukimia, SLE
Nilai normal :negative.
Hematokrit
Adalah volume sel2 darah merah dalam 100 ml (1 dL) darah, dihitung dlm persen (N pria 4050%, wanita 36-46%). Pemeriksaan hematokrit mengukur konsentrasi sel-sel darah merah
(eritrosit)dalam darah
7

Penurunan kadar Ht
: kehilangan darah akut, anemia, leukimia, penyakit Hodgkins, limfosarkoma,myeloma multipel,
gagal ginjal kronik, sirosis hati, malnutrisi, defisiensi vitamin B dan C, kehamilan,SLE, arthritis
rheumatoid.Ulkus peptikum, gagal sumsum tulang.
Peningkatan kadar Ht: dehidrasi/hipovolemia, diare berat, polisitemia vera, asidosis
diabetikum,emfisema paru stadium akhir, iskemia serebral sementara (TIA),
eklampsia,trauma,pembedahan,luka bakar. Nilai Normal : Dewasa Laki : 45 47 %, Dewasa
Wnt : 40 42 %.

Working Diagnosis
Inkompatibilitas ABO (Haemolytic Disease of Newborn)
Inkompabilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir
dimana terdapat lebihdari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika
dibandingkan dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia
neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan transfusi tukar.5
Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan suatu penyebab hemolisis dan
secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik dibanding masalah
kebidanan.Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurutMollison),
dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Pada beberapa kasus, penyakit
hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24-48 jam pertama
kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan. Tingginya jumlah bilirubin
dapat menyebabkan kern ikterus terutama pada neonatus preterm.Fototerapi pada pengobatan
awal dilakukan meskipun transfusi tukar yang mungkin diindikasikan untuk hiperbilirubinemia.
2,5,6

Differential Diagnosis
Ikterus Fisiologis1

Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum talipusat yang bereaksi indirek adalah 1-3
mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jam; dengan demikian, ikterus dapat
dilihat pada hari ke-2 sampai ke-3, biasanya berpuncak antara hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar 56 mg/dL dan menurun sampai di bawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang
disertai dengan perubahan-perubahan ini disebut "fisiologis" dan diduga akibat kenaikan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan keterbatasan
sementara konjugasi bilirubin oleh hati.
Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih besar dari
12,9 mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 mg/dL. Faktor risiko
untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi: diabetes pada ibu, ras (Cina, Jepang,
Korea, dan Amerika Asli), prematuritas, obat-obatan (vitamin K3, novobiosin), tempat yang
tinggi, polisitemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi 21, memar kulit, sefalhematom, induksi
oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan (dehidrasi atau kehabisan kalori),
pembentukan tinja lambat, dan ada saudara yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa
variabel ini jarang mempunyai kadar bilirubin indirek di atas 12 mg/dL, sedangkan bayi yang
mempunyai banyak risiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi. Kadar
bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai menjadi kadar orang dewasa (1
mg/dL) pada umur 10-14 hari. Hiperbilirubinemia indirek persisten sesudah 2 minggu memberi
kesan hemolisis, defisiensi glukuronil transferase herediter, ikterus ASI, hipotiroidisme, atau
obstruksi usus. Ikterus yang disertai dengan stenosis pilorus mungkin karena kehabisan kalori,
defisiensi UDP-glukuronil transferase hati, atau kenaikan sirkulasi bilirubin enterohepatik akibat
ileus.
Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada
kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama, yang biasanya
mengakibatkan kadar yang lebih tinggi. Puncaknya dicapai antara hari ke-4 dan ke-7;
gambarannya bergantung pada waktu yang diperlukan bayi preterm untuk mencapai meka-nisme
matur dalam metabolisme dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak
dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke-10 3

Inkompatibilitas Rhesus7
Peranan antibodi Rh pada eritroblastosis fetalis pertama kali dikemukakan oleh Levine dan
Katzin (1941). Kemudian dikenal berbagai antigen Rh yaitu C, c, D, E, dan e; di antaranya
yang terpenting adalah antigen D yang terdapat dalam eritrosit golongan Rh positif. Simbol "d"
dipakai untuk menyatakan tidak adanya antigen D pada golongan Rh negatif. Frekuensi genotipe
Rh negatif bervariasi, pada orang kulit putih 15%, orang kulit hitam 5%, dan tidak ditemukan
pada bangsa Asia/ Oriental. Kejadian Rh negatif pada orang Indonesia asli jarang sekali, namun
kejadian inkompatibilitas Rh mungkin dijumpai karena perkawinan dengan orang asing yang
bergolongan Rh negatif.
Urutan proses terjadinya hemolisis pada penyakit hemolitik isoimun akibat inkompatibilitas Rh
meliputi: (1) ibu golongan Rh negatif, (2) fetus golongan Rh positif, (3) masuknya eritrosit fetus
ke sirkulasi maternal melalui proses perdarahan fetomaternal, (4) sensitisasi maternal oleh
antigen D dari eritrosit fetus, (5) produksi anti D maternal sebagai respons terhadap antigen D
fetus, (6) masuknya anti D maternal secara transplasental ke dalam sirkulasi fetus, (7)
melekatnya antibodi tersebut pada eritrosit fetus, dan (8) aglutinasi kemudian lisis eritrosit fetus
yang ditempeli antibodi.5
Penyakit hemolitik karena inkompatibilitas Rh jarang terjadi pada kehamilan pertama, tetapi
risikonya menjadi lebih tinggi pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan pertama biasanya
hanya ditandai oleh sensitisasi maternal oleh eritrosit janin. Kadang-kadang pada kehamilan
pertama sudah dijumpai hemolisis yang berat, yang biasanya disebabkan oleh adanya sensitisasi
maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptura kehamilan di luar kandungan,
amniosentesis, atau transfusi dengan darah Rh positif. Secara klinis derajat hemolisis ini
dinyatakan sebagai bentuk ringan, sedang, dan berat. Bentuk ringan umumnya terjadi tanpa
anemia (kadar Hb darah tali pusat lebih dari 14 g/dl), kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dl, dan
tidak memerlukan pengobatan spesifik kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin yang tidak wajar.
Bentuk sedang bermanifestasi dengan anemia ringan, kadar bilirubin lebih dari 4 mg/dl, kadangkadang disertai dengan trombositopenia yang tidak diketahui sebabnya, dan timbulnya
kernikterus bila tidak ditangani dengan tepat. Bentuk yang berat selain disertai dengan
hepatosplenomegali, ditandai pula oleh terjadinya hidrops fetalis atau lahir mati. Gambaran

10

hematologiknya tampak dengan adanya eritrosit berinti dalam darah tepi, hiperbili-rubinemia,
dan uji Coombs direk maupun indirek yang positif.4,5

Etiologi
Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu
mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective.
Inkompabilitas ABO nantinya akanmenyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir
dimana terdapat lebihdari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika
dibandingkandengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan
hiperbilirubinemianeonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang
membutuhkantransfusi tukar.5,6 Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan
suatu penyebab hemolisis dan secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik
dibanding masalah kebidanan.Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40%
menurutMollison), dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya.Gambaran
klinis penyakit hemolitik pada bayi baru lahir berasal dariinkompabilitas ABO sering ditemukan
pada keadaan dimana ibu mempunyai tipedarah O, karena tipe darah grup masing-masing
menghasilkan anti A dan anti Byang termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta untuk
berikatan denganeritrosit janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak
hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24-48 jam pertamakehidupannya. Hal ini jarang
muncul dengan anemia yang signifikan. Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan
kernikterus terutama pada neonatus preterm.Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan
meskipun transfusi tukar yangmungkin diindikasikan untuk hiperbilirubinemia.6,7

Epidemiologi
11

Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu
mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective.
Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut Mollison). Seks
predominan eritroblastosisfetalis akibat inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan
perempuan.

Patogenesis
Mekanisme terjadinya hemolisis pada inkompatibilitas ABO pada dasarnya sama dengan
inkompatibilitas Rh, yaitu dengan urutan seperti berikut: (1) Golongan darah ibu biasanya O. (2)
Golongan darah bayi/janin A atau B. (3) Masuknya eritrosit janin ke dalam sirkulasi maternal
melalui perdarahan feto-matemal. (4) Sensitisasi maternal oleh antigen A atau B eritrosit janin.
(5) Produksi anti-A atau anti-B maternal yang bersifat imun. (6) Pasase anti-A atau ani i B imun
transplasental ke dalam sirkulasi janin. (7) Melekatnya anti-A atau anti-B imun pada eritrosit
janin/bayi. (8) Aglutinasi dan lisis eritrosit janin/bayi.5,8
Antibodi alamiah anti-A atau anti-B yang terdapat pada individu bergolongan darah B atau A
termasuk jenis Ig M yang tidak dapat melalui plasenta. Sedangkan anti-A atau anti-B isoimun
yang terdapat pada individu golongan O atau timbul karena sensitisasi merupakan Ig G yang
dapat melalui plasenta. Oleh sebab itu kejadian penyakit hemolitik neonatus karena
inkompatibilitas ABO biasanya dijumpai pada ibu bergolongan darah O dengan janin
bergolongan A atau B. Adanya Ig G anti-A atau anti-B pada ibu golongan O dapat menjelas-kan
seringnya kejadian inkompatibilitas ABO pada kehamilan pertama, tanpa didahului oleh adanya
sensitisasi maternal.5,8

Manisfestasi Klinis
Derajat hemolisis yang disebabkan oleh inkompatibilitas ABO lebih ringan dibandingkan dengan
hemolisis pada inkompatibilitas Rh. 8Hal ini disebabkan karena antigen A dan antigen B tidak
hanya terdapat pada eritrosit, tetapi juga pada sel jaringan tubuh lain. Sebagai akibatnya, antibodi
12

imun yang melalui plasenta akan diabsorpsi pula oleh sel jaringan, se-hingga hanya sebagian
yang masih tersisa dalam sirkulasi. Oleh karena itu umumnya hiperbilirubinemia yang terjadi
jarang memerlukan transfusi ganti. Walaupun demikian lebih 1% kasus menunjukkan gejala yang
berat, bahkan mencapai terjadi hidrops fetalis. Biasanya ikterus terjadi pada hari kedua atau
ketiga, tetapi dapat timbul setiap saat postnatal. Anemia umumnya ringan dan jarang terjadi
hepatosplenomegali. Uji laboratorium menunjukkan penurunan Hb dan kenaikan bilirubin
indirek yang ringan, sferosit pada darah tepi, uji Coombs direk negatif dan indirek positif.5 Pada
Inkompatibilitas ABO terdapat pada 12% kehamilan, tetapi hanya 3% yang menunjukkan uji
Coombs positif anti-B imun sebelum terjadi sensitisasi oleh eritrosit janin. Sebagai pedoman
diagnosis dipakai kriteria sebagai berikut: (1) Hiperbilirubinemia yang mungkin sudah mulai
tampak dalam 24 jam pertama kelahiran. (2) Anemia ringan, retikulo-sitosis, normoblastemia,
dan banyak sferosit dalam darah tepi. (3) Uji Coombs direk serum bayi biasanya negatif; namun
kadang-kadang memberikan hasil positif lemah yang dapat dikonfirmasi oleh pemeriksaan eluat
dengan panel eritrosit orang dewasa. (4) Ditemukannya anti-A atau anti-B bebas tipe Ig G dalam
serum bayi. (5) Terdapatnya anti-A atau anti-B tipe Ig G dengan titer tinggi dalam serum ibu.4,5,8

Penatalaksanaan8,9
Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin
yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnyadilakukan dengan darah
yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada donor Rhesus negatif, transfusi
tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif sesering mungkin sampai semua eritrosit yang
diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir
mati yangdisebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan
ditujukanterhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.
Transfusi tukar :
Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :
1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah
13

2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibody (coated cells )dengan eritrosit
normal (menghentikan proses hemolisis)
3. mengurangi kadar serum bilirubin
4.menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu
Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :
a.berikan darah donor yang masa simpannya 3 hari untuk menghindarikelebihan kalium
b.pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus negatif (D-)
c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells
d.bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak tersedia maka
untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh positif) untuk transfusi tukar
pertama, kemudian transfusi tukar diulangikembali dengan memberikan darah donor Rh negatif
yang kompatibel.
e.pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells
f. darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan lama pemberian
transfusi 90 menit.lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi,
bila tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunaka ndarah ibunya,
namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakandarah bayi
h.sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37
i. pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor sebanyak 50 ml.
Lakukan sengan cara diatas hingga semua darah donor ditransfusikan9
Transfusi albumin
Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikatsebagian bilirubin
indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya overloading
sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan9.
14

Fototerapi
Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin.Fototerapi
sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.8,9

Komplikasi
Komplikasi penyakit hemolitik pada bayi baru lahir selama kehamila, yaitu:8,10
a.Anemia ringan
Ketika jumlah sel darah merah bayi mengalami kekurangan, darhnya tidak dapat membawa
cukup oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh, menyebabkan organ-organ dan jaringan
untuk berjuang.
b.Hiperbilirubinemia dan ikterus
Pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin, zat warna kuning kecoklatan yang sulit bagi
bayi untuk melepaskan dan bertambah dalam darahnya (hiperbilirubinemia) dan membuat kulit
bayi tampak kuning.
c.Anemia berat dengan pemebesaran hati dan limpa
Tubuh bayi mencoba untuk mengkompensasi kerusakan sel darah merah dengan membuat lebih
banyak mereka di dalam hati dan limpa secara cepat, yang menyebabkan organ mengalami
pembesaran. Sel-sel darah merah yang baru, lebih banyak mengalami immatur dan tidak
berfungsi sepenuhnya, serta menyebabkan anemia berat.
d.Hidrops fetalis
Ketika tubuh bayi tidak dapat mengatasi anemia, hatinya mulai gagal dan terjadi penumpukan
cairan di jaringan dan organ.
Komplikasi penyakit hemolitik pada bayi setelah kelahiran, yaitu:5,8,10
a.Hiperbilirubinemia berat dan penyakit kuning
15

Penumpukan berlebihan dari bilirubin dalam darah bayi menyebabkan hatinya menjadi
membesar.
b.Kernikterus
Penumpukan bilirubin dalam darah sangat tinggi sehingga tumpah ke otak, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen.

Pencegahan
Orang tua sering rasa bersalah karena menjadi penyebab inkompatibilitas darah.Pencegahan
dapat dilakukan dengan pemeriksaan antepartum sesering mungkin dan uji darah harus
dianjurkan.

Prognosis
Anemia berat isoimunisasi dapat berakibat kelahiran mati,syok ,gagal jantung
kongestif,pemberian makan buruk atau berat badan tidak bertambah.Komplikasi akibat transfusi
penggantian darah jarang terjadi.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran,dapat disimpulkan bahawa hipotesis Pasien bayi perempuan 3
hari,kuning sejak usia kurang 24 jam makin pucat dan ikterik dengan gorlongan darah B,dan
ibunya bergolongan darah O mengalami Haemolytic Disease of Newborn yaitu Inkompatibilitas
ABO.

Daftar Pustaka
1. Camilia R.M, Cloherty J.P. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty J.P et alManual
of Neonatal Care 5thEd., Lippincott Williams & Wilkins, 2004: p.185-22
16

2. Hull D.,Johnston D.I. Dasar-dasar pediatri. EGC. 2008;Jakarta: Edisi ke-3: hal 61-4;16870.
3. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga;
2007.h.1-17.
4. Siti Boedina Kresno,(2005), Imunologi, Diagnosis dan Prosedur Laboratorim edFKUI
5. Lilleyman J.S. Paediatric haematology.Clin.Haematol. 2003; 13thEd.: p.327-483
6. Sindu, E. Hemolytic disease of the newborn. Jakarta: Direktorat Laboratorium
KesehatanDirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI; 2005.
7. Salem L. Rh incompatibility. http:// www. Neonatology.org. 2001. Downloaded on
November, 30th, 2009
8. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant FN, Leveno JK, et al. Obstetri Williams. Edisi
18.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.
9. Perkins JT. Hemolytic Disease of the newborn. In: Gleicher N. Principles and Practice of
Medical Therapy in Pregnancy. 2nd Ed. USA: Appleton & Lange; 1992. p.320-32
10. Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian IKA
FKUI, 1991: 332-334

17

Vous aimerez peut-être aussi