Vous êtes sur la page 1sur 19

I.

IDENTITAS
Nama

: Ny. S

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 28 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tanggga

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Jalan Komplek Rindam Jaya RT 2 Jakarta Timur

Tanggal Pemeriksaan : 6 Februari 2013


Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis.

1.

ANAMNESA
Keluhan Utama

: Ingus bau

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli THT RS.Mohammad Ridwan Meuraksa dengan keluhan
keluar cairan hidung dari kedua lubang hidung sejak satu minggu. Cairan yang keluar
dari hidung berwarna kuning-kehijauan bukan darah dengan bau tidak enak. Keluhan
paling berat dirasakan pada lubang hidung sebelah kanan.
Pasien juga mengeluhan hidung tersumbat sejak satu minggu yang lalu dan
sumbatan bersifat hilang timbul, lebih sering pada pagi hari. Hidung sering terasa
gatal. Dikeluhkan juga penciuman mulai terganggu saat hidung mampat. Pasien juga
mengeluhkan adanya nafas yang bau yang dirasakan oleh pasien sendiri. Pasien sering
merasakan adanya lendir dari hidung yang tertelan di tenggorokan.
Tidak terdapat riwayat demam, tidak terdapat riwayat batuk, tidak terdapat
riwayat sakit kepala pada pasien. Pasien menyangkal keluarnya darah dari hidung dan
suara sengau. Nyeri pada wajah tidak ada.
Dikarenakan keluhannya tersebut pasien sudah mengkonsumsi obat flu yang
pasien beli dari warung, namun keluhannya masih belum membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah mengalami hidung mampat dan gangguan seperti
bersin-bersin tetapi tidak diobati, riwayat demam disangkal. pasien juga mengeluhkan
sering keluar ingus dari hidungnya

Pasien memiliki riwayat alergi dingin. Riwayat asma disangkal. Riwayat alergi
obat disangkal. Pasien memiliki riwayat sakit gigi sejak tiga tahun lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

II.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

: TD : 120/80
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,7o C

Berat Badan

: 58 Kg

STATUS GENERALIS
Kepala

: Normocephal

Mata
-

Konjungtiva
Sklera
Pupil

Leher

: Anemis -/: Ikterik -/: Bulat, Isokor, Reflek cahaya +/+


: Pembesaran kelenjar limfe (-)

Thorax
-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Simetris hemitoraks kanan dan kiri


: Simetris hemitoraks kanan dan kiri
: Sonor diseluruh lapang paru

Cor

: BJ I-II reguler murni, murmur (-),

Pulmo

gallop (-)
: SN Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen
-

Inspeksi
Auskultasi
Palasi
Perkusi

: Simetris datar
: Bising usus (+) N
: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
: Timpani pada lapang abdomen

Edema

Ekstremitas
-

Sianosis

Refleks fisiologis
Refleks patologis

:
:

Neurologis
Genitalia

+/+
-/-

: Tidak diperiksa

STATUS LOKALIS
A. TELINGA
BAGIAN
PREAURIKULER

KELAINAN
Kongenital

KANAN
-

KIRI
-

Radang

Tumor

Trauma

Nyeri tekan tragus


Kongenital

Radang

Tumor

RETROAURIKULE

Trauma
Edema

Nyeri tekan

Hiperemis

Sikatriks

Fistula

Fluktuasi
Kongenital

Kulit

Tenang

Tenang

Sekret

Serumen

Edema

Jaringan granulasi

Massa

Warna

Putih perak

Putih perak

Intak

+ pukul 5

+ pukul 5

AURIKULER

CAE

MEMB. TIMPANI

Refleks Cahaya

Gambar
membran
timpani intak

membran

refleks cahaya

timpani intak

(+) pukul 5
CAVUM TIMPANI

refleks cahaya
(+) pukul 7
Tidak dapat

Tidak dapat
dinilai

TES

dinilai

Kanan

PENDENGARAN
TES RINNE
TES WEBER
TES SWABACH

+
normal

Kiri
+
Tidak ada lateralisasi
normal

B. HIDUNG
PEMERIKSAAN
KEADAAN LUAR

KANAN

KIRI

Normal
Hiperemis

Normal
Hiperemis

Bentuk dan Ukuran


Mukosa

RHINOSKOPI

Sekret

+(encer dan jernih)

+(encer dan jernih)

ANTERIOR

Krusta

Hipertrofi

Konka Inferior
Septum deviasi

Hipertrofi
-

Polip/tumor

Pasase udara

Berkurang

Berkurang
Mukosa

septum

hiperemis

ditengah
(N)
Konka inferior

Konka media
RHINOSKOPI

Mukosa

POSTERIOR

Sekret
Choana
Fossa Rossenmuller
Massa/tumor
Os.tuba eustachius

hipertrofi

Sekret putih agak kental

Tidak dilakukan

C. CAVUM ORIS DAN OROFARING


BAGIAN
MUKOSA
LIDAH
GIGI GELIGI
UVULA
PILAR
HALITOSIS
TONSIL:
-

KETERANGAN
Tenang
Normal
Caries 6|
Normal
Tenang +/+, simetris +
+

Mukosa
Besar
Kripta
Detritus
Perlengketan

Tenang + / +
T1 T1
Melebar -/-/-/-

Gambar

Tonsil T1 T1

- Faring normal

- Uvula ditengah

FARING
-

Mukosa
Granulasi
Post nasal drip

Tenang
+ (bening)

LARING
Keterangan:
1. Epiglotis

Epiglotis
Kartilago arytenoid
Plika aryepiglotika
Plika vestibularis
Plika vikalis
Rima glotis
Trakea

Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kartilago arytenoid
Kartilago aryepiglotika
Plika vestibularis
Plika vokalis
Rima glotis
Trakea

Tidak diperiksa

D. MAXILLOFACIAL
BAGIAN

KETERANGAN

MAXILLOFACIAL
-

Bentuk
Parese N. Cranialis

Simetris
-

E. LEHER
BAGIAN

KETERANGAN

LEHER
-

Bentuk
Massa

Simetris, tidak ada deviasi trakea


-

KGB Tidak ditemukan

Trakea di tengah

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Foto Sinus paranasalis : septum relatif di midline, conca nasalis kanan-kiri hipertrofi.
Tampak perselubungan sinus maksilaris kanan
Kesan : sinusitis maksilaris kanan dengan rinitis

IV. RESUME
Ny. S berusia 28 tahun datang dengan keluhan hidung keluar cairan bau sejak
satu minggu berwarna kuning-kehijauan yang keluar dari dua sisi hidung. Pasien juga
mengeluhan hidung tersumbat yang hilang timbul, lebih sering pada pagi hari. Hidung
terasa gatal. Dikeluhkan juga penciuman mulai terganggu, nafas yang bau, ada lendir
dari hidung yang tertelan di tenggorokan. Pasien pernah mengalami hidung mampat
dan gangguan seperti bersin-bersin tetapi tidak diobati.
Pemeriksaan umum, tanda vital dan status generalis dalam batas normal.
Pemeriksaan lokalis rhinoskopi anterior ditemukan mukosa hiperemis +/+, hipertrofi
konka inferior +/+, sekret + ecer-putih / + encer-bening, pasase udara berkurang.
Pemeriksaan orofaring terdapat caries pada gigi molar 1 kanan atas, halitosis dan
tanda post nasal drip. Tidak terdapat nyeri tekan wajah.

V.

DIAGNOSIS KERJA
1.

Rinosinusitis Maksilaris Akut Bilateral et causa DD


1) Rinitis Kronik suspek alergi
2) Caries dentis molar 1 kanan atas
Caries Dentis Molar 1 kanan atas

2.

VI.

DIAGNOSIS BANDING
-

VII. PENATALAKSANAAN
Umum :

Edukasi

Menghindari faktor pencetus

Atasi permasalahan pada gigi

Olahraga teratur

Khusus :

Antibiotik golongan penisilin selama 10-14 hari


Dekongestan oral dan topikal

VIII. KOMPLIKASI
1.
2.
3.
4.

IX.

Sinusitis kronik
Osteomielitis
Tonsilofaringitis
Otitis Media Akut

EDUKASI
Minum obat sesuai anjuran dokter
Menghindari faktor alergen
Kontrol rutin

X.

RENCANA LANJUTAN
Konsultasi gigi
Pemeriksaan rinoskopi posterior
Pemeriksaan lab darah dengan menilai leukosit dan diff count
Swab hidung untuk pemeriksaan mikrobiologi
CT scan Sinus
Sinuskopi

XI.

PROGNOSIS
Quo Ad Vitam

: ad bonam

Quo Ad Functionam

: ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
RINOSINUSITIS

A. RINITIS ALERGI
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.5
Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang
secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki
peran penting. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat
di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah
memiliki kecenderungan alergi.1
Alergen
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk
sari, dan lain-lain.1
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan Misalnya: tungau
debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan serta jamur.
2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan
Misalnya: susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting dan kacang-kacangan.
3.

Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan


Misalnya: penisilin dan sengatan lebah.
4.
Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosa
Misalnya: bahan kosmetik, perhiasan.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar
terdiri dari:

1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah
sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag
berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau
memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi
respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Klasifikasi
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi : 1
1. Intermiten (kadang-kadang) :Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang
dari 4 minggu.
2. Persisten/menetap : Bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4
minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi : 1
1. Ringan

Bila

tidak

ditemukan

gangguan

tidur,

gangguan

aktivitas

harian,bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu.


2. Sedang-berat : Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
Diagnosis
Gejala rinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya
bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak
dengan sejumlah besar debu. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan

banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat
merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak
hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia.
Pemeriksaan Penunjang
Lab darah dengan menilai leukosit dan hitung eosinofil dalam darah tepi, hasilnya dapat
normal atau meningkat. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi
pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Diagnosis Banding
1. Rhinitis Non-alergik : suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan oleh
selain alergi.
Tatalaksana
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.
2. Medikamentosa
a. Antihistamin
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja
secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan
preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama
pengobatan rhinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa
kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
b. Dekongestan
Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik. Onset obat
topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik., namun dapat
menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama.

Obat

dekongestan

sistemik

yang

sering

digunakan

adalah

pseudoephedrine HCl dan Phenylpropanolamin HCl. Obat ini dapat


menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Dosis obat ini 15 mg untuk
anak 2-5 tahun, 30 mg untuk anak 6-12 tahun, dan 60 mg untuk dewasa,
diberikan setiap 6 jam.
c. Antikolinergik
Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk
mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan
sel efektor. 1
d. Kortikosteroid
Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat
respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai
adalah kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,
mometason, furoat dan triamsinolon). Kortikosteroid topikal bekerja untuk
mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran
protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah
bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif
terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat). Preparat
sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin
menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat. Pada
respons fase lambat, obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan
menghambat aktifasi sel netrofil, eosinofil dan monosit. Hasil terbaik dapat
dicapai bila diberikan sebagai profilaksis. 1
3. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan
sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking
antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan
yaitu intradermal dan sublingual. 1
Komplikasi
1. Polip hidung. Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan
salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip
hidung.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.


3. Sinusitis paranasal.
B. SINUS PARANASAL
Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada di tengkorak. Ada delapan
sinus paranasal. Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan
posterior), sinus maksila kanan dan kiri, sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini
dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara, dan semua
bermuara di rongga hidung melalui ostium masing masing. Secara embriologis, sinus
paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya pada
fetus saat usia 3-4 bulan, kecuali sinus frontalis dan sphenoidalis. Sinus-sinus ini
umumnya mencapai besar maksimum pada usia 15-18 tahun. (4)
Sinus paranasal divaskularisasi oleh arteri carotis interna dan eksterna serta vena
yang menyertainya seperti a. Ethmoidalis anterior, a. ethmoidalis posterior dan a.
sfenopalatina. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid. (4)

Fungsi sinus paranasal adalah :


Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga
bisa untuk perluasan, Sebagai pengatur udara (air conditioning), Peringan cranium,
Resonansi suara, Membantu produksi mukus (4)

C. SINUSITIS

Sinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa sinus paranasal yang terjadi karena
alergi atau infeksi virus (Rhinovirus, influenza, parainfluenza), bakteri (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxelta catarrhalis) maupun jamur.
Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Secara epidemiologi yang paling sering terkena
adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis, sehingga sinusitis
sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Sinusitis bisa bersifat akut (dengan batas
sampai 4 minggu), sub akut bila terjadi antara 4 minggu sampai 3 bulan atau 12 minggu
dan kronik bila lebih dari 3 bulan atau 12 minggu.

(2)

ETIOLOGI SINUSITIS
1) Virus : Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas. 2) Bakteri : Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa
jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit,
misalnya Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae. Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi
virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang
biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut. 3) Jamur,
Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada orang
orang tertentu, sinusitis merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur. 4)
Peradangan menahun pada saluran hidung, pada penderita rhinitis alergika bisa terjadi
sinusitis akut demikian pula halnya pada penderita rhinitis vasomotor. 5) Penyakit
tertentu, Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan
penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik) (11)
PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi kesehatan sinus paranasal dipengaruhi olehPatensi ostium-ostium
sinus. Lancarnya daya pembersihan mukosiliar (mucocilliary clearance) yang berada di
dalam kompleks osteomeatal (KOM).

Jika terdapat gangguan pada KOM dapat menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi
dan pembersihan mukosa. Sistem transport mukosiliar merupakan sistem yang bekerja
secara aktif dan simultan tergantung pada gerakan silia untuk mendorong gumpalan
mukus dan benda asing yang terperangkap masuk saat menghirup udara melalui sistem
pengangkutan di saluran pernafasan atas dan bawah hingga ke saluran pencernaan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak akan dapat bergerak dan
ostium sinus akan tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi, yang mula-mula berupa cairan serous. Kondisi
inilah yang dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan. Namun bila kondisi menetap, sekret yang terkumpul
dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri.
Sekret menjadi purulen dan keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial yang
memerlukan terapi dengan disertai antibiotik. Jika terapi tidak berhasil proses berlanjut
dan terjadi hipoksia sehingga bakteri anaerob berkembang, mukosa makin membengkak
dan merupakan rantai siklus yang terus berputar hingga akhirnya terjadi perubahan
mukosa menjadi kronik. (3)
MANIFESTASI KLINIS
Sinusitis Akut
Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu :

hidung tersumbat, ingus kental berbau yang kadang dan mengalir ke nasofaring (post
nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di
daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
Sinusitis Maksilaris : nyeri terasa di bawah kelopak mata, nyeri alih didahi dan depan
telinga. Wajah terasa bengkak, penuh. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul
dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.
A. Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata
bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid
jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat komplikasi.
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus medius,

sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sphenoid nanah tampak keluar
dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional test
yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit, dan provokasi test,
yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian
pasien disuruh menelan ludan dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis
maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung. ( 6 )
KRITERIA DIAGNOSIS
International Conference on Sinus Disease 1995 membuat kriteria mayor dan
minor untuk mendiagnosa rhinosinusitis kronis. Rinosinusitis didiagnosa apabila
dijumpai 2 atau lebih gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor.
Gejala Mayor :
Obstruksi hidung
Sekret pada daerah hidung/ sekret belakang hidung yang sering disebut PND
(Postnasal drip)
Sakit kepala
Nyeri /rasa tertekan pada wajah
Kelainan penciuman(Hiposmia / anosmia)
Gejala minor :
Demam
Halitosis
Batuk dan iritabilitas
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga
tampak lebih suram dibanding yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus
yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau meatus
superior. (5)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sinusitis tergantung dari etiologi yang ditimbulkan, untuk itu kita
harus dapat bisa membedakan darimana etiologi sinusitis berasal. Penyakit sinusitis
yang diawali dengan rhinoviral pada umumnya akan membaik pada 7-10 hari, gejalanya
menyerupai dengan sinusitis yang disebabkan oleh bakteri, namun mereka memiliki
perbedaan dalam hal warna dan kualitas nasal discharge, sinusitis yang disebabkan oleh
virus memiliki warna yang jernih, konsistensi encer, sedangkan sinusitis yang
disebabkan oleh bakteri memiliki warna nasal discharge yang kuning kehijauan, dengan
konsistensi kental, serta diagnosis untuk sinusitis bakteri akut memerlukan gejala yang
terus menerus selama 10 hari atau memburuknya gejala setelah 5-7 hari.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut
bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
saluran ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti
amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta laktamase,
maka dapat diberikan antibiotik-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke 2. Pada
sinusitis, antibiotik diberikan selama sepuluh hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
(2)

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl
atau pemanas. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya yang
dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksilaris atau Proetz displacement therapy
juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.(2)
Tindakan operasi bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan
operasi terkini untuk sinusitis kronik. Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
irreversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Irawati. N dkk. Rinitis Alergi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Dan Leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 128-134
2. Mangunkusumo, Endang, Soetjipto D. Sinusitis, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
3. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
4. Damayanti, Endang. Sinus Paranasal. BukuAjar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan
Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta2002, 115 119.
5. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The diagnosis and Treatment of sinusitis. Inadvanced
Studies in Medicine. Vol 3 no. 9 495-505
6. Mangunkusumo E, Nusjirwan, R. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Balai Penerbit FK UI. Jakarta 2002, 121-125
7. Arif dkk. Sinusitis. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3,Penerbit Media Ausculapius FK
UI, Jakarta. 2001. hal 102 106
8. Adam Boies, H. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta. : 240 260
9. Auwandy A. Refrat Penatalaksanaan sinusitis. THT RSUD Swadana Kudus. Diakses
dari

http://ml.scribd.com/doc/88424925/Isi-Referat-Edited-Baru.

Tanggal

12

Februari 2013.
10. Wahyudi S. Anti Mikroba. Instalasi Farmasi RSUD Curup. Diakses dari :
http://ifrsudcurup.wordpress.com/2009/06/25/anti-mikroba/. Tanggal 12 Februari
2013.
11. Dtriawati. Makalah Sinusitis. Diakses dari :
http://ml.scribd.com/doc/71038813/Referat-Sinusitis-Plus-Gambar. Tanggal 10
Februari 2013.

Vous aimerez peut-être aussi