Vous êtes sur la page 1sur 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A.

Epidemiologi
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa dalam tiga dekade

terakhir, infeksi virus dengue di dunia meningkat secara drastis dan sekitar 2,5
miliar orang berisiko terkena infeksi dengue tersebut. Diperkirakan 50-100 juta
infeksi dan 25.000 kematian terjadi di dunia setiap tahunnya.1
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada
anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur
<15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia
dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September
sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.2
B.

Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan

sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai


4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan
di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang
dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.2,3

C.

Patogenesis

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi


dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement.4
1.

Immunological Enhancement Hypothesis


Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi

mediator

vasoaktif

yang

kemudian

menyebabkan

peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan


syok.4
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat berangkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancingantibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi
yaitu (1) Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi
tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi secara
spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan
adanya virion determinant spesificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk
pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi
sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari
pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda
cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah
meningkatnya reaksi immunologis (the immunological enhancement hypothesis)
yang berlangsung sebagai berikut:2
(a) Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
(b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk

melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.


Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
(c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang
telah terinfeksi.
(d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah
jumlah sel yang terkena infeksi.
(e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
2.

Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat

rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit
dapat mengeluarkan interferon (IFN-a dan y). Pada infeksi sekunder oleh virus
dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi
dan menghasilkan IFN-a. IFN-a selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus
dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T
CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat
serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat
terjadi sebagai akibat serotipe/ galur serotipe virus dengue yang paling virulen.2

D.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue

dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi


menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus), demam dengue (DD),
demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy.5

Gambar 1. Manifestasi klinis infeksi dengue5


1.

Undifferentiated Fever (Sindrom infeksi virus)


Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan

dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,


timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering
dijumpai.6
2.

Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal

penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri
berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias
sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam
(rash). Ruam timbul pada 6 -12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada

hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen,
menyebar ke anggota gerak dan muka.2,7
Gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala
hebat, nyeri di belakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa
mengigil. Dapat dijumpai bentuk kurva suhu bifasik, tetapi pada penelitian
selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak
dapat dianggap patognomonik. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, di
samping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan
perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lain yang sering dijumpai ialah
fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria.
Demam menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak keringat. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Beberapa sarjana
menyebutnya sebagai Castelani's sign, sangat patognomonik dan merupakan
patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. Manifestasi perdarahan
tidak sering dijumpai. Bentuk perdarahan yang dilaporkan ialah menoragi dan
menstruasi dini, abortus atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah, mungkin
sekali akibat perdarahan uterus.2
1.

Temuan laboratorium pada demam dengue adalah sebagai berikut:5


Total WBC biasanya normal pada onset awal demam, kemudian menjadi

2.

leukopenia dengan penurunan neutrofil pada periode demam.


Jumlah platelet dan komponen pembekuan darah lainnya biasanya normal.
Trombositopenia ringan ( 100.000-150.000 sel/mm3) umum dijumpai pada
setengah pasien demam dengue, jarang dijumpai trombositopenia berat (<

3.

50.000 sel/mm3).
Dapat dijumpai peningkatan hematokrit ringan ( 10%) karena dehidrasi

4.
5.

akibat demam, muntah, anoreksia dan intake oral yang kurang.


Serum biokimiawi normal, namun kadar SGOT dan SGPT dapat meningkat.
Harus diingat bahwa pemberian obat seperti analgesik, antipiretik,
antiemetik dan antibiotik dapat mempengaruhi fungsi hepar dan pembekuan
darah.

3.

Demam Berdarah Dengue

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,
dan masa penyembuhan (convalescence, recrwery).6
a.

Fase demam
Pada anamnesis didapatkan demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C,

serta terjadi kejang demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri
otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah
lengkung iga kanan, dan nyeri perut.6
Pada pemeriksaan fisik ditemukan manifestasi perdarahan berupa uji
bendung positif (> 10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan yang
paling banyak pada fase demam awal, petekie pada ekstremitas, ketiak, muka,
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria (jarang) dan
menorhagia. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arkus costae kanan dan
kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD. 6
b.

Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa

transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai
dasar atau tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus (RLD)
dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut. Kadar albumin
menurun >0.5g/dl dari nilai dasar / <3.5 g% yang merupakan bukti tidak langsung
dari tanda perembesan plasma.3,6
Manifestasi gejala syok adalah anak gelisah sampai terjadi penurunan
kesadaran, sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Tekanan
nadi 20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary
refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< l ml/kg berat badan/jam),
sampai

anuria.

Komplikasi

berupa

asidosis

metabolik,

hipoksia,

ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat


apabila syok tidak dapat segera diatasi. Anak lebih rentan mengalami sindrom
syok dengue dibanding dewasa oleh karena volume sirkulasi darah anak lebih

kecil dibanding dewasa. Permeabilitas vascular anak juga lebih tinggi dibanding
dewasa sehingga permeabilitas anak lebih mudah mengalami kebocoran
dibanding dewasa.6
c.

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)


Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan

kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum


dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial
rash seperti pada DD.6
Temuan laboratorium pada pasien dengan demam berdarah dengue5:
1.

Hitung WBC normal dengan predominan neutrofil pada fase awal demam.
Setelah itu, akan diikuti dengan penurunan kadar leukosit dan neutrofil
hingga mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan total
WBC (5000 sel/mm3) dan rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrofil <

2.

limfosit) sangat berguna untuk memprediksi periode kritis plasma leakage.


Jumlah platelet normal pada awal demam. Penurunan mendadak jumlah
platelet hingga < 100.000 sel/mm3 terjadi di akhir fase demam sebelum
onset shock. Kadar platelet berkorelasi dengan keparahan demam berdarah
dengue. Ditemukan juga gangguan fungsi trombosit. Hal ini terjadi dalam

3.

durasi periode yang singkat dan segera membaik pada periode konvalesens.
Kadar hematokrit normal pada awal demam. Peningkatan tajam kadar
hematokrit mungkin berhubungan dengan demam, anoreksia dan muntah.
Peningkatan

mendadak

kadar

hematokrit

harus

diobservai

secara

berkesinambungan terutama sesaat setelah terjadi penurunan tajam kadar


trombosit. Hemokonsentrasi atau peningkatan kadar hematokrit 20% dari
4.

nilai normal merupakan bukti adanya plasma leakage.


Trombositopenia dan hemokonsentrasi dijumpai pada demam berdarah
dengue. Penurunan kadar trombosit <100.000 umumnya dijumpai pada
demam hari ke-3 hingga hari ke-10. Peningkatan kadar hematokrit terjadi di
semua kasus DHF terutama pada kasus syok. Hemokonsentrasi dengan
peningkatan hematokrit 20% merupakan bukti objektif terjadi penurunan

plasma leakage. Perlu diketahui bahwa kadar hematokrit dapat dipengaruhi


5.

oleh terapi cairan awal dan perdarahan.


Temuan lainnya berupa hipoproteinemia/albuminemia (sebagai akibat
plasma leakage), hiponatremia, dan peningkatan ringan serum aspartate

6.
7.
8.

transaminase (200 U/L) dengan ratio AST/ALT > 2


Albuminuria dapat dijumpai pada pasien DHF
Darah samar dapat dijumpai pada feses
Pada kebanyakan kasus dijumpai penurunan kadar fibrinogen, protrombin,
faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III dan penurunan antiplasmin
(plasmin inhibitor). Pada kasus berat dengan gangguan fungsi hati dijumpai
penurunan vitamin-K dependent prothrombin co-factor, seperti factor V, VII,

9.

IX dan X.
Partial thromboplastin time dan prothrombin time memanjang pada
sampai 1/3 kasus DHF. Trombin time juga memanjang pada kasus yang

10.
11.
12.

berat.
Hiponatremia umu dijumpai pada kasus DHF dengan syok
Hipokalsemia dijumpai pada DHF grade 3 dan 4
Blood urea nitrogen, dan metabolik asidosis, dijumpai pada prolonged
shock

4.

Expanded dengue Syndrome


Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti: hati,

ginjal, otak, dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi
penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan. Kejadian
unusual manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi pada kasus
infeksi dengue tanpa disertai perembesan plasma.8

E.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penegakan Diagnosis
Demam Dengue
Probable diagnosis:
Demam akut dengan 2 atau lebih gejala dibawah ini:5
Nyeri kepala
Nyeri retroorbital
Mialgia
Atralgia/ nyeri tulang
Ruam
Manifestasi perdarahan

g.
h.
i.

Leukopenia (WBC < 5000 sel/mm3)


Trombositopenia (platelet < 150.000 sel/mm3)
Peningkatan hematokrit (5-10%)
Dan minimal 1 dari tanda berikut:

a.

Pemeriksaan serologi : titer 1280 dengan tes inhibisi hemaglutinasi,


perbandingan titer IgG dengan enzym-liked immunosorbent assay, atau hasil

b.

positif dengan tes antibodi IgM.


Terjadi pada lokasi dan waktu yang sama saat dikonfirmasi sebagai kasus
demam dengue

a.
b.

Confirmed Diagnosis
Probable case dengan minimal 1 gejala berikut:5
Isolasi virus dengue dari serum, cairan serebrospinal atau sampel autopsi
Peningkatan serum IgG empat kali lipat atau lebih (dengan tes inhibisi
hemaglutinasi) atau peningkatan antibodi IgM spesifik terhadap virus

c.

dengue.
Deteksi virus dengue atau antigen pada serum, jaringan atau cairan
serebrospinal dengan immunohistocemistri, immunofluorosens, enzyme-

d.

linked immunosorbent assay.


Deteksi sekuens genom virus dengue dengan PCR.

2.

Demam Berdarah Dengue


Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis

pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan


hematokrit

>

20%

atau

bukti

perembesan

plasma

(efusi

pleura,

hipoalbuminemia).6
Kriteria klinis
1.

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari

2.

Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,


ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena

3.

Pembesaran hati

4.

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.

10

Kriteria laboratorium
1.

Trombositopenia (< 100.000/mikroliter).

2.

Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar/


menurut standar umur dan jenis kelamin.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Demam Dengue/DBD6


DD/

Derajat

DBD
DD

DBD

Tanda dan gejala

Laboratorium

Demam disertai minimal dengan Leukopenia (jumlah

2 gejala

leukosit <4000 sel/mmJ)

Nyeri kepala

Trombositopenia

Nyeri retro-orbital

(jumlah trombosit

Nyeri otot

<100.000 sel/mm3)

Nyeri sendi/tulang

Peningkatan hematokrit

Ruam kulit makulopaputar

(5%-10%) Tidak ada

Manifestasi perdarahan

bukti perembesan

Tidak ada tanda perembesan

plasma

plasma
Demam dan manifestasi

Trombositopenia

11

perdarahan (uji bendung positif) <100.000 sel/mm3;

DBD

II

dan tanda perembesan plasma

peningkatan hematokrit

Seperti derajat I ditambah

>20%
Trombositopenia

perdarahan spontan

<100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit

DBD

III

>20%
Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, <100.000 sel/mm3;

DBD

IV

tekanan nadi < 20 mmHg,

peningkatan hematokrit

hipotensi, gelisah, diuresis

>20%

menurun
Syok hebat dengan tekanan

Trombositopenia

darah dan nadi yang tidak

<100.000 sel/mm3;

terdeteksi

peningkatan hematokrit
>20%

Diagnosis infeksi dengue:


Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan deteksi
antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif
(IgM anti dengue atau IgM/lgG anti dengue positif)
F.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,

hematokrit, dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-I setelah
demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6.
Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan
adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.6
Pada infeksi primer antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit
ke-3 sakit mencapai puncaknya pada hari sakit ke-5 dan kemudian menurun serta
menghilang setelah 60-90 hari. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer
dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14 dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4

12

tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari
sakit ke-2. Interpretasi hasil serologi IgG dan IgM dapat dilihat pada tabel. 3,6
Tabel 2. Interpretasi hasil serologi IgG dan IgM 6
Diagnosis
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Infeksi lampau

Antibodi Anti Dengue


IgM
IgG
Positif
Negatif
Positif
Positif
Negatif
Positif

Keterangan

Apabila klinis mengarah ke


Bukan dengue

Negatif

Negatif

infeksi dengue pada fase


penyembuhan: IgM dan IgG
diulang

Gambar 2. Perkiraan waktu infeksi primer dan sekunder virus dengue dan
metode diagnosis yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi2
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi berupa distres pernafasan/ sesak, dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun
perlu diingat bahwa kelainan radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma
telah mencapai 20%-40%. Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian
cairan, dan untuk menilai edema paru karena overload pemberian cairan.

13

Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura. Pada
pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea,
dan dinding buli-buli.6
G. Penatalaksanaan
Triase pasien tersangka Dengue
Setiap rumah sakit yang merawat pasien infeksi vrus dengue, harus
mempersiapkan Unit Triase sebagai tempat untuk melakukan skrining, apakah
pasien harus menjalani rawat inap atau rawat jalan. Triase dapat juga dilakukan di
puskesmas yang mempunyai tempat perawatan, mempunyai dokter dan perawat
terlatih.

Registrasi
Skrining: riwayat
penyakit dan
warning sign

Vital sign

CBC

Pemeriksaan medis
dan tatalaksana awal
Edukasi keluarga

Observasi

Emergency:
Severe
clinical
presentation
Rawat

Prescription
Follow up
Gambar 3. Langkah skrining selama outbreak Dengue5

14

Demam tersangka dengue: manifestasi perdarahan, nyeri kepala,


nyeri retroorbita, mialgia, atralgia, nyeri tulang, ruam
Uji torniquet
Demam > 3 hari

Demam < 3 hari


Note: saat kondisi outbreak,
digunakan hingga 4 hari

Dengan
warning sign

Tanpa warning
sign

CBC
Cek gula darah
Pertimbangkan
resusitasi cairan IV/
koreksi dehidrasi
Cari diagnosis
banding penyakit lain
Observasi tergantung
diagnosis
Note: pasien demam <
2 hari, biasanya bukan
DSS

Pertimbangkan
periksa CBC
Edukasi keluarga
Pulang ke rumah
Follow up setiap
hari jika mungkin

CBC

Leukopenia dan/
trombositopenia

Dengan
warning
sign

Tanpa
warning
sign

Pasien
resiko
tinggi

No Leukopenia dan/
trombositopenia

Dengan
warning
sign

Observasi/ rawat
Pertimbangkan
cairan IV
Monitoring dengue

Gambar 4. Rekomendasi Triase5


Primary Triase
Triase harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan terlatih5
a.
Jika pasien tiba di rumah sakit dalam keadaan kritis/ berat, langsung kirim
pasien tersebut kepada perawat atau tenaga medis yang terlatih (langsung ke
b.

nomor 3)
Untuk pasien lainnya, ikuti langkah berikut:
1. Riwayat lamanya demam dan adanya warning sign
2. Tes torniket harus dilakukan oleh orang yang terlatih, jika tidak ada,
pompa manset hingga angka 80 mmHg pada anak dengan usia > 12
tahun dan 60 mmHg pada anak usia 5-12 tahun.
15

Tanpa
warning
sign

3.

Tanda vital meliputi suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan


darah dan perfusi jaringan perifer. Perfusi jarigan perifer dinilai dengan
meraba kekuatan volume nadi, warna ekstremitas, suhu ekstremitas
(akral hangat/dingin) dan capillary refill time. Perhatian khusus
diberikan pada pasien dengan suhu afebril disertai dengan takikardia.
Pasien-pasien dengan penurunan perfusi perifer harus segera di berikan
tatalaksana dan menjalani pemeriksaan kadar gula darah dan hitung

4.

darah lengkap sesegera mungkin.


Rekomendasi untuk pemeriksaan hitung darah lengkap (CBC):
a) Semua pasien febris pada kunjungan pertama untuk mendapatkan
gambaran awal kadar HCT, WBC dan PLT
b) Semua pasien dengan warning sign
c) Semua pasien dengan demam > 3 hari
d) Semua pasien dengan gangguan sirkulasi/ syok (pasien ini harus
menjalani pengecekan kadar glukosa darah).
Hasil hitung darah lengkap: jika ditemui adanya leukopenia dan/atau
trombositopenia, mereka dengan warning sign harus segera mendapat

5.

konsultasi medis dikonsultasikan.


Konsultasi medis: konsultasi medis segera direkomendasikan pada
pasien dengan : syok dan pasien dengan warning sign terutama yang

6.

telah menderita demam selama 4 hari.


Keputusan untuk mengobservasi atau menatalaksana:
a) Syok : resusitasi dan rawat inap
b) Pasien hipoglikemia tanpa leukopenia dan/atau trombositopenia
harus mendapatkan infus glukosa segera atau cairan intravena yang
mengandung glukosa. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan
untuk menentukan kausa penyakit. Pasien ini harus diobservasi
selama

8-24

jam.

Pastikan

ada

perbaikan

klinis

sebelum

mengizinkan pasien pulang ke rumah dan pasien-pasien ersebu harus

7.

dimonitor setiap hari.


c) Pasien dengan warning sign
d) Pasien resiko tinggi dengan leukopenia dan trombositopenia
Edukasi pasien dan keluarga sebelum memulangkan ke rumah. Edukasi
meliputi tirah baring, diet cairan oral dan makanan lunak, mengurangi
demam dengan tepid sponging dan parasetamol. Pasien juga perlu

16

diedukasi mengenai warning sign dan segera membawa ke rumah sakit


8.

jika dijumpa adanya warning sign.


Follow up: pasien harus waspada bahwa periode kritis biasanya terjadi
selama fase afebril dan bahwa deteksi follow up dengan pemeriksaan
darah lengkap sangat penting untuk mendeteksi tanda bahaya awal
seperti leukopenia, trombositopenia, dan/atau peningkata hematokrit.
Follow up harian direkomendasikan untuk semua pasien kecuali pada
pasien yang memiliki aktivitas normal ketika suhu turun.

Warning Sign
1.
Tidak terdapat perbaikan klinis atau perburukan keadaan sesaat sebelum
atau selama masa transisi dari fase demam ke fase afebris atau selama
2.
3.
4.
5.

perjalanan penyakit
Muntah persisten, pasien tidak dapat minum
Nyeri abdomen berat.
Letargi, perubahan perilaku secara mendadak.
Perdarahan : tinja hitam, epistaksis, hematemesis, perdarahan menstrual

6.
7.
8.

yang berlebihan, urine berwarna hitam (haemoglobinuria) atau hematuria.


Perasaan pusing.
Tangan dan kaki pucat, lembab, dan dingin.
Oliguria atau anuria selama 4-6 jam.

Edukasi mengenai perawatan pasien di rumah5


a.
Bed rest.
b.
Intake cairan yang adekuat seperti susu, jus buah, larutan eleklit isotonik,
oral rehudration solution (ORS), dan air tajin. Hati-hati terjadi overhidrasi
c.

pada anak-anak dan bayi.


Jaga temperatur tubuh <39C. Jika temperatur >39C, berikan parasetamol.
Dosis yang direkomendasikan adalah 10 mg/kg/BB/kali dan diberikan tidak
kurang dari 6 jam setiap kali pemberian. Dosis maksimal untuk orang
dewasa adalah 4 g/hari. Hindarin penggunaan paracetamol secara berlebihan

d.

dan pengguaan aspirin dan NSAID tidak direkomendasikan.


Lakukan tepid sponging pada dahi pasien, ketiak dan ekstremitas. Mandi

e.

dengan air hangat direkomendasikan bagi orang dewasa.


Waspada terhadap tanda bahaya yang mungkin terjadi pada pasien.

17

Manajemen Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit


1.
Monitoring pasien DD/DBD selama fase kritis (trombositopenia sekitar
100.000 sel/mm3)
Periode kritis DBD merupakan periode dimana terjadi kebocoran plasma
yang dimulai saat masa transisi dari periode demam menjadi periode afebris.
Trombositopenia merupakan indikator yang sensitif untuk mengetahui kebocoran
plasma yang juga dapat dijumpai pada demam dengue. Peningkatan hematokrit
10% dari nilai normal merupakan indiktor objektif awal yang menandakan
terjadinya kebocoran plasma. Terapi cairan intravena harus dimulai pada pasien
dengan intake oral yang buruk atau disertai dengan peningkatan hematokrit atau
pada pasien dengan warning sign.5
Parameter berikut harus dimonitor: 5
a.
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan.
b.
Perfusi perifer dapat diniliai sesering mungkin karena perfusi perifer
merupakan indiktor awal terjadinya syok serta mudah dan cepat
c.

dilaksanakan.
Tanda vital seperti temperatur, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan
tekanan darah harus di cek minimal setiap 2-4 jam pada pasien non-syok

d.

dan 1-2 jam pada pasien syok.


Pemeriksaan serial hematokrit harus dilaksanakan minimal setiap 4-6 jam
pada pasien yang stabil dan lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau
pada pasien yang dicurigai mengalami perdarahan. Pemeriksaan hematokrit
harus dilaksanakan sebelum dimulainya terapi cairan. Jika hal tersebut tidak
mungkin dilakukan, maka pemeriksaan hematokrit dapat dilakukan setelah

e.

terapi cairan selesai dan tidak selama terapi cairan berlangsung.


Urine output harus dicatat minimal setiap 8-12 jam pada pasien tanpa
komplikasi dan setiap jam pada pasien dengan prolonged syok atau pada
pasien dengan overload cairan. Urine output selama periode ini harusnya
sebanyak 0,5 ml/kg/jam (sesuai dengan berat badan ideal).

Pemeriksaan tambahan:
Pasien dewasa dengan obesitas atau yang menderita diabetes melitus harus
dilakukan pemeriksaan gula darah. Pasien dengan prolonged syok harus menjalani
pemeriksaan sebagai berikut5:
a.
Pemeriksaan darah lengkap

18

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Gula darah
Analisis gas darah dan kadar laktat jika ada.
Elektrolit serum dan BUN, serta kreatinin.
Kalsium serum
Tes fungsi hati
Profil koagulasi, jika ada.
Radiografi dada right lateral decubitus.
Cross match WB dan PRC.
Enzim kardiak dan EKG jika ada indikasi, pada orang dewasa.
Serum amilase dan USG jika nyeri abdomen tidak membaik dengan terapi

l.

cairan.
Tes lainnya, jika ada indikasi.
Koreksi abnormalitas hasil laboratorium harus dilakukan; hipoglikemia,

hipokalsemia dan asidosis metabolik yang tidak berespon terhadap terapi cairan.
Vitamin K1 intravena dapat diberikan jika dijumpai nilai protrombine time yang
memanjang. Perlu dicatat bahwa di tempat dimana fasilitas laboratorium tidak
tersedia kalsium glukonas dan vitamin K1 harus ditambahkan pada terapi cairan.
Pada kasus dimana prolonged syok tidak dapat diatasi dengan terapi cairan,
asidosis harus dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 jika pH < 7,3 dan serum
bikarbonat < 15 mEq/liter5.
Terapi Cairan pada Pasien DBD selama Fase Kritis
Indikasi terapi cairan intravena: 5,9
a.
Ketika pasien tidak bisa mendapat intake cairan oral yang adekuat atau
b.

muntah-muntah.
Ketika hematokrit meningkat secara kontinu sebesar 10-20% meskipun

c.

telah mendapatkan rehidrasi oral.


Pre-syok atau syok.
Prinsip umum terapi cairan pada pasien Demam Berdarah Dengue adalah

sebagai berikut: 5
a.
Gunakan cairan kristaloid pada fase kritis demam berdarah dengue kecuali
b.

pada bayi muda digunakan < 6 bulan digunakan cairan NaCL 0,45%.
Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas > 300 mOsm/l) seperti Dextran 40
atau cairan starch mungkin digunakan pada pasien dengan kebocoran
plasma berat dan tidak berespon dengan pemberian cairan kristaloid dengan
volume minimal. Cairan koloid isoonkotik seperti plasma dan hemaccel
tidak terbukti efektif.

19

c.

Untuk mempertahan volume sirkulasi yang adekuat dibutuhkan terapi cairan

d.

dengan volume rumatan + 5% dehidrasi.


Durasi pemberian cairan intravena tidak melebih 24-48 jam pada pasien
dengan syok. Walaupun demikian, pada pasien yang tidak syok durasi
pemberian cairan intravena dapat lebih lama yaitu selama 60-72 jam. Hal ini
karena pada pasien yang tidak syok, mereka baru saja memasuki fase kritis
dimana terjadi kebocoran cairan plasma sementara pada pasien yang syok,
mereka telah melewati fase kritis dimana terjadi kebocoran cairan plasma
yang cukup lama dibandingkan pasien non-syok sebelum terapi cairan

e.

dimulai.
Pada pasien obesitas, berat badan ideal digunakan untuk menghitung
kebutuhan terapi cairan

Tabel 3. Kebutuhan Cairan Berdasarkan Berat Badan Ideal5


BB ideal
(kg)
5
10
15
20
25
30

Maintenance
(ml)
500
1000
1250
1500
1600
1700

M + 5%
defisit (ml)
750
1500
2000
2500
2850
3200

BB ideal
(kg)

Maintenance
(ml)

35
40
45
50
55
60

1800
1900
2000
2100
2200
2300

M + 5%
defisit
(ml)
3550
3900
4250
4600
4950
5300

Sumber: WHO, 2011


f.

Kecepatan cairan intravena disesuaikan dengan kondisi klinis pasien.


Tetesan cairan anak berbeda dengan orang dewasa. Tabel berikut ini
memperlihatkan perbandingan teteaa cairan pada anak dan dewasa.

Tabel 4. Kecepatan tetesan infus pada anak dan dewasa5


Catatan

Kecepatan tetesan infus


anak (ml/kg/jam)

Setengah rumatan
Rumatan
Rumatan + 5% defisit
Rumatan + 7% defisit
Rumatan + 10% defisit

1,5
3
5
7
10

Kecepatan tetesan infus


dewasa (ml/kg/jam)
40-50
80-100
100-120
120-150
300-500

Sumber : WHO, 2011


20

g.

Transfusi

platelet

tidak

direkomendasikan

pada

pasien

dengan

trombositopenia (tidak ada profilaksis platelet). Transfusi platelet mungkin


dipertimbangkan pada orang dewasa dengan penyakit dasar berupa
hipertensi dan trombositopenia berat (<10.000 sel/mm3).
2.

Manajemen pasien dengan warning sign


Sangat penting untuk memverifikasi apakah warning sign disebabkan oleh

DBD atau disebabkan oleh penyakit lain seperti gastroenteritis akut, refleks
vasovagal, hipoglikemia dan lain-lain. Adanya trombositopenia disertai dengan
bukti kebocoran plasma seperti peningkatan kadar hematokrit dan efusi pleura
membedakan DBD/DSS dengan penyebab lainnya. Untuk penyebab lainnya,
maka cairan intravena dan terapi suportif serta terapi simtomatik harus diberikan
selama pasien di rawat di rumah sakit. Pasien dapat pulang ke rumah setelah 8
hingga 24 jam jika mereka menunjukkan pemulihan yang cepat dan tidak berada
dalam fase kritis (trombosit >100.000 sel/mm3). 5
3.

Manajemen DBD grade I, II (Kasus Non-Syok)


Pada dasarnya cairan (oral+IV) yang diberikan adalah cairan rumatan (untuk

1 hari) + 5% defisit (cairan oral dan IV diberikan bersama-sama), diberikan


selama 48 jam. Misalnya anak dengan berat 20 kg, defisit 5% adalah 50 ml/kg x
20 = 1000 ml. Cairan rumatan selama 1 hari sebesar 1500. Maka cairan rumatan
+ 5% adalah 2500 ml. Volume cairan ini diberikan dalam waktu 48 jam pada
pasien tanpa syok. 5
4.

Manajemen syok: DBD III


Sindrom Syok Dengue (SSD) merupakan syok hipovolemik yang

disebabkan oleh kebocoran plasma dengan karakteristik peningkatan resistensi


pembuluh darah dengan manifestasi penyempitan tekanan nadi. Ketika terjadi
hipotensi, harus dicurigai bahwa terdapat perdarahan berat dan sering kali berupa
perdarahan gastrointestinal tersembunyi, disamping adanya kebocoran plasma. 5
Harus dicatat bahwa terapi resusitasi cairan SSD berbeda dengan syok
lainnya seperti syok septik. Kebanyakan kasus SSD akan berespon terhadap
pemberian cairan sebanyak 10 ml/kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang
dewasa selama lebih dari 1 jam atau dengan cara bolus. Pemberian cairan harus

21

mengikuti grafik (lampiran). Meskipun demikian, sebelum menurunkan kecepatan


terapi cairan intravena, kondisi klinis seperti tanda vital, urine output, dan kadar
hematokrit harus di cek untuk memastikan terjadi perbaikan klinis. 5
Pemeriksaan laboratorium (ABCS) harus dilakukan baik pada pasien syok
maupun pada pasien tanpa syok ketika tidak dijumpai perbaikan klinis setelah
mendapatkan terapi cairan yang adekuat. 5
Tabel 5. Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan pada pasien yang
tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah terapi cairan yang adekuat
ABCS

Pemeriksaan
laboratorium

A-Acidosis

Analisa gas darah


(vena/kapiler)

B-Bleeding

Hematokrit

C-Calcium

Elektrolit, Ca++

S-Blood Sugar

Gula darah
(destrostix)

Catatan
Indikasi pada prolonged syok. Evaluasi
keterlibatan organ, cek BUN, kreatinin,
dan fungsi hati
Jika menurun dibandingkan dengan
kadar hematokrit sebelumnya , lakukan
cross-match untuk transfusi darah
Hipokalsemia ditemukan hampir pada
semua kasus DBD tetapi asimtomatik.
Suplemen calcium direkomendasikan
pada kasus berat dengan komplikasi.
Dosis 1 ml/kg, diencerkan sebanyak 2
kali, berikan secara IV perlahan (dapat
diulang setiap 6 jam, jika perlu), dosis
maksimal 10 ml Ca glukonas.
Kasus DBD berat menyebabkan nafsu
makan yang sangat berkurang disertai
dengan muntah. Pasien dengan gangguan
fungsi hati mungkin mengalami
hipoglikemia. Namun beberapa kasus
dapat mengalami hiperglikemia.

Sumber : WHO, 2011


Sangat penting untuk menurunkan kecepatan cairan apabila terjadi
perbaikan perfusi perifer, tetapi kecepatan cairan harus dihentikan secara perlahan
selama 24 jam dan dihentikan setelah 36-48 jam. Kelebihan cairan dapat
menyebabkan efusi pleura masif yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler. 5

22

Tanda vital tidak stabil


Volume urine berkurang
Tanda syok (DBD derajat III)
Berikan oksigen via masker/ kateter
Penggantian volume cairan segera, kristaloid 10 ml/kgBB/jam, 1-2 jam
Pada syok lama (DBD derajat IV) volume 20
Tidak ada
ml/kgBB/jam,
10-15
menit
atau
sampai
tekanan
perbaikan
Perbaikan
darah kembali. Apabila membaik kurangi
Cek ABCS
menjadi 10 ml/kgBB/jam
Koreksi
Kurangi volume cairan berturutHCT
HCT
turut 10 ml, 7 ml, 5 ml, 3ml, 1,5
meningkat
menurun
ml/kgBB/jam sebelum selanjutnya
Transfusi
darah
10
ml/kgBB/jam
dikurangi untuk mempertahankan
Koloid (dextran
Whole Blood 10 ml/kgBB/jam atau
akses vena tetap terbuka
40)
PRC 5 ml/kgBB/jam
Perbaikan
Perbaikan
Kurangi volume cairan berturut-turut 10 ml, 7 ml, 5
Stop pemberian
ml, 3ml, 1,5 ml/kgBB/jam sebelum selanjutnya
cairan 24-48 jam
dikurangi untuk mempertahankan akses vena tetap
terbuka
Gambar 5. Terapi cairan pada pasien dengan SSD5
5.

Manajemen Prolonged/Profound Syok: DBD Grade IV


Resusitasi cairan pada DBD grade IV lebih agresif untuk mengembalikan

tekanan darah dengan cepat dan pemeriksaan laboratorium harus segera


dilakukan. Bahkan hipotensi ringan harus segera diterapi secara agresif. 10 ml/kg
cairan bolus harus diberikan secepat mungkin, idealnya dalam waktu 10-15 menit.
Ketika tekanan darah kembali, cairan intravena selanjutnya yang diberikan sesuai
dengan terapi cairan DBD grade III. Jika syok tidak reversibel setelah 10 ml/kg
pertama, ulangi bolus 10 ml/kg dan hasil laboratorium harus segera diperoleh dan
kemudian dikoreksi. Transfusi darah urgensi harus dipertimbangkan pada langkah
selanjutnya (setelah melihat kadar hematokrit) dan diikuti dengan monitoring
ketat, seperti kateterisasi kandung kemih kontinu, kateter vena sentral, dan jalur
arteri.5
Harus diingat bahwa mengembalikan tekanan darah sangat penting untuk
mempertahankan hidup pasien, karena jika gagal, maka prognosis pasien akan
sangat buruk. Inotropik dapat digunakan untuk menaikkan tekanan darah, jika

23

pemberian cairan telah adekuat seperti pada tekanan vena sentral yang tinggi,
kardiomegali atau kontraktilitas jantung yang buruk. 5
Jika tekanan darah kembali setelah resusitasi cairan, dengan atau tanpa
transfusi darah dan telah terjadi gangguan organ, pasien harus ditangani dengan
tepat dengan penatalaksanaan suportif khusus. Contohnya adalah peritoneal
dialisis, terapi pengganti ginjal kontinu, dan ventilasi mekanik. 5
Jika akses intravena tidak dapat dicapai, makan berikan rehidrasi oral jika
pasien

sadar

atau

melalui

rute

intraosseous.

Akses

intraoseus

dapat

menyelamatkan hidup dan akan berhasil jika dilakukan 2-5 menit atau setelah dua
kali gagal mencapai akes vena perifer, atau terapi rehidrasi oral gagal. 5
6.

Manajemen Perdarahan Berat


Jika sumber perdarahan diketahui, maka segera hentikan sumber

perdarahan. sebagai contohnya, epistaksis berat, dapat dikontrol dengan


menggunakan tampon nasal. Transfusi cairan urgen dapat menyelamatkan hidup
tetapi harus ditunda sampai kadar hematokrit turun dibawah kadar normal. Jika
jumlah perdarahan dapat di kuantifikasikan, maka kehilangan darah harus di ganti
dengan 10 ml/kg darah segar (WBC) atau 5 ml/kg darah PRC. 5
Jika terjadi gastrointestinal bleeding, H-2 antagonis dan PPI dapat
digunakan, namun tidak banyak penelitian yang mengetahui efikasinya. Tidak ada
bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti trombosit
konsentrats, fresh frozen plasma atau kriopresipitat. Penggunaannya dapat
berkontribusi pada overload cairan. Rekombinan faktor 7 mungkin membantu
beberapa pasien tanpa gagal organ, tetapi lebih mahal. Pasien penyakit jantung
bawaan : terapi cairan harus lebih hati-hati. Pasien dengan terapi steroid, steroid
kontinu di recomendasikan tetapi rute pemberian di ubah. 5
7.

Manajemen Konvalesens
a.
Konvalesens ditandai dengan meningkatnya parametes klinis, dan
b.
c.

kondisi umum, serta nafsu makan.


Status hemodinamik, perfusi perifer dan tanda vital tstabil.
Penurunan hematokrit ke nilai normal atau di awah nilai normal dan

d.

diuresis.
Cairan intravena di stop.

24

e.

Pasien dengan efusi pleura masif dan asites, mungkin mengalami


hipervolemia dan dapat diberikan diuretik. Terapi dibutuhkan untuk

f.

mencegah edema paru.


Hipokalemia dapat berhubungan dengan stress, diuresis dan harus

g.

dikoreksi dengan buah yang kaya potasium atau suplement.


Bradikardi umumnya ditemui dan membutuhkan monitoring intensif
terhadap kemungkinan komplikasi yang jarang terjadi seperti henti

h.

jantung, ventricular prematuer contraction (VPC).


Ruam konvalesens ditemukan pada 20%-30% pasien.

Tanda Penyembuhan: 5
a.
Nadi, tekanan darah dan frekuensi nafas stabil.
b.
Temperatur tubuh normal.
c.
Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.
d.
Nafsu makan membaik
e.
Tidak ada muntah dan nyeri bdomen.
f.
Urine output bagus.
g.
Hematokrit stabil.
h.
Munculnya ruam petekie konfluen atau gatal, terutama pada ekstremitas.
Kriteria Memulangkan Pasien: 5
a.
Tidak ada demam minimal 24 jam tanpa antipiretik.
b.
Nafsu makan membaik.
c.
Perbaikan klinis terlihat.
d.
Urine output bagus.
e.
Minimal 2-3 hari pasca syok.
f.
Tidak ada distres pernapasan, efusi pleura atau asites.
g.
Jumlah platelet > 50.000 sel/mm3. Jika tidak, pasien direkomendasikan
untuk menghindari aktivitas yang menimbulkan trauma selama 1-2 minggu
hingga kadar platelet normal. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi, kadar
platelet akan meningkat dalam waktu 3-5 hari.
8.

Manajemen Komplikasi.
Komplikasi tersering adalah overload cairan. Deteksi overload cairan dapat

dilakukan sebagai berikut:


a.
Tanda-tanda awal overload cairan meliputi edema palpebra, distensi
b.

abdomen (asites), takipneu, dan dispnea ringan.


Tanda-tanda lanjut, berupa gejala diatas ditambah dengan distres pernapasan
sedang hingga berat, napas pendek, wheezing (tidak berhubungan dengan
asma) yang merupakan tanda awal adanya edema paru interstitial dan

25

krepitasi. Agitasi dan konfusio merupakan tanda hipoksia dan merupakan


tanda pre-gagal napas.
a.

Manajemen Overload cairan


Lihat kembali tata laksana terapi cairan intravena, cek dan koreksi ABCS.

Stop semua cairan intravena hipotonik. 5


Pada tahap awal overload cairan, ganti cairan kristaloid dengan cairan
koloid sebagai cairan bolus. Dextran 40 efektif diberikan sebesar 10 ml/kg melalui
bolus infus, tetapi dosis tidak boleh melebihi 30 ml/kg/hari karena efeknya pada
ginjal. Dextran 40 akan dieksresikan di urin dan akan mempengaruhi osmolaritas
urin. Pasien akan mengeluhkan urin yang kental karena sifat hiperonkotik cairan
dextran 40 (osmolaritas 2 kali lipat dari osmolaritas plasma). HES mungkin
efektif (osmolaritas = 380 mOsm) dan dosis maksimal 50 ml/kg/hari. Walaupun
demikian tidak ada penelitian yang membuktikan efektivitasnya dalam menangani
DSS/DBD. 5
Pada tahap lanjut overload cairan atau pada keadaan di mana terdapat edema
paru, furosemid dapat diberikan jika tanda vital pasien stabil. Jika pasien dalam
keadaan syok, furosemid diberikan bersamaan dengan 10 ml/kg/jam dextran 40.
Ketika tekanan darah stabil, biasanya dalam 10 menit hingga 30 menit setelah
infus masuk, masukan secara IV 1 mg/kg/dosis furosemid dan lanjutkan infus
dextran hingga selesai. Cairan intravena harus dikurangi hingga 1 ml/kg/jam
sampai cairan tersebut dihentikan ketika kadar hematokrit turun di bawah nilai
normal (dengan perbaikan klinis). Hal-hal berikut ini perlu diingat: 5
a.
Pasien harus terpasang kateter urin untuk menilai diuresis setiap jam.
b.
Furosemid harus diberikan selama pemberian infus dextran karena sifat
hiperonkotik dextran akan mempertahankan cairan di intravaskular
c.

sementara furosemid membuang cairan di kompartemen intravaskular.


Setelah pemberian furosemid, tanda vital harus dimonitor setiap 15 menit

d.

selama 1 jam untuk memantau efek samping yang ditimbulkan.


Jika tidak ada urine output setelah pemberian furosemid, cek status volume
intravaskular (tekanan vena sentral atau laktat). Jika volume intravaskular
adekuat, maka pre-renal failure dapat diekslusikan dan pasien masuk dalan
kondisi akut renal failure. Jika volume cairan intravaskular tidak adekuat

26

atau tekanan darah tidak stabil cek ABCS dan ketidakseimbangan elektrolit
e.

lainnya.
Pada kasus di mana tidak ada respon dengan pemberian furosemid (tidak
ada

urine

yang

diperoleh),

maka

furosemid

dapat

diulang

dan

direkomendasikan untuk menggandakan dosis furosemid. Jika terdapat


oliguric renal failure, terapi pengganti ginjal harus dilakukan sesegera
f.

mungkin. Kasus ini memiliki prognosis yang buruk.


Torkosentesis dan abdominal parasentesis dapat diindikasikan pada pasien
dengan distress pernapasan berat dan gagal dengan terapi yang telah
diberikan. Hal ini harus dilakukan dengan kewaspadaan yang tinggi karena
perdarahan akibat trauma merupakan komplikasi yang serius dan dapat
menyebabkan kematian. Diskusi dan berikan penjelasan mengenai
komplikasi dan prognosis kepada keluarga sebelum memulai prosedur.

b.

Manajemen Ensefalopati
Beberapa kasus DD/DBD dapat dijumpai manifestasi yang tidak biasa

dengan gejala keterlibatan sistem saraf pusat, seperti kejang dan/atau koma. Hal
ini umumnya disebabkan oleh ensefalopati dan bukan ensefalitis, yang dapat
disebabkan oleh perdarahan atau oklusi pembuluh darah yang berhubungan
dengan DIC atau hiponatremia. Beberapa tahun ini, telah terjadi peningkatan
kasus dengan infeksi SSP yang dibuktikan dengan isolasi virus dari cairan
serebrospinal atau otak. 5
Kebanyakan pasien dengan ensefalopati juga mengalami ensefalopati
hepatikum. Tata laksana ensefalopati hepatikum adalah dengan menurunkan
tekanan intrakranial. CT-Scan atau MRI di rekomendasikan untuk menilai
perdarahan intrakranial. Terapi berikut ini merupakan terapi suportif pada pasien
dengan ensefalopati: 5
a.
Pertahankan airway dan oksigenasi yang adekuat. Cegah dan kurangi
tekanan intrakranial dengan tindakan berikuti ini: 5
1. Berikan cairan IV minimal untuk mempertahankan cairan intravaskular
yang adekuat, idealnya total cairan IV tidak > 80% dari cairan rumatan.
2. Ganti segera cairan koloid saat terjadi kenaikan hematokrit secara
kontinu dan cairan IV dalam jumlah besar diperlukan pada kasus dengan
kebocoran plasma yang berat.

27

3. Berikan diuretik apabila ada indikasi pada kasus yang menunjukkan


gejala overload cairan.
4. Posisi kepala pasien harus 30
5. Lakukan intubasi awal untuk mencegah hiperkarbia dan untuk menjaga
patensi jalan napas.
6. Dapat dipertimbangkan untuk memberikan kortikosteroid untuk
mengurangi tekanan intrakranial. Deksametason dengan dosis 0,15
b.

mg/kg/kali pemberian diberikan setiap 6-8 jam.


Menurunkan produksi amonia dengan:
1. Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare
osmotik.
2. Tidak diperlukan pemberian antibiotik lokal untuk membunuh flora

c.

d.

e.

f.

g.

usus, jika sudah diberikan antibiotik sistemik.


Pertahankan kadar gula darah antara 80-100 mg/dl. Rekomendasi pemberian
kecepatan infus glukosa adalah antara 4-6 mg/kg/jam.
Koreksi asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit, seperti koreksi
hipo/hipernatremia, hipo/hiperkalemia, hipokalsemia dan asidosis.
Pemberian Vitamin K1 IV, 3 mg untuk usia < 1 tahun, 5 mg untuk usia < 5
tahun, dan 10 mg untuk usia > 5 tahun, atau pada pasien dewasa.
Antikonvulsan harus diberikan pada pasien dengan kejang, fenobarbital,
dilantin dan diazepam IV sesuai indikasi.
Transfusi darah, lebih diutamakan fresh PRC jika terdapat indikasi.
Komponen darah lainnya seperti platelet dan fresh frozen plasma tidak
karena

h.

i.

j.

k.

overload

cairan

dapat

menyebabkan

peningkatan

tekanan

intrakranial.
Terapi antibiotik empirik diindikasikan jika terdapat superimposed infeksi
bakteri.
H-2 blocker atau inhibitor pompa proton dapat diberikan untuk mengurangi
perdarahan gastrointestinal.
Hindari penggunaan obat-obatan yang berlebihan, karena obat-obatan akan
dimetabolisme di hari sehingga memperberat kerja hati.
Pertimbangkan plasmaferesis atau hemodialisis atau terapi pengganti ginjal
direkomendasikan pada perburukan kasus.

c.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,

maka analisis gas darah dan kadar elektrolit sebaiknya diperiksa pada DBD berat.

28

Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya Koagulasi Intravascular


Disseminata (KID), sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada
umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan
koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID
dapat dicegah.9
Koreksi asidosis dilakukan jika pH <7,45 dengan kadar HCO3 < 15 mmol/l
untuk mencegah perdarahan dan DIC pada Dengue. Dapat digunakan NaHCO3
1ml/kg bolus lambat (maksimal 50 ml) diencerkan dengan normal salin dengan
perbandingan yang sama.10
Rujukan dan Transportasi
Kasus berat dengan komplikasi harus diterapi di rumah sakit di mana
tersedia hampir semua fasilitas pemeriksaan laboratorium, peralatan, pengobatan
dan fasilitas bank darah. Pasien-pasien berikut harus dirujuk ke rumah sakit untuk
mendapatkan monitoring ketat: 5
1.
Bayi < 1 tahun
2.
Pasien dengan obesitas
3.
Wanita hamil
4.
Profound/prolonged syok
5.
Perdarahan yang signifikan
6.
Syok berulang 2-3 kali selama perawatan
7.
Pasien yang tidak berespon dengan pemberian terapi cairan konvensional
8.
Pasien dengan peningkatan hematokrit yang signifikan dan kondisi di mana
9.

tidak tersedia cairan koloid


Pasien dengan penyakit dasar seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit

10.
11.
12.

hemolitik, dan penyakit jantung


Pasien dengan tanda overload cairan
Pasien dengan keterlibatan gangguan organ
Pasien dengan manifestasi neurologis seperti perubahan kesadaran, semi
koma, koma, dan kejang

Prosedur rujukan5
1.
Diskusi dan konseling kepada keluarga
2.
Hubungi rumah sakit rujukan, komunikasi dengan dokter dan perawat yang
3.

dituju.
Stabilisasi pasien sebelum dirujuk.

29

4.

Pastikan bahwa surat rujukan berisi informasi mengenai kondisi klinis,


parameter monitoring (hematokrit, tanda vital, intake/output), dan

5.

progresivitas penyakit termasuk semua temuan laboratorium yang penting


Perawatan selama dirujuk. Direkomedasikan diberikan infus dengan tetesan
lambat untuk mencegah overload cairan dengan kecepatan 5 ml/kg/jam.

6.

Perawat ikut merujuk pasien.


Review pasien yang dirujuk sesegera mungkin ke spesialis di rumah sakit
rujukan.

30

Vous aimerez peut-être aussi