Vous êtes sur la page 1sur 21

Tuesday, 15 July 2014

LP TEORI ASKEP BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia )


Post By. Andy J Beech at Tuesday, July 15, 2014
BAB 1
LANDASAN TEORI
1.1
Tinjauan Teori
1.1.1 Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika dan obstruksi uretral (pembatasan aliran urinarius) (Hudak and Gallo, 1994)

1.1.2

1).
2).
3).
4).
5).

Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang
erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan (Sjamsuhidajat. R, 1997).
Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan

proliferasi sel transit

1.1.3

Fisiologis

30 - 50 %
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra
posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya
kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar
panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis.
Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm.
Beratnya sekitar 20 gram.Prostat terdiri dari : Jaringan Kelenjar 50 - 70 %, Jaringan
Stroma (penyangga), Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi
untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang
membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras
cairan prostat keluar melalui uretra. Sel sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar
melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada
prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang
lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang
peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran
kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut
(Hudak and Gallo, 1994).
1.1.4

1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)

Manifestasi Klinis Benigna Prostat Hyperplasia


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme (Hudak and Gallo, 1994). Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan
otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk
dapat melampaui tekanan di uretra.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

1.1.5 Klsifikasi
Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1) Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 2 cm, sisa urine kurang 50
cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

2) Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan
tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa
urine 50 100 cc dan beratnya + 20 40 gram.
3) Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100
cc, penonjolan prostat 3 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4) Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti
gagal ginjal, hydroneprosis.
1.1.5

Pathofisiologis
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika
prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra
prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.
Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase
ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi
menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari
muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses
miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya
hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena bulibuli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah
ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang
kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Doengoes, Marilyn E.,2000)

1.1.6 Pemeriksaaan Penunjang


1) Pemeriksaan rektal, tampak lembek dan lunak pembesaran prostat simetrik
2) Urinalisis untuk menetukan hematuria dan infeksi
3) Serum kreatinin dan BUN untuk mengevaluasi fungsi ginjal
4) Serum PSA untuk mengetahui adanya kanker, tetapi kemungkinan terdapat peningkatan pada
BPH
5) Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran
urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
1) Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.
1) Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.
2) Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif.
6) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
1) BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
2) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara
transrektal, transuretral dan supra pubik.
3) IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
4) Pemeriksaan Panendoskop : Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli. (Doengoes,
Marilyn E. 2000)
1.1.7 Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1). Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien
2). Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa
disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis
rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3).

1.
2.
3.
4.

Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
1. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
2. Klien dengan residual urin 100 ml.
3. Klien dengan penyulit.
4. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
5. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )
Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Perianal Prostatectomy
Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .

1.1.8
1)
2)
3)
1.2

Komplikasi
Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih
Refluks kandung kemih, hidroureter, dan hidronefrosis
Gross hematuria dan urinary tract infection (UTI)
Tinjauan Teori TURP
1.2.1 Pengertian

Merupakan tindakan operasi reseksi transuretra prostat yang dilakukan tanpa insisi , tetapi
melali penggunaan alat endoskopi
1.2.2 Indikasi
1) Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 %
Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
erlu insisi pembedahan
italisasi dan penyembuhan pendek
Kerugian :
ostat dapat tumbuh kembali
2) Kemungkinan trauma urethra strictura urethra.
1.2.3 Teknik Pelaksanaan Trans Urethral Resection Prostatic :
1. Pasang foto-foto pada light box.
2. Setelah dilakukan anestesi regional atau general klien diletakkan dalam posisi lithotomi.
3. Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine di daerah penis scrotum dan sebagian dari kedua
paha, perut sebatas umbilikus.
4. Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek kecil di bawah scrotum,
doek besar berlubang sehingga penis dan perut kelihatan.
5. Kabel fiber optik di pasang pada cold light fountin standar dan slang irigasi pada resevoir/tabung
air atau pada glisin.
6. Dilatasi uretra dengan bougie roser dari 21 sampai 29 F.
7. Seath 24 F atau 27 F dengan obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli.
8. Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu dan vertikel buli.
9. Working elemen ditarik keluar untuk mengevaluasi prostat (panjangnya prostat yang menutupi
uretra dan leher buli).
10. Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan.
11. Waktu reseksi paling lama 60 menit (bila menggunakan irigan aquades). Dan waktu bisa lebih
lama bila menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TURP.
12. Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan elik evakuator sampai bersih, selanjutnya
dilakukan perawatan perdarahan.
13. Kateter Tree Way disiapkan no 24 F tetapi sebelum dipasang balon kateter diisi air 30 40 cc
untuk mengetahui balon kateter bocor atau tidak.
14. Setelah selesai kateter Tree Way no 24 F terpasang, balon kateter diisi 30 sampai 40 cc kemudian
dilakukan traksi kateter pada paha klien dengan menggunakan plaster.
15. Dipasang Spoel Natrium Klorida (PZ) atau Aquades pada kateter Tree Way dengan
menggunakan slang infus (blood tranfution set) dan bag urine.
16. Posisi klien dikembalikan pada posisi semula (sebelum posisi lithotomi).
17. Chips prostat ditimbang untuk mengetahui berat prostat tersebut.
18. Alat sistoskopi dan endourologi dibereskan
19. Klien dirapihkan, dipindahkan ke ruang pemulihan anestesi.lantai III

1.2.4

Sindroma TURP (Nursalam, 2006)


Cairan yang masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka saat
reseksi yang dapat menyebabkan terjadinya hiponatremi relatif atau gejala intoksikasi air yang
dikenal dengan sindroma TURP yang ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardia. Jika tidak segera diatasi, pasien
akan mengalami edema otak yang akhirnya dapat menyebabkan koma dan meninggal.

1.2.5 Tinjauan Asuhan Keperawatan


1.2.5.1 Pengkajian
1) Keluhan utama
Kaji riwayat adanya gejala meliputi serangan, frekuensi urinaria setiap hari, berkemih pada
malam hari, sering berkemih, perasaan tidak dapat mengosongkan vesika urinaria dan
menurunnnya pancaran urine
2) Pemeriksaan Fisik
1)
Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan
renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
2)
Distensi kandung kemih
3)
Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi urine
4)
Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil
retensi urine
5)
Perkusi : Redup residual urine
6)
Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra/femosis.
7)
Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) posisi knee chest
Syarat :
buli-buli kosong/dikosongkan
Tujuan :
Menentukan konsistensi prostat dan besar prostat
1.2.4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi
secara adekuat.
Tujuan : tidak terjadi obstruksi
Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
1.
2.
3.
4.
5.

Intervensi
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi
fungsi ginjal
Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung
kemih dari pertumbuhan bakteri
Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)

1.

3.

R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan


2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik
ginjal, infeksi urinaria.
Tujuan: Nyeri hilang / terkontrol.
Kriteria hasil
1) Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan
aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.
2) Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter
menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP
( biasanya menurun dalam 48 jam ).
2. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan
dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme
buli - buli.
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
4. Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik,
pengubahan posisi, pijatan
punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.

5.

Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila


diindikasikan.

R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan


( pendekatan perineal ).
6.
Kolaborasi dalam pemberian obat antispasmodik
R / Menghilangkan spasme
3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
Kriteria hasil

Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer
teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.
Intervensi :
1. Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium
diabsorbsi tubulus ginjal.
2. Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.

3.

4.

Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan
darah, diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
5. Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht,
jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
R/
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan :
Pasien tampak rileks.
Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat
tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
Intervensi :
1) Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
2) Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
3) Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
1. Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
2. Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan nyaman nyeri sekunder terhadap
pembedahan
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan pola tidur yang adekuat dengan Kriteria Hasil:
- Pasien dapat tidur 78 jam
- Pasien terlihat lebih segar dan lebih rileks
Intervensi
1) Berikan posisi tidur yang nyaman bagi pasien
R : Mengurangi tekanan abdomen dan meningkatkan kenyamanan saat tidur
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tetang
R : Dapat meningkatkan kenyamanan tidur pasien
3) Kurangi kebisingan
R : Dapat meningkatkan kenyamanan tidur

4)

Observasi tidur pasien


R : Untuk mengetahui perkembanganpola tidur pasien
5) Memantau tanda-tanda vital
R : Mengetahui perkembangan pasien dan menentukan tindakan selanjutnya

1)
2)
3)
4)

b)

1.3 Konsep Anastesi


1.3.1 Pengertian
Anasthesia ( Bahasa Yunani) : Negatif Sensation.
Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa
disertai kehilangan kesadaran.
1.3.2 Tujuan
Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot.
1.3.3 Pemilihan Anastesi
Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan factor
klien.
1.3.4 Type Anasthesia:
Perawat perlu mengenal ciri farmakologi terhadap obat anesthesia yang digunakan dan efek
terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.
1) Anasthesia umum.
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf otak.
Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.
(1) Stadium Anesthesia :
Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap.
Stadium II: Excitement.
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang iregulair dan
pergerakan anggota badan tidak teratur.
Stadium III : Ansethesi pembedahan..
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
Stadium IV : Bahaya.
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
(2) Metode Pemberian
1) Inhalasi
Metode yang paling dapat dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh paru.
Obat anesthesia inhalasi yang diberikan :
a) Gas: Nitrous Axida ( N20).
Padling sering digunakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau. Non iritasi dengan masa
induksi dan peulihan yang cepat.
Folatile: Cairan yang dapat menguap.
1) Halotan : non iritasi terhadap saluran pernafasan dan menghasilkan mual dan muntah yang
minimal pada post op. Halotan dapat menekan pada system cardiovaskuler (Hypotensi dan
Bradicardia). Dan berpengaruh terhadap hypotalanus.
2) Ethrane. Anasthesi inhalasi yang menghasilkan relaksasi otot yang adekwat. Ethrane
mengurangi vintilasi klien.dan menurunkan tekanan darah.
3) Penthrane. Pelemas otot yang efektif dan memberikan efek analgetik pada konsentrasi rendah,
toksik pada ginjal dan hanya digunakan untuk pembedahan waktu pendek.

4)

Forane. Muscle relaksan, cardio vascular tetap stabil.


2) Anasthesi Injeksi IV.
Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan.
Obat anesthesia Injeksi IV yang diberikan :
a) Barbiturat. Sering digunakan, bekerja langsung pada CNS dari sedasi sedang sampai kehilangan
kesadaran, sedikit mengurangi nyeri.
Thiophental sodium.
1) Skart acting
2) Suplement N20 pada operasi singkat.
3) Hipnotik pada anesthesia regional.
4) Depresan paten terhadap sistem jantung dan paru
b) Narkotik:
1) Suplement anesthesia inhalasi
2) Narkotik yang sering digunakan morphin sulfat, meperidine, dan Fentanil Sitrate.
3) Analgesia post op yang adekwat.
4) Menurunkan ventilasi alveolar dan depresan pernafasan.
c) Inovar.
1) Kombinasi Fentonil sitrat dan Tranguilizer Dropreridol.
2) Digunakan dosis kecil untuk supplement N20 dan anesthesia regional.
3) Durasi panjang depresi pernafasan, hypoventilasi, apnea, hypotensi selama post op.
d) Ketamine:
1) Obat anesthesia yang tersendiri.
2) Bekerja pada bagian syaraf teretentu.
3) Diberikan pada IV atau IM.
4) Menyebabkan penurunan kesadaran secara cepat, analgetika tanpa depresi pernafasan atau
kehilangan tonus otot.
5) Merangsang sitem cardiovascular.
6) Digunakan : Diagnostik, pembedahan singkat, supplement N20.
7) Selama pemberian: mimpi buruk, halusinasi, tindakan irrational.
e) Neuromuskuler brochler.
1) Muscle relaksan selama pembedahan.
2) Mempermudah pemasangan GT Tube
3) Bekerja pada garis otot tubuh dengan mempengaruhi impuls pada motor end plate.
(3) Komplikasi anesthesia umum:
Komplikasi jarang tetapi dapat mengancam jiwa.
a. Komplikasi sebagian besar minor sebagai akibat tehnik intubasi seperti gigi patah atau trauma
vocal cord. Dapat terjadi akibat hyperektensi leher, rongga mulut kecil, sendi mandibuler yang
kaku.
b. Anesthesia overdosis terjadi pada orang tua atau kelainan klien.
c. Hypertermia Maligna. Kerusakan pada membran sel otot sirkulasi kalcium meningkat, ratarata metabolisme meningkat dan suhu tubuh 46 derajad celcius. Terjadi pada klien yang sensitif
pada halothane, penthran, succinyl clorida .
Gejala : takikardi, peningkatan suhu tubuh yang kontinu, sianosis , hipotensi, kaku otot, aritmia .
Tindakan :

1) Operasi dihentikan, pendinginan dengan cairan es IV.


2) Lavage es nasogastric
3) Secara simultan diberikan diuretic, oksigen 100 %.
2) Anestesi local atau regional
Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari
lokasi khusus.
Luas anestesi tergantung :
1) Letak aplikasi
2) Volume total anestesi
3) Kosentrasi dengan kemampuan penetrasi obat
4) Penggunaan regional anestesi :
5) Kontra indikasi general anestesi
6) Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan general anestesi
7) Pilihan klien
(1) Metode Pemberian
a. Anestesi Topikal
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi
Bentuk: Salep atau spray.
Sering digunakan : prosedur diagnotik atau intubasi , l;aringoskopi, cistocopi.
Masa kerja 1 (satu ) menit, lama kerja 20 30 menit

b. Lokal anestesi
Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi , luka atau lesi.

c. Field Block
Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi
( hjerniorraphy , dental prosedur ,bedah plstik )

d. Nerve Block
Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang
dioperasi . Block saraf memutus transmisi sensasi ,motor, sympatis.
Tujuan : mencegah nyeri selama prosedur dianostik, mengurangi nyeri dan meningkatkan sirkulasi pada
penyakit vascular.
Contoh : lidocain ( xilocain )
Bupivacain ( makain )
Ephineprin potensiasi

e. Spinal Anestesi / Intra techal


Dicapai dengan injeksi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid.
Pada L 2 3 atau L 3 4.
Absorsi ke erat saraf terjadi secars cepat dan menghasilkan analgesia dengan relaksasi.
Efektif untuk operasi abdomen dan panggul.

1)
2)
3)

4)

(2) Komplikasi :
Over dosis
Teknik pemberian yang salah
Sensitifitas klien terhadap anestesi
Tanda :
Stimulasi CNS diikuti depresi CNS dan cardio:
Gelisah, pembicaraan incoherent, sakit kepala, mata kabur, rasa metalik, mual, muntah,
tremor,konfulsi dan peningkatan nadi respirasi, tekanan darah
Komplikasi local : Edema, peradangan, abses, necrosis,ganggren.
1.3.5 Asuhan Keperawatan

Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:


dasi identitas klien.
dasi inform concent.
view.
(4) Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial
selama pembedahan.
(5) Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi
(6) Perawat menanyakan.: Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi
darah.
(7) Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
(8) Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
(9) Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
(10) Lakukan kateterisasi.
awatan yang mungkin muncul:
(1) Resiko cidera sehubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari
lingkungan intra operatif.
(2) Gangguan integritas kulit sehubungan dengan luka operasi.
(3) Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan anesthesia
(4) Defisit volume cairan sehubungan dengan kehilangan darah dan cairan tubuh selama
pembedahan.
3) Perencanaan
(1) Resiko cidera
Tujuan:: Klien akan dipertahankan dalam keadaan anesthesia yang aman selama pembedahan dan bebas
dari perlukaan peralatan operasi.
Intervensi:
ggunaan obat anesthesia yang tepat.
i yang tepat.
Untuk menjamin posisi yang tepat dikaji : kesesuaian fisiologiss, perubahan sirkulasi yang
minimal, proteksi struktur tulang dan neuromusculair, penggunaan dan lokasi IV line, cara
anesthesia, keamanan dan keselamatan klien.
3) Penggunaan peralatan elektrik. Lempeng grounding yang ditutupi jeli tidak menekan tubuh.
4) Chek hati-hati alat / electrosurgical untuk mencegah luka bakar.
(2) Gangguan integritas kulit:
Tujuan: Klien akan mengalami gangguan integritas kulit yang dan kontaminasi yang minimal.
Intervensi:

1) Plastic adhesive drape setelah daerah pembedahan dibersihkan dan kering.


2) Penutupan kulit:
Tujuan:
5) Menutup lumen pembuluh darah.
6) Mencegah perdarahan dan kehilangan cairan tubuh.
7) Mencegah kontaminasi luka.
Faktor yang menentukan kekuatan penutupan luka :
1) Materi jahitan.
Ahli bedah akan memilih metode dan type penutupan kulit berdasarkan letak incisi, ukuran dan
kedalaman luka, usia dan riwayat medik klien.
2) Staples dan plester digunakan untuk menutup luka superfisialis atau epidermis.
3) Benang jahit : Absorbable dan non absorbable.
4) Ukuran benang : 0.-5, 2 0 11- 0.
1.4
Asuhan Keperawatan Peri Operatif
1.4.1 Perawatan Pre Operatif
1) Pengkajian
Anamnesa
Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :
(1) Umur
(2) Alergi terhadap obat, makanan
(3) Pengalaman pembedahan
(4) Pengalaman anestesi
(5) Tembakau, alcohol, obat-obatan
(6) Lingkungan
(7) Kemampuan self care
(8) Support system
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian dasar preop dilakukan untuk :
(1) Menentukan data dasar
(2) Masalah pengobatan yang tersembunyi
(3) Potensial komplikasi s.d. anestesi
(4) Potensial komplikasi post op.
Fokus : Riwayat dan sitem tubuh yang mempengaruhi prosedur pembedahan.
a. System kardiovaskuler
Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk mentoleransi pembedahan dan
anestesi.
Perubahan jantung
: 39 % kematian perioperatif.
b. Sistem pernapasan
Lansia, smoker, PPOM : resiko atelektasis, kolap jaringan paru.
1) Mencegah pertukaran oksigen/CO2
2) Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru.

3) Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru : efisiensi ekskresi paru terhadap
anestesi menurun.
c. Renal system
Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi
Skopolamin, morphin dapat menyebabkan konfusi disorientasi
d. Neuorologi system
Bagaimana kemampuan ambulasi ?

e. Muskulussceletal
Defomitas dapat mempengaruhi posisi intra dan post-operasi
Artritis menerima posisi nyeri post-operasi oleh karena immobilisasi
f. Status Nutrisi

Malnutrisi,obesitas merupakan resiko tinggi pembedahan


Vit. C , vit.B diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin.
Pada obesitas, wondhiling menurun oleh karena jaringan lemak tinggi

g. Psikososial asesment
Tujuan :
1) Menentukan kemampuan coping
2) Informasi
3) Support

h. Laboratorium
2) Diagnosa Keperawatan
(1) Pengetahuan kurang sehubungan dengan pengalaman pre-op
(2) Kecemasan sehubungan dengan pengalaman pre-op
3) Perencanaan
(1) Pengetahuan kurang ( knowledge defisite )
Tujuan : Klien mengatakan dan mematuhi prosedur pre-op
Mendemostrasikan teknik untuk mencegah komplikasi post-op
Intervensi
a. Fokus
: Edukasi pre-operasi
b. Informasi
:
a) Informed consent :
1) Alasan pembedahan

2) Pilhan dan resikonya


3) Resiko pembedahan
4) Resiko anestesi
b) Pembatasan diit dengan NPO ( nothing per oral ) dalam 6 8 jam sebelum pembedahan
GI (gastro intestinal ) preparasi :
1) Mencegah perlukaan colon
2) Melihat jelas area
3) Mengurangi bacteri intestinal
c) Skin preparasi
Tube, drain, I V line
d) Post op exercise :
1) Pernafasan diafragma
2) Incestive spirometri
3) Batuk dan pusing yang berkaitan dengan luka pembedahan.
4) Berjalan dan latihan kaki
(2) Kecemasan :
Tujuan : kecemasan klien menurun , menunjukkan relaksasi saat istirahat
Intervensi :
1) Preoperatip teaching
2) Komunikatif
3) Rest.
1.4.2

2)

1)
2)
3)
4)

Intervensi Klien Intra Operatif


Anggota Tim Pembedahan
A. Tim pembedahan terdiri dari :
1) Ahli bedah
Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah melakukan operasi.
Asisten pembedahan (1orang atau lebih) asisten bias dokter, riside, atau perawat, di bawah
petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
3) Anaesthesologist atau perawat anaesthesi.
Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk mempertahankan
status fisik klien selama pembedahan.
4) Circulating Nurse
Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
Tugas :
Set up ruangan operasi
Menjaga kebutuhan alat
Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.

5) Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.


Selama pembedahan :
1) Mengkoordinasikan aktivitas
2) Mengimplementasikan NCP
3) Membenatu anesthetic
4) Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.

5) Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan
peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan
prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.
B. Penyiapan kamar dan team pembedahan.
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua factor penting
yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan : lay out kamar operasi dan pencegahan
infeksi.
1) Lay Out pembedahan.
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (
bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan
terkontaminasi design (protektif, bersih, steril,dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
5) Kamar terima
6) Ruang untuk poeralatan bersih dan kotor.
7) Ruang linen bersih.
8) Ruang ganti
9) Ruang umummuntuk pembersihan dan sterilisasi alat.
10) Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :
11) Stretcher atau meja operasi.
12) Lampu operasi.
13) Anesthesia station
14) .Meja dan standar instrumen.
15) Peralatan suction.
16) System komunikasi.
2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan.
Sumber utama kontaminasi bakteri yaitu team pembedahan yang hygiene menurun dan
kesehatan menurun ( kulit, rambut, saluran pernafasan).
Pencegahan kontaminasi :
17) Cuci tangan.
18) Handscoen.
19) Mandi.
20) Tidak memakai perhiasan.
3). Pakaian bedah.
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.
Tujuan: Menurunkan kontaminasi.
4). Surgical Scrub.
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
1) Ahli Bedah
2) Semua asisten
3) Scrub nurse.
4) Saat sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.
Alat-alat:
1) Sikat cucin tangan reuable / disposible.

2) Anti microbial : betadine.


3) Pembersih kuku.
Waktu : 5 10 menit kemudian dikeringkan dengan handuk steril.
1.4.2
Intervensi Klien Post Operasi
1) Stadium ketiga dan terakhir dari perioperasi adalah bila klien masuk ruang pulih sadar, ruang
PAR, atau PACU.
2) Selama periode post operative, klien dirawat oleh perawat di ruang PAR (Post Anesthesia
Recovary ) dan unit setelah di pindah dari ruang pemulihan.
3) Waktu yang diperlukan tergantung umur dan kesehatan fisik, type pembedahan, anesthesia dan
komplikasi post operasi.
4) Perawat sirkulasi, anesthesiologist / perawat anesthesia dan ahli bedah mengantar klien ke area
recovery merupakan awal periode post operasi.
5) Ahli bedah atau anesthesiologist mereview catatan klien dengan perawat PACU dan
menjelaskan type dan luasnya pembedahan, type anesthesia, kondisi pathologist, darah, cairan
intra vena, pemberian obat, perkiraan kehilangan darah dan beberapa trauma intubasi.
1) Pengkajian
Anamnesa
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview
catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum
pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan fisik dan manifestasi klinik
(1) Sistem pernafasan.
1) Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
Potensi jalan nafas, dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
Perubahan pernafasan ( rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit untuk melihat
adanya depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal untuk melihat gangguan cardiovascular atau
rata-rata metabolisme yang meningkat.
2) Auscultasi paru : keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi
sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
4) Thorax Drain.
1)
2)
3)
4)
5)

(2) Sistem Cardiovasculer.


Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tuiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x)
dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung untuk melihat depresi miocard, shock,
perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat menunjukkan shock, nyeri, hypothermia.
Kaji sirkulasi perifer ( kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas.
Homans saign menunjukkan trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema , kemerahan,
nyeri).
a)

Keseimbangan cairan dan elektrolit

1) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.

2) Ukur cairan baik dari NG tube, out put urine, drainage luka.
3) Kaji intake / out put.
4) Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
(3) Sistem Persyarafan
1) Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran pada semua klien dengan anesthesia umum.
2) Klien dengan bedah kepala leher : kaji respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia
umum kaji adanya depresi fungsi motor.
(4) Sistem perkemihan.
1) Kontrol volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post anesthesia inhalasi, IV,
spinal.
2) Anesthesia , infus IV, manipulasi operasi kaji adanya retensio urine.
o Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi pada abdomen bawah (distensi buli-buli).
3) Dower catheter : kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam menunjukkan komplikasi
ginjal.
4) Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya
perdarahan segera cek Hb dan lapor dokter. Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi),
kadar natrium menurun, gelisah atau delirium harus waspada terjadinya syndroma TURP
segera lapor dokter.
5) Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh
bekuan darah terjadi retensi urine dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan
tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling
hanya maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine
jernih
(5) Sistem Gastrointestinal.
1. Mual muntah, pada 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress
dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO
meningkat.
2. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
3. Kaji paralitic ileus : tidak terdengar suara usus, distensi abdomen, tidak flatus.
4. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan
drainase lambung.
1) Meningkatkan istirahat.
2) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
3) Memonitor perdarahan.
4) Mencegah obstruksi usus.
5) Irigasi atau pemberian obat.
Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam.
(6) Sistem Integumen.
1. Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat
steroid.
2. Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan satu tahun.
3. Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :
1) Infeksi luka.
2) Diostensi dari udema / palitik ileus.

3) Tekanan pada daerah luka.


4) Dehiscence.
5) Eviscerasi.
.
Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra
operative.

1)
2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

1)
2)
3)
4)

Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah,
menangis.
Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika.
Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi.
Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post
operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
2) Diagnosis Keperawatan.
Gangguan pertukaran gas, s.d efek sisa anesthesia, imobilisasi, nyeri.
Gangguan integritas kulit s.d luka pemebedahan, drain dan drainage.
Nyeri s.d incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.
Potensial terjadi perlukaan s.d effect anesthesia, sedasi, analgesi.
Kekurangan volume cairan s.d kehilangan cairan intradan pot operasi.
Ketidak efectifan kebersihan jalan nafas s.d peningkatan sekresi.
Perubahan eliminasi urine ( penurunan) s.d obat anesthesia dan immobilisasi.
3) Perencanaan
(1) Gangguan pertukaran gas
Tujuan :
Klien akan mempertahankan ekspansi paru dan fungsi pernapasan yang adekuat.
Intervensi :
Posistioning klien untuk mencegah aspirasi
Insersi mayo untuk mencegah obstruksi, melakukan suction.
Pemberian aksigen
Endotracheal tube/mayo dilepasuntuk menghindari refleks gag kembali.
Dorong batuk dan bernapas dalam 5 10 x setiap 2 jam. Khususnya 72 jam pertama (potensial
komplikasi :atelektasis, pneumonia).
Klien dengan penyakit paru, orang tua, perokok, panas spirometer.
Suction.
(2) Gangguan integritas kulit
Tujuan :
Luka klien akan sembuh tanpa komlikasi luka post operatif.
Penyebab luka infeksi :
Kontaminasi selama pembedahan
Infeksi preoperative
Teknik aseptic yang terputus
Status klien yang jelek.

Intervensi :
1) Terapi obat : Antibiotik profilaksis spectrum luas (24 72 jam post op)
2) Perawatan luka dengan gaas antibiotik.
3) Balutan luka : ganti sesuai order dokter. Luka yang ditutup dengan balutan dibuka 3-6 hari.
4) Drain : Evakuasi cairan dan udara
5) Mencegah luka infeksi yang dalam dan pembentukan abses pada luka bedah.
(3) Nyeri
Tujuan
Klien akan mengalami pengurangan nyeri akibat luka bedah dan posisi selama operasi.
Intervensi :
a. Terapi obat : Pemberian anlgetik narkotik dan non narkotik nyeri akut (meperidin
hydroclorida, morphine sulphate, codein sulphate, dan lain-lain.)
b. Mengkaji tipe, lokasi ditensitas nyeri sebelum pemberian obat.
c. Pada pembedahan yang luas diperlukan kontrol nyeri dapat dengan menggunakan iv pump.
d. Observasi tekanan darah, pernapasan, kesadaran, (depresi napas, hyotensi, mual, muntah yang
merupakan komplikasi narkotik).
e. Metode pangendalian nyeri yang lain :
o Positioning
o Perubahan posisi tiap 2 jam
o Masase
4) Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway
catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke
salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha
bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal.
Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam
buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena
mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan
warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling
dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi
penderita. Bisa atau tidak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan
uroflowmetri.

4) Evaluasi :
Kriteria hasil yang diharapkan pada klien post op adalah :
1) Mempertahankan ekspansi paru dan fungsi yang adekuat yang ditandai suara napas jernih.
2) Mengikuti diet TKTP
3) menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatana balutan dan drain.
4) Penyembuhan komplit tanpa komplikasi
5) Mengungkapkan nyeri hilang.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company,
Philadelpia.
Nursalam, Fransisca. (2006). Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta : Binarupa Aksara.
Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott
Company, Philadelphia.

Vous aimerez peut-être aussi