Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ILUSTRASI KASUS
Identitas Klien
Nama
:S
Jenis kelamin
: perempuan
: 21 tahun
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Indonesia
Pendidikan terakhir
: SD
Pekerjaan
Penghasilan
: Rp 300.000,00/bulan
Status
: tidak kawin
Saudara
Alamat rumah
: Blora
Alamat majikan
Riwayat Kejadian
Hari
Tempat
Penganiayaan
Perkosaan
kali
Ke PKT atas kemauan sendiri, dengan pengantar S (sepupu klien)
Polisi pengantar : Y
Solusi yang diharapkan : proses hukum
Kronologis kejadian/masalah :
Pada hari Kamis, 12 Agustus 2004 jam 13.00 WIB saat Klien sedang menyetrika tepatnya
di depan kamar tidur Klien tiba-tiba Sdr. Y (pelaku/majikan Klien) datang dari belakang
dan langsung membungkam mulut Klien dari belakang dengan menggunakan tangannya.
Kemudian Klien ditarik masuk kamar tidur Klien, dan didorong ke tempat tidur. Lalu
baju dan celana koban dilepas secara paksa oleh pelaku dan pelaku juga melepas baju dan
celananya sendiri. Kemudian badan dan wajah Klien diciumi oleh pelaku. Setelah itu
pelaku menyetubuhi Klien secara paksa yang menyebabkan rasa sakit dan perih di bagian
vagina. Pelaku melakukan perbuatan tersebut dari jam 13.00 WIB sampai dengan jam
15.00 WIB
Latar Belakang
Keluarga : Ayah dan Ibu tinggal di Blora sebagai petani. Klien berasal dari keluarga
miskin, kakak-kakaknya hanya tamatan SD dan kerja sebagai pembantu rumah tangga
seperti dirinya
Lingkungan sosial : Klien tidak bergaul dengan tetangganya karena dilarang majikan.
Ekonomi : Miskin. Gajinya hanya cukup membeli kebutuhan bulanannya sambil sesekali
mengirim ke kampung.
Genogram
Klien, 21 thn
Laki-laki
Perempuan
Korban
Klien belum tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya, ingin menuntut lebih jauh tapi
takut terhadap pelaku, lagipula klien tidak punya uang untuk ke pengadilanklien
berniat pulang kampung sementara waktu untuk menenangkan diri sambil bertani
mengingat orang tuanya miskin dan tidak mungkin membiayai kebutuhan sehariharinya.
Agar klien tetap optimis dan jangan putus asa, keperawaan bukan segalanya dan
bukan faktor penentu keberhasilan perempuan
Agar klien menelepon kembali ke PKT supaya dirujuk ke Sp (bila polisi tidak bisa
membantu biaya pendaftaran pengadilan)
Pro Justisia
Visum et Repertum
No2007/1/VIII/PKT/2004
Yang bertanda tangan di bawah ini dokter Gunawan atas permintaan tertulis dari Kepala
Kepolisian Sektor/metro Jakarta Selatan nomor 92/VER/VIII/2004/Res.Js Tanggal 14
Agustus 2004 dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal 14 Agustus 2004 pukul 13.30
WIB bertempat di Pusat Krisis Terpadu untuk Perempuan dan Anak Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional Ciptomangunkusumo, saya telah melakukan pemeriksaan atas pasien
nomor registrasi 04.023036/284-06-71, yaitu :---------------------------------------------------Nama
: S--------------------------------------------------------------------------------------
Kelamin
: perempuan---------------------------------------------------------------------------
Usia
Pekerjaan
Agama
: Islam---------------------------------------------------------------------------------
Alamat
Hasil Pemeriksaan
a. Pasien datang dalam keadaan sadar, dengan keadaan umum baik.------------------------b. Penampilan umum/ sikap tenang/kooperatif, pakaian rapi.---------------------------------c. Pasien mengaku diperkosa oleh pelaku sebanyak tiga kali dalam waktu dua jam di
dalam kamar tidur pasien pada tanggal 12 Agustus 2004 sekitar jam 13.00 WIB.------d. Riwayat haid normal/teratur, riwayat perkembangan seksual normal.--------------------Pada pemeriksaan genitalia :------------------------------------------------------------------------a. Bagian luar : pada bibir kecil bagian kiri pada arah jam tiga berupa luka robek baru
(robekan dangkal) berbentuk V yang masing-masing kakinya sepanjang tiga
milimeter dan dua milimeter.-------------------------------------------------------------------b. Selaput dara : selaput dara termasuk tipe fimbriatus atau berkelopak-kelopak, utuh.--c. Bagian dalam : tidak diperiksa.----------------------------------------------------------------Pemeriksaan laboratorium :-------------------------------------------------------------------------Fosfatase Asam negatif (-), Berberio negatif (-), Sperma negatif (-).--------------------------4
Kesimpulan
Pasien adalah seorang perempuan yang mengaku berusia dua puluh satu tahun. Pada
pemeriksaan alat kelamin ditemukan luka robek baru (robekan dangkal) pada bibir kecil
sebelah kiri akibat kekerasan tumpul, selanjutnya selaput dara utuh. Pada pemeriksaan
fisik tidak ditemukan luka-luka pada bagian tubuh lainnya.------------------------------------Demikian visum et repertum ini dibuat dengan sesungguhnya atas sumpah/janji yang
telah saya ucapkan pada waktu memangku jabatan serta sesuai dengan Undang-Undang
No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana--------------------------------------------------Jakarta 14 Agustus 2004
Mengetahui
Dokter spesialis forensik
Dokter Pemeriksa
dr. Gunawan
BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan Umum
Istilah perkosaan dalam hukum tidak ada secara eksplisit. Dalam hukum positif
Indonesia istilah perkosaan dikaitkan dengan kekerasan terhadap perempuan. Salah satu
arti perkosaan artinya ialah tindakan pemaksaan. Perkosan (rape), (rapere-Latin), berarti
mengambil sesuatu dengan kekerasan (to take by force) atau mencuri, merampas atau
mengambil (to carry away). Konotasi tepatnya adalah perkosaan untuk bersetubuh.
Perkosaan adalah bagian dari kekerasan-terhadap perempuan yang terdiri atas
kekerasan fisik, psikis dan seksual. Perkosaan adalah penggunaan ancaman, kekuatan
fisik atau intimidasi dalam rangka memperoleh relasi seksual dengan orang lain yang
bertentangan dengan kehendak orang tersebut. Laki-laki pelaku berniat bukan hanya
sekedar melampiaskan hasrat seksualnya saja, namun berkeinginan untuk menista dan
merendahkan perempuan-korban dengan cara memakai seks sebagai senjata untuk
menyatakan kekerasan, kekuatan dan agresinya.
Batasan hukum perkosaan saat ini adalah bersumber dari Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) Bab XIV tentang Kejahatan terhadap kesusilaan, pasal 285 yang
berbunyi :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan,
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Dengan demikian perkosaan adalah tindakan laki-laki menyetubuhi seorang
perempuan yang bukan istrinya dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan
sehingga delik perkosaan adalah limitatif berunsur :
1.
2.
memaksa perempuan
3.
4.
1. Persetubuhan
2. Kegagalan mencari atau memperoleh persetujuan dari korban
Batasan
perkosaan
tersebut
bergantung
pada
batasan
bersetubuh
dan
keracunan.
Batasan dalam deklarasi tersebut juga amat luas sebagaimana cakupan rumusan
hukum internasional yang mengikat secara moral masyarakat dunia dan negara-negara
anggota PBB tersebut yang meliputi bentuk, proses dan akibat-akibat yang diderita
perempuan, terlepas dari siapapun pelakunya serta kategorisasi perempuan-korbankekerasan yang mencakup mereka yang dalam rumah tangga seperti istri, anak-anak
perempuan serta sebagai warganegara berapapun usianya. Secara empirik universal, pada
budaya masyarakat dunia dan semua negara PBB ditemukan kekerasan terhadap
perempuan.
Menurut
pandangan
humanisme
dan
feminisme
sebagaimana
bab-bab
sebelumnya, perkosaan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM atau hak
fundamental manusia perempuan khususnya hak atas kehidupan, hak atas kebebasan (hak
untuk bebas menentukan pilihan sendiri) dan hak atas kepemilikan pribadi (hak bebas
menentukan dan menguasai milik pribadi, termasuk tubuhnya sendiri). Berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979) yang diperkuat
lagi melalui rumusan Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan PBB
(1993), perkosaan juga melanggar HAP, suatu hak yang merupakan bagian integral dan
tak terpisahkan dari HAM, khususnya yang berunsur hak atas persamaan (equality), hak
otonomi dan hak integritas tubuh. Hak persamaan terkait dengan motif kekerasan
terhadap perempuan karena korban semata-mata perempuan (kekerasan jender), hak
8
otonomi terkait dengan dalam relasi sosial korban dengan laki-laki, dan hak integritas
tubuh dikaitkan dengan adalah ras tertentu (rasisme) atau etnis tertentu. Perkosaan
melanggar pula HRP yang meliputi hak atas perencanaan, atas informasi dan cara
memiliki anak (berkeluarga), hak atas standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi
serta hak reproduksi lainnya tanpa diskriminasi, paksaan dan kekerasan. Perkosaan
menyebabkan perempuan korban mengalami perlukaan fisik, seksual dan guncangan
kejiwaan serta kepribadian jangka panjang yang menyebabkan kehilangan identitas
person serta eksistensi dirinya. Korban kehilangan pula hak reproduksi terpentingnya
yang berarti hilang pula hak atas kehidupan generasi sesudahnya karena tubuh
perempuan terperkosa seringkali rusak sistem reproduksinya dan persepsi seksualitasnya,
khususnya yang berkaitan dengan ketubuhannya.
Perkosaan merupakan bagian khusus tindakan kekerasan paling brutal terhadap
manusia perempuan yang konsisten terdapat pada semua jenis kekerasan terhadap
perempuan, dalam konteks korban sebagai individu, baik dalam keluarga masyarakat,
maupun negara
dengan kekerasan dengan perlukaan berat (89 90 KUHP; serta yang menyangkut
khusus perempuan sebagai korban yakni perkosaan (pasal 285), pengguguran kandungan
tanpa seijin perempuan (pasal 347), perdagangan perempuan (pasal 297) dan melarikan
perempuan (pasal 332).
Kekerasan terhadap perempuan juga tak dapat dipisahkan dari pengertian umum
tentang tindak kekerasan (violence) itu sendiri, khususnya yang terkait dengan hukum,
yakni :
(a) Unjust or unwarrranted exercise of force with the accompaniment of
vehemence, outrage or fury; (b) Physical force unlawfully exercised; abuse of force; that
force is employed against common right, against laws, and against public liberty; (c) The
exertion of any physical force so as to injure, damage or abuse.
Batasan kekerasan tidak ditemukan dalam KUHP. Namun dalam pengertian
hukum di Amerika Serikat diperoleh beberapa istilah terkait dengan kekerasan seperti
tort, khususnya intentional tort, battery, dan assault, serta battery & assault. Pengertian
intentional tort adalah perusakan atau pencederaan secara salah seseorang atau harta
milik seseorang yang mencakup assault dan battery. Selain kedua hal cakupan istilah
dalam intentional tort tersebut dikenal pula pengertian dalam Blacks Law Dictionary
adanya battery & assault.
Dari pelbagai batasan sebagaimana rumusan Pasal 1 dan 2 Deklarasi
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang amat luas bila dikaitkan dengan
pengertian-pengertian di atas yang juga cukup luas maka ciri-ciri dan unsur-unsur suatu
tindakan atau perbuatan dikategorikan sebagai kekerasan terhadap perempuan adalah :
10
11
12
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada klien telah terjadi kekerasan tumpul yang
menyebabkan luka pada bagian luar genitalia klien. Tanda-tanda persetubuhan lain seperti
ditemukannya spermatozoa dan cairan mani tidak ditemukan. Tanda-tanda kekerasan
fisik kepada klien juga tidak ditemukan.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono et al. (kontributor. Ilmu Kedokteran
Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FKUI Jakarta. 1997
2. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Cetakan Kedua. Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik FKUI. Jakarta. 1994
3. Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan HukumSebuah Pengantar. Edisi kedua.Jakarta 2003
14