Vous êtes sur la page 1sur 4

ARAH PEMBANGUNAN KEHUTANAN

DAN POSISI STRATEGIS DEWAN KEHUTANAN NASIONAL


Draft

1. Permasalahan pembangunan ekonomi, sosial maupun pelestarian fungsi


lingkungan hidup dewasa ini terus menerus menjadi perhatian masyarakat.
Selama tiga dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi, terutama yang
ditopang oleh sumberdaya alam mengalami peningkatan, namun tidak henti-
hentinya mendatangkan masalah sosial, baik berupa konflik maupun
kemiskinan, serta meningkatnya bencana akibat kerusakan lingkungan hidup.
Kawasan hutan yang meliputi sekitar 63% luas daratan diharapkan menjadi
kekayaan bangsa Indonesia yang dapat diperankan fungsinya untuk menjawab
persoalan-persoalan di atas;
2. Untuk mewujudkan peran tersebut diperlukan arah pembangunan kehutanan
yang dapat mendorong langkah kongkrit bagaimana sektor kehutanan dapat
menopang kebangkitan pembangunan ekonomi, menyediakan akses bagi
masyarakat guna mengurangi dan mengendalikan kemiskinan, serta mampu
mempertahankan fungsi lindung dan konservasi untuk mencegah semakin
buruknya kondisi lingkungan hidup.
3. Arah pembangunan kehutanan ke depan yang ditopang oleh sumberdaya
hutan, dapat dicapai dengan menempatkan fungsi sumberdaya hutan dalam
penanggulangan kemiskinan, sumberdaya hutan dalam pengembangan
ekonomi, serta sumberdaya hutan dalam pencegahan kerusakan lingkungan
hidup. Guna dapat mencapai ketiga sasaran pembangunan kehutanan tersebut,
prasayarat yang perlu dibangun adalah menempatkan fungsi sumberdaya
hutan dalam tata pemerintahan kehutanan yang baik. Untuk mencapai ketiga
sasaran pembangunan kehutanan tersebut beserta prasyaratnya, diperlukan
tindakan nyata dan konsisten berdasarkan ketegasan sikap, analisa yang
akurat, serta kerjasama yang luas, dengan melibatkan banyak pihak yang
berkepentingan;
4. Garis-garis besar sasaran pembangunan kehutanan tersebut dijabarkan sebagai
berikut:
1). Prasyarat: Tata Pemerintahan Kehutanan
a. Pembangunan kehutanan yang mencakup hutan dan segala
bentuk penyelenggaraannya ditentukan oleh keterlibatan dan
tanggungjawab seluruh pihak yang mempunyai kaitan erat dengan
hutan. Dengan demikian, pemerintah c.q. Departemen Kehutanan dan
Pemerintah Daerah sebagai lembaga negara, bukan hanya berfungsi
sebagai regulator, melainkan sebagai pengatur permainan (play maker)
untuk mensinergikan langkah pihak-pihak tersebut. Pengelolaan

1
keterkaitan dan ketergantungan antar pihak tersebut perlu didukung
oleh efisiensi birokrasi dengan mensinergikan fungsi dan tugas
pemerintahan, baik sektor maupun hubungan pusat dengan daerah.
Seluruh lembaga pemerintah/pemerintah daerah perlu mengubah visi
dari berorientasi pada komoditi hasil hutan menuju orientasi kawasan
dan wilayah pengembangan usaha kehutanan, guna mewujudkan
efektivitas sasaran untuk mencapai kepastian usaha dan ruang kelola
bagi masyarakat lokal.
b. Mengembangkan sistem informasi kehutanan yang terpercaya serta
mendaya-gunakan hasil riset, seminar, lokakarya kehutanan, guna
meningkatkan kualitas pelaksanaan penetapan, pemantauan maupun
evaluasi kebijakan kehutanan.
c. Memperkuat fungsi lembaga kehutanan Kabupaten dan Propinsi
dengan dukungan pemerintah pusat, termasuk menyelaraskan aspek
legal dan kewenangan pemerintahan serta meningkatkan
profesionalisme sumberdaya manusia.
d. Bersama pihak-pihak lainnya dapat mewujudkan penguatan diplomasi
dengan negara-negara lain, sehingga terbangun citra positif dan
proporsional bagi kehutanan Indonesia.
2). Sumberdaya Hutan dan Penanggulangan Kemiskinan
a. Menyelesaikan masalah hak atas sumberdaya hutan serta
memberi ruang akses masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya
hutan.
b. Menyediakan mekanisme penyelesaian konflik atas hak
sumberdaya hutan.
c. Mewujudkan pemberdayaan masyarakat guna menumbuh-
kembangkan usaha kecil dan menengah serta perhutanan sosial.
d. Mempromosikan kerjasama masyarakat lokal dan perusahaan besar
kehutanan dengan pembagian manfaat secara adil.
e. Menyelaraskan kepentingan masyarakat dalam pemanfaatan
sumberdaya hutan dengan upaya perlindungan dan konservasi
sumberdaya alam.
3). Sumberdaya Hutan dan Pertumbuhan Ekonomi
a. Membentuk Lembaga Pembiayaan Kehutanan sebagai sumber
keuangan alternatif yang memungkinkan kemandirian, efisiensi, dan
peningkatan daya saing bagi usaha kecil, menengah dan besar
kehutanan, baik yang berbasis hutan alam maupun hutan tanaman.
b. Membentuk kerjasama pemerintah/pemerintah daerah dengan
usaha kecil, menengah dan besar kehutanan dalam pengembangan
keahlian dan profesionalisme, penegakan hukum, penerapan sistem
insentif, kepastian usaha, serta pengembangan pasar domestik maupun
internasional.

2
c. Melaksanakan restrukturisasi industri berbasis sumberdaya
hutan dan bukan sekedar industri perkayuan, serta pengembangan
hutan tanaman, dengan mempertimbangkan pengembangan ekonomi
lokal serta pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan.
d. Memperkuat fungsi lembaga independen untuk mewujudkan
kredibilitas perdagangan hasil hutan ke pasar internasional.
4). Sumberdaya Hutan dan Layangan Jasa Lingkungan
a. Memperkuat pengelolaan hutan lindung dan kawasan
konservasi, termasuk mewujudkan penguatan kelembagaan
pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan lindung, serta kerjasama
dengan berbagai pihak dalam pengelolaan kawasan konservasi.
b. Mengelola daerah aliran sungai untuk layanan jasa lingkungan,
termasuk melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan, menyediakan
mekanisme transaksi jasa lingkungan, baik bagi hutan di dalam
kawasan maupun di luar kawasan hutan negara.
c. Menyusun dan mempromosikan layanan jasa lingkungan agar
menjadi bagian dari ukuran kinerja pembangunan nasional maupun
daerah.
d. Mempertahankan keberadaan hutan alam, termasuk upaya restorasi
hutan alam di dalam kawasan hutan produksi, guna mempertahankan
keanekaragaman hayati hutan tropika dan fungsi lainnya.
5. Dengan kompleksitas permasalahan kehutanan dewasa ini, pemerintah
maupun pemerintah daerah tidak mungkin dapat bekerja sendiri untuk
mewujudkan sasaran pembangunan kehutanan di atas. Oleh karena itu
dukungan berbagai pihak, khususnya kalangan dunia usaha, masyarakat lokal,
organisasi non pemerintah, serta perguruan tinggi sangat diperlukan. Namun
demikian, telah diketahui bahwa berbagai pihak tersebut belum mempunyai
visi yang sama terhadap arah pembangunan kehutanan. Kondisi demikian
inilah yang menimbulkan kontra produktif, sehingga di lapangan
menimbulkan berbagai konflik sosial, perlakuan tidak adil dan kemiskinan.
Pada gilirannya, di satu sisi, menghambat perkembangan investasi dan
ekonomi kehutanan, dan di sisi lain, menjadi penyebab kerusakan sumberdaya
hutan sehingga menimbulkan kerusakan daya dukung lingkungan. Dalam
kondisi demikian inilah, semua pihak dirugikan, dan di waktu yang sama
posisi sektor kehutanan dalam pembangunan nasional, baik secara ekonomi,
sosial, maupun lingkungan menurun tajam.
6. Di pihak lain, untuk mewujudkan sasaran pembangunan kehutanan di atas,
juga memerlukan konsistensi kebijakan kehutanan dalam jangka panjang.
Sementara itu, telah diketahui pula bahwa pembangunan kehutanan menjadi
bagian dari percaturan ekonomi politik nasional maupun global dan
berdasarkan pengalaman selama ini, senantiasa mempunyai horizon waktu
jangka pendek. Akibatnya, kebijakan kehutanan seringkali berubah-ubah
3
sehingga tidak kondusif bagi investasi jangka panjang kehutanan, serta
ketidak-pastian ruang akses masyarakat lokal. Pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan langsung dengan kehutanan perlu mensikapi kondisi ini, dengan
menjalankan strategi tertentu, yang tidak terpisahkan dari garis-garis besar
sasaran pembangunan kehutanan di atas.
7. Kongres Kehutanan Indonesia IV (KKI IV) diharapkan menjadi ajang
komunikasi dan konsultasi bagi pihak-pihak yang terkait erat dengan
pembangunan kehutanan. Langkah positif dan produktif untuk merumuskan
strategi di atas perlu dirumuskan bersama dalam KKI IV. KKI IV yang
dilaksanakan antara lain untuk membentuk Dewan Kehutanan Nasional
(DKN) adalah perwujudan dari Deklarasi KKI III yang telah dilaksanakan
Oktober 2001.
8. Jangkauan pemikiran yang tertuang dalam Deklarasi KKI III di atas, dengan
demikian, memperoleh penguatan jastifikasi maupun urgensinya saat ini.
Pembentukan DKN bukan hanya dimaksudkan sebagai wahana peran serta
masyarakat dalam pembangunan kehutanan, sebagaimana dimandatkan dalam
Pasal 70, Undang-undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, melainkan juga
mempunyai jastifikasi politik sebagai bentuk strategi pembangunan kehutanan
untuk menjaga konsistensi kebijakan kehutanan nasional, di tengah-tengah
percaturan politik nasional maupun global.
9. Mengingat posisi strategisnya, di dalam DKN perlu terdapat perwakilan
pihak-pihak di atas, yang diwujudkan adanya 5 (lima) kamar atau kelompok,
yaitu kamar atau kelompok masyarakat lokal, pemerintah/pemerintah daerah,
swasta/BUMN, LSM/pemerhati kehutanan, serta akademisi/peneliti. Dengan
organisasi berbasis konstituen seperti itu, DKN diharapkan menjadi lembaga
yang memperoleh legitimasi para pihak dan kredibel, sehingga dapat
berfungsi sebagai salah satu lembaga yang mampu mewujudkan tata
pemerintahan kehutanan yang baik.
10. Aturan main DKN lebih lanjut diatur dalam Anggaran Dasar DKN yang
dirumuskan bersama dalam acara KKI IV.
ooo

Vous aimerez peut-être aussi