Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB I

LANDASAN TEORIS

1.1 DEFENISI
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian
alveoli dengan cairan. ( Marilynn E. Doenges, 1999 ).
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi
akut jaringan paru oleh mikroorganisme. ( Elizabeth J. Corwin, 2000 ).
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. ( Arif Mansjoer, 2000 ).
Pneumonia adalah proses inflamantori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agens infeksius. ( Suzanne C. Smeltzer, 2001 ).
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenkim paru yang terjadi pada
anak. ( Cecily L. Betz, 2002 ).

1.2 ETIOLOGI
Pneumonia biasanya disebabkan oleh :
1. Barbagai agen infeksi : bakteri, jamur, virus, dan parasit
2. Predisposisi : Hipostatik, iritan kimia, terapi radiasi, aspirasi, ISPA atas
Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara berkembang yang
tersering sebagai penyebab pneumonia pada anak ialah oleh Streptococcus pneumoniae
( S. pneumoniae ) dan Haemophilus influenzae ( H. influenzae ).
S. pneumoniae tercatat menimbulkan lebih dari 90 % pneumonia bakteri. Dikenal
lebih dari 80 serotipe S. pneumoniae, diantaranya serotype 1,3,6,7,14,18,19, dan 23
diketahui memyebabkan pneumonia. H. influenzae tipe b merupakan penyebab tersering
pneumonia pada anak dari strain ini. H. influenzae tipe a,c dan d jarang menimbulkan
pneumonia. H. influenzae non-tipik sering menimbulkan ISPA atas termasuk otitis media
dan sinusitis di Negara maju. Namun di negara berkembang, H. influenzae non-tipik juga
dilaporkan sebagai penyebab pneumonia.

Pada bayi dan anak kecil ditemukan Staphylococcus aureus ( S. aureus ) sebagai
penyebab pneumonia. Pneumonia stafilokokus merupakan infeksi berat, serius dan sangat
progresif dengan mortalitas yang tinggi.
Mycoplasma pneumoniae ( M. pneumoniae ) sering dilaporkan sebagai salah satu
penyebab pneumonia pada anak besar. Mikoplasma ialah salah satu dari 3 genus pada
family Mycoplasmataseae. Mikroorganisme ini mempunyai struktur yang sangat primitif
berbentuk bulat ( garis tengah 125 250 nm ) atau berupa filament halus ( panjang antara
beberapa nm sampai 250 nm ). Mikoplasma tidak mempunyai dinding sel, tidak
mempunyai rambut getar hingga tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak secara
aktif. M. pneumoniae adalah satu satunya spesies mikoplasma yang dikenal
menyebabkan infeksi saluran pernafasan pada manusia.
Bakteri lain yang dapat menimbulkan pneumonia ialah Streptococcus grup B,
Streptococcus grup A. Klebsiela pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Chalamydia
trachomatis, bakteri anaerob, Legionella pneumophila, Neisseria meningitidis, basil
enterik Gram negatif dan lain lain.

1.3 ANATOMI FISIOLOGI


1.3.1 Anatomi Paru-pau
Paru adalah struktur elastis yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Paru paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung gelembung ( gelembung hawa = alveoli ). Gelembung gelembung
alveoli ini terdiri dari sel sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya lebih kurang 90 m 2. Banyaknya gelembung paru paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah ( Paru paru kiri dan kanan ). Paru paru terletak pada
rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum.
Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru paru atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung.

1.3.2

Fisiologi

Paru paru dibagi dua, yaitu :


a.

Paru paru kanan


Terdiri dari 3 lobus ( belah paru ), Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus
media, dan Lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru paru kanan
mempunyai 10 segment yaitu : lima buah segment pada lobus superior, 2 buah
segment pada lobus medialis, dan 3 buah segment pada lobus inferior.
b. Paru paru kiri
Terdiri dari pulmo sinister lobus superior dan Lobus inferior. Tiap tiap
lobus terdiri dari belahan belahan yang lebih kecil bernama segment. Paru
paru kiri mempunyai 10 segment, yaitu : lima buah segment pada lobus superior
dan lima buah segment pada inferior.
Tiap tiap segment yang ada pada lobus masih terbagi lagi menjadi belahan
belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi
oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh pembuluh darah getah bening dan saraf
saraf, dalam tiap tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Didalam lobulus,
bronkiolus ini bercabang cabang banyak sekali, cabang cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2 0,3 mm.
Paru paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi dua, yaitu :
1). Pleura viseral ( selaput dada pembungkus ) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru paru
2). Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah dalam
Antara kedua pleura ini terdapat rongga ( kavum ) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum / hampa udara sehingga
paru paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan ( eksudat )
yang berguna untuk meminyaki permukaannya ( pleura ), menghindarkan gesekan
antara paru paru dan dinding dada dimana sewaktu bernafas bergerak.
Pembuluh Darah Paru

Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dari
tebal ventrikel kiri. Perbadaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan
yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh kontraksi ventrikel kiri.
Selain aliran melalui arteri pulmonary ada darah yang langsung mengalir ke
paru paru dari aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah kaya
oksigen ( Oxygenated ) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relative
kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri.
Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung udara dari
ventrikel kanan ke paru paru. Cabang cabangnya menyentuh saluran saluran
bronchial, sampai ke alveoli halus.
Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler
itu menyentuh dinding alveoli ( gelembung udara ). Jadi darah dan udara hanya
dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena
pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorokkan yang keluar melalui tampuk
paru peru ke serambi jantung kiri ( darah mengandung O2 ), sisa dari vena
pulmonalis ditentukan dari setiap paru paru oleh vena bronkialis dan ada yang
mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru paru mempunyai
persediaan darah ganda.

Kapasitas Paru paru


Merupakan kesanggupan paru paru dalam menampung udara di dalamnya.
Kapasitas paru paru dapat dibedakan sebagi berikut :
1). Kapasitas total
Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru paru pada inspirasi sedalam
dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa
hal : Kondisi paru paru, umur, sikap dan bentuk seseorang.
2). Kapasitas vital

Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.


Dalam keadaan yang normal kedua paru paru dapat menampung udara
sebanyak lebih kurang 5 liter.
Waktu ekspirasi, didalam paru peru masih tertinggal lebih kurang 3
liter udara. Pada waktu kita bernafas biasa udara yang masuk ke dalam paru
paru 2.600 cm3 ( 2 liter ). Jumlah pernafasan. Dalam keadaan yang normal :
- Orang dewasa

: 16 18 x / menit

- Anak anak kira kira

: 24 x / menit

- Bayi kira kira

: 30 x/ menit

Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya


akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat atau sebaliknya.
Beberapa hal yang sehubungan dengan pernafasan ; Batuk, menghembuskan
nafas dengan tiba tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu
rangsangan baik yang berasal dari luar maupun dari dalam misalnya dari luar
bahan bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernafasan.
Bersin, pengeluaran nafas dengan tiba tiba akibat dari terangsangnya selaput
lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut.

Proses Terjadinya Pernafasan


Terbagi dalam dua bagian, yaitu :
1). Inspirasi ( menarik nafas )
2). Ekspirasi ( menghembuskan nafas )
Bernafas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian,
teratur, berirama dan terus menerus. Bernafas merupakan gerak reflek yang
terjadi pada otot otot pernafasan. Reflek bernafas ini diatur oleh pusat
pernafasan yang terletak di dalam sumsum penyambung ( medula oblongata ).

Pernafasan Paru paru ( Pernafasan Pulmoner )


Merupakan perrtukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru paru. Pernafasan melalui paru paru atau pernafasan eksterna, oksigen
diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk
melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler
pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus
membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung
dipompakan ke seluruh tubuh.
Didalam paru paru karbondioksida merupakan hasil buangan
menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa
bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
1.

Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli


dengan udara luar.

2.

Arus darah melalui paru paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh
tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru paru

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang
tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian
4. Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler karbondioksida
lebih muda berdifusi dari pada oksigen
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida, konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak untuk
memperbasar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O 2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak.
Pernafasan Jaringan ( Pernafasan Interna )
Darah merah ( hemoglobin ) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh
tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan
oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru
paru dan di paru paru terjadi pernafasan eksternal.
Daya Muat Paru Paru

Besarnya daya muat udara dalam paru paru 4.500 ml 5.000 ml ( 4,5 5
liter ). Udara yang diproses dalam paru paru ( inspirasi dan ekspirasi ) hanya 10
%, lebih kurang 500 ml disebut juga udara pasang surut ( tidal air ) yaitu yang
dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa.

1.4

PATOFISIOLOGI
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini adalah
infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Kerusakan jaringan paru setelah
kolonisasi suatu mukroorganisme di paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan
peradangan yang dilakukan oleh penjamu. Selain itu, toksin toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel sel sistem pernafasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok, yang perjalanannya tergambar jelas pada
pneumonia pneumokokus.

Stadium Pneumonia Bakterialis


Untuk pneumonia pneumokokus, terdapat empat stadium penyakit.
STADIUM 1 disebut hiperemia, mengacu kepada respon peradangan
permulaan yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai oleh
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini
terjadi akibat pelepasan mediator mediator peradangan dari sel- sel mast setelah
pengaktivan sel imun dan cedera jaringan. Mediator mediator tersebut mencakup
histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vascular paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal
ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakkan dan edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi, sehingga terjadi penurunan kecepatan
gas gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbondioksida, maka
perpindahan gas ini ke dalam darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan

penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini,


infeksi menyebar ke jaringan di sekitarnya akibat peningkatan aliran adarah dan
rusaknya alveolus dan membrane kapiler di sekitar tempat infeksi seiring dengan
berlanutnya proses peradangan.
STADIUM 2 yang disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan oleh pejamu sebagai
bagian dari reaksi peradangan.
STADIUM 3 yang disebut hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel sel darah
putih mengkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa sisa sel.
STADIUM 4 yang disebut stadium resolusi, terjadi sewaktu respons imun
dan peradangan mereda ; sisa sisa sel, fibrin dan bakteri telah dicerna ; dan
makrofag, sel pembersih pada reaksi peradangan mendominasi.

1.5

MANIFESTASI KLINIK
Secara umum gejala dan tanda pneumonia dapat dikelompokkan menjadi :
1.

Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal, dan gelisah.

2.

Gejala umum penyakit saluran pernafasan bawah berupa batuk, takipnu,


ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak nafas, air hunger, merintih,
sianosis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Abdomen distensi karena dilatasi
gaster biasanya disebabkan oleh aerofagi atau karena ileus paralitik. Hepar
mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma atau memang membasar karena
terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasu pneumonia.

3.

Tanda pneumonia berupa pada perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas
melemah dan ronki, adanya retraksi ( penarikan dinding dada ke dalam waktu
waktu bernafas = chest indrawing ) bersama dengan peningkatan frekuensi
nafas merupakan tanda klinik pneumonia yang bermakna.

4.

Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak akskursi dada tertinggal di
daerah efusi. Pada pemeriksaan fisik terdengan pekak perkusi, fremitus

berkurang dan suara nafas melemah. Suara nafas tubuler didapatkan persis di
atas batas cairan dan didaerah yang tidak terkena. Nyeri dada karena iritasi
pleura mungkin hebat dan menganggu gerakan dada. Friction rub dapat
terdengar di daerah pleura yang terkena. Bila efusi pleura bertambah maka
sesak maka sesak nafas pun makin bertambah tetapi nyeri pleura makin
berkurang berubah jadi nyeri tumpul. Kaku kuduk / meningismus ( iritasi
meningen tanpa inflamasi ) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri
abdomen ( kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia
lobus kanan bawah ). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak
selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
5.

Tanda infeksi ekstrapulmonal


Sebagai komplikasi atau penyakit penyerta misalnya abses kulit, abses jaringan
lunak, otitis media, sinusitis, meningitis purulenta. Kadang kadang ditemukan
perikarditis dan epiglottis yang biasanya berhubungan dengan infeksi H.
influenzae tipe b.

1.6

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik / penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
pneumonia adalah :
- Sinar X

: Mengidentifikasi distribusi struktural ( misalnya :


lobar, bronkial ) ; dapat juga menyatakan abses luas /
infiltrat, empiema ( stapilococcus ) ; infiltrasi menyebar
atau terlokalisasi ( bakterial ) ; atau penyebaran /
perluasan infiltrat nodul ( lebih sering virus ). Pada

- GDA

pneumonia mikoplasma, sinar X dada mungkin bersih.


: Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas

- JDL

paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.


: Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih
rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun
seperti

- Pemeriksaan serologi

AIDS,

memungkinkan

berkembangnya

pneumonia bakterial.
: Membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus. Misalnya virus atau Legionella, aglutinin
dingin.

- Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps


alveolar ) ; tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
komplain

menurun.

Mungkin

terjadi

perembesan

( hipoksemia ).
- LED
: Meningkat
- Elektrolit
: Natrium dan klorida mungkin rendah
- Bilirubin
: Mungkin meningkat
- Aspirasi perkutan / biopsy jaringan paru terbuka : Dapat menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik. Pemeriksaan gram /
kultur sputum dan darah : Dapat diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik,
atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab. Lebih dari 1 tipe organisme ada ; bakteri
yang

umum

Stapilococcus

meliputi
aureus,

Diplococcus
A-hemolitik

pneumonia,
streptococcus,

Haemophilus influenzae ; CMV.


Catatan : Kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada.
Kultur darah dapat menunjukkan bakteri sementara.
CMV ) ; karakteristik sel raksasa (rubeolla).

1.7

PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum prapengobatan dan mencakup :

1. Oksigen 1 2 liter / menit


2. IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCl 10mEq / 500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
5. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :

a. Ampisilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 kali pemberian


b.

Kloramfenikol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 kali pemberian


Untuk kasus pneumonia hospital base :
a. Cefotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
b. Amikasin 10 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Adapun hal hal yang perlu dikaji dalam pengkajian pada pasien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan : Pneumonia adalah : ( Cecily L. Betz, 2002 )
1. Kaji pengkajian respiratori, antara lain :
a.

Bernafas
5. Frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kesimetrisan
6. Pola napas apnea, takipnea
7. Retraksi suprasternal, interkostal, subkostal, dan supraklavikular
8. Pernapasan cupig hidung
9. Posisi yang nyaman

b.

Hasil auskultasi toraks

10. Bunyi napas merata


11. Bunyi napas abnormal ronki kering, ronki basah
12. Fase inspirasi dan ekspirasi memanjang
13. Serak, batuk, dan stridor
c.

Hasil pemeriksaan toraks


1. Lingkar dada
2. Bentuk dada
d. Tampilan umum
1.

Warna - merah muda, pucat, sianosis, akrosianosis

2.

Tingkat aktivitas

3.

Perilaku apatis, tidak aktif, gelisah, dan ketakutan

4.

Tinggi dan berat badan

e. Kaji kepatenan jalan napas.


f. Kaji adanya tanda tanda gawat pernapasan dan respon terhadap terapi oksigen.
g. Kaji adanya tanda tanda dehidrasi.
h. Kaji respon anak terhadap pengobatan.
i. Kaji kemampuan keluarga untuk menatalaksanakan program pengobatan di
rumah.
Adapun hal hal yang perlu dikaji dalam pengkajian pada pasien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan : Pneumonia adalah : ( Marilynn E. Doengoes, 1999 )

AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala :
a.

Kelemahan, kelelahan

b.

Insomnia

Tanda :
a. Letargi
b. Penurunan toleransi terhadap aktivitas

SIRKULASI

Gejala :
a. Riwayat adanya GJK kronis
Tanda :
a.

Takikardia

b.

Penampilan kemerahan atau pucat

INTEGRITAS EGO
Gejala :
a. Banyaknya stressor, masalah financial

MAKANAN / CAIRAN
Gejala :
a. Kehilangan nafsu makan, mual / muntah.
b. Riwayat diabetes mellitus
Tanda :
a. Distensi abdomen
b. Hiperaktif bunyi usus
c. Kulit kering dengan turgor buruk
d. Penampilan kakeksia ( malnutrisi )

NEUROSENSORI
Gejala :
a. Sakit kepala daerah frontal ( influenza )
Tanda :
a. Perubahan mental ( bingung, somnolen )

NYERI / KENYAMANAN

Gejala :
a. Sakit kepala
b. Nyeri dada ( pleuritik ), meningkat oleh batuk ; nyeri dada substernal ( influenza ).
c. Mialgia, artralgia
Tanda :
a. Melindungi area yang sakit ( pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit

untuk

membatasi gerakan ).

PERNAFASAN
Gejala :
a. Riwayat adanya / ISK kronis, PPOM, merokok.
b. Takipnea, dispnea prograsif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran
nasal
Tanda :
a. Sputum merah muda, berkarat atau purulen
b. Perkusi : Pekak diatas area yang konsolidasi
c. Fremitus : taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi
d. Gesekan friksi pleural
e. Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau nafas bronchial
f. Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku

KEAMANAN
Gejala :
a. Riwayat gangguan sistem imun, misalnya SLE, AIDS, penggunaan steroid atau
kemoterapi,institusionalisasi, ketidakmampuan umum
b. Demam ( misalnya : 38,5 39,6 0 C )
Tanda :
a. Berkeringat
b. Menggigil berulang, gemetar

c. Kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Gangguan
Pernafasan : Pneumonia adalah : ( Marilynn E. Doengoes, 1999 )
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum ; nyeri pleuritik ; penurunan
energi, kelemahan.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar
kapiler ( efek inflamasi ) ; gangguan kapasitas pembawa oksigen darah ( demam,
perpindahan kurva oksihemoglobin ) ; gangguan pengiriman oksigen ( hipoventilasi ).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ; kelemahan umum ; kelelahan yang berhubungan dengan
gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketidaknyamanan, batuk berlebihan
dan dispnea.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutujan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi ; anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum dan
pengobatan aerosol ; distens abdomen / gas yang berhubungan dengan menelan udara
selama episode dispnea.

II.

RENCANA KEPERAWATAN
Adapun rencana keperawatan yang mungkin dibuat berkaitan dengan diagnosa
keperawatan yang muncul antara lain : ( Marilynn E. Doengoes, 1999 )
Dx 1 :
Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum ; nyeri pleuritik ; penurunan energi,
kelemahan
Tujuan :

Bersihan jalan nafas kembali efektif


Dengan Kriteria Evaluasi :

Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea,
sianosis

Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan / atau cairan paru
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas
adventisius, misal : krekels, mengi
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
nafas bronkial ( normal pada bronkus ) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan / atau ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan nafas / obstruksi
3. Bantu pasien latihan nafas sering. Tunjukkan /bantu pasien mempelajari melakukan
batuk, misalnya : menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru paru / jalan nafas
lebih kecil. Batuk adaalh mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silis
untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
dada dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat
4. Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran.
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml / hari ( kecuali kontraindikasi ). Tawarkan air
hangat, daripada dingin
Rasional : Cairan ( khususnya yang hangat ) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
Kolaborasi

6. Bantu mengawasi efek pengobatan nebuliser dan fisioterapi lain, misalnya :


spirometer insentif, IPPB, tiupan botol, perkusi, drainase postural. Lakukan tindakan
diantara waktu makan dan batasi cairan bila mungkin
Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret. Drainase postural
tidak efektif pada pneumonia interstisial atau menyebabkan eksudat alveolar /
kerusakan. Koordinasi pengobatan / jadwal dan masukan oral menurunkan muntah
karena batuk, pengeluaran sputum
7. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik
Rasional :

Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.

Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan


tetapi harus digunakan secara hati hati, karena dapat menurunkan upaya batuk /
menekan pernafasan
8. Berikan cairan tambahan, misalnya :

IV, oksigen humidifikasi, dan ruangan

humidifikasi
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan ( termasuk yang tak
tampak ) dan memobilisasikan sekret
9. Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
Rasional :

Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan

pilihan terapi yang diperlukan


10. Bantu bronskoskopi / torasentesis bila diindikasikan
Rasional : Kadang kadang diperlukan untuk membuang perlengketan mukosa,
mengeluarkan sekresi purulen, dan / atau mencegah atelektasis

Dx 2 :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler
( efek inflamasi ) ; gangguan kapasitas pembawa oksigen darah ( demam, perpindahan
kurva oksihemoglobin ) ; gangguan pengiriman oksigen ( hipoventilasi )
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas

Dengan Kriteria Evaluasi :

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam


rentang normal dan tak ada gejala distres pernafasan

Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
Rasional :

Manifestasi distres pernafasan tergantung pada / indikasi derajat

keterlibatan paru dan status kesehatan umum


2. Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer
( kuku ) atau sianosis sentral ( sirkumoral )
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap
demam / menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut ( membran hangat ) menunjukkan hioksemia sistemik.

3. Kaji status mental


Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia / penurunan oksigenasi serebral
4. Awasi frekuensi jantung / irama
Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam / dehidrasi tetapi dapat
sebagai respons terhadap hipoksemia
5. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan
demam dan menggigil, misalnya : selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres
hangat atau dingin
Rasional : Demam tinggi ( umum pada pneumonia bakterial dan influenza ) sangan
meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan menganggu
oksigenasi seluler
6. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas
senggang
Rasional : Mencegah terlalu terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan / konsumsi
oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi

7. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif
Rasional : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran
sekret untuk memperbaiki vantilasi
8. Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi, banyaknya jumlah sputum merah
muda / berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dispnea berat, gelisah
Rasional : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia
dan membutuhkan intervensi medik segera
Kolaborasi :
9. Berikan terapi oksigen dengan benar, misalnya : dengan nasal prong, masker, masker
venturi
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO 2 diatas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pasien

10. Awasi GDA, nadi oksimetri


Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan tarapi paru

Dx 3 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ; kelemahan umum ; kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur
yang berhubunagn dengan ketidaknyamanan, batuk berlebihan dan dispnea
Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktivitas
Dengan Kriteria Evaluasi :

Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat


diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentang normal

Rencana Tindakan :

1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan


kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan
dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernafasan
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan / atau tidur
Rasional :

Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau

menunduk kedepan meja atau bantal


5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Barikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan
Rasional :

Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen

Dx 4:
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutujan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi ;
anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum dan pengobatan
aerosol ; distensi abdomen / gas yang berhubungan dengan menelan udara selama episode
dispnea.
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Dengan Kriteria Evaluasi :

Menunjukkan peningkatan nafsu makan

Rencana Tindakan :
1.

Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya : sputum banyak,


pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

2.

Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan


Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

3.

Auskultasi bunyi usus. Observasi / palpasi distensi abdomen


Rasional :

Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses infeksi berat /

memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara atau


menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI
4.

Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering ( roti panggang,
krekers ) dan / atau makanan yang menarik untuk pasien
Rasional :

Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan

mungkin lambat untuk kembali


5.

Evaluasi status nutrisi umum, ukur barat badan dasar


Rasional :

Adanya kondisi kronis ( seperti :

PPOM atau alkoholisme ) atau

keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap


infeksi, dan / atau lambatnya respons terhadap terapi

DAFTAR PUSTAKA

Betz, L. Cecily. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta : EGC. 2005.
Brunner dan Suddarth. Keperawatan Medikal bedah, Edisi 8, Volume 1, Editor : Suzanne C.
Smeltzer, Brenda G. Bare ; Alih Bahasa : Monica Ester, Ellen Panggabean. Jakarta :
EGC. 2001.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi, Alih Bahasa : Brahm U. Pendit, Editor :
Endah P. Jakarta : EGC. 2000.
Doengoes, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Alih Bahasa : I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati ; Editor Edisi Bahasa Indonesia : Monica Ester, Yasmin Asih.
Jakarta : EGC. 1999.

Vous aimerez peut-être aussi