Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LATAR BELAKANG
Sakit perut pada bayi dan anak merupakan keluhan umum dan sering dijumpai dalam
praktik sehari-hari. Tidak semua sakit perut berpangkal dari lesi yang ada dalam abdomen,
tetapi mungkin pula dari daerah di luar abdomen. Sebagian kasus yang disebabkan oleh
gangguan organ datang dalam keadaan akut dan memerlukan pembedahan. Oleh karena itu
tindakan pertama dalam menangani sakit perut adalah menentukan apakah penyakit tersebut
membutuhkan tindakan bedah segera atau tidak.1
Disamping sakit perut akut dikenal pula sakit perut berulang.1 Sakit perut berulang pada
anak adalah suatu keadaan serangan sakit perut tiga kali atau lebih yang dapat mengakibatkan
gangguan aktivitas dalam periode waktu lebih dari 3 bulanan. 2 Secara individual setiap anak
memiliki toleransi yang berbeda terhadap nyeri perut, karena itu nyeri perut harus ditanggapi
walaupun penyebab yang pasti sulit diketahui. Sifat dan tempat lesi yang menimbulkan nyeri
biasanya dapat ditentukan dari deskripsi klinis rasa nyeri didalam perut. Bayi dan anak-anak
sampai umur 2 tahun, belum dapat mengutarakan nyeri yang dialaminya, sehingga
menimbulkan persoalan mengenai tanda-tanda yang dapat dianggap sebagai manifestasi nyeri
pada bayi dan anak tersebut. Para ahli berpendapat bahwa menangis secara mendadak atau
menjerit yang disertai muntah dapat dianggap manifestasi sakit perut pada bayi dan anak.3
Para ahli gastroenterologi pada pertemua ROME mengembangkan konsensus ROME
III untuk Pediatric functional Bowel Disoder. Pendekatan diagnosis praktis dalam
memberikan tatalaksana yang akurat kadang-kadang mengalami kesulitan, sehingga
diperlukan pendekatan diagnosis canggih untuk menegakkan etiologi dari nyeri perut
berulang pada anak.2 Sakit perut berulang (kronik) pada anak dapat disebabkan kelainan
organik maupun nonorganik. Penelitian Apley menunjukkan sebagian besar disebabkan oleh
kelainan non-organik dan hanya 5% kasus disebabkan kelainan organik. Para ahli yang
mempercayai temuan apley bahwa kelainan fungsional merupakan kelainan terbanyak pada
kasus sakit perut berulang pada anak.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Apley mendefinisikan sakit perut berulang sebagai sakit perut yang berlangsung
sedikitnya sekali dalam sebulan selama 3 bulan berturut-turut dan cukup berat
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.4
B. Epidemiologi
Kejadia nyeri perut berulang pada anak di Inggris sebesar 10-15%. Di Amerika
Utara sebesar 20%.2 Sakit perut berulang dialami 10-15% anak usia sekolah dan
merupakan 2-4% kunjungan dokter anak. Hyans dkk melaporkan 75% anak-anak
yang mengalami sakit perut, 13-15% diantaranya mengalami sakit perut setiap
minggu, dan 21% diantaranya mengalami sakit perut yang cukup berat sehingga
menggangu aktivitas rutin sehari-hari.
Sakit perut biasanya terjadi pada anak usia 5 hingga 14 tahun, sementara
frekuensi tertinggi pada usia 5-10 tahun. Apley menemukan bahwa nyeri perut terjadi
pada 10-12% anak laki-laki usia 5-10 tahun dan menurun setelah usia itu. Anak
perempuan cenderung lebih sering menderita sakit ini dibandingkan anak laki-laki
(Perempuan:Laki-laki adalah 5:3). Sakit perut ini jarang terjadi pada anak di bawah
usia 5 tahun dan di atas 15 tahun.1,3
Dahulu 5% kasus sakit perut berulang disebabkan kelainan organik, tetapi seiring
kemajuan teknologi para ahli memperkirakan penyebab organik sebesar 33%.4
C. Etiologi
Konsep yang klasik membagi sakit perut berulang ke dalam 2 golongan: organik
(fungsional) dan psikogenik (psikosomatik). Biasanya harus dicari dulu penyebab
organik, bila tidak ditemukan bisa dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik.
Cara pendekatan seperti ini tentu akan banyak memakan waktu dan biaya.1
Kelainan organik sebagai diagnosis banding penyebab sakit perut berulang telah
banyak dilaporkan, tetapi hanya ditemukan pada 5-15,6% kasus. Pada garis besarnya
kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang dapat dibagi menurut
penyebab intraabdominal dan extraabdominal. Penyebab intraabdominal dapat
diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal, dan lainlain. dilihat kelainan organik sebagai penyebab sakit perut.4
Penyebab sakit perut berulang yang terbanyak adalah faktor psikologi, sedangkan
kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang dahulu hanya dilaporkan
2
pada 5%-10% kasus, namun sekarang mencapai 30%-40%. Van der Meer dkk (1993)
menemukan 42% kelainan organik pada 106 anak usia diatas 5 tahun yang
mengalami keluhan sakit perut berulang, yaitu malabsorpsi laktosa (15%),
duodenitis/gastritis (13%), infeksi H. pylori (7%), refluks gastroesofageal (4%) dan
alergi makanan (3%).1
Sakit perut berulang dapat digolongkan pula menjadi organik dan fungsional.
Membedakan kelainan organik dan fungsional sebagai penyebab sakit perut berulang
pada anak sangat sulit, kemungkinan besar multifaktoral. Sakit perut berulang dibagi
dalam dispepsia fungsional, irritable bowel syndrom, functional abdominal pain dan
abdominal migren. Digolongkan sebagai dispepsia fungsional bila dalam sekurangkurangnya 12 minggu, yang tidak perlu berurutan dalam 1 tahun belakangan terdapat
keluhan sakit perut atau rasa tidak nyaman diperut yang memenuhi 2 dari 3 sifat
berikut: (1) rasa sakit menghilang dengan defekasi, (2) onset sakit perut berhubungan
dengan perubahan dalam frekuensi defekasi, (3) onset sakit perut berkaitan dengan
perubahan konsistensi tinja (diare atau konstipasi)
Tabel Nyeri Perut Berulang akibat Kelainan Fungsional4
Diagnosis
Dispepsia
Gejala
12 minggu
fungsional
Nyeri
Abdomen
Gejala Umum
Mudah
Defekasi
Tidak ada
bagian atas
kenyang,
hubungan
kembung, rasa
Irritable bowel
12 minggu
syndrome
Nyeri
panas diperut
hilang Kembung,
Kelainan
keram
frekuensi
dengan
Abdominal
defekasi
3 atau lebih Paroksismal
migraine
jam
tengah gejala
atau abdomen
lebih
Fuctional
abdominal
pain
12 minggu
konsistensi
Interval bebas Tidak
dan
ada
sakit hubungan
kepala
sebelah,
fotofobia, aura
Hampir terus- Tidak
Tidak
menerus
hubungna
memenuhi
ada
kriteria saluran
cerna
fungsional
3
lainnya
Penyebab organik sakit perut berulang1
Ekstra abdominal
Keracunan timbal
Epilepsi
Diabetes
Asma
Demam rematik
"Sickle-cell
anemia"
Hiperparatirodisme
Hipertrigliserid
Peritonitis
Tumor/kista
Medulla spinalis
Gastointestinal
Malrotasi
Stenosis
Gastritis
Hernia
inguinalis
Volvulus
Intususepsi
Colitis
ulseratif
Konstipasi
kronik
Intoleransi
laktosa
Askariasis
Ulkus
peptikum
Penyakit
Intra-abdominal
Ginjal
Pielonefritis
Hidronefrosis
Batu ginjal
Obstruksi
uretero
pelvik
Lain-lain
Hepatomegali
Splenomegali
Kolesistitis
Kolelitiasis
Pankreatitis
kronik
Kista ovarium
Endometriosis
Crohn
Apendisitis
kronik
Pielonefritis
Hidronefrosis
Batu ginjal
Infeksi di daerah
pelvis
Dismenore
Cysta ovarium
Endometriosis
Kehamilan
ektopik
Gastrointestinal
Konstipasi
Intoleransi
laktosa
Refluks
gastroesofagal
Pankreatitis
kronik
Malrotasi
Divertikulum
Meckel
Kolelitiasis
Hematologi
Leukemia
Limfoma
Thalasemia
Lain-lain
Keracunan timbal
Diabetes melitus
Purpura Henoch
Schonlein
Epilepsi perut
Migrain
Hiperlipidemia
Edema
angioneurotik
Hepatitis
Ulkus peptikum
D. Patofisiologi
Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak
bermielin yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini
disebut sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar
dan lebih lama dari rasa sakit yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A.
Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa
dari organ di abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju
ke ganglia pre dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls aferen
akan melewati medula spinalis pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke
talamus, kemudian ke konteks serebri. Impuls aferen dari visera biasanya dimulai
oleh regangan atau akibat penurunan ambang batas nyeri pada jaringan yang
meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit
dilokalisasi. Impuls nyeri dan visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas,
hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada segmen thorakalis 6, 7, 8
serta dirasakan didaerah epigastrium.
Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz
sampai fleksura hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar
umbilikus. Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia
perempuan, impuls nyeri mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis
pertama. Nyeri dirasakan pada daerah supra publik dan kadang-kadang menjalar ke
labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri
dihantarkan oleh serabut aferen stomatis ke radiks spinals segmentalis.
Salah satu teori menduga terdapat perubahan dalam transmisi pesan antara
sistem persyarafan usus dan susunan saraf pusat yang menimbulkan hipersensitivitas
viseral, akibatnya impuls saraf kemudian diinterpretasikan oleh susunan saraf pusat
dalam konteks status emosi dan lingkungan psikosisosial 1.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan lengkap mulai dari kepala sampai
keujung kaki walaupun titik beratnya pada abdomen. Perhatikan keadaan umum anak
dan posisi anak pada waktu berjalan atau waktu tidur di tempat. periksa. Jika ia
terbaring diam dan kesakitan bila berubah posisi maka ini mungkin tanda abdomen
akut.5
Pemeriksaan pada abdomen harus dilakukan pada posisi anak yang santai dan
dilihat/dicari: asimetri perut, bentuk perut (buncit, skapoid), gambaran usus, nyeri
terlokalisasi, adanya ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan
tangan, massa tumor, cairan ascites, nyeri tekan, bagaimana bising usus di seluruh
perut dan colok dubur.3
Perlu dicari tanda-tanda kedaruratan seperti dinding abdomen yang kaku, defens
muskuler, nyeri tekan dan nyeri lepas. Disamping itu perlu juga dicari kemungkinan
adanya hernia inguinalis strangulata atau inkarserata.6
Hubungan antara nyeri perut berulang dengan tumbuh kembang anak sangat erat,
sehingga pemeriksaan rutin harus diikuti pemeriksaan antopometri, seperti
menimbang berat badan, mengukur panjang badan dan kecepatan pertumbuhan
seorang anak. Pemeriksaan daerah abdomen harus dilakukan secara sistematis dan
gentle. Pada pemeriksaan ini difokuskan untuk mencari kemungkinan adanya tanda
konstipasi akibat tumor seperti neuroblastoma atau tumor wilms, hernia umbilikalis
atau hernia ditempat lain atau perasaan sakit pada saat palpasi. Mencari adanya darah
difeses juga sangat penting untuk mengetahui adanya proses infeksi saluran cerna.
Usia remaja wanita, pemeriksaan didaerah pelvis sangat penting untuk mencari
kemungkinan adanya kelainan ginekologi seperti endometriosis, kehamilan ektopik
atau torsi kista ovarium.2
3 bulan 2 tahun
2 tahun 5 tahun
> 5 tahun
menjauh
umbilikus
Nyeri hebat saat tidur
Pembesaran organ
Nyeri yang berhubungan dengan bowel Nyeri perut disekitar umbilikus
habit, disuria, ruam dan artritis
Perdarahan samar
Pembengkakan sendi
Muntah berulang
Pucat, ruam, hernia
Demam berulang, letargi, penurunan nafsu
makan
E.3.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini dibagi atas 3 tahap, yaitu:
Tahap 1. Dilakukan pada seluruh anak dengan sakit perut berulang
Tahap 2. Dilakukan bila pada pemeriksaan tahap 1 ditemukan kelainan atau bila
didapatkan beberapa tanda peringatan seperti yang tertera pada tabel atau bila tidak
memenuhi kriteria gejala klinis sakit perut berulang klasik
Tahap 3. Dilakukan bila masih diperlukan.1
Tabel Pemeriksaan laboratorium dan penunjang sakit perut berulang 1
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
10
11
dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga efeknya terhadap aktivitas sehari-hari dapat
menjadi seminimal mungkin.1
E.5. Kriteria Diagnosis
Pendekatan diagnosis sakit perut pada anak masih merupakan suatu masalah
karena kriteria diagnosis yang digunakan belum seragam, terutama untuk nyeri perut
non organik. Kriteria diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah
kriteria Rome III. KomiteRome III mengatakan bahwa kriteria Rome II terbatas
dalam beberapa hal, yaitu (kari, 2008):
1. Kurangnya bukti dalam sub-pembagian sakit perut fungsional yang menjelaskan
mengenai gejala yang lebih menonjol yang dapat membantu dalam mengidentifikasi
patofisiologi. Hal ini menyebabkan sensitifitas dan spesifisitas kriteria Rome II lebih
rendah daripada kriteria Rome III.
2. Penjelasan kriteria Rome II untuk sakit perut fungsional lebih luas.
3. Analisis faktor terhadap gejala sakit perut fungsional yang berhubungan dengan
makanan tidak di perhitungkan dalam kriteria Rome II.
Kriteria diagnosis gangguan fungsional gastrointestinal pada anak-anak menurut
kriteria Rome III
G. Functional disorders : neonates and toddlers
G.1. Infant regurgitation
G.2. Infant rumination syndrome
G.3. Cyclic vomiting syndrome
G.4. Infant colic
G.5. Functional diarrhea
G.6. Infant dyschezia
G.7. Functional constipation
12
pada bayi mencolokkan jari ke dalam mulutnya dalam upaya untuk menimbulkan
regurgitasi. Terdapat 2 bentuk ruminasi psikogenik dan self stimulating. Psikogenik
biasanya terjadi pada anak normal dengan gangguan hubungan dengan orang tua,
sedangkan self stimulating sering terjadi pada anak dengan keterlambatan mental.7
Kriteria diagnosis untuk infant rumination syndrome harus memenuhi semua kriteria
selama paling sedikit 3 bulan :
1. Kontraksi berulang otot-otot abdominal, diafragma, dan lidah
2. Memuntahkan makanan dari lambung ke mulut, dikunyah-kunyah dan ditelan
kembali.
3. Tiga atau lebih dari 4 kriteria berikut :
a) Onset antara 3 8 bulan
b) Tidak respon dengan pegobatan pada gastroesophageal reflux disease atau
obat antikolinergik, hand restrain (kontrol paksa dengan pengekangan tangan
untuk memasukkan makanan), merubah formula makanan, gavage (pemberian
makanan secara paksa melalui pipa yang dimasukkan ke lambung), dan
pemberian makan melalui gastrostomy
c) Tidak disertai dengan tanda dari nausea atau distress
d) Tidak muncul selama tidur dan ketika anak berinteraksi dengan seseorang di
sekitarnya.
G.3. Cyclic vomiting syndrome
Muntah siklik adalah muntah-muntah hebat yang terjadi di antara kondisi yang
sehat, penyebabnya tidak diketahui, diagnosis dengan cara ekslusi, pengobatan
biasanya simptomatik, dan prognosis tidak jelas. Mungkin merupakan diagnosa
keranjang sampah (wastebasket). Hal yang perlu dicermati adalah adanya kelainan
organik yang didiagnosa sebagai muntah siklik, misalnya intususepsi intermiten,
volvulus, duplikasi intestinal, divertikulum, malrotasi, tekanan intrakranial yang
meningkat, penyakit metabolik dan toksik. 7 Kriteria diagnosis untuk cyclic vomiting
syndrome harus memenuhi semua kriteria di bawah ini :
1. Dimana mual dan mutah-muntah yang hebat terjadi di antara kondisi yang sehat yang
muncul 2 kali atau lebih atau retching yang berlangsung selama berjam-jam bahkan
sampai berhari-hari.
2. Kembali sehat selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
14
Kriteria diagnosis untuk infant colic harus memenuhi semua kriteria dibawah ini dari
sejak lahir sampai umur 4 bulan :
1. Anak tiba-tiba menjadi iritable, rewel, dan menangis yang muncul dan berhenti tanpa
sebab yang jelas.
2. Berlangsung selama 3 jam atau lebih per hari dan muncul minimal 3 hari dalam satu
minggu
3. Tidak ada gagal tumbuh
G.5. Functional diarrhea
Kriteria diagnosis untuk functional diarrhea harus memenuhi semua kriteria dibawah
ini :
1. Buang air besar 3 kali atau lebih dengan konsistensi cair tanpa adanya rasa sakit.
2. Berlangsung selama lebih 4 minggu
3. Onset mulai antara umur 6 36 bulan
4. Diare muncul selama waktu terjaga
5. Tidak teradapat gagal tumbuh bila kalori yang masuk mencukupi.
H1c. Aerophagia
16
akan
mudah
dibuat,
tetapi
bila
kejadian
tersebut
tersendiri
Anoreksia
Nausea
Muntah
Sakit kepala
Photophobia
Pucat
5. Tidak ada bukti proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik, atau
neoplasma.
Kriteria diagnosis untuk childhood functional abdominal pain harus memenuhi semua
kriteria di bawah ini yang dialami sekali seminggu selama 2 bulan sebelum diagnosis
ditegakkan :
1. Nyeri abdomen yang hilang timbul atau terus menerus
2. Tidak mencukupi kriteria FGIDs yang lain
3. Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik,
atau neoplasma.
H.3. Constipation dan Incontinence
H.3.a. Functional constipation
Kriteria diagnosis untuk functional constipation harus memenuhi 2 atau lebih dari
kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun yang tidak memenuhi kriteria yang
cukup untuk IBS, dialami minimal 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan :
1. Buang air besar 2 kali seminggu atau kurang
2. Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses per minggu
3. Riwayat retensi feses
4. Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras
5. Terdapat massa feses yang besar di rektum
6. Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet.
Pemastian seorang anak menderita sakit perut fungsional tidak boleh hanya
berdasarkan ditemukannya gangguan emosi pada anak tersebut. Oleh karena itu
anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisis yang lengkap merupakan hal terpenting
dalam melakukan evaluasi anak dengan sakit perut.
Adanya suatu kelainan organik perlu dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan
fisis ditemukan beberapa hal (alarm symptoms) seperti yang tertulis di bawah ini :
1. Lokasi nyeri jelas dan jauh dari umbilicus
2. Nyeri berhubungan dengan fungsi saluran cerna (konstipasi, diare, inkontinensia)
3. Muntah
4. Serangan nyeri mendadak dan menetap dalam beberapa menit sampai hari
5. Nyeri menjalar kepunggung, bahu, atau ekstremitas
6. Disuria
7. Perdarahan rectal
8. Usia kurang dari 4 tahun dan di atas 15 tahun
9. Riwayat keluarga menderita penyakit saluran cerna atau sistemik (ulkus
peptikum,inflammatory bowel diseases, Helicobacter pylori .
F.
Diagnosis Kerja
.1. Refluks Gastroesofagus
1) Definisi
Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai pasase isi lambung ke
dalam esofagus yang berlangsung secara involunter. Keluhan ini sering
pada bayi dan dilaporkan 80%. Pada bayi sehat berumur 1 bulan
mengalami regurgitasi paling sedikit 1 kali setiap harinya, meningkat
menjadi 40-60% pada umur 6 bulan dan menurun secara bertahap
hingga 12 bulan (3-5%). Refluks gastroesofagus dikatakan patologis bila
terjadi komplikasi.5
2) Patofisiologi
Sfingter esofagus bagian bawah (SEB) merupakan barier anti refluks
terpenting. Relaksasi sfingter esofagus yang tidak berhubungan dengan
proses menelan merupakan mekanisme utama yang menyebabkan
kembalinya isi lambung ke dalam esofagus. Gangguan pengosongan
lambung adalah mekanisme lain yang dapat menyebabkan distensi
lambung, peningkatan sekresi asam lambung, dan dapat meningkatkan
relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.5
20
3) Manifestasi Klinis
Keluahan regurgitasi didapatkan sebanyak 70%. Nyeri umumnya timbul
jika terdapat paparan asam yang berlebihan atau berlangsung lama. Pada
bayi akan rewel, cengeng dan kadang-kadang menjerit. Bayi juga akan
memperlihatkan posisi hiperekstensi tulang belakang pada saat atau
setelah makan. Pada esofagitis berat akan dijumpai darah pada muntahan,
gangguan menelan dan darah pada tinjanya. Gangguan saluran
pernapasan dapat terjadi akibat mikroaspirasi bahan refluks.5
4) Pemeriksaan Penunjang
Pemantauan pH esofagus. Pada keadaan normal, pH esofagus antara 5-7.
Jika pH <4 merupakan tanda adanya refluks gastroesofageal 5.
5) Tatalaksana
Non Farmakologis
Posisi lateral dilaporkan dapat mengurangi gejala refluks gastroesofageal
(RGE) sebesar 50%. American academy of Pediatrics memberikan
rekomendasi antara lain: 1. Bayi tidak diletakan dalam posisi tidak
tengkurap saat tidur, 2. Bila diletakan dalam posisi lateral kiri, posisi
tangan diatur sedemikian rupa agar bayi tidak tengkurap. 5.
Farmakologis
Prokinetik
Prokinetik dapat mengurangi regurgitasi melalui efeknya terhadap SEB,
peristaltik
esofagus
dan
pengosongan
lambung.
Metoklopramid
(distonia,
iritable).
Domperidon
bekerja
di
Konstipasi
1) Definisi
Konstipasi didefinisikan keterlambatan atau kesulitan buang air besar 2
minggu dan menyebabkan ketidaknyamanan pada anak. 90% konstipasi
merupakan konstipasi fungsional yaitu tidak disebabkan gangguan
organik. Frekuensi buang air besar 4 kali atau lebih perhari pada usia
minggu pertama dan 2 kali perhari pada usia satu tahun. Frekuensi buang
air besar normal seperti usia dewasa, 3 kali per hari hingga 3 kali per.
minggu pada umumnya dicapai pada usia 4 tahun. Pada bayi dengan ASI,
frekuensi buang air besar sangat bervariasi, 2-3 kali perhari hinga 3-5
hari sekali, dengan konsistensi normal tanpa adanya distres. Tumbuh
kembang kelompok usia bayi ini baik, sesuai dengan usianya. Frekuensi
buang air besar yang jarang pada usia bayi ini disebabkan karena
penyerapan air susu ibu yang sempurna, sehingga hanya menghasilkan
sisa yang minimal untuk membentuk feses.
2) Patofisiologi
Konstipasi fungsional disebabkan karena adanya gangguan respon
adaptasi proses defekasi normal. Rasa cemas setalah defekasi sebagai
akibat pengalaman rasa nyeri saat defekasi. Hal ini akan mengakibatkan
megarektum fungsional yang selanjutnya mengakibatkan hilangnya
sensitivitas rektum untuk proses defekasi normal. Akumulasi feses
direktum secara progresif akan mengakibatkan kelelahan otot dasar
panggul dan bila berlangsung lama akan mengakibatkan berkurang
hingga hilangnya kompetensi tonus sfingter anus. Keadaan ini bila tidak
22
tidak
menunjukkan
perbaikan
dengan
pengobatan
biasa.
adanya
Hirschsprung's
disease
sebagai
penyebab
konstipasi. Alat ini juga dapat dipakai sebagai evaluasi paska operasi
myelomeningocele dan beberapa kelainan gangguan fungsi spinal cord,
Namun pemeriksaan manometri anorectal belum tersedia di Indonesia.
24
3. Faktor risiko
Faktor Kuman
Kuman penyebab yang tersering menimbulkan ISK dan ISK berulang
adalah Escherichia coli (85%). Disusul kemudian oleh Proteus,
Pseudomonas dan Staphyloccocus. Pengamatan di bangsal anak RSUD
Dr. Soetomo antara tahun 2000-2007 menunjukkan urutan kuman
penyebab ISK sebagai berikut: Escherichia coli (58%), Enterobacter
spp (20,5%), Klebsiella (12,8%).
E. coli merupakan penyebab ISK terbanyak oleh karena strain E. coli
uropatogenik sangat virulen. E. coli uropatogenik mempunyai fimbria
atau pili dimana pada ujungnya terdapat adesin yang mampu melekatkan
diri pada sel uroepitel, mempunyai serotipe O dan K, menghasilkan
hemolisin,
kolistin
dan
aerobaktin
yang
mampu
melawan
antibakterisidal host.
Faktor virulensi penting lainnya adalah adanya faktor resistensi kuman,
yaitu
kemampuan
mentransfer
plasmid
(suatu
komponen
Faktor Host
Kelainan anatomik saluran kemih merupakan faktor predisposisi
terjadinya infeksi berulang, misalnya refluks vesiko-ureteral, duplikasi
ginjal dan ureter, sindrom Prune-Belly, obstruksi, benda asing, batu,
obstipasi yang lama, fimosis atau stasis. Dalam hal ini diduga yang
menjadi faktor predisposisinya adalah virulensi bakteri atau oleh karena
25
kelainan fungsional saluran kemih. Faktor ras juga berperan dimana ras
kulit putih cenderung lebih mudah menderita ISK berulang. 8
Secara keseluruhan kelainan radiologik yang dapat ditemukan ada ISK
berulang berkisar sekitar 40-50%. Refluks vesiko-ureter merupakan
kelainan saluran kemih yang paling sering ditemukan pada kejadian
berulang, yaitu sekitar 10-30%. Adanya refluks mengakibatkan m.ik
mudah menderita ISK, dan dari kemih yang terinfeksi tersebut, i.ikteri
naik ke parenkim ginjal sehingga kemudian anak akan nonderita
pielonefritis. 8
Stasis kemih karena adanya obstruksi saluran kemih, dan ulanya residu
kemih, merupakan faktor lainnya yang mempermudah ukteri tinggal
lebih lama dan berproliferasi. Adanya divertikulum buli- inli, ureterokel,
lambatnya aliran kemih pada collecting system yang ncngalami
duplikasi, mengakibatkan timbulnya nidus sehingga bakteri lapat lebih
lama tinggal dan berproliferasi dalam saiuran kemih, adanya benda asing
dalam saluran kemih seperti kateter juga nemudahkan terjadinya ISK
berulang. Lebih dari 90% ISK nosokomial ada anak yang dirawat di
rumah sakit disebabkan pemasangan kateter kemih. 8
Pada anak sehat, otot buli-buli berada dalam keadaan relaksasi ampai
buli-buli menjadi penuh. Pada waktu miksi terjadi kontraksi letrusor
yang disertai relaksasi sfingter eksternal. Gangguan fungsi dapat
memudahkan
terjadinya
ISK
berulang,
seperti
misalnya
pada
4. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik hendaknya dilakukan secermat
mungkin dengan menanyakan adanya pancaran kemih yang lemah,
riwayat adanya gejala-gejala ISK sebelumnya atau terbukti pernah
menderita ISK, pernah mengalami demam tanpa penyebab yang jelas,
adanya diagnosis antenatal kelainan ginjal, riwayat keluarga adanya
retluks vesiko-ureter atau penyakit ginjal, kemih tidak tuntas dan
konstipasi. Dalam pemeriksaan fisik jangan dilupakan untuk mencari
adanya tanda-tanda buli-buli yang besar, massa abdomen, lesi spinal,
tumbuh lambat dan hipertensi. 8
Balita
26
Pada balita gejala lebih beragam dan kurang spesifik. Kadang dikeluhkan
kemih bau atau menangis saat miksi. Kadang-kadang terjadi perubahan
pola miksi, yang semula telah berhenti ngompol, mendadak mulai
ngompol lagi. Gejala disuria, frekuensi, inkontinensia atau polakisuria
lebih sering dijumpai pada anak-anak yang lebih besar. 8
Gejala non-spesifik yang lebih menonjol biasanya berupa nafsu makan
menurun, muntah, rewel, nyeri perut, lambat tumbuh, lemah, gelisah,
sering menangis tanpa sebab yang jelas. Demam yang tidak diketahui
sebabnya Kemungkinan besar ISK. Sekitar 5% anak-anak berusia kurang
dari 2 tahun yang mengalami panas tanpa sebab, ternyata menderita ISK.
8
gejala-gejala
klinis,
dan
bakteriuria
tak
bergejala
Bila
kemih
tidak
segera
diperiksakan,
akan
dapat
Tingkat sensitivitas uji ini cukup tinggi yaitu 75-96% untuk mendeteksi
adanya leukosituria. 8
o Uji Carik Nitrit
Nitrat dalam kemih yang berasal dari diet dipecah oleh kuman pemecah
nitrat
(nitrate-splitting
bacteria)
menjadi
nitrit
sehingga
c) Peran pielografi intravena kini semakin sering digantikan oleh teknikteknik pencitraan yang lebih mutakhir. Ukuran dan bentuK ginjal
dievaluasi pada fase nephrographic, yaitu 3-15 menit setelah media
kontras disuntikkan. Yang dievaluasi adalah bentuk simetris kontras
dan waktu penampilan, perubahan bentuk parenkhima ginjal (parut,
nekrosis, kista), pelvis renali^ (hidronefrosis, deformitas kaliks, batu)
dan ureter (obstruksi, dilatasi, bentuk abnormal
d) Micturating cystourethrography (MCU)
Untuk melihat perubahan morfologi dan adanya refiuks vesiko- ureter,
serta mampu menunjukkan gradasinya (derajat I sampai derajat V
menurut International
Reflux
Study
Committee).
Teknik
sekalipun
dilakukan
oleh
dokter
yang
trampil
dan
berpengalaman.
e) Ultrasonografi (USG)
USG mampu mendeteksi adanya kelainan struktur ginjal, misalnya
parut, dilatasi pelvio-calyceal , kista, dan batu. Dengan bantuan USG
dapat pula diketahui kapasitas buli-buli dan residu pasca miksi
f) Scintigraphy ginjal
Scintigraphy
ginjal
technetium-99m
menggunakan
gamma-camera
dimercaptosuccinid
acid
dengan
(DMSA),
kuman
penyebab,
menghilangkan
gejala-gejala
yang
a. Menganjurkan agar sering kencing setiap 2-3 jam sekali dan dua kali kencing
sebelum tidur untuk mengurangi residual urine.
b. Intake cairan yang cukup.
c. Menghindarkan konstipasi.
d. Menghindarkan iritasi vulva dengan cara memakai celana dalam katun,
memberantas cacing, memakai krim pelindung sebelum berenang untuk
menghindarkan iritasi air kolam renang yang mengandung klor dan
menghindarkan pemakaian sabun antiseptik untuk mandi berendam.
e. Menjaga kebersihan terutama kebersihan perineum (clean toilets)
7. Komplikasi
1. Refiuks vesiko-ureter
Refiuks vesiko-ureter adalah regurgitasi kemih dari buli-buli ke dalam
ureter bahkan dapat mencapai parenkima ginjal. Refiuks vesiko- ureter
terjadi oleh karena kegagalan fungsi valvulus vesiko-ureter. Dapat
diklasifkasikan sebagai primer dan sekunder. Primer apabila refiuks terjadi
oleh karena anomali kongenital. Refiuks vesiko-ureter sekunder terlihat pada
ISK atau pada keadaan-keadaan yang meningkatkan tekanan intravesikal
seperti pada neurogenic bladder, posterior urethral valves. 9
Sekitar 30% anak-anak dengan ISK mengalami refluks vesiko- ureteral
dengan kisaran antara 20-50% dari berbagai penelitian. 131 Tak berbeda jauh,
di bangsal anak RSUD Dr. Soetomo, dari 12 pasien ISK yang dilakukan
pemeriksaan reflux study, 4 (33%) diantaranya menunjukkan adanya
refluks vesiko-ureter. 8
Terjadinya regurgitasi kemih oleh karena refluks vesiko-ureter berkibat
naiknya bakteri ke dalam ginjal. Bakteri tersebut akan menimbulkan reaksi
imunologik dan inflamasi sehingga-jadilah injury pada ginjal dan parut
ginjal.
Diagnosis refluks vesiko-ureter ditegakkan secara radiologik. Sebagai
baku emas dipakai cara pemeriksaan v o i d i n g cystourethrography
untuk menegakkan diagnosis dan menentukan gradasi. Berdasarkan beratnya
kerusakan ureter dan ginjal, International Reflux Study Group
membagi refluks vesikoureter dalam 5 gradasi. 8
32
2. Parut ginjal
Faktor risiko terbentuknya parut ginjal adalah: usia
muda
34
Obstruksi
ureter
akan
menyebabkan
peningkatan
sintesis
dan
3) Manifestasi Klinis
Gejala klinis batu saluran kemih pada anak berbeda dengan gejala pada
dewasa, karena anak dengan batu ginjal jarang menunjukkan gejala kolik
ginjal tipikal. Gejala klinis bervariasi tergantung pada umur. Tidak semua
35
anak dengan batu saluran kemih mengalami sakit terutama pada anak yang
lebih muda. Kalau terdapat sakit, maka lebih sering sebagai sakit perut
terlokalisir daripada sebagai kolik ginjal tipikal. 9
Gambaran klasik kolik ginjal adalah sakit hebat yang timbul tiba-tiba
yang menjalar ke bawah mulai dari dermatom torakal 10 ke sakral 4. Sakit
dimulai di daerah pinggang, kira-kira daerah sudut kostovertabre (costovertebral angle) tetapi kadang-kadang pada tempat yang lebih rendah dan
menjalar ke paha anterior, testis, skrotum atau labia. Sakit pada kolik ginjal
lebih konstan tetapi sering terdapat periode hilangnya sakit atau berupa sakit
ringan sebelum timbul kembali, sedangkan pada kolik bilier dan intestinal
sakit biasanya Intermitiente. Pasien biasanya dapat menunjukkan titik
maksimum sakit yang bertepatan dengan lokasi batu. Jika batu terdapat pada
saluran kemih bagian atas dan menyebabkan distensi kapsul renalis, sakit
akan terasa pada pinggang, tetapi jika batu bergerak ke bawah maka sakit
akan terasa di bagian anterior dan turun ke daerah lipat paha. Sakit dapat
berupa sakit perut bagian bawah atau sakit genitalia. Sakit dapat berubah jiks
batu berpindah. Batu yang dapat bergerak akan menyebabkan sakit yang lebih
berat daripada batu statik. Pergeseran posisi batu dalam ginjal atau ureter akan
menyebabkan reaksi ureter berupa dilatasi, stretching, dan spasme ureter yang
menimbulkan sakit yang sangat hebat. Kolik ginjal biasanya disertai
hematuria mikroskopik, namun pada 15% kasus tidak terdapat hematuria
makroskopik atau mikroskopik. Kolik ginjal sering diserta' gejala saluran
kemih lain seperti disuria, frekuensi, oligtr: atau hipertensi, mual, muntah, dan
dapat disertai demam hingga menggigil. 9
Sakit pada kolik ginjal dapat dibagi menjadi 3 fase yang biasanya hilang
antara 3 hingga 8 jam:
a) Fase akut (acute phase): sakit timbul mendadak dengan intensitas
maksimum terjadi antara 1/z dan 6 jam dan biasanya antara 1 dan 2
jam. Onset biasanya pada malam hari atau dini hari waktu pasien
bangun dari tidur. Jika onset timbul pada siang hari, sakit biasanya
lambatSiSWfr^klious. Sakit biasanya konstan meskipun kadangkadang timbul paroksismal atau bahkan sakit sekali.
b) Fase konstan (constant phase): biasanya berakhir antara 1 dan 4jam
tetapi dapat hingga 12jam.
36
dalam
kelompok
urease-producer
microorganisms
adalah
37
helical C7~ mempunyai sensitivitas 97-98% dan spesifitas 96-i 00% dalam
diagnosis sakit pinggang akut. Pielografi intravena memiliki sensitivitas dan
spesivitas yang lebih rendah yaitu 64% dan 92% dalam pemeriksaan kolik
ginjal. 9
Radiografi ginjal-ureter-kandung kemih
Pemeriksaan ini sederhana, mudah dikerjakan, dan tidak mahal. Namun
dengan pemeriksaan ini tidak semua batu dapat terlihat yaitu batu radiolusen,
batu yang terlalu kecil, atau jika tertutup oleh udara atau feses. Gambaran
kalsifikasi lain seperti flebolith atau kelenjar getah bening yang mengalami
kalsifikasi dapat terlihat seperti batu saluran kemih. 9
Ultrasonografi ginjal
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang cepat, mudah, aman, dan
relatif murah. Efektif dalam mendiagnosis hidronefrosis dan batu saluran
kemih. Dapat mendeteksi dilatasi ureter tetapi kurang dapat diandalkan
dalam melihat batu ureter.10,21 Foto x-ray abdomen dan USG merupakan
prosedur pilihan pada pasien dengan riwayat batu saluran kemih. Jika dengan
prosedur tersebut diagnosis belum dapat ditegakkan, lanjutkan oengan noncontrast-helical CT. Pada pemeriksaan USG batu tampak hiperekoik dengan
echo-free shadow (acustic shadow) di belakang batu. Sesungguhnya batu
ureter sulit dideteksi kecuali jika terletak di daerah proksimal atau distal, dan
umumnya batu ureter terletak di daerah proksimal dan distal. 9
38
Urogram intravena
Pada institusi yang tidak mempunyai non-contrast-helical CT, pielografi
intravena dapat digunakan untuk membantu diagnosis penyebab kolik ureter.
Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang fungsi ginjal, anatomi pelvikkaliks, ureter, serta ukuran batu.10 Meskipun pielografi intravena sudah jarang
digunakan pada pasien kolik ginjal, tetapi pemeriksaan ini diperlukan jika
hendak dilakukan endoskopi atau intervensi bedah. 9
Non-contrast helical CT
Non-contrast-helical CT merupakan pemeriksaan yang paling sensitif
dan spesifik dalam diagnosis kolik ginjal. Non-contrast-helical CT dapat
memberikan informasi tentang kelainan urologi tetapi tidak dapat menilai
fungsi
ginjal.
Jika
non-contrast-helical
CTtidak
tersedia,
sebagai
39
41
dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh
dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 10
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah. 10
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain
seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan
sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses
melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan
tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 10
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 10
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri
berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney).
Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
43
D. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rektal sampai 1C.6
2. Abdomen:
1. Inspeksi
2. Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
3. Palpasi
44
45
4. Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha
pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral,
pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang),
menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes
obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak dengan otot
obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis
pada
46
apendisitis.
Dalam
sistem
skor
Alvarado
ini
48
49
BAB III
KESIMPULAN
Sakit perut berulang pada anak adalah suatu keadaan serangan sakit perut tiga kali
atau lebih yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas dalam periode waktu lebih dari 3
bulanan. Nyeri perut berulang diklasifikasikan menjadi 2, fungsional dan organik. Penyebab
organik seing membutuhkan tatalksana pembedahan. Sedangkan nyeri perut akibat kelainan
fungsional, dapat diterapi sesuai penyebabknya.
50