Vous êtes sur la page 1sur 12

Obat Antijamur Sistemik

GOLONGAN AZOL
Kelompok berdasarkan jumlah nitrogen pada cincin azol :
1. Imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua nitrogen
2. Triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan posakonazol) mengandung tiga
nitrogen. Dimetabolisme lebih lambat dan efek samping yang sedikit dibandingkan
imidazol.
1. Ketokonazol
Dosis ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis untuk anakanak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan tinea
kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2 minggu untuk kandida
esofagitis, tinea versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis dalam.
Efek samping : anoreksia, mual dan muntah pada 20% pasien yang mendapat dosis 400
mg/hari. Pemberian pada saat menjelang tidur atau dalam dosis terbagi dapat mengatasi
keadaan ini. Alergi dapat terjadi pada 4% pasien, dan gatal tanpa rash terjadi sekitar 2%
pada pasien yang diterapi ketokonazol.
Ketokonazol dapat menginhibisi biosintesis steroid, seperti halnya pada jamur. Peninggian
transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Untuk pengobatan jangka waktu
yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Hepatitis drug induced dapat
terjadi pada beberapa hari pemberian terapi atau dapat terjadi berbulan-bulan setelah
pemberian terapi ketokonazol. Ketokonazol dosis tinggi (>800 mg/hari) dapat
menghambat human adrenal synthetase dan testicular steroid yang dapat menimbulkan
alopesia, ginekomastia dan impotensi.
2.

Itrakonazol

Itrakonazol dosis kontinyu sama efektif dengan dosis pulse. Pada onikomikosis kuku
tangan, pulse terapi diberikan selama 2 bulan, sedangkan onikomikosis kuku kaki selama 3
bulan. Itrakonazol merupakan obat kategori C, sehingga tidak direkomendasikan untuk
wanita hamil dan menyusui, karena dieksresikan di air susu. Itrakonazol tersedia juga
dalam bentuk kapsul 100 mg. Bentuk kapsul diberikan dalam kondisi lambung penuh
untuk absorpsi maksimal, karena cyclodextrin yang terdapat dalam bentuk ini sering
menimbulkan keluhan gastrointestinal.

Dewasa
Anak-anak
Onikomikosis
Kuku tangan : 200 mg 2xsehari 1 Kuku tangan : 5 mg/kg/hari x 1
minggu/bulan
minggu/bulan, 2 dosis pulse
Kuku kaki : 200 mg/harix12 minggu
Kuku kaki : 5 mg/kg/hari x 1
minggu/bulan, 3 dosis pulse
250 mg/hari x 2-8 minggu
Infeksi Trichophyton : 5
Tinea kapitis
mg/kg/hari x 2-4 minggu
Infeksi Mikrosporum : 5
mg/kg/hari x 4-8 minggu
Tinea korporis, 200 mg 2xseharix1 minggu
Dosis berdasarkan berat x 1-4
tinea
kruris,
minggu
tinea pedis
Pitiriasis
200 mg/hari x 5-7 hari, untuk Tidak ada penelitian
versikolor
pencegahan rekuren dengan 200 mg
2xsehari dosis tunggal/bulan
Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, nyeri
abdomen dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala, pruritus, dan ruam alergi.
3.

Flukonazol

Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oral atau esophageal,
criptococcal meningitis dan pada penelitian lain dinyatakan efektif pada sporotrikosis
(limfokutaneus dan visceral).
Flukonazol digunakan sebagai lini pertama terapi kandidiasis mukotan. Pada pediatrik
digunakan untuk terapi tinea kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans dengan dosis 6
mg/kg/hr selama 20 hari, dan 5 mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi diberikan lebih lama pada
infeksi Mycoplasma canis.
Flukonazol tersedia sediaan tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200mg; sediaan oral
solusio 10 mg/ml dan 40 mg/ml dan dalam bentuk sediaan intravena. Direkomendasikan
pada anak-anak <6 bulan.
Penggunaan untuk orang dewasa dan kandidiasis vagina adalah 150 mg dosis tunggal.
Pada kandidiasis vulvovaginal rekuren 150 mg tiap minggu selama 6 bulan atau lebih.
Tinea pedis dengan 150 mg tiap minggu selama 3-4 minggu, dengan 75% perbaikan pada
minggu ke-4. Pada terapi onikomikosis, terbinafin 250 mg sehari selama 12 minggu lebih
utama dibandingkan flukonazol 150 mg tiap minggu selama 24 minggu. Pada pitiriasis
versikolor digunakan 400 mg dosis tunggal. Pada suatu penelitian open label randomized
meneliti pitiriasis versikolor yang diterapi dengan 400 mg flukonazol dosis tunggal
dibandingkan dengan 400 mg itrakonazol, ternyata flukonazol lebih efektif dibandingkan
itrakonazol dengan dosis sama.

Flukonazol ditoleransi baik oleh geriatrik kecuali dengan gangguan ginjal. Obat ini
termasuk kategori C, sehingga tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui.
Efek samping yang sering adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah, diare,
nyeri abdomen dan juga sakit

kepala. Selain itu hipersensitivitas, agranulositosis,

sindroma Stevens Johnsons, hepatotoksik, trombositopenia dan efek pada SSP.


4.

Vorikonazol

Pemberian pada kandidiasis esofageal dimulai dengan dosis oral 200 mg setiap 12 jam
untuk berat badan > 40 kg dan 100 mg setiap 12 jam untuk berat badan < 40 kg. Untuk
aspergilosis invasif dan penyakit jamur, lainnya yang disebabkan Scedosporium
asiospermum dan Fussarium spp, direkomendasikan loading dose 6 mg/kg IV setiap 12
jam untuk 24 jam pertama, diikuti dengan dosis pemeliharaan 4 mg/kgBB setiap 12 jam
dengan pemberian intravena atau 200 mg setiap 12 jam per oral.
Vorikonazol dapat ditoleransi baik oleh manusia. Efek toksik vorikonazol yang sering
ditemukan adalah gangguan penglihatan transien (30%). Meski dapat ditoleransi dengan
baik, pada 10-15% kasus ditemukan adanya abnormalitas fungsi hepar sehingga dalam
pemberian vorikonazol perlu dilakukan monitor fungsi hepar. Vorikonazol bersifat
teratogenik pada hewan dan kontraindikasi pada wanita hamil.
5.

Posakonazol

Posakonazol memiliki kemampuan antijamur terluas saat ini. Tidak ditemukan resistensi
silang posakonazol dengan flukonazol. Posakonazol merupakan satu-satunya golongan
azol yang dapat menghambat jamur golongan Zygomycetes. Posakonazol juga dapat
digunakan dalam pengobatan aspergilosis dan fusariosis.
Posakonazol hanya tersedia dalam bentuk suspensi oral, dapat diberikan dengan rentang
dosis 50-800 mg. Pemberian awal posakonazol dibagi menjadi empat dosis guna mencapai
level plasma adekuat. Pemberian posakonazol dapat juga diberikan dua kali sehari pada
keadaan tidak membahayakan jiwa. Absorbsi posakonazol lebih baik bila diberikan
bersama dengan makanan atau suplemen nutrisi.

GOLONGAN ALILAMIN
Terbinafin
Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap dermatofit yang
bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albicans.
Pada onikomikosis kuku tangan dan kaki dewasa yang disebabkan dermatofita, pemberian
terbinafin kontinyu lebih efektif daripada itrakonazol dosis pulse.

Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis
terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari, tetapi pada pasien dengan gangguan hepar
atau fungsi ginjal (kreatinin klirens < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300
mol/ml) dosis harus diberikan setengah dari dosis tersebut. Pengobatan tinea pedis
selama 2 minggu, tinea korporis dan kruris selama 1-2 minggu, sedangkan infeksi pada
kuku tangan selama 3 bulan dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih.
Dewasa
Kuku tangan : 250 mg/hr x 6

Onikomikosis

Anak-anak
3-6 mg/khg/hr x 6-12 minggu*

minggu
Kuku kaki : 250 mg/hr x 12
minggu
250 mg/hr x 2-8 minggu

Tinea kapitis

Infeksi

Trichophyton

3-6

mg/kg/hr x 2-4 minggua


Infeksi

Microsporum

3-6

mg/kg/hr x 6-8 minggu


Tinea korporis, tinea kruris
250 mg/hr x 1-2 minggu
3-6 mg/kg/hr x 1-2 minggu
Tinea pedis (mokasin)
250 mg/hr x 2 minggu
Tidak ada penelitian
Dermatitis seboroik
250 mg/hr x 4-6 minggu
Tidak ada penelitian
*Dosis anak berdasarkan berat badan : 62,5 mg/hr (10-20 kg), 125 mg/hr (20-40 kg), 250 mg/hr (>40 kg).

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, dan nyeri abdomen. Terbinafin
dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit hepar kronik atau aktif.

GOLONGAN POLIEN
1.

Amfoterisin B

Amfoterisin B mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillus sp.,


Mucorales sp., Blastomyces dermatitidid, candida sp., Coccidiodiodes immitis,
Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, paracoccidioides brasiliensis,
Penicillium marneffei.
Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis 1-2 gr amfoterisin B
deoksikolat

selama 6-10 minggu. Orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal

diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kg BB. Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu dites dengan
dosis 1 mg amfoterisin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2 jam
(anak-anak dengan berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis 0,5 mg) kemudian
diobservasi dan dimonitor terjadinya hipotensi berat atau reaksi anafilaksis. Dosis obat
dapat ditingkatkan > 1mg/kgBB, tetapi tidak melebihi 50 mg. Setelah 2 minggu
pengobatan, konsentrasi di dalam darah akan stabil dan kadar obat di jaringan makin
bertambah dan memungkinkan obat diberikan pada interval 48 atau 72 jam.

Dosis awal amfoterisin B dispersi koloid yaitu 1,0 mg/kgBB diberikan intravena dengan
rata-rata 1 mg/kgBB/jam dan jika dibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3,0-4,0
mg/kgBB. Obat ini pernah diberikan pada individu dengan dosis kumulatif 3 g tanpa efek
samping toksik yang signifikan.
Pemberian formula konvensional dengan cara intravena dapat segera menimbulkan efek
samping seperti demam, menggigil dan badan menjadi kaku. Biasanya timbul setelah 1-3
jam pemberian obat. Mual dan muntah dapat juga dijumpai tetapi jarang, sedangkan efek
lokal flebitis sering juga dijumpai. Efek samping toksik yang paling serius adalah
kerusakan tubulus ginjal. Kebanyakan pasien yang mendapat formula konvensional sering
menderita kerusakan fungsi ginjal terutama pada pasien yang mendapat dosis lebih dari
0,5/kgBb/hari. Formula konvensional dapat juga menyebabkan hilangnya potasium dan
magnesium. Pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu, dapat timbul anemia
normokromik dan normositik sedang.
2.

Nistatin

Nistatin merupakan antibotik yang digunakan sebagai antijamur, diisolasi dari


Streptomyces nourse pada tahun 1951. Untuk pengobatan kandidiasis oral,

nistatin

diberikan tablet nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari
100.000 unit/ml yang diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru lahir 1 ml,
infant 2 ml dan dewasa 5 ml.

GOLONGAN EKINOKANDIN
1.

Kaspofungin

Kaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas. Kaspofungin efektif terhadap


Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus dan Aspergillus terreus. Kaspofungin mempunyai
aktifitas yang berubah-ubah terhadap Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum dan
dermatiaceous molds. Kaspofungin juga efektif terhadap sebagian besar Candida sp.,
dengan efek fungisidal yang tinggi.
Pada pasien aspergilosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50 mg/hari
untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harus diberikan intravena melalui infus dalam periode
1 jam. Pasien dengan kerusakan hepar sedang, direkomendasikan dosis kaspofungin
diturunkan menjadi 35 mg.
Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya ruam kulit, mual, muntah.
2.

Mikafungin

Pada tahun 2005, mikafungin disetujui FDA untuk terapi esofagitis kandida pada pasien
HIV. Pettengell et al. melaporkan pemberian mikafungin 50-100 mg/hari menyebabkan
respon total atau parsial pada 35 dari 36 pasien kandidiasis esophagus (97,2%) dan insiden
efek simpang hanya 2,8% (1 dari 36 pasien). Mikafungin juga bermanfaat untuk terapi
aspergilosis invasif.
3.

Anindulafungin

Anindulafungin merupakan kelompok ekinokandin yang telah disetujui FDA tahun 2006
untuk penatalaksanaan kandidiasis esophagus, peritonitis dan abses intraabdomen
disebabkan kandida.
Suatu penelitian terhadap 123 pasien kandidiasis invasif diacak untuk menerima sediaan
50, 75, atau 100 mg anindulafungin sekali sehari.

GOLONGAN ANTIJAMUR LAIN


1.

Flusitosin

Flusitosin efektif terhadap Candida sp., Cryptococcus neoformans, Cladophialophora


carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora verrucosa.
Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin diawali dengan
dosis 100 mg/kg BB perhari, dibagi dalam 4 dosis dengan interval 6 jam namun jika
terdapat gangguan ginjal pemberian flusitosin diawali dengan dosis 25 mg/kgBB.
Efek samping yang sering dijumpai yaitu mual,muntah dan diare. Trombositopenia dan
leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi obat di dalam darah meninggi, menetap (>100
mg/L) dan dapat juga dijumpai jika obat dihentikan. Peninggian kadar transaminase dapat
juga dijumpai pada beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelah obat dihentikan.
2.

Griseofulvin

Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya untuk spesies


Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan Trichophyton sp., yang merupakan
penyebab infeksi jamur pada kulit, rambut kuku. Griseofulvin tidak efektif terhadap
kandidiasis kutaneus dan pitiriasis versikolor.
Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu microsize (mikrochryristallin) dan ultramicrosize
(ultramicrochrystallin). Bentuk ultramicrosize penyerapannya pada saluran pencernaan 1,5
kali dibandingkan dengan bentuk microsize.
Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis. Tinea
kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.

Dosis pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari (mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari (ultrasize)
selama 6-8 minggu.
Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500-1000 mg/ hari (microsize)
dosis tunggal atau terbagi dan 330-375 mg/hari (ultramicrosize) dosis tunggal atau terbagi.
Lama pengobatan untuk tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu, untuk tinea kapitis
paling sedikit selama 4-6 minggu, untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan untuk tinea
unguium selama 3-6 bulan.
Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah, dan nyeri
abdomen. Timbulnya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien.

Obat Antijamur Topikal


GOLONGAN AZOL-IMIDAZOL
1.
Klotrimazol
Klotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatifitosis, kandidiasis oral, kutaneus
dan genital. Untuk pengobatan oral kandidiasis, diberikan oral troches (10 mg) 5 kali
sehari selama 2 minggu atau lebih. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis
500 mg pada hari ke-1, 200 mg hari ke-2, atau 100 mg hari ke-6 yang dimasukkan ke
dalam vagina. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan krim klotrimazol 1%
dosis dan lamanya pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4
minggu dan dioleskan 2 kali sehari.
2.
Ekonazol
Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis oral, kutaneus
dan genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 150 mg yang
dimasukkan ke dalam vagina selama 3 hari berurut-turut. Untuk pengobatan infeksi jamur
pada kulit digunakan ekonazol krim 1 %, dosis dan lamanya tergantung dari kondisi
pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. Ekonazol
penetrasi dengan cepat di stratum korneum. Kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah.
Sekitar 3% pasien mengalami eritema lokal, sensasi terbakar, tersengat, atau gatal.
3.
Mikonazol
Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, serta
kandidiasis oral, kutaneus dan genital. Mikonazol cepat berpenetrasi pada stratum
korneum dan bertahan lebih dari 4 hari setelah pengolesan. Kurang dari 1% diabsorpsi

dalam darah. Absorpsi kurang dari 1,3% di vagina. Pengobatan kandidiasis vaginalis
diberikan dosis 200 selama 7 hari atau 100 mg selama 14 hari yang dimasukkan ke dalam
vagina. Pengobatan kandidiasis oral, diberikan oral gel (25 mg) 4 kali sehari. Pengobatan
infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol krim 2%, dosis dan lamanya pengobatan
tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali
sehari.
Efek samping pemakaian topikal vagina adalah rasa terbakar, gatal atau iritasi 7% kadangkadang terjadi kram di daerah pelvis (0,2%), sakit kepala, urtika, atau skin rash. Iritasi,
rasa terbakar dan maserasi jarang terjadi pada pemakaian kutaneus. Mikonazol aman
digunakan pada wanita hamil, meskipun beberapa ahli menghindari pemakaian pada
kehamilan trimester pertama.
4.
Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin dalam
waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin. Penghantaran akan menjadi lebih lambat
ketika mencapai

lapisan basal epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi

ketokonazol masih tetap dijumpai, minimal 10 hari setelah obat dihentikan.


Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, kutaneus
kandidiasis dan dapat juga untuk pengobatan dermatitis seboroik. Pengobatan infeksi
jamur pada kulit digunakan krim ketokonazol 1%, dosis dan lamanya pengobatan
tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali
sehari sedangkan pengobatan dermatitis seboroik dioleskan 2 kali sehari. Pengobatan
pitiriasis versikolor menggunakan ketokonazol 2% dalam bentuk shampoo sebanyak 2 kali
seminggu selama 8 minggu.
5.
Sulkonazol
Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus.
Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol krim 1%. Dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis ,
tinea kruris ataupun pitiriasis versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu
dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.
6.
Terkonazol
Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus dan
genital. Pengobatan kandidiasis vaginalis yang disebabkan Candida albicans, digunakan
terkonazol krim vagina 0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina
menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut dan

vaginal supositoria dengan dosis 80 mg terkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali


sehari sebelum waktu tidur selama 3 hari berturut-turut.
7.
Tiokonazol
Tiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis serta kandidiasis kutaneus dan
genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis tunggal sebanyak 300 mg
dimasukkan ke dalam vagina. Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol krim 1%,
dosis dan lamanya pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea
korporis dan kandidiasis kutaneus biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2
kali sehari. Untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea kruris
dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu dan untuk pitirisis versikolor dioleskan 2 kali
sehari selama 1-4 minggu.

GOLONGAN ALILAMIN/BENZILAMIN
1.

Naftifin

Naftifin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida sp., Untuk
pengobatan digunakan krim naftifin hidroklorida krim 1% dioleskan 1 kali sehari selama 1
minggu.
2.

Terbinafin

Terbinafin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor dan


kandidiasis kutaneus. Digunakan terbinafin krim 1% yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari.
Untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk
tinea pedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu dan untuk
pitiriasis versikolor selama 2 minggu.
3.
Butenafin
Butenafin merupakan golongan benzilamin aktifitas antijamurnya sama dengan golongan
alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadap dermatofita dan dapat digunakan untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis, dioleskan 1 kali sehari selama 4
minggu.

GOLONGAN POLYENE
1.

Nistatin

Pengobatan kandidiasis kutis dapat digunakan nistatin topikal pada kulit atau membrane
mukosa (rongga mulut, vagina). Nistatin biasanya tidak bersifat toksik tetapi kadangkadang dapat timbul mual, muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi.

Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria (100.000


setiap unitnya) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari.

ANTIJAMUR GOLONGAN LAIN


1.
Asam Undesilenat
Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat fungisidal apabila terpapar lama
dengan konsentrasi yang tinggi pada agen jamur. Tersedia dalam bentuk salep, krim, bedak
spray powder, sabun, dan cairan. Salap asam undesilenat mengandung 5% asam
undesilenat dan 20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent yang menekan inflamasi.
Preparat ini digunakan untuk mengatasi dermatomikosis, khususnya tinea pedis.
Efektifitas masih lebih rendah dari imidazol, haloprogin atau tolnaftat. Preparat ini juga
dapat digunakan pada ruam popok, dan tinea kruris.
2.
Salep Whitefield
Mengandung 12% asam benzoate dan 6% asam salisilat. Kombinasi ini dikenal dengan
salep Whitefield. Asam benzoat bekerja sebagai fungistatik, dan asam salisilat sebagai
keratolitik sehingga menyebabkan deskuamasi keratin yang mengandung jamur. Preparat
nini sering menyebabkan iritasi khususnya jika dipakai pada permukaan kulit yang luas.
Selain itu absorpsi secara sistemik dapat terjadi, dan menyebabkan toksisitas asam salisilat,
khususnya pada pasien yang mengalami gagal ginjal. Digunakan untuk mengatasi tinea
pedis, dan tinea kruris.
3.
Amorolfin
Amorolfin merupakan phenylpropylpiperidine. Bekerja dengan cara menghambat
biosintesis ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnya luas, dapat digunakan untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis. Untuk infeksi jamur
pada kulit amorolfin dioleskan satu kali sehari selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea
pedis selama 6 bulan. Amorolfin 5% nail lacquaer diberikan sebagai monoterapi pada
onikomikosis ringan tanpa adanya keterlibatan matriks. Diberikan satu atau dua kali
seminggu selama 6-12 bulan. Pemakaian amorolfin 5% pada pengobatan jamur memiliki
angka kesembuhan 60-76% dengan pemakaian satu atau dua kali seminggu. Kuku tangan
dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan kuku kaki harus
digunakan selama 9-12 bulan.
4.
Siklopiroks olamin
Siklopiroks olamin adalah antijamur sintetik hydroxypyridone, bersifat fungisidal,
sporisida dan memiliki penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks efektif untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, onikomikosis, kandidiasis kutaneus
dan pitiriasis versikolor.

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4
minggu sedangkan untuk pengobatan onikomikosis digunakan siklopiroks nail lacquer
8%. Setelah dioleskan pada permukaan kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering
dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi
menembus lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku (nail bed) dalam beberapa jam
sudah mencapai kedalaman 0,4 mm dan secara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam
pemakaian. Kadar obat akan mencapai kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89
0,25 mikrogram tiap milligram material kuku. Kadar obat akan meningkat terus hingga
30-45 hari setelah pemakaian dan selanjutnya konsentrasi akan menetap yakni sebesar 50
kali konsentrasi obat minimal yang berefek fungisidal. Konsentrasi obat yang berefek
fungisidal ditemukan di setiap lapisan kuku.
Sebelum pemakaian cat kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagian kuku yang terinfeksi
diangkat atau dibuang, kuku yang tersisa dibuat kasar kemudian dioleskan membentuk
lapisan tipis. Dilakukan setiap 2 hari sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada
bulan kedua dan seminggu sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan.
Pemakaian cat kuku dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan.
5.
Haloprogin
Haloprogin merupakan halogenated phenolic, efektif untuk pengobatan tinea korporis,
tinea kruris, tinea pedis dan pitiriasis versikolor, dengan konsentrasi 1% dioleskan 2 kali
sehari selama 2-4 minggu.
6.
Timol
Timol adalah antiseptik yang larut dalam alkohol efektif dalam bentuk tingtur untuk
mengobati onikolisis. Timol bekerja sebagai antiseptik membunuh organisme pada saat
alkohol menguap. Tidak tersedia preparat komersil; ahli farmakologi mencampur 2-4%
timol ke dalam larutan dasar seperti etanol 95% dan mengendap di dasar botol.
Pemakaiannya jari ditegakkan vertikal lalu diteteskan solusio

sampai menyentuh

hiponikium, gaya gravitasi dan tekanan permukaan secara cepat mendistribusikan timol ke
bagian terdalam dari ruang subungual. Penggunaan timol beresiko iritasi, dan memiliki bau
yang tidak menyenangkan.
7.
Castellanis paint
Castellanis paint (carbol fuchsin paint) memiliki aktifitas antijamur dan antibacterial.
Digunakan sebagai terapi tinea pedis, dermatitis seboroik, tinea imbrikata. Efek
sampingnya adalah iritasi dan reaksi toksik terhadap fenol.
8. Alumunium Chloride
Alumunium Chloride 30% memiliki efikasi mirip dengan Castellanis paint pada terapi
tinea pedis.
9.
Gentian Violet

Gentian violet adalah triphenylmethane (rosaniline) dye. Produk yang dipasarkan


mengandung 4% tetramethyl dan pentamethyl congeners campuran ini membentuk kristal
violet. Solusio gentian violet dengan konsentrasi 0,5-2% digunakan pada infeksi jamur
mukosa. Gentian violet memiliki efek antijamur dan antibaterial.
10.
Potassium Permanganat
Potassium permanganat tidak memiliki aktifitas antijamur. Pada pengenceran
1:5000 sering digunakan untuk meredakan inflamasi akibat kandidiasi intertriginosa.
11.
Selenium Sulphide
Losio 2,5% selenium sulphide untuk terapi pitiriasis versikolor dan dermatitis seboroik.
Pengguinaan losio selama 10 menit satu kali sehari selama pemakaian 7 hari, tidak terjadi
absorpsi perkutaneus yang signifikan. Selenium sulphide 2,5% dalam bentuk sampo dapat
menyebabkan iritasi pada kulit kepala atau perubahan warna rambut. Losio selenium
sulphide juga digunakan sebagai sampo pada tinea kapitis yang telah diberikan terapi oral
griseofulvin.
12.
Zinc Pyrithione
Zinc pyrithione adalah antijamur dan antibakteri yang digunakan mengatasi pitiriasis sika.
Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapi pitiriasis versikolor yang dioleskan setiap
hari selama 2 minggu.
13.
Sodium Thiosulfate dan Salicylic Acid
Solusio 25% sodium thiosulfate dikombinasi dengan 1% salicylic acid tersedia preparat
komersial dan digunakan pada tinea versikolor.
14.
Prophylen Glycol
Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk mengatasi pitiriasis versikolor.
Prophylen glycol 4-6% sebagai agen keratolitik, yang secara in vitro bersifat fungistatik
terhadap Malassezia furfur kompleks (bentuk dari Pityrosporum spp). Solusio propylene
glycol-urea- asam laktat juga telah digunakan untuk onikomikosis.

Vous aimerez peut-être aussi