Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
Ananta Cahya Nugroho
Achmad Nugroho
Dimas Visa Aditya
Hasroni Fathurrahman
Widya Sakti Pratama
Pembimbing :
Prof. Paul Tahalele Sp.B Sp.BTKV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antiboitika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapar dibuat
secara sintesis. Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba khususnya yang
merugikan manusia (Katzung, 2007).
Banyaknya golongan dan turunan antibiotika pada zaman sekarang ini diharapkan
para dokter untuk mempergunakan antibiotik secara bijak dan rasional sesuai bidang keahlian
dan spesialistik masing-masing (Utami, 2012).
Antibiotika harus digunakan secara rasional, sehingga antibiotik dapat digunakan
secara efektif dan efisien dengan efek samping sekecil-kecilnya bagi penderita dan
masyarakat. Tindakan ini juga berdampak mengurangi biaya tanpa mengorbankan penderita /
masyarakat terhadap pemilihan antibiotik yang salah (DarmansjahI.1994). Antibiotika yang
rasional mencakup beberapa hal yaitu harus tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat
dosis regimen, serta harus waspada terhadap efek samping obat yang dapat timbul (Utami,
2012). Apabila penggunaan antibiotika yang tidak rasional terus dilakukan, dampak buruk
yang akan ditimbulkan selain tersebut d atas adalah terjadinya resistensi. Apabila resistensi
terhadap pengobatan terus berlanjut tersebar luas, dunia yang sangat telah maju dan
canggih ini akan kembali ke masa-masa kegelapan
kedokteran
seperti
sebelum
ditemukannya antibiotika. Maka dari itu kita sebagai tenaga kesehatan harus lebih berperan
aktif pada usaha pencegahan terjadinya resistensi antibiotik dengan selalu bijak dan rasional
dalam menggunakan antibiotik baik sebagai tindakan profilaksis ataupun terapi definitif
(APUA, 2011).
Pada bagian bedah kita mengenal adanya antibiotik profilaksis, yaitu antibiotik yang
hanya digunakan untuk tindakan dengan kejadian infeksi yang tinggi dan tindakan dengan
konsekuensi infeksinya sangat serius. Jenis mikroorganisme patogen yang diduga
menginfeksi luka pada bedah urologi adalah E. coli dan Pseudomonas, klebsiella
Tujuan dari pemberian antibiotik profilaksis adalah untuk mengurangi insidensi
infeksi luka pascabedah. Sangat penting untuk mengenal perbedaan antara profilaksis dan
pengobatan empirik. Profilaksis merupakan prosedur yang berhubungan dengan angka
infeksi yang tinggi, dimana mempunyai konsekuensi infeksi yang serius. Disini antibiotik
sebaiknya dapat menutupi organisme yang paling mungkin akan mengkontaminasi dan akan
berada di jaringan pada saat dilakukan insisi awal. Terapi empirik merupakan kelanjutan dari
penggunaan antibiotik setelah prosedur operasi dan berdasarkan penemuan pada saat
berlangsungnya operasi. Profilaksis yang tidak tepat dapat disebabkan oleh pemakaian
spektrum luas (broad spectrum) dan sebagai terapi lanjutan tanpa rekomendasi periode
waktu. Cara ini dapat meningkatkan risiko efek samping dan akan menyebabkan organisme
menjadi resistan.
Antibiotik profilaksis adalah antibiotik digunakan bagi pasien yang belum terkena
infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya, atau bila terkena
infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien. Penggunaan antibiotik di rumah sakit,
sekitar 30-50 % untuk tujuan profilaksis bedah. Profilaksis bedah merupakan pemberian
antibiotik sebelum adanya tanda-tanda dan gejala suatu infeksi dengan tujuan mencegah
terjadinya manifestasi klinik infeksi. Obat- obatan profilaksis harus diarahkan terhadap
organisme yang mempunyai kemungkinan terbesar dapat menyebabkan infeksi, tetapi tidak
harus membunuh atau melemahkan seluruh patogen. Dengan mengetahui farmakologis
antibiotik secara spesifik, maka terapi penyakit dapat dimaksimalkan dan angka kesembuhan
pasien dapat ditingkatkan dengan menurunkan tingkat resistensi mikroba terhadap antibiotik
(Utami 2012).
Tujuan dari pemberian antibiotik profilaksis adalah untuk mengurangi insidensi
infeksi luka pascabedah. Sangat penting untuk mengenal perbedaan antara profilaksis dan
pengobatan empirik. Profilaksis merupakan prosedur yang berhubungan dengan angka infeksi
yang tinggi, dimana mempunyai konsekuensi infeksi yang serius. Disini antibiotik sebaiknya
dapat menutupi organisme yang paling mungkin akan mengkontaminasi dan akan berada di
jaringan pada saat dilakukan insisi awal. Terapi empirik merupakan kelanjutan dari
penggunaan antibiotik setelah prosedur operasi dan berdasarkan penemuan pada saat
berlangsungnya operasi. Profilaksis yang tidak tepat dapat disebabkan oleh pemakaian
spektrum luas (broad spectrum) dan sebagai terapi lanjutan tanpa rekomendasi periode
waktu. Cara ini dapat meningkatkan risiko efek samping dan akan menyebabkan organisme
menjadi resistan (Harley, 1985).
Adapun antibiotik yang dibahas di makalah ini hanya membahas mengenai
antibiotika yang sering digunakan dalam bidang Bedah Urologi.
B. Masalah
1. Golongan-golongan obat antibiotik apa yang digunakan di bidang Urologi?
2. Bagaimana farmakologis dari antibiotik yang digunakan di bidang Urologi?
C. Tujuan
Adapun tujuan kami membuat makalh ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang golongan obat antibiotic yang digunakan di
bidang Urologi
2. Untuk mengetahui tentang farmakologis dari antibiotik yang digunakan di bidang
Urologi
BAB II
Tinjauan Pustaka
Dalam bidang urologi, penggunaan antibiotik bertujuan untuk dua hal yaitu sebagai
tindakan profilaksis dan sebagai tindakan terapi definitif. Karena urologi sebagai cabang ilmu
kedokteran yang melakukan terapi medis maupun terapi yang berupa tindakan bedah, maka
tidak jarang pemakaian antibiotik digunakan sebagai profilaksis pada tindakan bedah. Selain
itu, banyak tindakan dibidang urologi yang dapat menimbulkan resiko infeksi dikarenakan
selalu berhubungan dengan saluran kemih yang diketahui berhubungan langsung dengan
dunia luar, sehingga resiko infeksi yang terjadi oleh karena infeksi bakteri sangat tinggi, oleh
sebab itu tidak jarang digunakan antibiotik pada tindakan urologi. Diantara tindakan urologi
yang paling sering menggunakan antibiotik salah satunya adalah pada pemakaian selang
kateter jangka lama (Ranan, 2009).
Penggunaan antibiotik yang rasional harus berdasarkan pertimbangan peta pola
bakteri dan tingkat resistensi terhadap antibiotik. Hal ini ditujukan agar mencegah
meningkatnya peningkatan jumlah bakteri yang resisten terhadap antibiotik, sehingga tercapai
terapi yang efektif. Dibawah ini adalah data-data dan tabel peta pola bakteri dan resistensi
terhadap antibiotik di bagian Urologi RS dr. Sutomo, Surabaya (Departemen Mikrobiologi
RSUD dr, Soetomo 2013)
Total
Prosen
49
167
44,30
31
28
78
20,69
29
17
54
14,32
15
20
12
47
12,47
2,39
2,39
1,33
2,12
131
144
102
377
100
Juli
Agustus
Septembe
r
1. Escherichia coli
56
62
2. Klebsiella spp
19
3. Stapylococcus
epidermidis
4. Pseudomonas spp
5. Proteus sp
6. Candida
7. Staphylococcus aureus
8. Lain-lain
Resisten
Prosen
48
24
50,00
48
23
47,92
47
35
74,47
51
44
86,28
Klorampenikol (C 30)
51
32
62,75
Eritromisin (E 15)
51
31
60,78
Klindamisin (DA)
50
25
50
Kloksasilin (OB 5)
49
43
87,76
Klebsiella spp
Psedomonas spp
Total
Resiste
n
Prose
n
Total
Resiste
n
Prose
n
Total
Resiste
n
Prosen
Sefoperason (CFP)
43
31
72,09
98
26
26,53
15
11
73,33
Sefotaksim (CTX30)
137
48
35,04
66
41
62,12
39
37
94,87
Sefotiam (CTM30)
104
56
53,85
54
54
66,67
24
24
100
Seftasidim (CAZ30)
20
40
33,33
B. Golongan lain
Escherichia coli
Klebsiella spp
Psedomonas spp
Antimikroba
Total
Resisten
Prosen
Total
Resisten
Prosen
Total
Resisten
Prosen
67
57
85,08
33
22
66,67
23
11
47,83
Asam
Nalidiksat
(NA30)
91
70
76,92
51
44
86,28
18
18
100
Dibekasin
(DKB30)
104
91
87,50
49
45
91,84
28
20
71,43
Fosfomisin
(FOM50)
110
24
21,82
68
46
67,65
39
30
76,92
Kotrimoksaso
51
47
92,17
29
28
96,55
13
12
92,31
Amikasin
(AK30)
l (SXT25)
Meropenem
(NEM10)
159
5,66
62
1,61
41
2,44
112
29
25,89
48
29
60,42
25
16
Siprofloksasi
n (CIP5)
Hasil uji kepekaan bakteri terhadap beberapa jenis Antibiotika kultur urine 7 dan 14 hari, di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2010
Kuman E coli
Kuman Klebsiela
Kuman Enterobacter
aeruginosa
Antibiotika
Sensitif
Resisten
Sensitif
Resisten
Sensitif
Resisten
Amoxycillin-Clavulanic Acid
(AMC)
5 (50%)
5 (50%)
2 (33,33%)
4 (66,66%)
1 (100%)
Astreonam (ATM)
1 (50%)
1 (50%)
1 (100%)
1 (100%)
Amikacin (AK)
1 (100%)
1 (100%)
Amoxycillin (AML)
Cefotaxime (CTX)
6 (66,66%)
3 (33,33%)
1 (16,66%)
5 (83,33%)
Ceftriaxone (CRO)
3 (75%)
1 (25%)
1 (100%)
1 (100%)
Ceftazidime (CAZ)
9 (100%)
3 (50%)
3 (50%)
1 (100%)
Gentamycin (CN)
7 (100%)
1 (33,33%)
2 (66,66%)
1 (100%)
Ciprofloxacin (CIP)
3 (30%)
7 (70%)
3 (60%)
2 (40%)
1 (100%)
Chloramphenicol (C)
Cefepime (FEP)
9 (90%)
1 (10%)
4 (100%)
1 (100%)
Erythromycin (E)
Nitrofurantoin (F)
7 (87,5%)
1 (12,5%)
2 (40%)
3 (60%)
1 (100%)
Kanamycin (K)
4 (44,44%)
5 (55,55%)
1 (25%)
3 (75%)
Meropenem (MEM)
9 (90%)
1 (10%)
5 (100%)
1 (100%)
2 (22,22%)
7 (77,77%)
1 (20%)
4 (80%)
1 (100%)
Ampicillin-Sulbactam (SAM)
4 (40%)
6 (60%)
1 (25%)
3 (75%)
Cotrimoxazole (SXT)
2 (33,33%)
4 (66,66%)
5 (100%)
1 (100%)
Cefoperazone-Sulbactam (SCF)
10 (100%)
5 (100%)
1 (100%)
Tetracyclin (TE)
2 (22.22%)
7 (77,77%)
3 (100%)
Berikut ini beberapa antibiotik yang sering digunakan di bidang urologi baik sebagai
terapi profilaksis maupun terapi definitf. Antibiotik yang akan dibahas meliputi antibiotik
golongan Quinolon (Ciprofloxacin, Levofloxacin), Cephalosporin (Cefotaxim, Ceftazidim,
Ceftriaxon), Nitromidazole (metronidazole), Penicillin (Ampicillin Sulbactam), Carbapenems
(meropenem), Aminoglikoside (gentamicyn), Sulfonamide (Trimethoprim Sulfamethoxazole)
(Ranan, 2009).
1. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-quinolone
carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone (Sulistya, 2008).
1.1.Farmakodinamik
Ciprofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat aktivitas DNA gyrasi bakteri, bersifat bakterisidal dengan
spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun negatif (Sulistia, 2008).
1.2.Farmakokinetik
Ciprofloksasin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, biovailabilitas
absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke
berbagai jaringan serta cairan tubuh. Metabolismenya di hati dan dieksresi terutama melalui
urin (Katsung, 2007).
1.3. Indikasi
Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka terhadap
ciprofloxacin, antara lain pada :
- Saluran kemih termasuk prostatitis.
- Uretritis dan serpisitis gonore.
- Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid.
- Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus.
- Kulit dan jaringan lunak.
- Tulang dan sendi (Katzung, 2007).
1.5.Komposisi
Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mg
Ciprofloxacin 500 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500 mg.
1.6. Dosis
ISK tak terkomplikasi 250 mg/hari selama 3 hari. ISK terkomplikasi : 250 mg/hari selama 10
hari. Pielonefritis akut : 250 mg/hari selama 10 hari. Prostatitis : 500 mg/hari selama 28 hari.
Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila bersihan kreatinin kurang
dari 20 ml/menit maka dosis normal yang dianjurkan harus diberikan sehari sekali atau
dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya
penyakit.Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit
3 hari sesudah gejala klinik hilang (Sulistya, 2008).
- Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin harus ditelan dengan
cairan
- Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal (lihat keteranga pada
dosis )
- Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan
- Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan bermotor atau
menjalankan mesin (Sulistya, 2008).
Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:
- Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
- Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia
-Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
- Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah mengalami
kerusakan hati.
- Bila terjadi efek samping konsultasi ke Dokter (Katzung, 2007)
2. Levofloxacin
2.1.
Farmakodinamik
Levofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat aktivitas DNA gyrasi bakteri, bersifat bakterisidal dengan
spektrum luas (Katzung, 2007).
2.2.Farmakokinetik
Bioavailabilitas pada penggunaan per oral sebesar 99 persen, dan hal ini tidak
dipengaruhi makanan. Levoflokasin yang dikonsumsi per oral mengalami absorpsi yang
cepat dan lengkap. Setelah pemakaian dosis 500-750 mg, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai konsentrasi maksimal dalam darah pada pasien dengan fungsi ginjal normal adalah
satu sampai dua jam.
Selain itu, levofloksasin memiliki daya penetrasi ke jaringan dan cairan tubuh yang
sangat baik. Konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan plasma didapatkan pada cairan di
sekitar epitel, makrofag alveolus, mukosa bronkus, dan jaringan paru. Distribusi yang baik
didapatkan pada jaringan kulit, jaringan lunak, dan saluran kemih.
Keuntungan lain dalam penggunaan levofloksasin adalah waktu paruh yang panjang
sehingga memudahkan dalam penggunaan, yakni sekali dalam sehari
Pengunaan bersamaan dengan NSAID dapat meningkatkan risiko stimulasi Susunan Saraf
Pusat dan serangan kejang
Perlu penyesuian dosis teofilin bila digunakan bersama dengan levofloxacin.
Penggunaan bersamaan dengan warfarin, perlu monitor Prothrombin time atau uji koagulasi
lainnya yang sesuai.
Dianjurkan untuk melakukan pengawasan kadar glukosa darah bila levfloxacin digunakan
bersamaan dengan obat antidiabetik oral.
Penggunaan levofloksasin harus memperhatikan fungsi ginjal. Hal ini disebabkan obat
tersebut mengalami metabolisme yang terbatas dan diekskresi secara utuh melalui urin
sejumlah 60-87 persen dalam waktu 72 jam pertama. Kurang dari dua persen diekskresikan
melalui tinja. Penggunaan levofloksasin dianjurkan menyesuaikan dengan fungsi ginjal jika
bersihan kreatinin pasien sudah di bawah 50 ml/menit. Jika bersihan kreatinin 20-49
ml/menit, dosis obat 250 mg tiap 24 jam, dan jika bersihan kreatinin kurang dari 20 ml/menit
atau pasien yang sudah mendapat terapi pengganti ginjal, dosis obat 250 mg tiap 48 jam
(Sulistyana, 2008).
2.3.Indikasi obat
- Infeksi Saluran Kemih dengan komplikasi.
- Pielonefritis akutBronkitis kronis dengan eksasrebasi akut.
- Sinusitis maksilaris akut.
- Infeksi kulit dan struktur kulit.
- Community Acquired Pneumonia (Katzung, 2007).
Diare, mual, vaginitis, kembung, pruritus, kemerahan kulit, nyeri abdomen, moniliasis
genital.
Levofloksasin dapat menimbulkan efek samping terhadap sistem saraf pusat, yaitu
sakit kepala, pusing, gangguan tidur, dan yang jarang adalah kejang. Hal tersebut
berhubungan dengan ikatan pada reseptor GABA yang akan menstimulasi sistem saraf pusat.
Insiden efek samping tersebut sebesar 0,2-1,1%, lebih rendah bila dibandingkan dengan
insidennya pada fluorokuinolon jenis lain (0,2-5,4%). Selain memberikan efek terhadap
sistem saraf pusat, penggunaan fluorokuinolon dapat menyebabkan pemanjangan interval QT.
Namun, kejadian tersebut lebih rendah pada levofloksasin dibandingkan dengan
fluorokuinolon jenis lain. Sebagai contoh, moxifloxacin dapat menyebabkan pemanjangan
interval QT sampai 0,0178 detik bila diberikan dengan dosis 800 mg. Sedangkan
levofloksasin dosis tinggi (1000 mg) hanya sedikit menyebabkan pemanjangan interval QT,
yaitu 0,0015 0,0039 detik (Sulistyana, 2008).
Selain efek samping terhadap sistem saraf pusat dan kardiovaskular, pemakaian
fluorokuinolon perlu sangat berhati-hati pada usia lanjut. Beberapa fluorokuinolon (lomefloxacin, enoxacin, dan gatifloxacin) berhubungan dengan kejadian hipoglikemia pada pasien
usia lanjut, terutama saat diberikan bersamaan dengan obat antidiabetik oral seperti gliburid.
Akan tetapi, efek tersebut tidak terlalu besar pada penggunaan levofloksasin atau
ciprofloxacin. Pada studi Yamada, dkk., disebutkan bahwa efek gatifloxacin, levofloxacin,
dan ciprofloxacin dalam menurunkan transport glukosa berturut-turut sebesar 41%, 28%, dan
21%.
Levofloksasin juga dapat melewati sawar plasenta dan masuk ke air susu ibu. Konsentrasi dalam air susu ibu sama dengan konsetrasi dalam plasma. Pemakaian levofloksasin pada
kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan menimbulkan kelainan kongenital
pada janin. Levofloksasin juga tidak bisa diberikan untuk anak-anak karena dapat
menimbulkan gangguan muskuloskeletal seperti athralgia, arthritis, tendonopati, dan
gangguan berjalan (Sulistyana, 2008).
2.6. Dosis
Dosis yang direkomendasikan untuk terapi pneumonia komunitas, bronkitis kronis
eksaserbasi akut, sinusitis maksilaris akut, dan infeksi kulit adalah 500 mg sekali sehari.
Pasien dengan infeksi kulit dan jaringan sekitarnya, dosis yang dianjurkan pada fungsi ginjal
normal adalah 750 mg satu kali per hari.
Selain penggunaan per oral, levofloksasin juga sering digunakan secara intravena
dalam dosis 500 mg atau 750 mg. Penggunaan levofloksasin intravena disarankan
berlangsung selama 1 jam untuk dosis 500 mg dan 1,5 jam untuk dosis 750 mg.
Dibandingkan penggunaan per oral, konsentrasi maksimum dalam darah sedikit lebih tinggi
didapatkan setelah penggunaan levofloksasin intravena 500 mg. Namun, pada fase distribusi,
konsentrasi obat dalam plasma tidak berbeda jauh hasilnya pada kedua jalur pemberian
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan levofloksasin oral ataupun intravena
memberikan bioekivalensi yang kurang lebih sama (Katzung, 2007)
3.
3.1. Farmakodinamik
tergantung
jenis
organismenya.Cefixime
stabil
terhadap
-laktamase
yangdihasilkan oleh beberapa organisme, dan mempunyai aktivitas yang baik terhadap
organisme
penghasil
enzim
-laktamase.(Sulistiya.2008).
Pada
umumnya
golongan
3.2.Farmakokinetik
Absorbsi cefixime melalui oral berjalan lambat dan tidak lengkap. Bioavailabilitas
absolute sekitar 40-50%. Dalam bentuk suspensi obat ini diserap lebih baik dari bentuk tablet.
Kadar tinggi terdapat pada empedu dan urine.Penetrasi ke dalam sputum, tonsil, jaringan
maxillary sinus mucosal, otorrhea, cairan empedu dan jaringan kandung empedu adalah
baikTidak ditemukan adanya metabolit yang aktif sebagai antibakteri di dalam serum atau
urin..Cefixime terutama diekskresikan melalui ginjal.Jumlah ekskresi yang melalui urin 50%
merupakan bentuk seddiaan obat yang tidak berubah. Eliminasi juga terjadi melalui feces
(10%).Waktu paruh serum adalah 3-4 jam.Ikatan protein dari cefixime yaitu 65%.
(Katzung.2007)
Untuk mengobati Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh
Escherichia coli dan Proteus mirabilis (Ranan, 2009).
3.5.Komposisi
Cefixime
400
mg
Tiap
tablet
mengandung
Cefixime
400
mg
3.6. Dosis
Untuk infeksi saluran kemih :400 mg/haridosis tunggal atau dosis terbagi setiap 12 jam.Dosis
untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal adalah bila bersihan kreatinin kurang dari 20
ml/menit maka dosisnya adalah 200mg/ hari.Bila bersihan kreatinin antara 21 60 ml/menit
maka dosisnya adalah 260mg/ hari.Bila bersihan kreatinin diatas 60
ml/menit maka
(6R,7R)-7-[(2Z)-2-(2-amino-1,3-thiazol-4-yl)-2-(methoxyimino)acetamido]-3-{[(2-methyl5,6-dioxo-1,2,5,6-tetrahydro-1,2,4-triazin-3-yl)sulfanyl]methyl}-8-oxo-5-thia-1azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-2-carboxylic acid
pada akhirnya lisis akibat enzim-enzim autolitik dinding sel akan terus bekerja ketika
pembentukan dinding sell terhenti.(Katzung.2007)
4.2.Farmakokinetik
Sediaan Ceftrixon akan diserap baik melalui injeksi muskular / IM, dengan peak
plasma time IM sekitar 2-3 jam.Distribusi terjadi ke seluruh tubuh termasuk kandung kemih,
paru-paru, tulang, empedu dan cairan serebro spinal ( konsentrasi meningkat pada kasus
meningitis), menembus plasenta, masuk ke dalam cairan amnion dan air susu
ibu.Metabolisme terjadi di hati.Ceftriaxon terutama diekskresikan melalui ginjal.Jumlah
ekskresi yang melalui urin 33-65% merupakan bentuk seddiaan obat yang tidak berubah.
Eliminasi juga terjadi melalui feces. Waktu paruh serum adalah 5-9 jam dan Ikatan protein
dari ceftriaxon yaitu 85-95%.(Medscape.2014)
Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan ceftriaxon adalah indurasi
ditempat suntikan,eosinophilia, trombositosis,diare, peningkatan enzim transaminase di hati,
leukopenia, peningkatan kadar BUN (Sulistyana, 2008).
4.6. Dosis
Dosis yang direkomendasikan untuk terapi infeksi saluran kemih adalah 1-2 g/hari
IV/IM dosis tnggal atau dosis terbagi setiap 12 jam per hari selama 4 - 14 hari tergantung
tingkat keparahan infeksi. Pencegahan STD (Gonorrhea) dengan dosis 250mg IM sekali yang
merupakan kombinasi dari 3 sediaan yaitu Ceftriaxon/cefixim + Metronidazole +
Azithromycin/doxycycline.(Medscape.2014)
5. Ceftazidime
Ceftazidime
(6R,7R,Z)-7-(2-(2-aminothiazol-4-yl)-2-(2-carboxypropan-2-yloxyimino)
acetamido)-8-oxo-3-(pyridinium-1ylmethyl)-5-thia-1-aza-bicyclo[4.2.0]oct-2-ene-2carboxylate merupakan salah satu obat sintetik derivat sefalosporin ( Katzung, 2007).
5.1.Farmakodinamik
Ceftazidime merupakan sefalosporin generasi 3, merupakan antibiotik spektrum luas,
altif terhadap bakteri gram negatif, termasuk Pseudomonas. Memiliki efikasi yang lebih
rendah terhadap gram positif, tapi efikasi yang lebih tinggi terhadap organisme resisten.
Ceftazidime bekerja menghentikan pertumbuhan bakteri dengan berikatan pada satu atau
lebih penicillin-binding protein, yang kemudian akan menghambat langkah transpeptidasi
akhir dalam sintesis dinding sel bakteri (Katzung, 2007).
5.2.Farmakokinetik
Ceftazidime diberikan secara IV dan IM. Terikat pada protein plasma sekitar 17-20%.
Waktu paruh dalam plasma adalah 1,8 jam. Tidak mengalami metabolisme, dan diekskresi
secara itu melalui urin (75-85%) (Katzung, 2007).
5.3. Indikasi
Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh kuman yang susceptible antara lain:
1. Infeksi saluran kemih
2.Infeksi saluran pernafasan bagian bawah
3. Infeksi umum: septikemia, bakterimia, peritonitis, meningitis, penderita ICU dengan
problem spesifik, misalnya luka bakar yang terinfeksi
5.5. Komposisi
vial injeksi ceftazidime 1 g : mengandung 1 g ceftazidime (Medscape, 2004)
5.6. Dosis
1.Dosis dewasa: Dosis seftasidim yang digunakan untuk orang-orang dewasa adalah 1-6
g/hari, dapat diberikan masing-masing 500 mg.
2.Dosis anak: Dosis lazim untuk anak-anak yang berusia lebih dari 2 bulan adalah 30-100
mg/kg/hr.
3.Dosis bayi dibawah 2 bulan: Dosis 25-60 mg/kg/hr diberikan sebagai dosis terbagi 2 kali
sehari, telah terbukti efektif.
Untuk infeksi saluran kemih :
- Ringan sampai sedang : 500 mg 1 g 2 kali perhari
- Berat : 1 g setiap 8 jam atau 2 g setiap 12 jam
ISK tak terkomplikasi dan terkomplikasi 500 mg 1 g/12 jam selama 3 hari.
Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.
Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit 3 hari
6. Metronidazole
6.1.Farmakodinamik
Mengurangi produk yang berinteraksi dengan DNA dan berakibat kehilangan struktur
helix DNA, dapat menghambat sintesis protein, dapat memicu kematian sel (Katzung, 2007)
6.2.Farmakokinetik
Per-oral diabsorbsi dengan baik, topical 1 g diabsorbsi 10 kali lebih kecil daripada
per-oral, Distribusi metronidazoledi saliva, empedu, cairan semen, ASI, tulang, liver,
absesliver, paru, secret vagina, dapat melewati plasenta dan blood brain barier. PB < 20 %,
peak 1 2 jam, waktu paruh pada neonatus sekitar 25 75 jam, dewasa 6 8 jam dan ,
meningkat pada gangguan ginjal, metabolisme metronidazole 30 60 % di liver, eliminasi di
urin 20% - 40% tak diubah, 6 15 % melalui feses (Katzung, 2007).
6.3. Indikasi
- Urethritis dan vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
- Amoebiasis (amoebiasis hepatik dan intestinal).
- Mencegah terjadinya infeksi anaerob setelah operasi.
6.5.Komposisi
- Metronidazole tersedia dalam bentuk tablet 250mg dan 500mg. Suspensi 125mg / 5ml.
- infus metronidazole 500 ml berisi metronidazole 500 mg
- Metronidazole gel vagina, 0,75% adalah solusi, air gel dimurnikan, yang mengandung
metronidazol pada konsentrasi 7,5 mg / g(0,75%) (Medscape,2009)
6.6. Dosis
Untuk Giardiasis.Dewasa : 250 mg sampai 500 mg, 3 kali per hari selama 5 sampai 7
hari.Atau 2 gram sehari sebagai dosis tunggal, selama 3 hari. Anak-anak : 5 mg/kg
Untuk infeksi bakteri anaerob : Untuk infeksi yang cukup serius, Metronidazole infus
harus diberikan sebagai pengobatan awal. Dewasa : 7,5 mg/kg berat badan setiap 6
jam, (kira-kira 500 mg untuk berat badan dewasa 70 kg) maksimal 4000 mg sehari
selama 7 sampai 10 hari (Medscape, 2004).
Hati-hati penggunaan pada pasien dengan penyakit sistem saraf pusat, gangguan pada
CNS telah dilaporkan pada beberapa kasus, dan akan hilang apabila penggunaan
Metronidazole dihentikan.
Efek samping yang lebih serius adalah neuropati perifer, bangkitan konvulsif.
Rasa tidak enak di mulut, furred tongue, mual, muntah atau gangguan saluran cerna
sering dilaporkan.
Mengantuk, pusing, sakit kepala, ataksia dan urin berwarna gelap (karena metabolit
Metronidazole) pernah dilaporkan meskipun jarang.
7. AMPISILIN SULBAKTAM
7.1.
Indikasi
1. Infeksi ginekologi
1.5g
7.3.
Kontraindikasi
Alergi terhadap penisilin
Mononucleosis infeksiosa
Perhatian terhadap alergi terhadap sefalosporin , carbapenems
Sesuaikan dosis pada gagal ginjal , ruam mengevaluasi dan membedakan dari reaksi
hipersensitivitas
Laktasi : diekskresikan dalam ASI , hati-hati dalam penggunaan (Medscape, 2004)
7.4 Farmakologi
Half -Life : 1,2-1,5 jam
Protein Bound : 38 %
Distribusi : empedu , blister & cairan interstitial
Metabolisme : hati
Ekskresi : urin
Mekanisme Aksi
8. MEROPENEM
8.1. Indikasi
1. Infeksi Saluran Kemih
Efek Samping
1. Sembelit ( 1-7 % )
2. Diare ( 4-5 % )
3. Mual atau muntah ( 1-4 % )
4. Ruam ( 2-3 % , terutama pada pasien pediatrik )
5. Sakit kepala ( 2 % )
6. Peradangan pada tempat suntikan ( 2 % )
7. Sepsis ( 2 % )
8. Moniliasis Oral ( 2 % pada pasien anak-anak )
9. Perdarahan ( 1,2 % )
10. Apnea, Sembelit, Glositis,Reaksi pada tempat Injeksi, Flebitis atau
tromboflebitis, Pruritus,Syok septik (1% )
11. Agranulositosis, angioedema, eritema multiforme, reaksi hipersensitivitas,
hipokalemia
leukopenia, neutropenia, efusi pleura, Sindrom Stevens-Johnson, Nekrolisis
8.3.
Hipersensitivitas terhadap komponen beta - laktam , atau obat lain di golongan tersebut
(Sulistyana,2008)
8.4.
terjadi
pada
individu
dengan
riwayat
kepekaan
terhadap
beberapa
alergen.
Kejang telah dilaporkan , paling sering pada pasien dengan gangguan CNS ( misalnya , lesi
otak , riwayat kejang ) atau dengan meningitis bakteri atau dengan memperhatikan fungsi
ginjal. Kejang , sakit kepala , atau parestesia mungkin terjadi , berpotensi mengganggu
kewaspadaan
mental
atau
menyebabkan
gangguan
motorik.
Untuk menghindari adanya resistensi obat , obat digunakan hanya pada infeksi bakteri
terbukti atau diduga kuat. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebih dari organisme nonsusceptible. Trombositopenia dapat terjadi pada pasien dengan
gangguan ginjal (Medscape,2004).
8.5. Farmakologi
1. Mekanisme Aksi
Menghambat sintesis dinding sel dengan mengikat protein penisilin - mengikat , tahan
terhadap sebagian besar beta laktamase
2. Penyerapan
Kadar puncak dalam jaringan : 1 jam setelah infus
3. Distribusi
Dapat menembus ke sebagian besar cairan tubuh dan jaringan, konsentrasi dalam CSF
mendekati plasma
4. Metabolisme
Dimetabolisme di hati
Waktu paruh : fungsi ginjal normal , 1-1,5 jam; CrCl > 30-80 mL / menit , 1,9-3,3
jam; CrCl > 2-30 mL / menit , 3,82-5,7 jam
9. GENTAMICIN
9.1 Farmakodinamik
Aktivitas antibakteri terutama tertuju pada basil gram Negatif yang aerobik. Aktivitas
terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah
sekali. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa transpor gentamisin (golongan
aminoglikosida) membutuhkan oksigen (trasnpor aktif). Aktivitas terhadap bakteri Grampositif sangat terbatas. Gentamisin aktif terhadap enterokokus dan streptokokus lain tetapi
efektivitas klinis hanya dicapai bila digabung dengan penisilin. Walaupun in vitro 95% galur
S. aureus sensitif terhadap gentamisin tetapi manfaat klinik belum terbukti sehingga
sebaiknya obat ini jangan digunakan tersendiri untuk indikasi tersebut. Galur resisten
gentamisin cepat timbul selama pajanan tersebut.
Mekanisme kerja aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh porin
protein pada membran luar dari bakteri gram negatif masuk ke ruang periplasmik. Sedangkan
transpor melalui membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transpor yang
tergantung energi ini bersifat rate limitting, dapat di blok oleh Ca2+ dan Mg2+,
hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobik suatu abses yang bersifat hiperosmolar.
Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein.
Terikatnya aminoglikosid pada ribosom ini mempercepat transpor aminoglikosid ke dalam
sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang diduga
terjadi adalah miss reading kode genetik yang mengakibatkan terganggunya sintesis protein.
Aminoglikosida bersifat bakterisidal cepat. Pengaruh aminoglikosida menghambat sintesis
protein dan menyebabkan miss reading dalam penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek
letalnya yang cepat (Katzung, 2007).
9.2 Farmakokinetik
Gentamisin sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga sangat sukar diabsorpsi
melalui saluran cerna. Gentamisin dalam bentuk garam sulfat yang diberikan IM baik sekali
absorpsinya. Kadar puncak dicapai dalam waktu sampai 2 jam. Sifat polarnya
menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan jaringan rendah, kadar
tinggi dalam korteks ginjal, endolimf dan perilimf telinga, menerangkan toksisitasnya
terhadap alat tersebut.
Ekskresi gentamisin berlangsung melalui ginjal terutama dengan filtrasi glomerulus.
Gentamisin diberikan dalam dosis tunggal menunjukkan jumlah ekskresi renal yang kurang
dari dosis yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui ginjal,
maka keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam jaringan. Walaupun demikian
kadar dalam urin mencapai 50-200 mg/mL, sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam
setelah obat diberikan (Katzung, 2007).
9.3 Indikasi
Gram negatif (Pseudomonas, Proteus, Serratia) dan Gram positif (Staphylococcus),
infeksi tulang, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran urin,
abdomen, endokarditis dan septikemia , penggunaan topical, dan profilaksis untuk bakteri
endokarditis dan tindakan bedah (Sulistyana, 2008)
9.4 KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap Gentamisin dan Aminoglikosida lain (Katzung, 2007)
9.5 KOMPOSISI
Serbuk agak keputih-putihan. Larut baik dalam air, tidak larut dalam alkohol, aseton,
kloroform, eter dan benzene (Medscape, 2004)
9.6 DOSIS
Dosis diberikan secara individu karena indek terapinya relatif sempit
Dosis umum :
Bayi dan anak < 5 tahun : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m
Anak > 5 tahun : 2 - 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m
Note : Usual dose yang lebih tinggi dan/atau frekuensi yang lebih tinggi (setiap 6 jam)
yang diberikan pada kondisi klinik secara selektif ( cystic fibrosis) data serum level
yang dibutuhkan
Anak dan dewasa :
Intratekal : 4 8 mg/hari
Optalmik :
> 10% Susunan syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia), Neuromuskuler dan
skeletal : Gait instability, Otic : Ototoksisitas (auditory), Ototoksisitas (vestibular),
Ginjal : Nefrotoksik ( meningkatkan klirens kreatinin)
1% - 10% Cardiovaskuler : Edeme, Kulit : rash, gatal, kemerahan
< 10% Agranulositosis, Reaksi alergi, Dyspnea, Granulocytopenia,
Fotosensitif,
Obat Generik :
Trimethoprim / Trimetoprim, Sulfamethoxazole / Sulfametoksazol (Cotrimoxazole /
Kotrimoksazol) (Katzung, 2007)
10.1
Farmakodinamik
Cotrimoxazole adalah antibiotik yang merupakan kombinasi Sulfamethoxazole dan
10.2
Farmakokinetik
Rasio yang ingin dicapai antara kadar sulfamethoxazole dan trimethoprim
dalam darah adalah 20:1. Karena Vd trimethoprim lebih besar daripada
sulfamethoxazole, maka pada pemberian peroral rasio sulfamethoxazole dan
trimethoprim adalah 5:1 (dengan harapan ketika mencapai darah rasionya menjadi
20:1). Trimethoprim cepat terdistribusi ke jaringan dan kira-kira 40% terikat pada
protein plasma dengan adanya sulfamethoxazole. Kira-kira 65% sulfamethoxazole
terikat pada protein plasma. Sampai 60% trimethoprim dan 25-50% sulfamethoxazole
diekskresi melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian (Katzung, 2007)
10.3
Indikasi
Infeksi saluran kemih dan kelamin yang disebabkan oleh E. coli. Klebsiella sp,
Enterobacter sp, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris (Sulistyana,
2008).
10.4 Kontraindikasi
Penderita dengan gangguan fungsi hati yang parah, insufisiensi ginjal, wanita hamil,
wanita menyusui, bayi prematur atau bayi berusia dibawah 2 bulan.
Penderita anemia megaloblastik yang terjadi karena kekurangan folat.
Forte
Tiap
Trimethoprim 80 mg dan
tablet/kaplet
forte
mengandung
10.6
Dosis
Bayi usia 6 minggu 6 bulan
Anak usia 6 bulan 6 tahun
Anak usia 6 12 tahun
Dewasa dan anak diatas 12 tahun
BAB III
Kesimpulan
Antibiotik yang sering digunakan dalam bidang Urologi adalah antibiotik golongan Quinolon
(Ciprofloxacin,
Levofloxacin),
Cephalosporin
Nitromidazole
(metronidazole),
Penicillin
(meropenem),
Aminoglikoside
(Cefotaxim,
(Ampicillin
(gentamicyn),
Ceftazidim,
Sulbactam),
Sulfonamide
Ceftriaxon),
Carbapenems
(Trimethoprim
Sulfamethoxazole). Pemilihan antibiotik tersebut berdasarkan peta pola bakteri dan resistensi
terhadap antibiotik (Ranan, 2009).
Adapun bakteri terbanyak ditemukan mulai dari e. Coli, klabsiela, staphilococus epidermis
dan pseudomonas. Jenis antibitok yang resisten dari bakteri diatas yakni: Tetrasiklin,
cefotiam, asam nalidaanan,(Ranan, 2009)
Daftar Pustaka
1.
Liu HH. S afety profile of the fluoroquinolones. Drug Saf 2010:33 (5): 353-69.
2.
Preston SL, Drusano GL, Berman AL, Fowler CL, Chow AT, Dornseif B et al.
Pharmacodynamics of LevofloxacinA New Paradigm for Early Clinical Trials.JAMA.
1998;279:125-129Bellis M. History of Penicillin.di unduh dari about.com inventor
tanggal 10 maret 2012.
3.
www.apotikantar.com/levofloxacin_soho_500_mg_
4.
http://mantrinews.blogspot.com/2012/01/ciprofloxacin.html
5. Hendriks JGE, van Horn JR, van der Mei HC, and Busscher, HJ (2004). "Backgrounds
of antibiotic-loaded bone cement and prosthesis-related infection". Biomaterials 25 (3):
6.
www.dechacare.com/Ciprofloxacin-500-mg-P534.html
10. Sulistia G, Gunawan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008 :678-686.
11. http://reference.medscape.com/drug/suprax-cefixime-342503
12. http://reference.medscape.com/drug/rocephin-ceftriaxone-342510
13. Tjandra l. Lecturer faculty ofmedicine, university of wijaya kusuma surabaya.
Torelansi cefixime efficacy and typhoid fever on children
14. DarmansjahI.,RHHNelwan. Antibiotic Guidelines: Pharmacological Parameterstobe
Considered.Vol3,No 1,January-March1994
prudent use
Education
and
Research.
General
Principles
of
Antimicrobial
Therapy.February 2011;86(2):156-167
18. Katzung B.G. Basic & Clinical Pharmacology - 10 th ED: Beta Lactam & Other Cell
Wall- & Membrane Active Antibiotics. Lange 2007;43;1037-1054.
19. Ranan D, Rebecca S, Gary F, Timothy O. (2009). Evidence-based prescription of
antibiotics in urology: a 5-year review of microbiology. Departments of urology, guys
hospital, London, UK
20. Haley, RW., Culver, DH., Morgan, WM., White, JW., Emori, TC., and Hooton, TM.
Identifying patients at high risk of surgical wound infection. A simple multivariate
index of patient susceptibility and wound contamination. Am J Epidemiol 1985,
121:2;206-15.