Vous êtes sur la page 1sur 50

BAB I

LATAR BELAKANG

Sakit perut pada bayi dan anak merupakan keluhan umum dan sering dijumpai dalam
praktik sehari-hari. Tidak semua sakit perut berpangkal dari lesi yang ada dalam abdomen,
tetapi mungkin pula dari daerah di luar abdomen. Sebagian kasus yang disebabkan oleh
gangguan organ datang dalam keadaan akut dan memerlukan pembedahan. Oleh karena itu
tindakan pertama dalam menangani sakit perut adalah menentukan apakah penyakit tersebut
membutuhkan tindakan bedah segera atau tidak.1
Disamping sakit perut akut dikenal pula sakit perut berulang.1 Sakit perut berulang pada
anak adalah suatu keadaan serangan sakit perut tiga kali atau lebih yang dapat mengakibatkan
gangguan aktivitas dalam periode waktu lebih dari 3 bulanan. 2 Secara individual setiap anak
memiliki toleransi yang berbeda terhadap nyeri perut, karena itu nyeri perut harus ditanggapi
walaupun penyebab yang pasti sulit diketahui. Sifat dan tempat lesi yang menimbulkan nyeri
biasanya dapat ditentukan dari deskripsi klinis rasa nyeri didalam perut. Bayi dan anak-anak
sampai umur 2 tahun, belum dapat mengutarakan nyeri yang dialaminya, sehingga
menimbulkan persoalan mengenai tanda-tanda yang dapat dianggap sebagai manifestasi nyeri
pada bayi dan anak tersebut. Para ahli berpendapat bahwa menangis secara mendadak atau
menjerit yang disertai muntah dapat dianggap manifestasi sakit perut pada bayi dan anak.3
Para ahli gastroenterologi pada pertemua ROME mengembangkan konsensus ROME
III untuk Pediatric functional Bowel Disoder. Pendekatan diagnosis praktis dalam
memberikan tatalaksana yang akurat kadang-kadang mengalami kesulitan, sehingga
diperlukan pendekatan diagnosis canggih untuk menegakkan etiologi dari nyeri perut
berulang pada anak.2 Sakit perut berulang (kronik) pada anak dapat disebabkan kelainan
organik maupun nonorganik. Penelitian Apley menunjukkan sebagian besar disebabkan oleh
kelainan non-organik dan hanya 5% kasus disebabkan kelainan organik. Para ahli yang
mempercayai temuan apley bahwa kelainan fungsional merupakan kelainan terbanyak pada
kasus sakit perut berulang pada anak.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Apley mendefinisikan sakit perut berulang sebagai sakit perut yang berlangsung
sedikitnya sekali dalam sebulan selama 3 bulan berturut-turut dan cukup berat
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.4
B. Epidemiologi
Kejadia nyeri perut berulang pada anak di Inggris sebesar 10-15%. Di Amerika
Utara sebesar 20%.2 Sakit perut berulang dialami 10-15% anak usia sekolah dan
merupakan 2-4% kunjungan dokter anak. Hyans dkk melaporkan 75% anak-anak
yang mengalami sakit perut, 13-15% diantaranya mengalami sakit perut setiap
minggu, dan 21% diantaranya mengalami sakit perut yang cukup berat sehingga
menggangu aktivitas rutin sehari-hari.
Sakit perut biasanya terjadi pada anak usia 5 hingga 14 tahun, sementara
frekuensi tertinggi pada usia 5-10 tahun. Apley menemukan bahwa nyeri perut terjadi
pada 10-12% anak laki-laki usia 5-10 tahun dan menurun setelah usia itu. Anak
perempuan cenderung lebih sering menderita sakit ini dibandingkan anak laki-laki
(Perempuan:Laki-laki adalah 5:3). Sakit perut ini jarang terjadi pada anak di bawah
usia 5 tahun dan di atas 15 tahun.1,3
Dahulu 5% kasus sakit perut berulang disebabkan kelainan organik, tetapi seiring
kemajuan teknologi para ahli memperkirakan penyebab organik sebesar 33%.4
C. Etiologi
Konsep yang klasik membagi sakit perut berulang ke dalam 2 golongan: organik
(fungsional) dan psikogenik (psikosomatik). Biasanya harus dicari dulu penyebab
organik, bila tidak ditemukan bisa dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik.
Cara pendekatan seperti ini tentu akan banyak memakan waktu dan biaya.1
Kelainan organik sebagai diagnosis banding penyebab sakit perut berulang telah
banyak dilaporkan, tetapi hanya ditemukan pada 5-15,6% kasus. Pada garis besarnya
kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang dapat dibagi menurut
penyebab intraabdominal dan extraabdominal. Penyebab intraabdominal dapat
diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal, dan lainlain. dilihat kelainan organik sebagai penyebab sakit perut.4
Penyebab sakit perut berulang yang terbanyak adalah faktor psikologi, sedangkan
kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang dahulu hanya dilaporkan
2

pada 5%-10% kasus, namun sekarang mencapai 30%-40%. Van der Meer dkk (1993)
menemukan 42% kelainan organik pada 106 anak usia diatas 5 tahun yang
mengalami keluhan sakit perut berulang, yaitu malabsorpsi laktosa (15%),
duodenitis/gastritis (13%), infeksi H. pylori (7%), refluks gastroesofageal (4%) dan
alergi makanan (3%).1
Sakit perut berulang dapat digolongkan pula menjadi organik dan fungsional.
Membedakan kelainan organik dan fungsional sebagai penyebab sakit perut berulang
pada anak sangat sulit, kemungkinan besar multifaktoral. Sakit perut berulang dibagi
dalam dispepsia fungsional, irritable bowel syndrom, functional abdominal pain dan
abdominal migren. Digolongkan sebagai dispepsia fungsional bila dalam sekurangkurangnya 12 minggu, yang tidak perlu berurutan dalam 1 tahun belakangan terdapat
keluhan sakit perut atau rasa tidak nyaman diperut yang memenuhi 2 dari 3 sifat
berikut: (1) rasa sakit menghilang dengan defekasi, (2) onset sakit perut berhubungan
dengan perubahan dalam frekuensi defekasi, (3) onset sakit perut berkaitan dengan
perubahan konsistensi tinja (diare atau konstipasi)
Tabel Nyeri Perut Berulang akibat Kelainan Fungsional4
Diagnosis
Dispepsia

Gejala
12 minggu

fungsional

Nyeri
Abdomen

Gejala Umum
Mudah

Defekasi
Tidak ada

bagian atas

kenyang,

hubungan

kembung, rasa
Irritable bowel

12 minggu

syndrome

Nyeri

panas diperut
hilang Kembung,

Kelainan

keram

frekuensi

dengan

Abdominal

defekasi
3 atau lebih Paroksismal

migraine

episod selama garis


2

jam

tengah gejala

atau abdomen

lebih
Fuctional
abdominal
pain

12 minggu

konsistensi
Interval bebas Tidak

dan
ada

sakit hubungan

kepala
sebelah,

fotofobia, aura
Hampir terus- Tidak

Tidak

menerus

hubungna

memenuhi

ada

kriteria saluran
cerna
fungsional
3

lainnya
Penyebab organik sakit perut berulang1
Ekstra abdominal

Keracunan timbal
Epilepsi
Diabetes
Asma
Demam rematik
"Sickle-cell

anemia"
Hiperparatirodisme
Hipertrigliserid
Peritonitis
Tumor/kista
Medulla spinalis

Gastointestinal
Malrotasi
Stenosis
Gastritis
Hernia
inguinalis
Volvulus
Intususepsi
Colitis

ulseratif
Konstipasi
kronik
Intoleransi
laktosa
Askariasis
Ulkus

peptikum
Penyakit

Intra-abdominal
Ginjal
Pielonefritis
Hidronefrosis
Batu ginjal
Obstruksi
uretero
pelvik

Lain-lain
Hepatomegali
Splenomegali
Kolesistitis
Kolelitiasis
Pankreatitis
kronik
Kista ovarium
Endometriosis

Crohn
Apendisitis
kronik

Penyebab fungsional sakit perut berulang1


Urogenital

Pielonefritis
Hidronefrosis
Batu ginjal
Infeksi di daerah
pelvis
Dismenore
Cysta ovarium
Endometriosis
Kehamilan
ektopik

Gastrointestinal

Konstipasi
Intoleransi
laktosa
Refluks
gastroesofagal
Pankreatitis
kronik
Malrotasi
Divertikulum
Meckel
Kolelitiasis

Hematologi

Leukemia
Limfoma
Thalasemia

Lain-lain

Keracunan timbal
Diabetes melitus
Purpura Henoch
Schonlein
Epilepsi perut
Migrain
Hiperlipidemia
Edema
angioneurotik

Hepatitis
Ulkus peptikum

D. Patofisiologi
Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak
bermielin yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini
disebut sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar
dan lebih lama dari rasa sakit yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A.
Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa
dari organ di abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju
ke ganglia pre dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls aferen
akan melewati medula spinalis pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke
talamus, kemudian ke konteks serebri. Impuls aferen dari visera biasanya dimulai
oleh regangan atau akibat penurunan ambang batas nyeri pada jaringan yang
meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit
dilokalisasi. Impuls nyeri dan visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas,
hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada segmen thorakalis 6, 7, 8
serta dirasakan didaerah epigastrium.
Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz
sampai fleksura hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar
umbilikus. Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia
perempuan, impuls nyeri mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis
pertama. Nyeri dirasakan pada daerah supra publik dan kadang-kadang menjalar ke
labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri
dihantarkan oleh serabut aferen stomatis ke radiks spinals segmentalis.
Salah satu teori menduga terdapat perubahan dalam transmisi pesan antara
sistem persyarafan usus dan susunan saraf pusat yang menimbulkan hipersensitivitas
viseral, akibatnya impuls saraf kemudian diinterpretasikan oleh susunan saraf pusat
dalam konteks status emosi dan lingkungan psikosisosial 1.1

E. Pendekatan dalam Sakit Perut Berulang


.1. Riwayat Penyakit
Menentukan lokasi nyeri sangat penting. Namun untuk anak dibawah usia 2 tahun
sering kita mengalami kesulitan untuk menentukan lokasi nyeri secara spesifik. Anak
akan menunjukkan lokasi nyeri dengan menggunakan telunjuk atau seluruh telapak
tangan. Oleh karena anak sulit memberikan penjelasan mengenai sifat nyerinya, maka
bisa dipakai cara sederhana dengan mengumpamakan nyeri tersebut dengan
menanyakan apakah nyerinya seperti tertusuk jarum atau nyeri yang dirasakan seperti
kulit yang diihinggapi kupu-kupu? Apakah nyeri itu berkurang dengan perubahan
posisi dari tidur ke telentang atau setelah buang air besar atau flatus, atau nyeri
tersebut berkurang setelah makan?
Nyeri yang sifatnya mendadak pada malam hari atau nyeri timbul sehingga
terbangun dari tidurnya, curiga adanya tukak lambung. Nyeri yang timbul pada saat
sore/malam sebelum makan, curiganya konstipasi. Anak sering menyangkal adanya
nyeri didaerah dada, namun gejala tukak lambung dirasakan sebagai gejala kurang
nyaman diperut (dispepsia). Riwayat makanan dan frekuensi buang air besar sangat
penting dalam mengungkap penyebab sakit perut berulang.pada bayi dan anak-anak
manifestasi klinis nyeri perut berbeda, tergantung umur. Usia 0-3 bulan biasanya
digambarkan dengan adanya muntah. 3 bulan- 2 tahun ditemukan riwayat muntah,
tiba-tiba menjerit, menangis, tanpa ada trauma yang menyertainya. Usia 2-5 tahun
sudah dapat menyatakan sakit perut, tapi lokasinya belum tepat. Diatas 5 tahun dapat
menerangkan tempat dan sifat nyeri 2.
Mengungkapkan riwayat umum secara sistematis juga sangat penting. Turunnya
berat badan, demam, nyeri sendi dan rash mendukung adanya proses inflamasi atau
infeksi. Komplikasi saluran yang prominen

disertai perasaan nyeri dada, sering

timbul sebagai akibat adanya refluks gastroesofageal. Riwayat pengobatan


6

sebelumnya seperti pemakaian antibiotik jangka panjang perlu diperhatikan.


Antibiotik jangka panjang akan mengakibatkan gangguan keseimbangan flora normal
usus sehingga terjadi gangguan motilitas usus.
Riwayat sakit perut yang berhubungan dengan kegiatan anak disekolah, hubungan
dengan teman disekolah, kadang-kadang mempunyai hubungan nyata dengan sakit
perut berulang 2. Riwayat keluarga yang mempunyai tukak, irritable atau inflamatory
bowel disease, pankreatitis, billiary disease atau migraine
.1.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan lengkap mulai dari kepala sampai

keujung kaki walaupun titik beratnya pada abdomen. Perhatikan keadaan umum anak
dan posisi anak pada waktu berjalan atau waktu tidur di tempat. periksa. Jika ia
terbaring diam dan kesakitan bila berubah posisi maka ini mungkin tanda abdomen
akut.5
Pemeriksaan pada abdomen harus dilakukan pada posisi anak yang santai dan
dilihat/dicari: asimetri perut, bentuk perut (buncit, skapoid), gambaran usus, nyeri
terlokalisasi, adanya ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan
tangan, massa tumor, cairan ascites, nyeri tekan, bagaimana bising usus di seluruh
perut dan colok dubur.3
Perlu dicari tanda-tanda kedaruratan seperti dinding abdomen yang kaku, defens
muskuler, nyeri tekan dan nyeri lepas. Disamping itu perlu juga dicari kemungkinan
adanya hernia inguinalis strangulata atau inkarserata.6
Hubungan antara nyeri perut berulang dengan tumbuh kembang anak sangat erat,
sehingga pemeriksaan rutin harus diikuti pemeriksaan antopometri, seperti
menimbang berat badan, mengukur panjang badan dan kecepatan pertumbuhan
seorang anak. Pemeriksaan daerah abdomen harus dilakukan secara sistematis dan
gentle. Pada pemeriksaan ini difokuskan untuk mencari kemungkinan adanya tanda
konstipasi akibat tumor seperti neuroblastoma atau tumor wilms, hernia umbilikalis
atau hernia ditempat lain atau perasaan sakit pada saat palpasi. Mencari adanya darah
difeses juga sangat penting untuk mengetahui adanya proses infeksi saluran cerna.
Usia remaja wanita, pemeriksaan didaerah pelvis sangat penting untuk mencari
kemungkinan adanya kelainan ginekologi seperti endometriosis, kehamilan ektopik
atau torsi kista ovarium.2

Tabel Manifestasi klinis sakit perut pada anak berdsarkan umur1


0-3 bulan

Umumnya digambarkan dengan adanya muntah

3 bulan 2 tahun

Muntah, tiba-tiba menjerit, menangis tanpa adanya trauma yang dapat


menerapkannya

2 tahun 5 tahun

Dapat mengatakan sakit perut tetapi lokalisasi belum tepat

> 5 tahun

Dapat menerangkan sifat dan lokalisasi sakit perut

Pemeriksaan fisik mencari kemungkinan kelainan kearah penyebab organik4


Penurunan berat badan
Organomegali
Nyeri tekan pada abdomen yang terlokalisasi
Kelainan di anus (fisura, ulserasi, skin tag)

E.2. Red flag


Red flag sign dapat digunakan oleh para klinisi untuk menindaklanjuti kasus
nyeri perut berulang yang dihadapi dimana membutuhkan tindakan lebih lanjut
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 2
Tabel red flags pada anamnesis dan pemeriksaan fisik nyeri perut berulang2
Red Flags pada anamnesis
Nyeri yang terlokalisasi

menjauh

Red Flags pemeriksaan fisik


dari Penurunan berat badan dan growth delay

umbilikus
Nyeri hebat saat tidur
Pembesaran organ
Nyeri yang berhubungan dengan bowel Nyeri perut disekitar umbilikus
habit, disuria, ruam dan artritis
Perdarahan samar
Pembengkakan sendi
Muntah berulang
Pucat, ruam, hernia
Demam berulang, letargi, penurunan nafsu
makan

E.3.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini dibagi atas 3 tahap, yaitu:
Tahap 1. Dilakukan pada seluruh anak dengan sakit perut berulang
Tahap 2. Dilakukan bila pada pemeriksaan tahap 1 ditemukan kelainan atau bila
didapatkan beberapa tanda peringatan seperti yang tertera pada tabel atau bila tidak
memenuhi kriteria gejala klinis sakit perut berulang klasik
Tahap 3. Dilakukan bila masih diperlukan.1
Tabel Pemeriksaan laboratorium dan penunjang sakit perut berulang 1
Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Laju endap darah


Biokimia darah (ureum, kreatinin, transaminase,
kolesterol, trigliserida, protein total, kalsium dan
fosfor)
Urin
Biakan urin dan tinja (termasuk parasit)
Uji serologis untuk Helicobacter pylori
Foto polos abdomen
USG abdomen
Uji hidrogen nafas dengan laktosa
Amilase urin dan darah
Test benzidin
Endoskopi
Enema barium
Voiding cystourethrogram
EEG

Algoritma nyeri perut berulang fungsional dan organik4

10

E.5. Intervensi Empiris


Gejala nyeri harus dicatat seperti frekuensi nyeri, apakah berhubungan dengan
makanan/intervensi yang diberikan, dan pemakaian diet tinggi serat. Karbohidrat
berlebihan dan tidak dicerna dengan baik akan menyebabkan nyeri, maka secara
empiris dengan mengurangi atau eliminasi lactosa dan mengurangi konsumsi air
buah akan mengurangi keluhan.
Pemakaian obat-obatan antispasmodik, antidepresi dan obat penenang tidak
bermanfaat pada masalah ini. Golongan antasida hanya terbatas pada kasus
esofagitis. Dugaan konstipasi untuk sementara dapat dicoba dengan pengosongan isi
kolon bagian bawah dengan obat pencahar. Anak yang dicurigai menderita penyakit
tukak, tanpa komplikasi biasanya dapat diberikan obat golonga H2 blocker. 2
Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Pada sakit perut berulang fungsional
pengobatan ukan kepada penderita dan keluarganya, bukan hanya mengobati gejala.
Secara khusus, ka membutuhkan ketentraman bahwa tidak ada bukti adanya kelainan
dasar yang serius. Tujuan pengobatan ialah memberikan rasa aman serta edukasi
kepada penderita dan keluarga sehingga kehidupan keluarga menjadi normal kembali

11

dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga efeknya terhadap aktivitas sehari-hari dapat
menjadi seminimal mungkin.1
E.5. Kriteria Diagnosis
Pendekatan diagnosis sakit perut pada anak masih merupakan suatu masalah
karena kriteria diagnosis yang digunakan belum seragam, terutama untuk nyeri perut
non organik. Kriteria diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah
kriteria Rome III. KomiteRome III mengatakan bahwa kriteria Rome II terbatas
dalam beberapa hal, yaitu (kari, 2008):
1. Kurangnya bukti dalam sub-pembagian sakit perut fungsional yang menjelaskan
mengenai gejala yang lebih menonjol yang dapat membantu dalam mengidentifikasi
patofisiologi. Hal ini menyebabkan sensitifitas dan spesifisitas kriteria Rome II lebih
rendah daripada kriteria Rome III.
2. Penjelasan kriteria Rome II untuk sakit perut fungsional lebih luas.
3. Analisis faktor terhadap gejala sakit perut fungsional yang berhubungan dengan
makanan tidak di perhitungkan dalam kriteria Rome II.
Kriteria diagnosis gangguan fungsional gastrointestinal pada anak-anak menurut
kriteria Rome III
G. Functional disorders : neonates and toddlers
G.1. Infant regurgitation
G.2. Infant rumination syndrome
G.3. Cyclic vomiting syndrome
G.4. Infant colic
G.5. Functional diarrhea
G.6. Infant dyschezia
G.7. Functional constipation

H. Functional disorders : children and adolescents


H.1. Vomiting and aerophagia
H1a. Adolescent rumination syndrome

12

H1b. Cyclic vomiting syndrome


H1c. Aerophagia
H.2. Abdominal pain-related FGIDs
H.2.a Functional dyspepsia
H.2.b Irritable bowel syndrome
H.2.c Abdominal migraine
H.2.d Chidhood functional abdominal pain
H.2.d.1. Childhood functional abdominal pain syndrome
H.3. Constipation and incontinence
H.3.a. Functional constipation
H.3.b. Non retentive fecal incontinence

G. Functional Disorders : Neonates and Toddlers


G1. Infant regurgitation
Regurgitasi adalah bentuk dari gastroeosophageal reflux. Yang membedakan dengan
vomiting adalah keluarnya isi lambung ke dalam mulut tanpa adanya tekanan dan
tidak terjadi nausea dan retching dan tidak ada kontraksi diafragma maupun dinding
perut.7
Kriteria diagnosis untuk infant regurgitation harus memenuhi semua kriteria di bawah
ini pada anak sehat yang berumur 3 minggu-12 bulan :
1. Regurgitasi 2 kali atau lebih per hari selama 3 hari sampai beberapa minggu
2. Tidak ada retching (urutan spasmodik dengan penutupan glotis yang terjadi
bersamaan dengan kontraksi ekspiratori otot perut), hematemesis, aspirasi, apneu,
gagal tumbuh, kesulitan makan dan menelan, atau postur tubuh yang abnormal.

G.2. Infant rumination syndrome


Ruminasi adalah kejadian yang secara sadar dan menyenangkan memutahkan
makanan dari lambung, dikunyah-kunyah dan ditelan kembali. Anak besar atau
dewasa meregurgitasikan makanan dengan cara kontraksi otot abdomen, sedangkan
13

pada bayi mencolokkan jari ke dalam mulutnya dalam upaya untuk menimbulkan
regurgitasi. Terdapat 2 bentuk ruminasi psikogenik dan self stimulating. Psikogenik
biasanya terjadi pada anak normal dengan gangguan hubungan dengan orang tua,
sedangkan self stimulating sering terjadi pada anak dengan keterlambatan mental.7
Kriteria diagnosis untuk infant rumination syndrome harus memenuhi semua kriteria
selama paling sedikit 3 bulan :
1. Kontraksi berulang otot-otot abdominal, diafragma, dan lidah
2. Memuntahkan makanan dari lambung ke mulut, dikunyah-kunyah dan ditelan
kembali.
3. Tiga atau lebih dari 4 kriteria berikut :
a) Onset antara 3 8 bulan
b) Tidak respon dengan pegobatan pada gastroesophageal reflux disease atau
obat antikolinergik, hand restrain (kontrol paksa dengan pengekangan tangan
untuk memasukkan makanan), merubah formula makanan, gavage (pemberian
makanan secara paksa melalui pipa yang dimasukkan ke lambung), dan
pemberian makan melalui gastrostomy
c) Tidak disertai dengan tanda dari nausea atau distress
d) Tidak muncul selama tidur dan ketika anak berinteraksi dengan seseorang di
sekitarnya.
G.3. Cyclic vomiting syndrome
Muntah siklik adalah muntah-muntah hebat yang terjadi di antara kondisi yang
sehat, penyebabnya tidak diketahui, diagnosis dengan cara ekslusi, pengobatan
biasanya simptomatik, dan prognosis tidak jelas. Mungkin merupakan diagnosa
keranjang sampah (wastebasket). Hal yang perlu dicermati adalah adanya kelainan
organik yang didiagnosa sebagai muntah siklik, misalnya intususepsi intermiten,
volvulus, duplikasi intestinal, divertikulum, malrotasi, tekanan intrakranial yang
meningkat, penyakit metabolik dan toksik. 7 Kriteria diagnosis untuk cyclic vomiting
syndrome harus memenuhi semua kriteria di bawah ini :
1. Dimana mual dan mutah-muntah yang hebat terjadi di antara kondisi yang sehat yang
muncul 2 kali atau lebih atau retching yang berlangsung selama berjam-jam bahkan
sampai berhari-hari.
2. Kembali sehat selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
14

G4. Infant colic


Kolik infantil didefinisikan rangsangan nyeri tiba-tiba, rewel atau menangis
lebih dari 3 jam per hari, dan terjadi lebih dari 3 hari dalam seminggu. Tidak ada suatu
bukti bahwa menangis pada kolik infantil disebabkan nyeri pada abdomen atau bagian
tubuh lain. Meskipun demikian, biasanya orang tua mengasumsikan bahwa penyebab
menangis hebat pada anak adalah nyeri perut yang berasal dari gastrointestinal.

Kriteria diagnosis untuk infant colic harus memenuhi semua kriteria dibawah ini dari
sejak lahir sampai umur 4 bulan :
1. Anak tiba-tiba menjadi iritable, rewel, dan menangis yang muncul dan berhenti tanpa
sebab yang jelas.
2. Berlangsung selama 3 jam atau lebih per hari dan muncul minimal 3 hari dalam satu
minggu
3. Tidak ada gagal tumbuh
G.5. Functional diarrhea
Kriteria diagnosis untuk functional diarrhea harus memenuhi semua kriteria dibawah
ini :
1. Buang air besar 3 kali atau lebih dengan konsistensi cair tanpa adanya rasa sakit.
2. Berlangsung selama lebih 4 minggu
3. Onset mulai antara umur 6 36 bulan
4. Diare muncul selama waktu terjaga
5. Tidak teradapat gagal tumbuh bila kalori yang masuk mencukupi.

G.6. Infant Dyschezia


Kriteria diagnosis untuk infant dyschezia harus mencakupi kedua kriteria dibawah ini
untuk anak kurang dari 6 bulan :
1. Anak biasanya menangis dan tegang selama kurang lebih 10 menit sebelum berhasil
buang air besar yang tidak keras.
2. Tidak ada masalah kesehatan yang lain.

G7. Functional Constipation


15

Kriteria diagnosis untuk functional constipation harus memenuhi sekurang-kurangnya


2 dari 6 kriteria berikut selama 1 bulan untuk anak lebih dari 4 tahun :
1. Buang air besar 2 kali atau kurang setiap minggu
2. Sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu mengalami inkontinensia
3. Riwayat menahan buang air besar yang berlebihan
4. Riwayat nyeri saat buang air besar dan feses yang keras
5. Teraba massa feses yang banyak di dalam rektum
6. Riwayat feses dalam diameter yang besar sehingga dapat menyumbat lubang toilet.
H. Functional Disorders : Children and Adolescents
H.1. Vomiting dan Aerophagia
H1a. Adolescent rumination syndrome
Kriteria diagnosis untuk adolescent rumination syndrome :
Semua kriteria di bawah ini harus dialami oleh pasien sekurang-kurangnya 1 kali
dalam seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan :
1. Regurgitasi dan muntah yang berulang tanpa rasa sakit yang terjadi :
a) Segera setelah makan
b) Tidak muncul selama tidur
c) Tidak respons terhadap pengobatan standar untuk refluks gastroesofageal
2. Tidak ada retching
3. Tidak ada bukti adanya inflamasi, kelainan anatomi, kelainan metabolik, atau
neoplasma.
H.1.b. Cyclic vomiting syndrome
Kriteria diagnosis untuk cyclic vomiting syndrome harus memenuhi semua kriteria di
bawah ini :
1. Mengalami mual yang hebat dan muntah yang tidak berhenti-henti selama 2 kali
atau lebih atau retching selama berjam-jam sampai berhari-hari.
2. Kembali ke keadaan sehat yang berlangsung selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan.

H1c. Aerophagia

16

Kriteria diagnosis untuk aerophagia harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 dari 3


kriteria berikut yang dialami setidaknya 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan :
1. Menelan banyak udara
2. Distensi abdomen karena adanya udara intralumen
3. Sendawa yang berulang atau peningkatan frekuensi flatus.
H.2. Abdominal pain-related Functional Gastrointestinal Disorders (FGIDs)
H.2.a. Functional dyspepsia
Kriteria diagnosis untuk fuctional dyspepsia harus memenuhi semua criteria di bawah
ini yang dialami sekurang-kurangnya 1 kali seminggu selama minimal 2 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan :
1. Nyeri yang persisten atau berulang atau perasaan tidak nyaman yang berasal dari
perut bagian atas (di atas umbilikus).
2. Nyeri tidak berkurang dengan defekasi atau tidak berhubungan dengan suatu
perubahan frekeuensi buang air besar atau konsistensi feses.
3. Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik,
atau neoplasma.

H.2.b. Irritable bowel syndrome


Kriteria diagnosis untuk irritable bowel syndrome harus memenuhi semua kriteria di
bawah ini yang dialami sekurang-kurangnya 1 kali seminggu selama minimal 2 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan :
1. Perasaan tidak nyaman di bagian perut (tidak dideskripsikan sebagai rasa sakit)
atau nyeri yang berhubungan dengan 2 atau lebih kriteria berikut :
a) Nyeri berkurang dengan defekasi
b) Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi buang air besar
c) Onset berhubungan dengan perubahan bentuk dari feses
2. Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik,
atau neoplasma.
17

H.2.c. Abdominal migraine


Abdominal migraine adalah suatu sindrom dengan gejala abdominal periodik,
terdapat nyeri epigastrik atau periumbilical yang disertai nausea, muntah, diare,
panas dan menggigil, vertigo, iritable serta poliuria. Bilamana gejala abdominal
disertai sakit kepala yang terjadi pada 30-40% pasien dengan migrain kepala maka
diagnosis

akan

mudah

dibuat,

tetapi

bila

kejadian

tersebut

tersendiri

(isolatedabdominal migraine) yang biasanya terdapat pada 3% penderita, diagnosis


menjadi lebih sukar, walaupun akhirnya dapat timbul migraine. Serangan
isolatedabdominal pain biasanya mendadak dan berakhir dalam hitungan jam
sampai hari, dimana ciri-cirinya selalu sama pada setiap serangan dan pasien
tampak normal diluar serangan. Biasanya terdapat pada keluarga dengan riwayat
migrain. (Rosquin, 2006).
Kriteria diagnosis untuk abdominal migraine harus memenuhi semua kriteria di
bawah ini yang dialami sebelumnya 2 kali atau lebih selama 12 bulan :
1. Serangan nyeri hebat yang akut di sekitar umbilikus yang berlangsung selama
1 jam atau lebih.
2. Terdapat periode sehat yang berlangsung selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
3. Nyeri berkurang dengan aktivitas normal.
4. Nyeri berhubungan dengan 2 atau lebih dari kriteria berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Anoreksia
Nausea
Muntah
Sakit kepala
Photophobia
Pucat

5. Tidak ada bukti proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik, atau
neoplasma.

H.2.d. Childhood functional abdominal pain.


18

Kriteria diagnosis untuk childhood functional abdominal pain harus memenuhi semua
kriteria di bawah ini yang dialami sekali seminggu selama 2 bulan sebelum diagnosis
ditegakkan :
1. Nyeri abdomen yang hilang timbul atau terus menerus
2. Tidak mencukupi kriteria FGIDs yang lain
3. Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik,
atau neoplasma.
H.3. Constipation dan Incontinence
H.3.a. Functional constipation
Kriteria diagnosis untuk functional constipation harus memenuhi 2 atau lebih dari
kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun yang tidak memenuhi kriteria yang
cukup untuk IBS, dialami minimal 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan :
1. Buang air besar 2 kali seminggu atau kurang
2. Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses per minggu
3. Riwayat retensi feses
4. Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras
5. Terdapat massa feses yang besar di rektum
6. Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet.

H.3b. Nonretentive fecal incontinence


Kriteria diagnosis untuk nonretentive fecal incontinence harus memenuhi semua
kriteria di bawah ini yang dialami minimal 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan
pada anak kurang dari 4 tahun :
1. Defekasi di tempat yang tidak sesuai dengan konteks sosial minimal 1 kali
sebulan
2. Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik,
atau neoplasma
3. Tidak ada retensi feses.
19

Pemastian seorang anak menderita sakit perut fungsional tidak boleh hanya
berdasarkan ditemukannya gangguan emosi pada anak tersebut. Oleh karena itu
anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisis yang lengkap merupakan hal terpenting
dalam melakukan evaluasi anak dengan sakit perut.
Adanya suatu kelainan organik perlu dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan
fisis ditemukan beberapa hal (alarm symptoms) seperti yang tertulis di bawah ini :
1. Lokasi nyeri jelas dan jauh dari umbilicus
2. Nyeri berhubungan dengan fungsi saluran cerna (konstipasi, diare, inkontinensia)
3. Muntah
4. Serangan nyeri mendadak dan menetap dalam beberapa menit sampai hari
5. Nyeri menjalar kepunggung, bahu, atau ekstremitas
6. Disuria
7. Perdarahan rectal
8. Usia kurang dari 4 tahun dan di atas 15 tahun
9. Riwayat keluarga menderita penyakit saluran cerna atau sistemik (ulkus
peptikum,inflammatory bowel diseases, Helicobacter pylori .
F.

Diagnosis Kerja
.1. Refluks Gastroesofagus
1) Definisi
Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai pasase isi lambung ke
dalam esofagus yang berlangsung secara involunter. Keluhan ini sering
pada bayi dan dilaporkan 80%. Pada bayi sehat berumur 1 bulan
mengalami regurgitasi paling sedikit 1 kali setiap harinya, meningkat
menjadi 40-60% pada umur 6 bulan dan menurun secara bertahap
hingga 12 bulan (3-5%). Refluks gastroesofagus dikatakan patologis bila
terjadi komplikasi.5
2) Patofisiologi
Sfingter esofagus bagian bawah (SEB) merupakan barier anti refluks
terpenting. Relaksasi sfingter esofagus yang tidak berhubungan dengan
proses menelan merupakan mekanisme utama yang menyebabkan
kembalinya isi lambung ke dalam esofagus. Gangguan pengosongan
lambung adalah mekanisme lain yang dapat menyebabkan distensi
lambung, peningkatan sekresi asam lambung, dan dapat meningkatkan
relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.5
20

3) Manifestasi Klinis
Keluahan regurgitasi didapatkan sebanyak 70%. Nyeri umumnya timbul
jika terdapat paparan asam yang berlebihan atau berlangsung lama. Pada
bayi akan rewel, cengeng dan kadang-kadang menjerit. Bayi juga akan
memperlihatkan posisi hiperekstensi tulang belakang pada saat atau
setelah makan. Pada esofagitis berat akan dijumpai darah pada muntahan,
gangguan menelan dan darah pada tinjanya. Gangguan saluran
pernapasan dapat terjadi akibat mikroaspirasi bahan refluks.5
4) Pemeriksaan Penunjang
Pemantauan pH esofagus. Pada keadaan normal, pH esofagus antara 5-7.
Jika pH <4 merupakan tanda adanya refluks gastroesofageal 5.
5) Tatalaksana
Non Farmakologis
Posisi lateral dilaporkan dapat mengurangi gejala refluks gastroesofageal
(RGE) sebesar 50%. American academy of Pediatrics memberikan
rekomendasi antara lain: 1. Bayi tidak diletakan dalam posisi tidak
tengkurap saat tidur, 2. Bila diletakan dalam posisi lateral kiri, posisi
tangan diatur sedemikian rupa agar bayi tidak tengkurap. 5.
Farmakologis
Prokinetik
Prokinetik dapat mengurangi regurgitasi melalui efeknya terhadap SEB,
peristaltik

esofagus

dan

pengosongan

lambung.

Metoklopramid

penggunaannya pada bayi terbatas karena adanya reaksi ikutan pada


Susunan Saraf Pusat (SSP) dihubungkan dengan kemampuannya
menghambat reseptor dopamin disubstansia nigrayang memiliki efek
ekstrapiramidal

(distonia,

iritable).

Domperidon

bekerja

di

chemoreceptor trigger zone. Domperidon merupakan antagonis reseptor


dopamin yang merangsang motalitas usus. Obat ini memiliki efek
samping ekstrapiramidal yang kecil 5
Antasid
Data yang mengukung penggunaan antasid pada anak sangat terbatas,
sehingga pemakaiannya pada bayi dan anak jarang. Efek samping
penggunaan antasid yang mengandung alumunium dapat meningkatkan
kadar alumunium di plasma. Kadar yang tinggi ini telah diketahui dapat
menyebabkan osteopenia, anemia mikrositik, dan neurotoksisitas5.
21

Potton Pump Inhibitor (PPI)


PPI menghambat pompa H+K+ATP sel parietal secara ireversibelefek
samping saluran pencernaan yang pernah yang pernah dilaporkan antara
lain konstipasi, diare, mual, muntah dan nyeri perut. Dosis yang
digunakan adalah 0.7-3.3 mg/kgBB/hari dalam 1-2 kali pemberian 5.
Antagonis reseptor H2
Antagonis reseptor H2 menurunkan sekresi asam dengan cara
berkompetisi denganreseptor histamin yang berlokasi di membran sel
parietal. Dosis ranitidin yang direkomendasikan 2-3 mg/kgBB/hari dalam
2 kali pemberian 5.
.2.

Konstipasi
1) Definisi
Konstipasi didefinisikan keterlambatan atau kesulitan buang air besar 2
minggu dan menyebabkan ketidaknyamanan pada anak. 90% konstipasi
merupakan konstipasi fungsional yaitu tidak disebabkan gangguan
organik. Frekuensi buang air besar 4 kali atau lebih perhari pada usia
minggu pertama dan 2 kali perhari pada usia satu tahun. Frekuensi buang
air besar normal seperti usia dewasa, 3 kali per hari hingga 3 kali per.
minggu pada umumnya dicapai pada usia 4 tahun. Pada bayi dengan ASI,
frekuensi buang air besar sangat bervariasi, 2-3 kali perhari hinga 3-5
hari sekali, dengan konsistensi normal tanpa adanya distres. Tumbuh
kembang kelompok usia bayi ini baik, sesuai dengan usianya. Frekuensi
buang air besar yang jarang pada usia bayi ini disebabkan karena
penyerapan air susu ibu yang sempurna, sehingga hanya menghasilkan
sisa yang minimal untuk membentuk feses.
2) Patofisiologi
Konstipasi fungsional disebabkan karena adanya gangguan respon
adaptasi proses defekasi normal. Rasa cemas setalah defekasi sebagai
akibat pengalaman rasa nyeri saat defekasi. Hal ini akan mengakibatkan
megarektum fungsional yang selanjutnya mengakibatkan hilangnya
sensitivitas rektum untuk proses defekasi normal. Akumulasi feses
direktum secara progresif akan mengakibatkan kelelahan otot dasar
panggul dan bila berlangsung lama akan mengakibatkan berkurang
hingga hilangnya kompetensi tonus sfingter anus. Keadaan ini bila tidak

22

diatasi akan mengakibatkan inkontinensia dan nonvolunterik ekspulsi


feses atau enkopresis.
3) Manifestasi Klinis
Feses keras disertai nyeri pada saat buang air besar serta adanya retensi
feses dengan atau tanpa enkopresis sering dijumpai pada konstipasi
fungsional.
1. Gejala klinis dan komplikasi konstipasi fungsional pada anak:
2. Mempertahankan posisi tertentu: anak-anak biasanya berdiri
menjijit, berpegangan pada benda tertentu, mengkakukan kedua kaki
3.
4.
5.
6.

dan bersembunyi di pojokan.


Kotoran yang lewat terasa nyeri
Nyeri perut dan iritable, nyeri anus atau rektal
Enkopresis
Terdapat gejala traktus urinarius: inkontinensia urin pada malam
hari, infeksi saluran kemih, refluks vesikouretral, retensi urin,

obstruksi megakistik dan uretral.


7. Fisura anal
8. Prolaps rektum
4) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada umumnya tidak diperlukan pada kasus
konstipasi. Beberapa indikator perlunya pemeriksaan laboratorium antara
lain gagal tumbuh, adanya keluhan diare yang hilang timbul dan adanya
darah di dalam feses perlu diwaspadai kemungkinan enterokolitis atau
penyebab inflamasi usus karena sebab lain.
Pemeriksaan lainnya untuk menyingkirkan kemungkinan adaanya
hiperkalsemia, hipotiroid dan coeliac disease dapat dipertimbangkan.
Sweat test perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
cyctic fibrosis , terutama pada bayi yang rnengalami konstipasi,
khususnya yang mempunyai riwayat keterlambatan mengeluarkan
mekonium pada periode neonatus.
Pemeriksaan Radiologi Abdomen
Pemeriksaan radiologi umumnya tidak diperlukan pada kasus konstipasi
biasa. Pemeriksaan foto polos abdomen diperlukan terutama terutama
pada anak gemuk dan anak yang kurang kooperatif. Pada anak gemuk
pemeriksaan fisik abdomen pada anak gemuk sering memberikan hasil
23

kurang akurat. Anak yang menolak dilakukan pemeriksaan colok dubur


untuk mengetahui adanya material feses sebagai penyebab impaksi perlu
dipastikan dengan pemeriksaan foto polos abdomen. Pemeriksaan foto
polos abdomen merupakan cara paling sederhana untuk memastikan
adanya material feses sebagai salah satu variabel diagnostik konstipasi
fungsional pada anak.
Manometri Anorectal
Pemeriksaan manometri anorectal diindikasikan pada kasus konstipasi
yang

tidak

menunjukkan

perbaikan

dengan

pengobatan

biasa.

Pemeriksaan ini sangat penting sebagai salah satu upaya mengeluarkan


kemungkinan

adanya

Hirschsprung's

disease

sebagai

penyebab

konstipasi. Alat ini juga dapat dipakai sebagai evaluasi paska operasi
myelomeningocele dan beberapa kelainan gangguan fungsi spinal cord,
Namun pemeriksaan manometri anorectal belum tersedia di Indonesia.

F.3. Infeksi Saluran Kemih


1. Definisi
ISK bawah (lower UTI) atau sistitis, yaitu bila infeksi terjadi pada uli
buli dan uretra yang ditandai oleh adanya bakteriuria tanpa disertai gejala
sistemik.
ISK atas (upper UTI) atau pielonefritis akut, yaitu bila infeksi terjadi
pada parenkim ginjal (pielonefritis) yang ditandai oleh adanya bakteriuria
dengan disertai panas 38Celcius atau lebih, atau adanya bakteriuria
dengan panas kurang dari 38 Celcius disertai adanya nyeri pinggang. 8
2. Etiologi
Dalam suatu penelitian yang besar dengan mengikutsertakan 4.974 anak
yang berusia kurang dari 6 tahun pada tahun 2007, onway et al
melaporkan sebanyak 13,6% anak mengalami ISK berulang terdiri dari
9,6% anak laki-laki dan 90,4% anak perempuan, dilaporkan juga laju
rekurensi sebesar 12% pertahun. Dari penelitian tersebut 61%
diantaranya ternyata disebabkan kuman patogen yang resisten terhadap
antibiotik, dimana 78% diantaranya adalah Escherichia coli.

24

3. Faktor risiko
Faktor Kuman
Kuman penyebab yang tersering menimbulkan ISK dan ISK berulang
adalah Escherichia coli (85%). Disusul kemudian oleh Proteus,
Pseudomonas dan Staphyloccocus. Pengamatan di bangsal anak RSUD
Dr. Soetomo antara tahun 2000-2007 menunjukkan urutan kuman
penyebab ISK sebagai berikut: Escherichia coli (58%), Enterobacter
spp (20,5%), Klebsiella (12,8%).
E. coli merupakan penyebab ISK terbanyak oleh karena strain E. coli
uropatogenik sangat virulen. E. coli uropatogenik mempunyai fimbria
atau pili dimana pada ujungnya terdapat adesin yang mampu melekatkan
diri pada sel uroepitel, mempunyai serotipe O dan K, menghasilkan
hemolisin,

kolistin

dan

aerobaktin

yang

mampu

melawan

antibakterisidal host.
Faktor virulensi penting lainnya adalah adanya faktor resistensi kuman,
yaitu

kemampuan

mentransfer

plasmid

(suatu

komponen

ekstrakromosom DNA) diantara strain dan spesies kuman. Transmisi


material genetik tersebut akan menimbulkan resistensi terhadap berbagai
golongan antibiotik secara enzimatik.
Pasien yang terinfeksi oleh E. coli yang melekat pada sel uroepitel
(adhering E. coli) akan menunjukkan gejala inflamasi sistemik dan
renal yang lebih nyata (leukosituria, C-reactive protein serum
meningkat, laju endap darah meningkat) dibandingkan dengan pasien
yang terinfeksi oleh tipe yang tidak melekat (non-adhering strain).
Bakteri yang melekat pada sel uroepitel, akan menghasilkan endotoksin
dan lipopolisakarida lebih banyak dan langsung ke jaringan ginjal. 8

Faktor Host
Kelainan anatomik saluran kemih merupakan faktor predisposisi
terjadinya infeksi berulang, misalnya refluks vesiko-ureteral, duplikasi
ginjal dan ureter, sindrom Prune-Belly, obstruksi, benda asing, batu,
obstipasi yang lama, fimosis atau stasis. Dalam hal ini diduga yang
menjadi faktor predisposisinya adalah virulensi bakteri atau oleh karena

25

kelainan fungsional saluran kemih. Faktor ras juga berperan dimana ras
kulit putih cenderung lebih mudah menderita ISK berulang. 8
Secara keseluruhan kelainan radiologik yang dapat ditemukan ada ISK
berulang berkisar sekitar 40-50%. Refluks vesiko-ureter merupakan
kelainan saluran kemih yang paling sering ditemukan pada kejadian
berulang, yaitu sekitar 10-30%. Adanya refluks mengakibatkan m.ik
mudah menderita ISK, dan dari kemih yang terinfeksi tersebut, i.ikteri
naik ke parenkim ginjal sehingga kemudian anak akan nonderita
pielonefritis. 8
Stasis kemih karena adanya obstruksi saluran kemih, dan ulanya residu
kemih, merupakan faktor lainnya yang mempermudah ukteri tinggal
lebih lama dan berproliferasi. Adanya divertikulum buli- inli, ureterokel,
lambatnya aliran kemih pada collecting system yang ncngalami
duplikasi, mengakibatkan timbulnya nidus sehingga bakteri lapat lebih
lama tinggal dan berproliferasi dalam saiuran kemih, adanya benda asing
dalam saluran kemih seperti kateter juga nemudahkan terjadinya ISK
berulang. Lebih dari 90% ISK nosokomial ada anak yang dirawat di
rumah sakit disebabkan pemasangan kateter kemih. 8
Pada anak sehat, otot buli-buli berada dalam keadaan relaksasi ampai
buli-buli menjadi penuh. Pada waktu miksi terjadi kontraksi letrusor
yang disertai relaksasi sfingter eksternal. Gangguan fungsi dapat
memudahkan

terjadinya

ISK

berulang,

seperti

misalnya

pada

neurogenic bladder, uninhibited bladder , konstipasi, fimosis atau


infrequent voiding.

4. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik hendaknya dilakukan secermat
mungkin dengan menanyakan adanya pancaran kemih yang lemah,
riwayat adanya gejala-gejala ISK sebelumnya atau terbukti pernah
menderita ISK, pernah mengalami demam tanpa penyebab yang jelas,
adanya diagnosis antenatal kelainan ginjal, riwayat keluarga adanya
retluks vesiko-ureter atau penyakit ginjal, kemih tidak tuntas dan
konstipasi. Dalam pemeriksaan fisik jangan dilupakan untuk mencari
adanya tanda-tanda buli-buli yang besar, massa abdomen, lesi spinal,
tumbuh lambat dan hipertensi. 8
Balita
26

Pada balita gejala lebih beragam dan kurang spesifik. Kadang dikeluhkan
kemih bau atau menangis saat miksi. Kadang-kadang terjadi perubahan
pola miksi, yang semula telah berhenti ngompol, mendadak mulai
ngompol lagi. Gejala disuria, frekuensi, inkontinensia atau polakisuria
lebih sering dijumpai pada anak-anak yang lebih besar. 8
Gejala non-spesifik yang lebih menonjol biasanya berupa nafsu makan
menurun, muntah, rewel, nyeri perut, lambat tumbuh, lemah, gelisah,
sering menangis tanpa sebab yang jelas. Demam yang tidak diketahui
sebabnya Kemungkinan besar ISK. Sekitar 5% anak-anak berusia kurang
dari 2 tahun yang mengalami panas tanpa sebab, ternyata menderita ISK.
8

Anak Usia Sekolah


Gejala lebih spesifik dan terlokalisir pada saluran kemih. kadang sakit
pinggang. Gejala umum yang sering dikeluhkan adalah demam, lemah,
anoreksia, sakit perut, mual dan muntah.
Mengingat tingginya angka kelainan saluran kemih yang menyertai ISK
berulang maka pemeriksaan fisik hendaknya dilakukan secara cermat dan
menyeluruh, termasuk pengukuran berat badan, tinggi badan dan tekanan
darah. Palpasi buli-buli untuk mengetahui teraba tidaknya buli-buli dan
bagaimana hubungannya dengan miksi. Pemeriksaan genitalia eksterna
untuk mengetahui keadaan meatus uretra atau fimosis dan lain
sebagainya. Anomali penis biasanya berhubungan dengan anomali pada
saluran kemih. Testis yang tidak turun sering ditemukan pada sindrom
Prune-Belly, dan anomali pada sistem saluran kemih lainnya. 8
5. Pemeriksaan Penunjang
o Biakan Kemih
Diagnosis ISK ditegakkan apabila didapatkan bakteriuria bermakna
dalam biakan kemih. Dikatakan bakteriuria bermakna apabila dalam
biakan kemih terdapat >105 CFU/ml. Patokan tersebut dirumuskan oleh
Kass pada tahun 1956 yang menemukan bahwa 95% wanita dengan
pielonefritis ternyata didalam kemihnya yang ditampung secara kemih
pancar tengah (mid-stream urine) mengandung >10 CFU/ml yang
disebut sebagai bakteriuria bermakna. Berdasarkan patokan tersebut,
maka secara klinis dikenal istilah bakteriuria bergejala (symptomatic
27

baeteriuria) apabila didapatkan bakteriiria bermakna yang disertai


dengan

gejala-gejala

klinis,

dan

bakteriuria

tak

bergejala

(asymptomatic baeteriuria, ABU) apabila didapatkan bakteriuria


bermakna tanpa disertai gejala-gejala klinis
o Urinalisis
Walaupun diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan bakteriuria bermakna,
peran urinaiisis tetap penting terutama untuk membedakan kontaminasi
kuman dan infeksi. Goidsmirh menyatakan piuria apabila didapatkan
>5 lekosit/lapang pandang besar (pembesaran 400 X) dari endapan
sampel kemih yang diputar dengan kecepatan 2000 rpm selama 10
menit, sedangkan Wong menyatakan piuria apabila didapatkan >1-2
lekosit/lapang pandang besar dari sampel kemih yang tidak
dipusingkan. Wong juga menyatakan piuria apabila didapatkan >10
leukosit/mm3 pada pemeriksaan mikroskop sampel kemih pancar
tengah yang tidak dipusingkan yang dilakukan dengan memakai kamar
hitung pada anak laki-laki dan >20 leukosit/mm 3 pada anak perempuan.
Adanya torak lekosit menunjukkan bahwa lekosit tersebut berasal dari
ginjal.

Bila

kemih

tidak

segera

diperiksakan,

akan

dapat

mengakibatkan lisis lekosit maupun eritrosit. Eritrosit kadang-kadang


terlihat dalam kemih anak yang menderita ISK, dan ditemukan pada
sekitar 20-25% anak-anak yang menderita sistitis akut. 8
Beberapa anak dengan ISK kadang-kadang tidak menunjukkan adanya
peningkatan leukosituria. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa
penyebab antara lain: pengaruh pH kemih, usia leukosit yang pendek
sehingga waktu sampel kemih dibawa ke laboratorium leukosit tersebut
telah menghilang, jumlah leukosit kemih anak-anak dengan ISK
bervariasi, atau anak dalam terapi imuosupresan sehingga tidak mampu
membuat leukosit. Sebaliknya dijumpai pada anak-anak perempuan
yang tidak menderita ISK adanya leukosituria yang berasal dari vagina.
Anak- anak dengan demam apapun penyebabnya dapat meningkatkan
jumlah leukosit dalam kemih yang disebabkan karena meningkatnya
mobilitas dan jumlah leukosit dalam darah. 8
o Uji carik leukosit esterase
Leukosit esterase adalah enzim yang terdapat dalam neutrofil sehingga
dapat dipakai untuk mendeteksi peningkatan leukosit dalam kemih.
28

Tingkat sensitivitas uji ini cukup tinggi yaitu 75-96% untuk mendeteksi
adanya leukosituria. 8
o Uji Carik Nitrit
Nitrat dalam kemih yang berasal dari diet dipecah oleh kuman pemecah
nitrat

(nitrate-splitting

bacteria)

menjadi

nitrit

sehingga

menyebabkan perubahan warna pada kertas filter yang mengandung


reagen yang menyebabkan reaksi diazotisasi terhadap nitrit. Reaksi ini
memerlukan waktu, agar kuman dapat menghasilkan nitrit yang cukup
agar terdeteksi. Sebaiknya uji carik nitrit dilakukan pada pagi hari
setelah kemih terkumpul cukup lama dalam buli-buli. Pada beberapa
keadaan dapat terjadi hasil negatif palsu, antara lain pada pasienpasien yang sering kencing, atau pasien dengan ureterostomi dimana
kemih dialirkan langsung keluartanpa melalui buli-buli. Pada bayi uji
ini sering negatif karena buli-buli yang masih kecil sehingga bayi akan
sering kencing. Uji ini juga tidak dapat mendeteksi Pseudomonas
karena Pseudomonas tidak memecah nitrat. Uji ini mempunyai tingkat
spesifisitas yang tinggi (90-100%) tetapi sensitivitas yang rendah (11
%) pada bayi dan anak-anak yang sering kencing, artinya uji ini cukup
baik untuk menegakkan diagnosis ISK tapi tidak untuk menyingkirkan
diagnosis. 8
o Pencitraan
Pemeriksaan radiologi pada ISK berulang dilakukan dengan tujuan:
a) Mendeteksi faktor-faktor predisposisi terjadinya infeksi dan kerusakan
ginjal, obstruksi kongenital maupun didapat, kalkuli, refluks vesikoureteral, dan refluks intrarenal.
b) Mendeteksi penyempitan parenkhima ginjal dan pelebaran kaliks, yang
merupakan gejala dini parut ginjal progresif.
c) Mengukur kecepatan tumbuh ginjal untuk menilai efek pengobatan. 9
Metode
a) Foto polos abdomen
Untuk mendeteksi kelainan pada tulang belakang (spina bifida) dan
lokalisasi batu. Biasanya dilakukan bersamaan dengan pielografi
intravena.
b) Pielografi intravena
29

c) Peran pielografi intravena kini semakin sering digantikan oleh teknikteknik pencitraan yang lebih mutakhir. Ukuran dan bentuK ginjal
dievaluasi pada fase nephrographic, yaitu 3-15 menit setelah media
kontras disuntikkan. Yang dievaluasi adalah bentuk simetris kontras
dan waktu penampilan, perubahan bentuk parenkhima ginjal (parut,
nekrosis, kista), pelvis renali^ (hidronefrosis, deformitas kaliks, batu)
dan ureter (obstruksi, dilatasi, bentuk abnormal
d) Micturating cystourethrography (MCU)
Untuk melihat perubahan morfologi dan adanya refiuks vesiko- ureter,
serta mampu menunjukkan gradasinya (derajat I sampai derajat V
menurut International

Reflux

Study

Committee).

Teknik

pemeriksaan ini sangat tidak menyenangkan bagi anak maupun orang


tuanya

sekalipun

dilakukan

oleh

dokter

yang

trampil

dan

berpengalaman.
e) Ultrasonografi (USG)
USG mampu mendeteksi adanya kelainan struktur ginjal, misalnya
parut, dilatasi pelvio-calyceal , kista, dan batu. Dengan bantuan USG
dapat pula diketahui kapasitas buli-buli dan residu pasca miksi
f) Scintigraphy ginjal
Scintigraphy

ginjal

technetium-99m

menggunakan

gamma-camera

dimercaptosuccinid

acid

dengan

(DMSA),

merupakan teknik pencitraan ginjal yang paling sensitif. Dengan cara


ini parut ginjal, kontraksi ginjal atau defek pada ginjal dapat terlihat
dengan jelas. 9
6. Tatalaksana
1) Terapi awal
Tujuan utama pengobatan ISK berulang pada anak adalah selain
memberantas

kuman

penyebab,

menghilangkan

gejala-gejala

yang

ditimbulkan, serta mencegah terjadinya kerusakan ginjal sedini mungkin,


juga untuk mencari dan mengatasi faktor-faktor predisposisi.
Antibiotik hendaknya segera dimulai sambil menunggu nasii biakan
kemih. Antibiotik diberikan sekurang-kurangnya 7-10 hari, meskipun dalam
waktu 48 jam biasanya telah terlihat respon klinik dan biakan kemih telah
30

steril. Untuk mempertahankan keadaan umum diperlukan terapi simtomatik


seperti misalnya antipiretik dan pemberian intake cairan yang cukup. 8
Jenis antibiotik sebaiknya mengacu pada antibiogram setempat
supaya bakteri dapat dieliminasi dengan tuntas. Antibiotik yang sering
dipakai adalah antibiotik dari golongan berspektrum Gram-negatif, yaitu:
trimetoprim, nitrofurantoin, asam pipemidat, sefalosporin, aminoglikosida.
Perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mencari faktor-faktor
predisposisi, seperti misalnya obstruksi saluran kemih, anomali ginjal atau
refluks vesiko-ureter. Untuk mendeteksi adanya kelainan-kelainan tersebut
perlu dibantu dengan pemeriksaan- pemeriksaan radiologik. 8
2) Antibiotik profilaksis
Sudah lama dikenal adanya terapi profilaksis dengan antibiotik dosis
rendah yarg diberikan pada anak-anak dengan ISK berisiko Pengobatan
profilaksis ini terutama ditujukan pada:
a) Anak-anak dengan ISK yang tengah menjalani pemeriksaan menyeluruh
seperti misalya pemeriksaan radiologik, sampai pemeriksaan selesai
dilakukan.
b) Berulangnya gejala-gejala klinis yang mengganggu pasien.
c) Menderita parut ginjal dan anak cenderung mengalami ISK berulang
d) Anak dengan ISK yang berusia kurang dari 1 tahun.
Tetapi kebijaksanaan tersebut akhir-akhir ini mendapatkann kritik tajam
dan hasil-hasil penelitian mutakhir membuktikan bahwa terapi antibiotik
profilaksis tersebut tidak bermanfaat. Menurut National Institute for Health
and Clinical Excellence (NICE). Apabila diperlukan maka pemberian terapi
antibiotik profilaksis hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Tidak merupakan terapi rutin untuk anak dengan ISK awal
b) Pada ISK berulang perlu dipertimbangkan
Menurut laporan Conway et al. antibiotik profilaksis ternyata tidak
menurunkan risiko ISK berulang tetapi justru meningkatkan risiko resistensi
terhadap antibiotik. 8
3) Pencegahan reinfeksi
Agar infeksi tidak berulang, perlu dianjurkan agar anak merubah kebiasaan
yang dapat mempermudah terjadinya ISK dengan cara: 9
31

a. Menganjurkan agar sering kencing setiap 2-3 jam sekali dan dua kali kencing
sebelum tidur untuk mengurangi residual urine.
b. Intake cairan yang cukup.
c. Menghindarkan konstipasi.
d. Menghindarkan iritasi vulva dengan cara memakai celana dalam katun,
memberantas cacing, memakai krim pelindung sebelum berenang untuk
menghindarkan iritasi air kolam renang yang mengandung klor dan
menghindarkan pemakaian sabun antiseptik untuk mandi berendam.
e. Menjaga kebersihan terutama kebersihan perineum (clean toilets)
7. Komplikasi
1. Refiuks vesiko-ureter
Refiuks vesiko-ureter adalah regurgitasi kemih dari buli-buli ke dalam
ureter bahkan dapat mencapai parenkima ginjal. Refiuks vesiko- ureter
terjadi oleh karena kegagalan fungsi valvulus vesiko-ureter. Dapat
diklasifkasikan sebagai primer dan sekunder. Primer apabila refiuks terjadi
oleh karena anomali kongenital. Refiuks vesiko-ureter sekunder terlihat pada
ISK atau pada keadaan-keadaan yang meningkatkan tekanan intravesikal
seperti pada neurogenic bladder, posterior urethral valves. 9
Sekitar 30% anak-anak dengan ISK mengalami refluks vesiko- ureteral
dengan kisaran antara 20-50% dari berbagai penelitian. 131 Tak berbeda jauh,
di bangsal anak RSUD Dr. Soetomo, dari 12 pasien ISK yang dilakukan
pemeriksaan reflux study, 4 (33%) diantaranya menunjukkan adanya
refluks vesiko-ureter. 8
Terjadinya regurgitasi kemih oleh karena refluks vesiko-ureter berkibat
naiknya bakteri ke dalam ginjal. Bakteri tersebut akan menimbulkan reaksi
imunologik dan inflamasi sehingga-jadilah injury pada ginjal dan parut
ginjal.
Diagnosis refluks vesiko-ureter ditegakkan secara radiologik. Sebagai
baku emas dipakai cara pemeriksaan v o i d i n g cystourethrography
untuk menegakkan diagnosis dan menentukan gradasi. Berdasarkan beratnya
kerusakan ureter dan ginjal, International Reflux Study Group
membagi refluks vesikoureter dalam 5 gradasi. 8

32

2. Parut ginjal
Faktor risiko terbentuknya parut ginjal adalah: usia

muda

terlambatnya terapi antibiotik, infeksi berulang, refluks vesiko-ureter dan


obstruksi saluran kemih, Refluks vesiko-ureter dapat menimbulkan parut
ginjal atau nefropati refluks. Refluks vesiko-ureter terlihat pada 30% anak
dengan ISK. Dari 30% anak dengan refluks vesiko-ureter tersebut 50%
diantaranya memperlihatkan adanya parut ginjal. Kapan parut ginjal
terbentuk, tidak diketahui dengan jelas. Tampaknya anak yang mengalami
ISK padi'saJfoerusia kurany dari 4 tahun mempunyai risiko tinggi terjadinya
parut ginjal. Pembentukan parut-parut baru dapat terus berlangsung terutama
pada anak dengan refluks vesiko- ureter yang berat dan anak-anak yang
terlambat mendapatkan terapi antibiotik profilaksis. Pada stadium lanjut
ginjal akan mengecil dan mengkerut. Sebagai kompensasi ginjal kontralateral
akan menjadi hipertrofi. Parut ginjal yang luas berakibat penurunan fungsi
ginjal, terlambatnya pertumbuhan ginjal, gagal ginjal, dan hipertensi.
Sequelae tersebut biasanya baru muncul setelah bertahun-tahun kemudian.
3. Hipertensi
Merupakan komplikasi lanjut dari nefropati refluks, yang disebabkan
karena terjadinya ischaemic vascular lesion, dan mungkin oleh karena
peran sistem renin-angiotensin. Jacobson et al dan Goonasekera et al
membuktikan adanya korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan
makin parahnya parut yang terjadi. 8
4. Gagal Ginjal Kronik
Refluks vesiko-ureter merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal kronik pada anak-anak dan dewasa muda. Australia dan Selandia Baru
melaporkan pada tahun 1971-1998, nefropati refluks merupakan 13%
penyebab dilakukannya dialisis, sedangkan di Prancis 12% dari gagal ginjal
kronik disebabkan karena pielonefritis dengan refluks. Swedia melaporkan
penurunan insidens gagal ginjal terminal pada anak-anak akibat nefropati
refluks non-obstruktif dari 6% pada 1978-1985 menjadi 0% pada 1986-1994
berkat meningkatnya perhatian dan penyempurnaan kemampuan diagnosis
iSK pada anak. Dari 7939 anak dan romaia dari database North American
33

Pediatric Renal Transplant'Cooperative Study (NAPRTCS) pada


tahun 2004, nefropati refluks dilaporkan sebagai penyebab gagal ginjal
terminal sebesar 5.1%. 8

F.6. Kolik Batu Ginjal


1) Definisi
Kolik ginjal atau kolik ureter adalah sindrom berupa sakit yang
paroksismal berasal dari daerah pinggang yang menjalar di abdomen
sepanjang ureter, kandung kemih, dan organ genitalia. 9
2) Patofisiologi
Kolik ginjal adalah sindrom berupa sakit yang paroksismal berasal dari
daerah ginjal, yang terjadi karena sumbatan aliran urin. Sumbatan ini
menyebabkan sakit tiba-tiba yang menjalar dari pinggang ke arah lipat paha.
Kolik ginjal biasanya ditandai dengan sakit pinggang yang menjalar ke lipat
paha searah dengan arah ureter. Sakit pada kolik ginjal atau ureter
disebabkan spasme otot polos ureter, edema, dan inflamasi pada tempat
sumbatan yang menyebabkan peningkatan tekanan ureter dan peristaltik
proksimal. 8
Peningkatan tekanan dalam pelvis renalis karena batu ureter disebabkan
oleh berbagai mekanisme seperti meningkatnya diuresis, edema, inflamasi di
sekitar batu, dan peningkatan frekuensi kontraksi ureter. Batu dalam ureter
menyebabkan obstruksi urin sehingga terdapat peningkatan tekanan dalam
lumen ureter dan pelvis renalis yang tiba-tiba. Peningkatan tekanan intra
pelvis renalis menyebabkan peregangan ujung saraf di mukosa dan
menyebabkan sakit kolik. Otot polos dinding ureter akan berkontraksi dalam
upaya mengeluarkan batu ureter. Jika batu tidak berpindah dan menyumbat
ureter, maka otot polos tadi akan mengalami spasme. Kontraksi otot yang
lama tersebut akan meningkatkan produksi asam laktat yang akan
merangsang serat slow type/A dan fast type B fibers. Impuls akan diteruskan
ke saraf spinal setinggi Th11- L1 yang selanjutnya diteruskan ke susunan
saraf pusat. Jika batu dapat melewati vesico- ureteric junction, pasien dapat
mengalami rasa ingin berkemih yang hebat karena iritasi trigonum. 8

34

Obstruksi

ureter

akan

menyebabkan

peningkatan

sintesis

dan

pengeluaran prostaglandin E2 di ginjal. Prostaglandin meningkatkan aliran


darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra ureter preobstruksi dan pelvis renalis, yang selanjutnya
menyebabkan distensi dinding ureter dan pelvis renalis. 9
Peningkatan as darah ke ginjal disebabkan vasodilatasi preglomerulus
yang dimediasi oleh prostaglandin dan menyebabkan peningkatan diuresis.
Prostaglandin juga menyebabkan inflamasi dan edema mukosa dinding
ureter dan pelvis renalis. Diduga terdapat juga peranan niric oxide yang
menurunkan resistensi vaskular preglomerulus. Sebagaimana disebutkan di
atas, kolik ginjal disebabkan sumbatan saluran kemih terutama oleh batu
saluran kemih. Batu saluran kemih terbentuk melalui tahapan yang dimulai
dengan pembentukan kristai, kemudian diikuti dengan pertumbuhan kristal,
agregasi, dan kemudian melekat ke epitel saluran kemih. Kristal semakin
banyak, kemudian mengendap dan melekat pada sel epitel saluran kemih.
Dalam keadaan normal, urin sering mengalami supersaturasi dengan kalsium
oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat. Proses pembentukan kristal,
pertumbuhan, agregasi, disagregasi, dan disolusi kristal ditentukan berbagai
faktor seperti konsentrasi solut mineral, kekuatan ionik, pH, promotor,
inhibitor dalam urin, yang dipengaruhi oleh asupan cairan, kandungan diet,
dan metabolisme tubuh. Promotor kristalisasi dapat berupa makromolekul
dalam urin, lemak, natrium urat, kalsium fosfat yang berperan sebagai nidus
untuk pembentukan kristal kalsium oksalat. Inhibitor kristal berperan pada
permukaan kristal. Inhibitor pembentukan kristal kalsium dalam urin antara
lain sitrat, pirofosfat, magnesium giikosaminoglikan, dan nefrokalsin. 9
Obstruksi saluran kemih biasanya terjadi di 3 tempat yaitu: pelvicureteric junction, pada daerah tempat ureter melewati vena iliaka, dan pada
tempat ureter memasuki kandung kemih (vesikouretrejunctio). 9

3) Manifestasi Klinis
Gejala klinis batu saluran kemih pada anak berbeda dengan gejala pada
dewasa, karena anak dengan batu ginjal jarang menunjukkan gejala kolik
ginjal tipikal. Gejala klinis bervariasi tergantung pada umur. Tidak semua
35

anak dengan batu saluran kemih mengalami sakit terutama pada anak yang
lebih muda. Kalau terdapat sakit, maka lebih sering sebagai sakit perut
terlokalisir daripada sebagai kolik ginjal tipikal. 9
Gambaran klasik kolik ginjal adalah sakit hebat yang timbul tiba-tiba
yang menjalar ke bawah mulai dari dermatom torakal 10 ke sakral 4. Sakit
dimulai di daerah pinggang, kira-kira daerah sudut kostovertabre (costovertebral angle) tetapi kadang-kadang pada tempat yang lebih rendah dan
menjalar ke paha anterior, testis, skrotum atau labia. Sakit pada kolik ginjal
lebih konstan tetapi sering terdapat periode hilangnya sakit atau berupa sakit
ringan sebelum timbul kembali, sedangkan pada kolik bilier dan intestinal
sakit biasanya Intermitiente. Pasien biasanya dapat menunjukkan titik
maksimum sakit yang bertepatan dengan lokasi batu. Jika batu terdapat pada
saluran kemih bagian atas dan menyebabkan distensi kapsul renalis, sakit
akan terasa pada pinggang, tetapi jika batu bergerak ke bawah maka sakit
akan terasa di bagian anterior dan turun ke daerah lipat paha. Sakit dapat
berupa sakit perut bagian bawah atau sakit genitalia. Sakit dapat berubah jiks
batu berpindah. Batu yang dapat bergerak akan menyebabkan sakit yang lebih
berat daripada batu statik. Pergeseran posisi batu dalam ginjal atau ureter akan
menyebabkan reaksi ureter berupa dilatasi, stretching, dan spasme ureter yang
menimbulkan sakit yang sangat hebat. Kolik ginjal biasanya disertai
hematuria mikroskopik, namun pada 15% kasus tidak terdapat hematuria
makroskopik atau mikroskopik. Kolik ginjal sering diserta' gejala saluran
kemih lain seperti disuria, frekuensi, oligtr: atau hipertensi, mual, muntah, dan
dapat disertai demam hingga menggigil. 9
Sakit pada kolik ginjal dapat dibagi menjadi 3 fase yang biasanya hilang
antara 3 hingga 8 jam:
a) Fase akut (acute phase): sakit timbul mendadak dengan intensitas
maksimum terjadi antara 1/z dan 6 jam dan biasanya antara 1 dan 2
jam. Onset biasanya pada malam hari atau dini hari waktu pasien
bangun dari tidur. Jika onset timbul pada siang hari, sakit biasanya
lambatSiSWfr^klious. Sakit biasanya konstan meskipun kadangkadang timbul paroksismal atau bahkan sakit sekali.
b) Fase konstan (constant phase): biasanya berakhir antara 1 dan 4jam
tetapi dapat hingga 12jam.
36

c) Fase mereda (abatement phase): biasanya berakhir antara 1 dan 3 jam.


Sakit lebih ringan dan pasien sering tertidur yang kemungkinan karena
keletihan atau karena pengaruh obat analgesik. 9
4) Pemeriksaan Penunjang
o . Pemeriksaan laboratorium
Urinalisis merupakan pemeriksaan yang wajib pada kolik ginjal. Pada
pemeriksaan urinalisis perlu diperhatikan pH, osmolalitas, hematuria,
lekosituria, nitrit, dan bakteri.Batu saluran kemih sering menimbulkan
perdarahan ke dalam saluran ginjal dan menyebabkan hematuria, meskipun
tidak adanya hematuria tidak menyingkirkan batu saluran kemih. Hematuria
mikroskopik dan makroskopik ditemukan pada minimal 85% kasus. Batu
saluran kemih tergantung pada pH urin. Pada pH alkali, batu struvit infeksi
sering ditemukan. pH yang bersifat asam merupakan predisposisi
pembentukan batu asam urat atau batu sistin. kalsium oksalat lebih sering
terjadi pada urin dengan pH netral atau asam (<6,5).Jika pada pemeriksaan
mikroskop terdapat piuria, menggambarkan adanya infeksi. pH urin di atas 7
adalah indikasikan adanya urea splitting organisms seperti Proteus
sedangkan pH urin di bawah 5 mengarah terhadap batu asam urat. Biakan
urin dan uji sensitivitas merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan pada
setiap batu saluran kemih. Selain kuman Proteus, beberapa kuman lain yang
termasuk
rovidensia,

dalam

kelompok

urease-producer

microorganisms

adalah

pseudomonas, Klebsiella, Serratia marcescens, Stafilokokus

aureus, Stafilokokus epidermidis, Korinebakterium urealitikum, Ureoplasma


urealitikum. Pemeriksaan serum meliputi fungsi ginjal, kreatinin, ureum,
asam urat, kalsium, fosfat, bikarbonat, natrium, kalium, magnesium, dan
alkalin fosfatase. 9
Pada bayi, ISK (biasanya oleh kuman Proteus) dan keluarnya batu dalam
popok merupakan manifestasi klinis yang sering ditemukan. Pada anak usia
yang lebih muda, hematuria dan proteinuria merupakan manifestasi klinis
yang paling sering, sedangkan pada anak yang lebih besar maka sakit perut
dan hematuria merupakan gejala klinis yang paling sering. Batu saluran
kemih pada anak umumnya diketahui dengan adanya hematuria mikroskopik

37

atau makroskopik. Kemungkinan adanya batu saluran kemih harus


dipertimbangkan pada hematuria tersendiri. 9
o Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan merupakan pemeriksaan yang sangat penting dalam
tata laksana batu saluran kemih, termasuk dalam diagnosis, terapi, dan
follow-up.4 Pencitraan yang biasa dilakukan pada kolik ureter adalah X-ray
abdomen, ultrasonografi (USG), dan pielografi intravena, dan non-contrasthelical computerized tomography. 9
Belakangan ini pemeriksaan pielografi intravena sudah jarang dilakukan dan
digantikan dengan non-contrast helical CT.

Pemeriksaan non contrast

helical C7~ mempunyai sensitivitas 97-98% dan spesifitas 96-i 00% dalam
diagnosis sakit pinggang akut. Pielografi intravena memiliki sensitivitas dan
spesivitas yang lebih rendah yaitu 64% dan 92% dalam pemeriksaan kolik
ginjal. 9
Radiografi ginjal-ureter-kandung kemih
Pemeriksaan ini sederhana, mudah dikerjakan, dan tidak mahal. Namun
dengan pemeriksaan ini tidak semua batu dapat terlihat yaitu batu radiolusen,
batu yang terlalu kecil, atau jika tertutup oleh udara atau feses. Gambaran
kalsifikasi lain seperti flebolith atau kelenjar getah bening yang mengalami
kalsifikasi dapat terlihat seperti batu saluran kemih. 9
Ultrasonografi ginjal
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang cepat, mudah, aman, dan
relatif murah. Efektif dalam mendiagnosis hidronefrosis dan batu saluran
kemih. Dapat mendeteksi dilatasi ureter tetapi kurang dapat diandalkan
dalam melihat batu ureter.10,21 Foto x-ray abdomen dan USG merupakan
prosedur pilihan pada pasien dengan riwayat batu saluran kemih. Jika dengan
prosedur tersebut diagnosis belum dapat ditegakkan, lanjutkan oengan noncontrast-helical CT. Pada pemeriksaan USG batu tampak hiperekoik dengan
echo-free shadow (acustic shadow) di belakang batu. Sesungguhnya batu
ureter sulit dideteksi kecuali jika terletak di daerah proksimal atau distal, dan
umumnya batu ureter terletak di daerah proksimal dan distal. 9

38

Urogram intravena
Pada institusi yang tidak mempunyai non-contrast-helical CT, pielografi
intravena dapat digunakan untuk membantu diagnosis penyebab kolik ureter.
Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang fungsi ginjal, anatomi pelvikkaliks, ureter, serta ukuran batu.10 Meskipun pielografi intravena sudah jarang
digunakan pada pasien kolik ginjal, tetapi pemeriksaan ini diperlukan jika
hendak dilakukan endoskopi atau intervensi bedah. 9
Non-contrast helical CT
Non-contrast-helical CT merupakan pemeriksaan yang paling sensitif
dan spesifik dalam diagnosis kolik ginjal. Non-contrast-helical CT dapat
memberikan informasi tentang kelainan urologi tetapi tidak dapat menilai
fungsi

ginjal.

Jika

non-contrast-helical

CTtidak

tersedia,

sebagai

pemeriksaan alternatif adalah foto ginjal-ureter-kandung kemih dikombinasi


dengan USG. 9
Belakangan ini, non-contrast-helical CT digunakan sebagai baku
emas untuk pemeriksaan batu saluran kemih. Di beberapa rumah sakit, noncontrast-helical CT sudah digunakan pada anak sebagai pemeriksaan lini
pertama mendiagnosis batu saluran kemih untuk menghindari akumulasi
radiasi, dan karena berbagai keuntungan antara lain diagnosis yang cepat,
mampu mendeteksi batu pada keadaan awal, dapat mendeteksi lokasi dan
ukuran batu dengan tepat. 9
Jika dicurigai terdapat batu saluran kemih, perlu dilakukan
pemeriksaan foto polos X-ray (ginjal, ureter, kandung kemih) dan USG, dan
dengan pemeriksaan ini sebagian besar (90%) batu saluran kemih sudah
dapat dideteksi. Sekitar 75% batu saluran kemih adalah batu kalsium yang
tampak sebagai bayangan radiofag pada foto Rontgen. Batu kalsium oksalat
dan kalsium fosfat tampak radiodense pada pemeriksaan CT dan USG. Batu
struvit dan sistin tampak dengan densitas intermediate. Batu asam urat,
xanthin dan 2.8 dihidroksiadenin dan asam orotat asam orotat tidak tampak

39

dengan pencitraan konvensional karena radiolusen, tetapi dapat terdeteksi


dengan USG dan non-contrast-helical CT. Jika ada indikasi, dapat dilakukan
pemeriksaan miksiosistoureterografi. 9
Di Amerika Utara, 60-78% batu saluran kemih terdapat di ginjal saat
didiagnosis. Sebagian besar batu di ureter, kandung kemih, dan uretra juga
disertai batu di ginjal. Di Amerika Utara, batu kandung kemih kurang dari
10%, meskipun di daerah lain batu kandung kemih lebih sering ditemukan
dan sering. 9
5) Tatalaksana
Tata laksana emergensi
Obstruksi ureter oleh batu harus segera ditata laksana untuk mencegah
kerusakan fungsi ginjal yang ireversibel. Keadaan yang membutuhkan
tindakan urologi emergensi adalah kolik ginjal yang refrakter terhadap
analgesik oral, terdapat infeksi, obstruksi ginjal yang memerlukan tindakan
dekompresi dengan nefrostomi perkutaneus, anuria, atau gagal ginjal akut
karena obstruksi ureter bilateral atau suspek obstruksi pada ginjal soliter.
Pada semua keadaan ini, obstruksi harus segera ditanggulangi dengan
ekstraksi atau perusakan batu terutama pada keadaan infeksi dengan cara
endoskopi atau insersi kateter perkutaneus. Semua kasus yang diduga
sebagai batu saluran kemih pada pelayanan kesehatan primer harus dirujuk.
Pasien dengan kolik yang dapat ditanggulangi dengan obat OAINS oral dan
anti muntah tetap dirujuk untuk konsultasi rawatjalan. 9
Terdapatnya sepsis, sakit, dan kekakuan pinggang menimbulkan dugaan
adanya infeksi dan jika infeksi terjadi pada obstruksi saluran kemih,
diperlukan tindakan bedah emergensi yang memerlukan perawatan segera.
Setelah pengambilan sampel untuk biakan urin dan darah, berikan antibiotik.
9

b. Tata laksana batu definitif


Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada lokasi dan ukuran
batu. Pilihan tindakan untuk batu ureter adalah ureteroskopi dan fragmentasi
batu baik dengan laser atau balistik, atau dengan extracorporeal Shockwave
40

lithotripsy (ESWL). ESWL adalah metode fragmentasi batu yang tidak


invasif, dengan menggunakan gelombang dari luar tubuh yang difokuskan
terhadap batu dengan menggunakan X-ray atau USG dengan ureteroskopi,
dilakukan tindakan untuk mengeluarkan batu. Operasi terbuka tidak
dilakukan lagi dalam tata laksana batu ureter. 9
Berbagai tindakan bedah untuk mengatasi batu saluran kemih antara lain
ESWL, ureteroscopy lithotripsy or removal, nefrolitotripsi perkutaneus
(percutaneous nephrolithotryps\). Operasi litotomi sudah jarang dilakukan.
ESWL perlu dipertimbangkan sebagai pilihan pertama dalam menangani
batu saluran kemih karena efisiensi dan morbiditas yang rendah. Tata laksana
lain seperti percutaneous nephrolithotrypsi, ureteroskopi, dan operasi terbuka
dilakukan jika ESWL tidak dapat dilakukan atau gagal. 9
Pada pasien dewasa dan anak besar, batu dengan ukuran < 4mm (pada
dewasa) dapat keluar spontan pada 80 persen pasien sehingga batu berukuran
< 4 mm ditunggu untuk keluar spontan. Batu yang terletak di distal lebih
mudah keluar secara spontan dari pada batu yang terletak proksimal. Batu
kecii yang terletak di ureter distal dapat diterapi secara konservatif dengan
analgesik dan alpha-blocker dan kemudian dievaluasi 2-3 minggu kemudian.
Indikasi tindakan operasi antara lain: batu yang > 6 mm, tidak berhasil
drngan tatalaksana konversativ, sakit persisten atau terdapat obstruksi atau
gagal ginjal 9.
F.5. Apendiksitis
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
B. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

41

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian


proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5
dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia
merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangrene atau terjadi perforasi. 10
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa
dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat
berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 10
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. 10
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi. 10
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa
local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. 10
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks
42

dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh
dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 10
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah. 10
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain
seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan
sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses
melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan
tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 10
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 10
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri
berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney).
Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
43

somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya


penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk 10.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5.

Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada

komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,538,5 C


Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala
awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering
diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja,
tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita
baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 10
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual,
dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester
pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut
sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan
tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
10

D. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rektal sampai 1C.6
2. Abdomen:
1. Inspeksi
2. Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
3. Palpasi

44

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda


peritonitis lokal yaitu:
1) Nyeri tekan di Mc. Burney
2) Nyeri lepas
3) Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,
yang ada nyeri pinggang. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung:
1) Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
2) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
3) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan.
4. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada
jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut
sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi
atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan
untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,
pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
3. Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada
saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar
anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak
dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan).

45

4. Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha
pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral,
pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang),
menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes
obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak dengan otot
obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis

pada

kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan


komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat.
b) Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih
atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendisitis.
c) Abdominal X-Ray: Digunakan untuk melihat adanya fecalith
sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama
pada anak-anak.11
d) USG. Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
e) Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasikomplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga
untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki
sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode
diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis.
Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa
appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh
fekalit.
f) CT-scan

46

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga


dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi
abses.
g) Laparoscopi
h) Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan
secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi
umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendiks.
Sistem skor Alvarado
Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan
hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya
komunikasi antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum
mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal
yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini
menghasilkan angka appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka
perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan kualitas
dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang
tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi
apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor
Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang
bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo
Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada
tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini
berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat
keparahan

apendisitis.

Dalam

sistem

skor

Alvarado

ini

menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia,


nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan
bawah, nyeri lepas tekan, Temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis
dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan
lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing
mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan
jumlah skor 10.
47

Pediatric Appendicitis Score (PAS)


GEJALA
NILAI
Anoreksia
1
Panas (suhu rektal > 37,2 C)
1
Nausea / vomiting
1
SP berpindah
1
Defans muscular/ rebound phenomenon 2
Neutrofil > 6750
1
3
Lekositosis ( >10.000 /mm )
1
SP kanan bawah/waktu jalan
2
Nilai skor > 5 sensitivitasnya 96,3%. Tanda klasik berupa anoreksia,
nyeri periumbilikal kemudian menetap di kanan bawah dan atau
udahnya muntah terjadi pada 60% kasus

48

Contoh Penyakit nyeri perut berulang4

49

BAB III
KESIMPULAN
Sakit perut berulang pada anak adalah suatu keadaan serangan sakit perut tiga kali
atau lebih yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas dalam periode waktu lebih dari 3
bulanan. Nyeri perut berulang diklasifikasikan menjadi 2, fungsional dan organik. Penyebab
organik seing membutuhkan tatalksana pembedahan. Sedangkan nyeri perut akibat kelainan
fungsional, dapat diterapi sesuai penyebabknya.

50

Vous aimerez peut-être aussi