Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Appendisitis
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada
65%
kasus,
apendiks
terletak
intraperitoneal.
Kedudukan
itu
kasus
selebihnya,
apendiks
terletak
retroperitoneal,
yaitu
di
C. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan
sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang
diajukan sebagai factor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit
(tinja yang mengeras), tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.hystolitica.
Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya
beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam
apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan
peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap
apendisitis supurativa,
bakteri
aerobik
terutama
Escherichia
coli
banyak
omentum,
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.
Setelah terjadi obstruksi lumen appendix maka tekanan di dalam lumen
akan meningkat karena sel mukosa mengeluarkan lendir. Peningkatan tekanan
ini akan menekan pembuluh darah sehingga perfusinya menurun akhirnya
mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Invasi bakteri dan infeksi dinding appendix
segera terjadi setelah dinding tersebut mengalami ulserasi. Infiltrat-infiltrat
peradangan tampak di semua lapisan dan exudat fibrin tertimbun di dalam
lapisan serosa. Meskipun perforasi belum terjadi, organisme-organisme biasanya
dapt dibiakan dari mukosa appendix. Nekrosis dinding appendix mengakibatkan
perforasi dan pencemaran abdomen oleh tinja.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
E. GAMBARAN KLINIS
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum local. Gejala klasik apendisitis ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah
epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ke titik Mc-Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada
nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsngan peritoneum,
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari
dorsal.
Apendiks
yang
terletak
di
rongga
pelvis,
bila
meradang,
dapat
ini
adalah
hubungan
patofisiologi
dan
manifestasi
apendisitis:
Tabel 1. Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinia apendisitis
Kelainan Patologi
Peradangan awal
klinis
mungkin kolik
Apendisitis mukosa
Nyeri
tekan
kanan
bawah
(rangsangan
autonomic)
Radang
di
seluruh
ketebalan dinding
Apendisitis
radang
komplit
peritoneum
parietale apendiks
local
Radang
Genitalia
yang
alat/jaringan
menempel
pada
interna,
ureter,
m.psoas
mayor,
apendiks
Apendisitis gangrenosa
Demam
sedang,
takikardi,
mulai
toksik,
leukositosis
Perforasi
Pembungkusan
- tidak berhasil
- berhasil
- abses
demam
remiten,
keadaan
umum
toksik,
F. DIAGNOSIS
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan
diagnosis lebih sering pada perempuan disbanding lelaki. Hal ini dapat disadari
mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan
yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena
ovulasi, menstruasi, radang di pelvis atau penyakit ginekologi yang lain.
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila
diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit
dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
G. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan.
Panas dan lekositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
2. Demam dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia dan hematokrit
yang meningkat.
3. Limfadenitis mesenterika
Limfadenitis
mesenterika
yang
biasa
didahului
oleh
enteris
atau
yang
pendidingannya
belum
sempurna,
dapat
terjadi
Keterlambatan
penanganan
merupakan
alasan
penting
terjadinya
biasanya
atau
tidak
diberikan
apendisitis
antibiotik,
perforata.
kecuali
Penundaan
pada
tindak
apendisitis
bedah
sambil
apendisitis
baru
diketahui
setelah
terbentuk
massa
terapi
antibiotik
kombinasi
terhadap
penderita.
Antibiotik
ini
merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah
gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan.
Jika gejala berlanjut yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan
melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendektomi.
Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan
klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya radang atau
abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk
membatalkan
tindakan
bedah.
Setelah
tindakan
bedah
dilakukan,
harus
saat
operasi
ditemukan
perforasi
maka
pemberian
antibiotik
akan
Apendisitis
a. Definisi
Apendiks (umbai cacing) merupakan perluasan sekum yang rata-rata
panjangnya adalah 10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi,
terutama di belakang sekum. Arteri apendisialis mengalirkan darah ke
apendiks dan merupakan cabang dari arteri ileokolika (Gruendemann, 2006).
Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks vermiformis (Grace,
2007). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan
penyebab 4 abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 2000). Apendisitis
merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi
dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995). Peradangan
akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya. Namun, pengangkatan apendiks tidak
menimbulkan defek fungsi sistem imun yang jelas (Sjamsuhidayat, 2005).
b. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfa,
fekarit atau batu tinja, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang dapat menimbulkan apendiks
karena parasit seperti E.histolytica (Syamsyuhidayat, 1997). Penyebab
apendisitis Menurut Syamsyuhidayat, 2004: fekalit/massa fekal padat karena
konsumsi diet rendah serat, Tumor apendiks Cacing ascaris, Erosi mukosa
apendiks karena parasit E. Histolytica, dan hiperplasia jaringan limfe. Menurut
Mansjoer, 2000 penyebab apendisitis adalah: hiperflasia folikel limfoid, fekalit,
benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, dan
neoplasma. Sedangkan pendapat lain yang dilontarkan oleh Markum, 1996,
apendisitis dapat disebabkan: fekolit, parasit, hiperplasia limfoid, stenosis
fibrosis akibat radang sebelumnya dan Tumor karsinoid.
c. Patogenesis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
patogenesis apendisitis. Immunoglobulin secretor yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah IgA. Imunnoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh
tubuh (Sjamsuhidayat, 2005).
d. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang di temukan pada apendisitis adalah: Manifestasi klinis
menurut Mansjoer, 2000 : Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin
progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu
titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis. Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas,
yang terdiri dari Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian
bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di
sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual
hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan
ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8
Celsius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua
bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat
dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah,
nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok. 2. Bedah Apendisitis a. Klasifikasi pembedahan Operasi
apendisitis masuk dalam klasifikasi urgensi dengan jenis Darurat yaitu,
pembedahan harus dilakukan segera untuk menyelamatkan jiwa atau
mempertahankan fungsi organ, Operasi apendisitis dalam kategori tujuan
Ablatif 6 yaitu pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau
penyakit (Muttaqin, 2009). b. Diagnosis Apendisitis akut merupakan akibat
dari infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.
Disamping hyperplasia jaringan limfa, sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai pencetusnya, fekalit, tumor apendiks dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
Enterobacter histolytica (Muttaqin, 2009). Apendisitis Merupakan kedaruratan
bedah paling sering di negara-negara barat. Jarang terjadi di usia di bawah 2
tahun, banyak pada dekade kedua dan ketiga, tetapi dapat terjadi pada
semua usia (Grace, 2007)
Antibiotik profilaksis
a. Definisi
antibiotik profilaksis Antibiotik berasal dari kata anti : lawan, bios: hidup yang
berarti zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri yang berkhasiat
mematikan atau membunuh kuman dan toksisitas bagi manusia relativ kecil
(Tjay, 2007). Antibiotik profilaksis adalah antibiotika yang diberikan pada
penderita yang belum terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang
besar untuk mendapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan
dampak buruk pada penderita (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009).
Antibiotik merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi. Pemakaian antibiotik ini harus
dibawah pengawasan dokter, karena obat ini dapat menimbulkan efek yang
tidak dikehendaki dan dapat mendatangkan kerugian yang cukup besar bila
pemakaiannya tidak dikontrol dengan baik (Widjajanti, 2002).
b. Penggunaan antibiotik secara rasional
Penggunaan obat yang rasional merupakan pemilihan dan penggunaan obat
yang efektivitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan
masalah harga, yaitu yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin
terjangkau untuk menjamin efektivitas dan keamanan, pemberian obat harus
dilakukan secara 7 rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang
akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan
dosis, cara, interval serta lama pemakaian yang tepat (Sastramiharja dan
Herry, 1997).
Penggunaan antibiotik secara rasional mencakup (4T1W), yaitu:
1) Tepat indikasi : Pemilihan obat didasarkan pada indikasi adanya suatu
gejala, indikasi pemakaian obat secara khusus adalah indikasi medisnya
sesuai dengan obat (farmakoterapi) yang diperlukan dan diketahui manfaat
terapetiknya.
Antibiotik profilaksis
Pemberian antibiotik profilkasis harus disertai dengan pertimbangan yang
benar.dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah indikasi.Saat pemberian dan
lamanya pemberian serta pilihan antibiotiknya.Oleh karena bertujuan untuk
mencegah infeksi pascabedah maka antiiotik profilaksis hanya diberikan dalam
jangka waktu pendek,yaitu untuk melindungi penderita selama dilakukan
tindakan bedah dan masa segera setelah pebedahan,yaitu pada masa daya
pertahanan masih tertekan.
Berbagai antibiotik membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk mencapai
kadar dalam darah yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan kuman.
Kadar ini biasanya 3-4 kali kadar hambat minimal.oleh karena itu,antibiotik
profilaksis biasanya diberikan parenteral.untuk mencapai kadar antibiotik di
jaringan yang cukup tinggi pada waktu dilakukan pembedahan,antibiotik
profilkasis harus diberika 1-2 jam prabedah,dilanjutkan dengan 1-2 kali
pemberian pascabedah.Pemberian antibiotik yang dilanjutkan lebih lama
pascabedah ternyata tidak menurunkan lagi risiko infeksi pascabedah,kecuali
pada pembedahan tertentu.Bahkan cenderung menimbulkan resistensi kuman
yang akan menjadi masalah bila timbul infeksi nosokomial.
Antibiotik profilkasis terbukti dapat menurunkn kejadian infeksi pascabedah pada
pembedahan tercemar dan kotor,tetapi tidak berpengaruh pada pembedahan
bersih.
Bedah appendiks
Pada appendisitis tanpa perforasi,kejadian infeksi pascabedah jarang sekali
terjadi,sedang pada appendisitis perforata,ineksi sering terjadi
sehingga
pemeberian
antibiotik
propilkasis
secara
parenteral
dari
golongan
penisilin,sefalosporin atau tetrasiklin atau metronidazol intravena atau rektal
sangat diperlukan.Bila ternyata tidak ada appendisitis perforata,pemberian
antibiotik yang mulai prabedah tidak diteruskan,tetapi bila ditemukan
appendisitis ganggrenosa antibiotik diteruskan 1-2 hari. Bila terdapat
peritonitis,pemberian antibiotik harus diberikanlebih lama karena dalam hal ini
sifatnya sebagai terapi. (De Jong,Wim. Sjamsuhidajat.r.Buku Ajar Ilmu Bedah
edisi kedua hal 235-236 .EGC.2004)
Pemberian antibiotik profilaksis dengan waktu pemberian pre operasi (2 jam
sebelum operasi) dapat mencegah terjadinya infeksi luka operasi, namun
sebaiknya diberikan <1 jam sebelum insisi.
Pada sebagian kasus bedah, pemakaian suatu jenis antibiotik profilaksis telah
terbukti secara meyakinkan dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi,
sehingga pemakaiannya dianjurkan secara luas dalam praktek karena betapa
bersihnya operasi dilakukan, kuman selalu dapat menemukan luka operasi.
Antibiotik profilaksis bedah didefinisikan sebagai antibiotik yang diberikan
kepada penderita sebelum adanya tanda dan gejala suatu infeksi dengan tujuan
mencegah terjadinya manifestasi klinik infeksi tersebut yang diduga akan/bisa
terjadi (Iwan, 1995).
Oleh karena itu, penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis
pada bedah apendisitis sangat diperlukan untuk mengetahui kesesuaian dan
ketepatan penggunaan antibiotik profiliksis tersebut dalam mencegah terjadinya
infeksi setelah bedah apendisitis. Ketidak tepatan pemilihan antibiotik, indikasi
dosis, cara pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak
akuratnya pengobatan infeksi dengan antibiotik (Nelson, 1995).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmadina tahun 2009 di RSUP
Padang, hasil menunjukkan pasien apendisitis mencapai jumlah 297 pasien,
penggunaan antibiotik profilaksis terbukti dapat menurunkan resiko terjadinya
infeksi luka operasi dengan didukungnya oleh perawatan dan lingkungan
rawatan yang bersih. Penelitian lain berdasarkan register pusat cochraine
controlled trials (cochraine library edisi 1 tahun 2005), dari 45 kasus
apendiktomi, sekitar 9576 pasien yang dilibatkan dalam penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan antibiotik profilaksis terbukti dapat mencegah infeksi dan
abses intraabdominal luka operasi pada pasien apendiktomi (Andersen et al.,
2005).
Cephalosporin dengan aktivitas antianaerob seperti cefoxitin atau cefotetan saat
in idianjurkan sebagai agen pilihan pertama. Cefotetan bisa lebih superior untuk
operias lebih lama karena waktu paruhnya yang panjang. Terapi dosis tunggal
bisa mencukupi selama pada appendix tidak terjadi gangrene atau
Agen antibiotik yang efektif dalam mengurangi tingkat infeksi luka pasca
operasi dan dalam meningkatkan hasil pada pasien dengan abses
apendiks atau septicemia. Infeksi Masyarakat Bedah merekomendasikan
memulai antibiotik profilaksis sebelum operasi, menggunakan agen
spektrum yang sesuai untuk kurang dari 24 jam untuk usus buntu
nonperforated dan kurang dari 5 hari untuk perforasi usus buntu. Rejimen
adalah keberhasilan kira-kira sama, sehingga pertimbangan harus
diberikan untuk fitur seperti alergi obat, kategori kehamilan (jika ada),
toksisitas, dan biaya.