Vous êtes sur la page 1sur 5

1

Audit Tata Ruang di Indonesia,


Harapan dan Tindaklanjut1 ?
Latar Belakang dan Permasalahan
Kementerian Agraria (Badan Pertanahan
Nasional) dan Tata Ruang, ditahun ini akan
melaksanakan audit tata ruang di beberapa
wilayah di Indonesia, diantaranya Pulau Sumatera,
Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Termasuk pada kegiatan tahun 2015 tersebut
pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi
pemanfaatan ruang di kota-kota yang ada di
wilayah
(pulau/kepulauan)
tersebut.
Total
anggaran kegiatan tersebut mencapai 20 miliar.
Audit tata ruang maupun pemantauan dan evaluasi
pemanfaatan ruang di Indonesia didasari atas
berbagai persoalan yang dihadapi di Indonesia
seperti:
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Kejadian alam yang membawa bencana bagi


manusia (jiwa dan harta) terutama di kota dan
di desa seperti longsor, banjir, banjir rob, dll;
Degradasi lingkungan alam yang berdampak
pada kerentanan manusia untuk dapat
mengakses kebutuhan hidup seperti air,
makanan, udara bersih dan lainnya;
Konflik dan otoriter elit politik dalam
penguasaan lahan yang berdampak buruk pada
model pemanfaataan tata ruang yang benar
dan baik;
Adanya pemahaman baru (revolusi mental)
mengenai kebutuhan akan kota dan desa yang
aman, nyaman, produktif dan layak huni
sehingga
diperlukan
upaya
untuk
mengembalikan
fungsi-fungsi
ruang
sebagaimana mestinya sehingga kota dan desa
menjadi layak untuk dihuni dan dipelihara
secara berkelanjutan temurun.
Konflik sumber daya didalam ruang (dalam
bumi/perut bumi) juga menjadi akar masalah
yang berujung kepada konflik horizontal antar
pemanfaat ruang. sebagai contoh adalah
Rencana Pertambangan PT Semen Indonesia di
Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Konflik
akses air dari pegunungan oleh masyarakat di
hilir dan sekitar kawasan tambang, serta
konflik terhadap pemanfaat kawasan karst
pegunungan kendeng sebagai asset wisata
nasional terjadi dengan pengusaha tambang 2.
Tidak hanya di Kendeng, tetapi konflik
pemanfaatan ruang juga terjadi di Jambi
antara pengusaha perkebunan sawit dengan
masyarakat asli Suku Anak Dalam.
Kebutuhan
pengembangan
kawasan
permukiman baru terutama di Kalimantan,

1 Pandangan pribadi, oleh Tiar Pandapotan Purba, ST,


IAP. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota, E:
tiar.poerba@gmail.com; 081310418551

7.

Papua yang berdasarkan paparan dari


Gubernur se-Kalimantan menyatakan bahwa
Pulau Kalimantan tidak dapat dinyatakan
sebagai kawasan lindung (hijau) secara
menyeluruh, karena didalam kawasan lindung
yang ada sudah ada permukiman lama dan
baru yang terus berkembang.
Kebutuhan pengembangan infrastruktur baru
yang membutuhkan areal pembangunan yang
luas dan berdampak terhadap perubahan
fungsi lahan sekitarnya seperti pengembangan
jalan tol di Jawa, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, dan Sulawesi serta di Kalimantan.

Audit diperlukan untuk mendapatkan fakta


yang sesungguhnya, penyebab terjadinya alih
fungsi ruang, penyebab terjadinya bencana,
penyebab terjadinya kerentanan tinggi terhadap
akses kebutuhan dasar manusia serta untuk
menjawab apakah perubahan fungsi yang
dilakukan
sudah
memperhitungkan
dampak
ekologis lingkungan.

Acuan Perangkat Hukum Melakukan


Audit Tata Ruang
Didalam Undang-undang No 26/2007
tentang Penataan Ruang, tidak diuraikan dengan
mantab kata audit didalamnya. Namun jika
mengembalikan definisi audit sesuai dengan tata
bahasa baku di Indonesia, dijelaskan bahwa audit
adalah 1 pemeriksaan pembukuan tt keuangan
(perusahaan, bank, dsb) secara berkala; 2
pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan
penilaian kewajaran laporan yg dihasilkannya; dari
pendifinisian diatas tidak ada makna luas
penggunaan audit sebagai kosa kata yang dapat
digunakan untuk bidang tata ruang/pertanahan.
Namun berbeda dengan definisi yang dipublis oleh
Wikipedia, dimana audit didefinisikan sebagai
evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem,
proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh
pihak yang kompeten, objektif, dan tidak
memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah
untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari
audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai
dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah
disetujui dan diterima. Yang artinya makna luas
tersebut sangat tepat untuk digunakan pada
pekerjaan ini dan jika ditarik dan dipadankan
dalam undang-undang tentang penataan ruang
sebagai bentuk pengawasan penataan ruang.
Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar
2 http://www.sosbencana.com/jokowi-segera-batalkanizin-penambangan-di-pegunungan-kendeng/ tanggal
15/4/2015.
http://print.kompas.com/baca/2015/04/17/KonflikPabrik-Semen%2c-Warga-Minta-Pengajuan-Bandin, 17
April 2015.

penyelenggaraan
penataan
ruang
dapat
diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan3.
Didalam pasal 55 UU tentang Penataan
Ruang tersebut dijelaskan bahwa pengawasan yang
dilakukan meliputi tindakan pemantauan, evaluasi
dan pelaporan. Pada pasal 56 dijelaskan bahwa
pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan
mengamati dan memeriksa kesesuaian antara
penyelenggaraan
penataan
ruang
dengan
ketentuan perundang-undangan. Yang dimaksud
dengan penyelenggaraan penataan ruang adalah
kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
yang artinya proses pemantauan dilakukan
terhadap
pengaturan,
pembinaan
dan
pelaksanaan.
Yang
dimaksud
dengan
pengaturan
penataan ruang adalah upaya pembentukan
landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
seperti pembentukan Peraturan Presiden untuk
RTR dengan sudut kepentingan strategis nasional,
dan pembentukan peraturan daerah untuk RTR
kepentingan daerah. Pada pasal 12 diuraikan
bahwa pengaturan dan pembinaan menjadi
kesatuan pelaksanaan dimana bentuk pembinaan
meliputi (i) koordinasi penyelenggaraan penataan
ruang; (ii) sosialisasi peraturan perundangundangan dan sosialisasi pedoman bidang penataan
ruang; (iii) pemberian bimbingan, supervisi, dan
konsultasi pelaksanaan penataan ruang; (iv)
pendidikan dan pelatihan; (v) penelitian dan
pengembangan;
(vi)
pengembangan
sistem
informasi dan komunikasi penataan ruang; (vii)
penyebarluasan informasi penataan ruang kepada
masyarakat; dan (viii) pengembangan kesadaran
dan tanggung jawab masyarakat. Pada ketentuan
umum, dijelaskan bahwa pembinaan penataan
ruang adalah adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Sedangkan
yang
dimaksud
dengan
pelaksanaan penataan ruang adalah upaya
pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan
perencanaan
tata
ruang,
pemanfaatan
ruang,
dan
pengendalian
pemanfaatan ruang. yang dapat ditarik 3 (tiga)
buah kata kunci yakni perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian yang difokuskan dan ditekankan
untuk dilakukan pemantauan dan evaluasi atau
dalam kosa kata tulisan ini adalah audit.
Apa itu perencanaan penataan ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang ?.
Perencanaan tata ruang didalam hal 14 UU
26/2007 dijelaskan bahwa perencanaan tata ruang
3 Definisi menurut Undang-Undang No 26/2007 tentang
Penataan Ruang pada halaman 4.

adalah suatu proses untuk menentukan struktur


ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan
dan penetapan rencana tata ruang. Dimana RTR
atau Rencana Tata Ruang menghasilkan Rencana
Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang.
Rencana Umum Tata Ruang berhirarki atas RTRWN
(Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional), RTRW
Provinsi, RTRW Kabupaten dan Kota. Sedangkan
Rencana Rinci Tata Ruang berhirarkis atas RTR
Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional,
RTR Kawasan Strategis Provinsi dan RTR Kawasan
Strategis Kabupaten/Kota serta RDTR Kab/Kota
dan Kawasan Strategis.
Pada pasal 14 butir (6) dijelaskan bahwa
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) tidak dapat
dijadikan dasar pelaksanaan pemanfaatan dan
pengendalian karena penggunakan skala peta dan
luas wilayah yang besar. Sedangkan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dapat dijadikan dasar
penyusunan peraturan zonasi sekaligus sebagai
dasar pelaksanaan pemanfaatan dan pengendalian.
Maka timbul pertanyaan lanjutan, apakah audit
dan atau pemantauan dan evaluasi layak dilakukan
ditingkat Rencana Umum Tata Ruang ? Jikapun
dilaksanakan, apakah hasil audit dan atau
pemantauan dan evaluasi ini mampu mendeteksi
simpangan atau perubahan fungsi ruang (tidak
sesuai)
dan
dijadikan
acuan
bagi
audit/pemantauan dan evaluasi di tingkat
Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) ?
Kembali ke soal perencanaan tata ruang,
yang telah diuraikan diatas bahwa perencanaan
tata ruang meliputi penyusunan seluruh produk
hukum (pranata) spasial pemanfaatan ruang
berdasarkan pedoman yang ada (termasuk
didalamnya adalah analisis kesesuaian, daya
tampung, daya dukung dan proyeksi kebutuhan
ruang) untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya dengan mempertimbangkan aspek legal
lainnya seperti UU Minerba, Kehutanan, Pertanian
dan lainnya yang tentunya saling tumpang tindih
dan beririsan dalam pemanfaatan ruangnya.
Lalu tekait pemanfaatan tata ruang,
didefinisikan sebagai upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan
rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Struktur dan pola ruang suatu wilayah yang
dirancang merupakan bagian penting dalam wujud
tata ruang. pada pasal 33 dijelaskan bahwa
pemanfaatan ruang emngacu kepada fungsi ruang
yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang
dan
dilaksanakan
dengan
mengembangkan
penatagunaan
tanah,
penatagunaan
air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber
daya alam lain. Dan didalam rangka penatagunaan
tersebut dibuatkan turunan kegiatan berupa
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan
tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya

lainnya. Neraca didalam KBBI dapat dipilih


pemaknaan sebagai perimbangan dan atau juga
sebagai alat ukur untuk menimbang sebuah massa
seperti timbangan emas berupa batang tegak lurus
dengan dua mangkuk yang digantung pada dua sisi,
yang artinya prinsip dan asas keadilan,
keseimbangan serta akuntabilitas hadir didalam
penyusunan penatagunaan tersebut. Neraca inilah
yang diaudit/dipantau dan dievaluasi nilainya.
Penetapan parameter standar berupa
NSPM Bidang Penataan Ruang yang termakhtub
didalam Standar Pelayanan Minimal Bidang
Penataan Ruang harus diuji tiap parameter dan
ukurannya. Mencermat SPM Bidang Penataan
Ruang, pada hal 46 tentang kawasan permukiman
kumuh, suatu ironis jika harus diuji sementara
penetapan kawasan pemukiman kumuh di seluruh
Indonesia tidak menjadi bagian integral dari
dokumen spasial rencana rinci tata ruang (RRTR).
Ini harus dikaji ulang dan menjadi input pada
produk hukum RRTR agar memasukkan kawasan
pemukiman kumuh menjadi indicator dan
parameter neraca penatagunaan tanah4. Kemudian
terkait penatagunaan tanah sektor lain namun
penting seperti pertanian, minerba, kehutanan
tidak menjadi indicator dan parameter SPM Bidang
Penataan Ruang menjadi keniscahayaan yang buruk
dan sangat tidak mumpuni bahkan terkesan terlalu
dangkal untuk menarik kesimpulan apakah audit
dan atau pemantauan dan evaluasi pemanfaatan
ruang wilayah RUTR dan RRTR dapat berdayaguna
untuk ditindaklanjuti sesuai dengan harapan, citacita dan tujuan penataan ruang5.
Kemudian soal pengendalian, dijelaskan
pada UU tersebut, memiliki makna upaya untuk
mewujudkan
tertib
tata
ruang.
Bentuk
pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi.
Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang. Dijelaskan pada
pasal 37, izin pemanfaatan ruang dapat batal demi
hukum apabila tidak sesuai dengan RTR, diperoleh
dengan cara yang tidak benar, terbukti tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, dan sudah tidak sesuai
lagi dengan rencana tata ruang akibat adanya
perubahan rencana tata ruang.

4 (Input) SPM Penataan Ruang belum dapat dijadikan

Teknologi Audit Tata Ruang


Citra Satelit Alam sebagai jawaban audit. Citra
adalah gambaran kenampakan permukaan bumi
hasil penginderaan pada spectrum elektromagnetik
tertentu yang ditayangkan pada layar atau
disimpan pada media rekam atau cetak. Citra
satelit adalah penginderaan jauh, yaitu ilmu atau
seni cara merekam suatu objek tanpa kontak fisik
dengan menggunakan alat pada pesawat terbang,
balon udara, satelit, dan lain-lain. Macam-macam
citra satelit yaitu citra landsat, modis, SRTM, dan
banyak lagi diantaranya.
Citra Landsat TM merupakan salah satu jenis citra
satelit penginderaan jauh yang dihasilkan dari
sistem penginderaan jauh pasif. Landsat memiliki
7 saluran dimana tiap saluran menggunakan
panjang gelombang tertentu. MODIS merupakan
sensor yang dimaksudkan untuk menyediakan data
darat,
laut,
dan
atmosfer
secara
berkesinambungan. Sensor MODIS terpasang pada
satelit Terra dan Aqua. SRTM (Shuttle Radar
Topography Mission) merupakan citra yang saat ini
banyak digunakan untuk melihat secara cepat
bentuk permukaan Berdasarkan Misinya, satelit
penginderaan jauh dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu satelit cuaca dan satelit sumberdaya
alam. Citra satelit cuaca terdiri dari TIROS-1, ATS1, GOES, NOAA AVHRR, MODIS, DMSP. Citra satelit
alam terdiri dari resolusi rendah, yaitu : SPOT,
LANDSAT, dan ASTER dan citra satelit resolusi
tinggi, yaitu : IKONOS dan QUICKBIRD.
Fungsi dari satelit landsat adalah untuk pemetaan
penutupan lahan, pemetaan penggunaan lahan,
pemetaan tanah, pemetaan geologi, dan pemetaan
suhu permukaan laut. Citra Modis, Sensor MODIS
yang terpasang pada satelit Terra dan Aqua dapat
mengukur hampir semua parameter darat, laut,
dan udara sehingga kegunaannya menjadi sangat
luas. Mulai dari indeks tumbuhan, kelembaban
tanah, kadar aerosol di udara, suhu permukaan
laut, dan kandungan klorofil laut, yang seluruhnya
ada 86 parameter sehingga banyak keperluan lain
yang bisa ditumpangkan. SRTM adalah data elevasi
resolusi tinggi merepresentasikan topografi bumi
dengan cakupan global (80% luasan dunia). Data
SRTM adalah data elevasi muka bumi yang
dihasilkan dari satelit yang diluncurkan NASA
(National Aeronautics and Space Administration).
Data ini dapat digunakan untuk melengkapi
informasi ketinggian dari produk peta 2D, seperti
kontur, profil. Ketelitian bisa mencapai 15 m dan
berguna untuk pemetaan skala menengah sampai
dengan skala tinggi6.

acuan audit dan atau pemantauan dan evaluasi terhadap


neraca penatagunaan tanah di Indonesia.

5 SPM Bidang Penataan Ruang, Peraturan Menteri No


14/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Penataan
Ruang.

6 Fatmala Nazar, Praktik Pencitraan Satelit, bersumber


dari jejaring Academia.edu, 2014

Dari definisi diatas, teknologi audit tata ruang


dalam skala wilayah besar dan kecil dapat
dilakukan melalui pengadaan citra satelit alam
serta proses verifikasinya dengan menggunakan
Landsat dan citra satelit resolusi tinggi. Tentu
biaya tidak sedikit, namun beberapa fasilitas gratis
dari USGS dan arsip pemotretan dari beberapa
penyedia jasa tersedia.
Prinsip, teknik dan aplikasi untuk mendapatkan
perubahan neraca penatagunaan tanah dapat
dilakukan dengan baik melalui proses tumpang
tindih Peta RUTR maupun RRTR terhadap citra
satelit yang telah dipesan.
Dan lagi-lagi sebuah keniscayaan audit neraca
penatagunaan air, sumber daya lainnya serta udara
tidak dapat diukur mengingat SPM Bidang Penataan
Ruang tidak mengaturnya.

Ijin Prinsip dan IMB sebagai indikator


perubah fungsi.
Ijin prinsip (IP) pemanfaatan ruang dapat
dijadikan sebagai contoh upaya untuk mendeteksi
kesesuaian penggunaan ruang terhadap rencana
(rinci) tata ruang. Melalui mekanisme pemberian
ijin prinsip dapat dilihat apakah kesesuaian fungsi
terhadap rencana pemanfaatan ruang oleh
pemanfaat. Praktik ini dilakukan oleh Badan
Pengusahaan Batam (KPPBPB Batam) selama 35
tahun, walaupun kawasan ini juga mengalami
persoalan tumpang tindih penggunaan ruang
seperti kawasan permukiman yang berada di
kawasan lindung dan beberapa kawasan industri
maritim yang mengubah pesisir/tepi pantai
berhutan mangrove. Praktik tukar menukar hutan
juga terjadi di Batam, demikian juga pengalihan
fungsi kawasan resapan air di Baloi yang
mengakibatkan turunnya debit waduk Baloi dan
kawasan resapan air telah menjadi kawasan
perniagaan/jasa.
Bagaimana dengan Perangkat IMB, didalam PP No
36/2005 tentang peraturan pelaksanaan UU No
28/2002 tentang bangunan gedung, pada pasal 6
butir (1) dan (3) diuraikan bahwa fungsi bangunan
gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang
telah diatur dalam RTRW Kab/Kota, RDTRKP dan
atau RTBL. Artinya bangunan gedung yang diberi
ijin seharusnya sudah mendapat verifikasi
kesesuaian fungsi ruang.
Yang menjadi pertanyaan adalah untuk
melakukan audit/pemantauan dan evaluasi pada
kawasan/wilayah dengan menggunakan IMB belum
dapat dilakukan karena sistem informasi bangunan
gedung (terintegrasi se-Indonesia) belum berjalan.
Sistem
Informasi
Bangunan
Gedung
yang
seharusnya dapat dijadikan sebagai sumber data
utama penyelenggaraan tertib bangunan gedung
termasuk untuk melihat kesesuaian pemanfaatan

ruang belum terbentuk di seluruh kabupaten kota.


Sementara amanat soal pendataan bangunan
gedung telah dijabarkan di dalam UU Bangunan
Gedung dan PP Peraturan Pelaksanaannya.

PPNS, tantangan dan harapan


Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bidang Penataan
Ruang berdasarkan Permen PU No 13 Tahun 2009
disebutkan merupakan pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak
pidana penataan ruang. sedangkan yang dimaksud
dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
undang-undang
untuk
mencari
serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Tahun 2013, Kementerian Pekerjaan Umum
mencatat baru ada 400 PPNS Bidang Tata Ruang
dari 2000 PPNS yang ada. Beberapa kendala yang
dihadapi dalam menjalankan tugas PPNS meliputi
(i) belum adanya RRTR (rencana rinci tata ruang)
yang seharusnya digunakan untuk pengendalian
pemanfaatan ruang; (ii) mutasi PPNS menjadi
persoalan penting dalam upaya untuk melihat
kinerja yang continue; (iii) belum adanya wadah
khusus untuk memantau kinerja PPNS 7. Yang
artinya pemerintah masih perlu mendorong
penyelesaian seluruh rencana rinci tata ruang baik
itu kawasan strategis nasional maupun kawasan
prioritas di kab/kota Indonesia. Dan sebagai upaya
untuk tetap menjaga amanat undang-undang soal
pengendalian, pelibatan PPNS Biadng Tata Ruang
yang telah ada, harusnya tidak dibatasi oleh ruang
wilayah administrasi, yang artinya dapat PPNS
Bidang Tata Ruang dapat dipanggil untuk menyidik
suatu perkara atas adanya aduan dari masyarakat.

Setelah di Audit, lalu apa ?


Didalam perangkat aturan kebijakan
spasial RTR Pulau Sumatera, Jawa-Bali, NustraMaluku dan Papua, Sulawesi dan Kalimantan.
Dinyatakan bahwa RTR Pulau Sumatera, Jawa-Bali,
Kalimantan, Sulawesi dan Kepulauan Maluku,
Nustra dan Papua salah satu tujuan dari RTR
(Rencana Umum Tata Ruang) sebagai arahan
pengendalian pemanfaatan ruang. yang artinya
seluruh produk RUTR tidak dapat dijadikan sebagai
aturan pelaksanaan pengendalian sesuai dengan
pasal 14 UU 26/2007 tentang Penataan Ruang.
Yang artinya, pemerintah dan pemerintah
daerah harus menyelesaikan seluruh rencana rinci
tata ruang (RRTR) sebagai bagian dari pelaksanaan

7 BKPRN, 26 Februari 2015.

penyelenggaraan penataan ruang pada bagian


pengendalian pemanfaatan ruang.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah,
jika pemerintah melakukan audit dan sudah
menemukan simpangan ketidaksesuaian fungsi
ruang, langkah lanjut apa yang harus dilakukan
oleh
pemerintah
?.
Temuan
simpangan
ketidaksesuaian sebagai data laporan dapat saja
diberikan kepada pemerintah daerah untuk
kemudian diverifikasi ulang dilapangan dan jika
temuan simpangan tersebut terbukti, tindakan
pembatalan terhadap ijin penggunaan ruang dapat
dilakukan namun tidak menjawab dampak atau
konflik pasca perubahan fungsi ruang tersebut di
masyarakat.
Pada tataran kegiatan ini, hasil yang
diharapkan tidak akan berdayaguna apabila hanya
sebagai laporan temuan (analisis) simpangan
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, namun
pemerintah seharusnya perlu menempatkan sistem
pengendalian
pemanfaatan
ruang
di
provinsi/kab/kota
sebagai
upaya
untuk
menjalankan amanat undang-undang penataan
ruang, undang-undang bangunan gedung, serta
undang-undang terkait lainnya untuk menolak jenis
perubahan fungsi ruang yang berdampak negatif
(konflik) seperti yang disampaikan pada bagian
permasalahan diatas.

Konklusi
Dari pandangan diatas, dapat disimpulkan
beberapa hal penting sebagai pertimbangan
pemerintah untuk lebih memahami persoalan
sesungguhnya agar lebih akurat, efektif dan
efisien, seperti:
1.

Pengembangan sistem informasi pengendalian


pemanfaatan ruang (SISDALRU) di seluruh

2.

3.

4.

5.

6.

kab/kota menjadi sangat vital dalam upaya


untuk menjalankan amanat undang-undang;
SISDALRU dapat dimulai pada kawasankawasan strategis nasional (KSN) sebagai role
model pengembangan ditingkat provinsi di
Indonesia;
Audit dan atau yang disebut dengan
pemantauan
dan
evaluasi
neraca
penatagunaan tanah, sumber daya air, udara
dan sumber daya lainnya seharusnya telah
disusun indicator dan parameter neraca
perimbangan daya dukung dan tampung
wilayah kota/kabupaten;
Audit Pemanfaatan Ruang, seharusnya dapat
menggunakan
pendekatan
KPI
(Key
Performance Indicators) melalui pembangunan
basis indicator dan parameter yang tepat
(daya dukung dan daya tampung wilayah
pulau);
Pemerintah harus menuntaskan penyelesaian
seluruh RRTR dan mendorong penyelesaian
seluruh produk hukum rencana rinci tata ruang
daerah agar kegiatan audit dapat dijalankan;
Yang patut difikirkan oleh pemerintah pasca
temuan simpangan ketidaksesuaian audit atau
pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang
adalah rencana kerja selanjutnya agar data
tersebut dapat berdayaguna sebagai bagian
daru upaya untuk menyeimbangkan neraca
penatagunaan air, tanah, udara, sumber daya
lainnya;

Referensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

BKPRN;
Media Massa Online;
Perpres RTR Pulau Sumatera, Jawa-Bali,
Kalimantan dan Sulawesi;
SPM Bidang Penataan Ruang;
UU Penataan Ruang;
UU Bangunan Gedung;

Vous aimerez peut-être aussi