Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Evolusi dengan terjadinya pengurangan pada ukuran rahang pada manusia modern
direfleksikan dengan diet makanan yang relatif lunak. Dengan terjadinya pengurangan dimensi
rahang menyebabkan kurangnya ruangan pada lengkung rahang untuk molar 3 mandibula yang
merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi pada seluruh gigi yang ada pada rahang
1
manusia. Waktu erupsi molar 3 mandibula sering tidak dapat diprediksi dan sering berubah-ubah.
(Dimitroulis, 1997)
Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana gigi yang dalam
pertumbuhannya terhalang oleh gigi atau tulang sekitarnya baik secara keseluruhan atau
sebagian. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir
bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. (Pedersen, 1996)
Jika gigi molar tiga tidak erupsi seluruhnya dan terletak di bawah gingiva, molar tiga
tersebut biasanya dibiarkan saja, tetapi bila sebagian melewati permukaan dapat menyebabkan
infeksi yang dapat masuk ke gingiva (pericoronitis) dan juga molar tiga tersebut dapat rusak atau
menyebabkan kerusakan pada gigi molar dua. Hal ini adalah salah satu alasan untuk mengambil
gigi impaksi tersebut. Komplikasi yang lebih parah dapat berupa flegmon dasar mulut.
Etiologi
Terdapat beberapa faktor etiologi dari gigi impaksi yaitu:
1. Faktor Lokal
a. Kurangnya ruangan untuk erupsi normal pada lingkungan gigi
b. Trauma pada benih gigi sehingga benih gigi terdorong lebih dalam lagi
c. Posisi ektopik dari gigi
d. Jarak benih gigi ke tempat erupsi jauh
e. Infeksi pada benih gigi
f. Adanya gigi berlebih yang erupsi lebih dulu
g. Ankylosis gigi pada tulang rahang
h. Persistensi gigi sulung yang menyebabkan impaksi gigi tetap di bawahnya
i. Mukosa gingiva yang tebal sehingga sulit ditembus oleh gigi
j. Pergerakan erupsi tertahan karena posisi yang salah dan tekanan dari gigi samping
k. Neoplasma/ tumor yang menggeser kedudukan benih gigi
l. Kista dentigerous yang berkembang pada benih gigi yang masih dalam tahap
pembentukan sering kali mencegah gigi erupsi
2. Faktor Sistemik
Menurut Bergee, faktor sistemik yang menyebabkan gigi impaksi dapat terbagi dalam 2
sebab:
a. Sebab prenatal (herediter)
Faktor keturunan memegang peranan penting. Faktor keturunan ini tidak dapat diketahui
dengan pasti apakah tulang rahang terlalu kecil, gigi teralu besar atau benih gigi-gigi
yang letaknya abnormal.
b. Sebab postnatal
1. Kelainan kelenjar endokrin
a. Hipopituitari mengakibatkan kelambatan erupsi
b. Hipotiroid mengakibatkan kelambatan erupsi
2. Malnutrisi
Faktor ini sangat penting dalam pertumbuhan tubuh. Bila terjadi defisiensi maka
pertumbuhan akan terganggu.
Disamping faktor-faktor yang disebutkan diatas, stimulasi otot-otot pengunyahan yang
kurang juga dapat menyebabkan impaksi.
pertumbuhan rahang yang normal. Untuk itu perlu adanya stimulasi otot-otot pengunyahan.
(Dym, 2001)
Diagnosa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat diagnosa yang tepat pada impaksi
adalah:
1. Pembuatan dental foto yang baik
Hal ini sangat membantu kita dlam menentukan diagnosa yang tepat. Dari rontgen dapat
terlihat :
a. Posisi gigi impaksi
b. Jarak dari gigi impaksi ke tempat erupsi
c. Relasi gigi impaksi dengan gigi tetangga
Klasifikasi
Klasifikasi gigi impaksi sangat penting untuk setiap operator yang akan melakukan
operasi pengambilan gigi impaksi (odontektomi). Dengan demikian dapat ditentukan rencana
teknik operasi, kesulitan-kesulitan apa yang akan dihadapi dan alat yang dipergunakan.
Fragiskos, 2007)
Klasifikasi menurut Pell Gregory
1. Relasi M3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah
Kelas I
: Ada cukup ruangan antara ramus dan batas distal molar dua untuk lebar mesio
distal molar tiga.
Kelas II
: Ruangan antara distal molar dua dan ramus lebih kecil dari pada lebar mesio
distal molar tiga.
Kelas III
Gambar 1. Relasi M3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah
2. Posisi M3 rahang bawah di dalam tulang rahang
Posisi A:
Bagian tertinggi dari pada gigi terpendam terletak setinggi atau lebih tinggi dari
pada dataran oklusal gigi yang normal.
Posisi B:
Bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal tapi lebih tinggi
dari pada serviks molar dua (gigi tetangga).
Posisi C:
Bagian tertinggi dari pada gigi terpendam, berada di bawah garis serviks gigi
molar dua.
Kelas 1
: Mesioangular
Kelas 2
: Distoangular
Kelas 3
: Vertikal
Kelas 4
: Horizontal
Kelas 5
: Bukoangular
Kelas 6
: Linguoangular
Kelas 7
: Inverted
Gambar 3. Relasi dari sumbu panjang gigi M3 rahang bawah dalam hubungan
dengan poros panjang M2 rahang bawah
a. Klasifikasi ini sebetulnya mirip dengan klasifikasi Pell & Gregory. Bedanya,
klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.
Kelas A
Kelas B
Kelas C
b. Klasifikasi kedua untuk rahang atas ini sama dengan apa yang dibuat George
Winter.
c. Berdasarkan hubungan gigi molar ketiga dengan sinus maksilaris.
Sinus approximation (SA) : bila tidak dibatasi tulang, atau ada lapisan tulang
3. Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga bagian dan sebelum
pasien mencapai usia 18 tahun
4. Adanya infeksi
5. Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu mempertahankan stabilitas
hasil perawatan ortodonsi
6. Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi gingiva distal
dari molar dua didekatnya)
7. Apabila molar kedua didekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal atau
berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil
8. Sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu sebelum usia 26 tahun
Kontra indikasinya adalah:
1. Pasien tidak menghendaki giginya dicabut
2. Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila tulang yang
menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur)
3. Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting disekitarnya atau
kerusakan tulang pendukung yang luas
4. Apabila kemampuan pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh
kondisi fisik atau mental tertentu (Pedersen, 1996).
Prosedur Pembedahan
Secara garis besar meliputi : pembukaan flap, membuang jaringan tulang, pengeluaran
gigi, penaganan luka beserta penjahitan penjahitan dan pemberian instruksi dan obat-obatan.
Pembukaan flap
Berbagai macam desain flap untuk molar rahang bawah dan rahang atas adalah seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 5. Desain flap untuk molar tiga rahang bawah dan molar tiga rahang atas
a. Insisi dengan pembebasan ke distal; b. Pembukaan terbatas diperoleh dengan
pembebasan insisi ke distal; c. Envelope flap; d. Pembukaan dengan envelope
flap masih memberikan pembukaan yang terbatas; e. Perluasan flap ke bukal; f.
Pembukaan yang lebih besar diperoleh dengan perluasan flap ke bukal; g.
Triangular flap; h. pembukaan yang lebih baik diperoleh dari triangular flap
tanpa harus melibatkan margin gingiva dari gigi yang bersebelahan (Pedersen,
1996).
Syarat-syarat flap:
1.
2.
3.
Mempunyai dasar atau basis cukup lebar sehingga pengaliran darah ke flep
cukup baik.
10
Bila mahkota gigi yang terpendam masih belum bisa digerakkan dan terletak di bawah
mahkota molar dua sedang gigi tersebut akan kita ambil dengan cara intoto, maka tulang
distal molar tiga kita ambil lebih banyak sehingga molar tiga dapat kita congkel ke arah
distal. Cara atau teknik kerja tergantung pada posisi gigi, keadaan gigi dan jaringan sekitar.
1. Teknik pengambilan Gigi Impaksi Molar 3 Atas Kiri
11
Gambar 7. Pengambilan gigi molar 3 bawah kiri secara intoto (Fragiskos, 2007)
12
Penjahitan
Gambar 8. Pengambilan gigi molar 3 bawah kiri secara intoto (Dunitz, 1999)
13
14
Soket dibersihkan
Penjahitan
Penanganan luka
Setelah gigi dikeluarkan dilakukan penghalusan tulang alveolar dan pencucian luka dengan
menggunakan larutan normal saline. Setelah itu luka ditutup dengan penjahitan.
Pemberian instruksi, antibiotic, analgetik dan anti inflamasi.
15
Komplikasi
Pada saat pengambilan M3 dapat terjadi komplikasi berupa:
1. Perdarahan karena pembuluh darah terbuka
2. Kerusakan pada gigi M2 karena trauma alat
3. Rasa sakit
4. Parestesi pada lidah dan bibir
Dalam literatur dikatakan bahwa 96 % pasien dengan trauma pada n. alveolaris inferior
dan 87 % pasien dengan trauma pada n. ligualis akan sembuh secara spontan ( Dym &
Ogle, 2001)
16
Daftar Pustaka
1. Dimitroulis.. A Synopsis of Minor Oral Surgery. British: Reed Educational and
Professional Publishing Ltd. 1997Fragiskos D. Fragiskos. Oral Surgery. Greece:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007.
2. Dunitz, M. Atlas of Minor Oral Surgery. 2nd Edition. United Kingdom: Thieme. 1999
3. Dym, H. and Ogle, O.E. Minor Oral Surgery. W. B. Saunders Company. 2001
4. Fragiskos D. Fragiskos. Oral Surgery. Greece: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007
5. Pedersen, G.W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Edisi 1. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
1996
LAPORAN KASUS
17
No.rekam medis
: 08 - 91 -37
Nama
: Rieska Rachmasari
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 23 Tahun 2 bulan
Golongan darah
: A
Pekerjaan
: Pelajar / Mahasiswa
Alamat Pasien
Alamat domisili
: Jl. Sendowo B 50
Kecamatan
: Depok
Kabupaten
: Sleman
Propinsi
: D.I Yogyakarta
No. Hp
: 085689888871
I. Pemeriksaan Subjektif:
Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan ingin cabut gigi geraham paling belakang kiri bawah dan
kiri atas, dikarenakan giginya tidak keluar, kadang-kadang mengeluhkan sakit kepala,
sering merasa nyeri sakit, dan tidak nyaman.
b. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien sebelumnya pernah mengeluhkan sakit pada gigi bungsunya lebih kurang, 1 bulan
yang lalu dan saat ini ingin mencabut giginya yang geraham bungsu kiri bawah dan kiri
atasnya.
18
: sehat, t.a.k
- Ibu
: sehat, t.a.k
- Saudara
: sehat, t.a.k
: tidak ada
: tidak ada
: (-)
: (-)
19
- Conjuntiva
: Normal
- Kelenjar ludah
: Normal
- Kelenjar limfatika
c. Intra oral:
- Mukosa dan jaringan lunak
- Elemen gigi 28,38 : - Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- CE
- Tes sonde
Submentale
Cervicale
Dari gambaran intra oral dapat didiagnosa sementara dengan Impaksi Gigi 38 Vital Klas
IIB posisi mesioangular dan Gigi Embeded 28 Posisi C NSA
d. Pemeriksaan penunjang:
Radiologi:
Interpretasi Ro panoramik :
Terdapat elemen gigi 38 dengan keadaan terpendam (impaksi) dengan posisi
mesioangular dimana puncak tertinggi berada dibawah dataran oklusal dari elemen gigi
37 dan posisi akar terbentuk sempurna dan terdapat juga gigi 28 yang terpendam dengan
posisi NSA (Non Sinus Approximately) posisi C.
III. Diagnosis
Gigi Vital 38 Klas IIB posisi Mesioangular dan Gigi Vital 28 Posisi C NSA
IV. Plan
1. Medikasi
R/ Kalmoksisillin tab 500 mg No. XV
S 3 dd tab 1
R/ Iflaz tab 16 mg No VI
S2 dd tab 1
2. Odontektomi gigi 38 dan 28 dilakukan pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 2014 jam
10.00 WIB.
21
Tensi
: 110 / 80 mmHg
Respirasi
: 19 x / menit
Nadi
: 78 x / menit
Temperatur
: 36,50C
RL : ( - )
b. Durante : Jalannya Operasi Odontektomi gigi 38 dan gigi 28
Tekhnik Operasi: -
tangan dan baju operasi dan cup kepala juga masker untuk menghindari infeksi
silang (Gambar 1, 2 dan 3).
Gambar 1 & 2. Alat, baju dan perlengkapan yang steril sebelum operasi.
Pertama dilakukan pengambilan gigi molar 3 atas kiri, dengan dilakukan anastesi
infiltrasi di daerah bukal dan palatal, melihat apakah pasien alergi dengan bahan
anestesi yang disuntikkan berupa Lidocaine HCL 20mg/ml, Adrenalin
0,0125mg/ml, jika tidak ada reaksi alergi dilakukan anestesi lokal yaitu Anestesi
Blok untuk rahang bawah bagian kanan berupa Mandibular anestesi (Gambar 4)
b. Kemudian direfleksikan flap, agar terlihat daerah operasi dan gigi molar 3
yang terpendam.
24
Gambar 5. Tipe flap Triangular untuk Molar 3 Rahang atas dan bawah kiri (Fragiskos, 2007)
25
Gambar 6. Pembuangan tulang pada bagian bukal dan distal Molar 3 bawah kiri
(8) Pengambilan gigi dengan secara separasi, dalam kasus ini karena gigi tersebut
tidak memiliki ruangan yang cukup untuk keluar maka dikeluarkan dengan
menggunakan metode separasi molar (Gambar 7)
26
27
28
No.rekam medis
: 08 - 91 -37
Nama
: Rieska Rachmasari
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 22 Tahun 8 bulan
Golongan darah
:A
Pekerjaan
: Pelajar / Mahasiswa
Alamat Pasien
Alamat domisili
: Jl. Sendowo B 50
Kecamatan
: Depok
Kabupaten
: Sleman
Propinsi
: D.I Yogyakarta
No. Hp
: 085689888871
I. Pemeriksaan Subjektif:
29
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli bedah mulut RSGM Prof. Soedomo hari Jumat tanggal 22 Agustus
2014 jam 10.00 WIB dengan keluhan ingin kontrol gigi bungsu kanan bawah yang telah
dilakukan odontektomi 6 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan sedikit terasa sakit apabila
dipegang didaerah bekas operasi, ada pembengkakan, ada trismus dan pasien sudah dapat
mengunyah makanan pada sisi pasca operasi.
dan akhirnya
pengungkitan dilakukan dari arah palatal sehingga gigi 28 dapat keluar. Untuk gigi 38
tidak ada kendala karena pengambilan giginya langsung dengan separasi.
- Respirasi
- Suhu tubuh
: 17 x / menit
: 35,8 derajat celcius
b. Esktra oral:
Inspeksi: Wajah simetris, warna kulit normal, pembengkakan (+)
Palpasi : Pembengkakan (+), Limfonodi tidak teraba dan tidak sakit
c. Intra oral:
Pada regio 38 dan 28 post odontektomi masih terdapat jahitan dengan 6 simpul, 2 simpul
pada bagian distal molar tiga dan 2 simpul pada oklusal molar tiga serta 2 simpul pada
bagian bukal dengan simple interrupted suture. Daerah operasi bersih dari sisa makanan.
III. Diagnosis
48 : Post odontektomi dengan 6 jahitan simple interrupted suture.
IV. Plan
1. Hecting Aff 6 simpul
31