Vous êtes sur la page 1sur 44

Bab I

PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang masalah
Tuberkulosis paru (TBP) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal oleh manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal
di daerah urban, lingkungan yang padat , dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vertebrae thorax yang khas TB dari kerangka yang digali di
Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal
dari mumi dan ukiran dinding pyramid di mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.
Hipokrates telah memperkenalkan terminology phthisis yang diangkat dari bahasa
yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini (Sudoyo, 2006).
Baru dalam tahun 1882, Robert Koch menemukan kuman penyebab
semacam bakteri berbentuk batang, dan dari sinilah diagnosis secara
mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun
1896, Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis
yang lebih tepat. Penyakit ini kemudian dinamakan Tuberkulosis, dan hampir
seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya, tetapi yang paling banyak adalah
organ paru (Sudoyo, 2006).
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan

menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33
% dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari
Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk ( PDPI,2006).
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul ( PDPI, 2006).
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina.Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia
( PDPI, 2006).
Survei Kanwil Departemen Kesehatan Jawa Timur tahun 2004 tercatat 789
orang pasien dengan BTA +, pada tahun 2005 tercatat 809 orang pasien dengan
BTA + dan pada tahun 2006 tercatat 200 orang pasien dengan BTA + sampai
dengan triwulan pertama. Sementara itu target temuan kasus TB Jawa Timur
sebesar 70% dan diperkirakan jumlah temuan kasus berkisar pada angka 2800
2900 orang penderita (Sidoarjo,2005).

Dinas kesehatan Sidoarjo pada tribulan II tahun 2010 penderita TB baru


dengan BTA (+) jumlah 843 orang dengan target 1.332 orang dan perkiraan 1.903
orang (Sidoarjo,2005).
Berdasarkan data 2012 yang kami dapatkan dari puskesmas Gedangan,
suspek TB paru sesuai dengan diagnosis puskesmas Gedangan adalah 110 orang
dengan jumlah penderita di desa Sawotratap 25 orang.
Permasalahan utama di Indonesia yang berkaitan dengan pengobatan TB
paru adalah kurangnya pengertian dan pengetahuan masyarakat tentang TB paru.
Keadaan ini menyebabkan pemakaian obat yang tidak terkontrol, yang pada
akhirnya akan menimbulkan penyakit-penyakit yang bersifat resisten dengan obatobat anti TB (Sukana, 2003).
Berdasarkan data yang kami peroleh di Puskesmas Gedangan, terdapat
peningkatan suspek tuberkulosis yang semakin meningkat, maka kami tertarik
melakukan penelitian tentang Beberapa faktor yang menjadi resiko kejadian
suspek TB di Desa Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo.
I.2. Rumusan masalah
Adakah pengaruh faktor pengetahuan dan faktor pendidikan yang menjadi
resiko kejadian suspek tuberkulosis di desa Sawotratap kecamatan Gedangan,
kabupaten Sidoarjo?

I.3. Tujuan penelitian


I.3.1.Tujuan umum
Menganalisis beberapa faktor yang mempengaruhi resiko
kejadian suspek tuberkulosis di desa Sawotratap, kecamatan
Gedangan, kabupaten Sidoarjo.
I.3.2. Tujuan khusus
1. Menganalisis faktor pengetahuan yang menjadi resiko
kejadian suspek tuberkulosis

di desa Sawotratap

kecamatan Gedangan, kabupaten Sidoarjo.


2. Menganalisis faktor pendidikan yang menjadi resiko
kejadian suspek tuberkulosis

di desa Sawotratap

kecamatan Gedangan, kabupaten Sidoarjo


I.4. Manfaat penelitian
I.4.1. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang beberapa
faktor

yang

mempengaruhi

resiko

kejadian

suspek

Tuberkulosis.
I.4.2. Manfaat bagi instansi

a. Dapat

memperbaiki

strategi

dalam

penyuluhan

Tuberkulosis.
b. Sebagai tambahan data dasar untuk penelitian lebih lanjut,
khususnya yang berkaitan dengan Tuberkulosis.

I.4.3. Manfaat bagi pengembangan ilmu.


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal
dalam penelitian lebih lanjut khususnya dalam mengatasi masalah
rendahnya cakupan penderita suspek Tuberkulosis di Puskesmas
Gedangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Tuberkulosis paru (TBP) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah

sangat lama dikenal oleh manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal
di daerah urban, lingkungan yang padat , dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vertebrae thorax yang khas TB dari kerangka yang digali di
Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal
dari mumi dan ukiran dinding pyramid di mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.
Hipokrates telah memperkenalkan terminology phthisis yang diangkat dari bahasa
yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini (Sudoyo, 2006).
II.2. Distribusi geografis
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi tertinggi ke-3 tertinggi didunia
setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China , India dan
Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan
kejadian BTA sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun1998.
Berdasarkan survey terakhir TB paru diperkirakan 24%. Sampai sekarang angka
kejadian TB di Indonesia relatife terlepas dari angka pandemic HIV karena masih
rendahnya infeksi HIV, tetapi ini kemungkinan akan berubah di masa yang akan
datang (Sudoyo, 2006).
II.3 Etiologi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan kuman
mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan oleh Robert Koch dalam tahun
1882. Basil ini dapat hidup dan virulen beberapa minggu dalam keadaan kering,
tetapindalam cairan mati pada suhu 600C dalam 15-20 menit. Adanya lemak di
basil ini menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan factor terjadinya fibrosis
dan terbentuknya fibrosis dan terbentuknyasel epiteloid dan tuberkel . Penularan
biasanya melalui udara sehingga menyebabkan focus primer menyerang paru.

Selain menular melalui udara, penularan dapat peroral misalnya dengan minum
susu yang mengandung basil tuberculosis(Sudoyo, 2006).
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:(WHO,2003)
1. Reservoir, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoir paling umum, sekret saluran pernafasan
dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui
droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya
memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi
primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan basil Turbekel terutama
yang dibatukkan atau dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai
satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap
TBC.

II.4.Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuksuatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan salurangetah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening dihilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :( Winks,1994)
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran dihilus)
Penyebab

penyakit

ini

adalah

bakteri

kompleks

Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan


termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis
meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii.
Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang
terpenting dan paling sering dijumpai (PDPI,2006).
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3,
tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi

pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun,


sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut
tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut
sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga
memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella
micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel
mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di
bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain
dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan
patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag
(PDPI,2006).
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titiktitik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak
anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa di sekitar rumah maupun
saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan umum, rumah sakit dan dari
lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini masyarakat di Indonesia perlu sadar bila
dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka hati hati saat berinteraksi dengan orang
lain agar tidak batuk sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan
sangat dianjurkan untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan
atau tissue.(PDPI,2006)
Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak yang

10

masih rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah memasukkan
Imunisasi Tuberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai Imunisasi BCG
sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib nasonal beserta dengan 4
jenis imunisasi wajib lainnya yaitu hepatitis B, Polio, DPT dan campak,
jadwalnya ada di Jadwal imunisasi (Sudoyo,2006).

II.5. Gejala klinis


Gejala klinis pada penderita TB paru terdiri dari gejala utama dan gejala
tambahan, antara lain (Depkes, 2008):
a. Gejala Utama
Batuk terus-menerus dan berdahak minimal 2 minggu. Proses
terjadinya batuk karena adanya iritasi pada bronkus dan batuk berguna
untuk membuang produk-produk radang keluar. Proses tersebut
menyebabkan sekret terkumpul pada waktu penderita tidur dan
dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses destruksi
berlanjut, sekret dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi lebih
dalam dan sangat mengganggu.
b. Gejala Tambahan
Berikut ini merupakan gejala tambahan yang sering dijumpai, antara
lain (PDPI, 2012):

Dahak bercampur dengan darah. Sekret yang dihasilkan awalnya


mukoid

dan

sedikit

kemudian

berubah

menjadi

mukopurulen/kuning/kuning kehijauan sampai purulen kemudian

11

berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan


perlunakan. Keadaan yang lanjut dapat berupa batuk darah.

Batuk darah

Sesak nafas dan nyeri dada. Sesak nafas ditemukan pada proses
yang lanjut dari penyakit TB paru, akibat adanya restriksi
(penarikan) dan obstruksi (penyempitan) saluran pernafasan serta
loss

of

vascular

bed/vascular

thrombosis

yang

dapat

mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi dan kor pulmonal.


Sedangkan nyeri dada termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila
nyeri bertambah berat, telah terjadi pleurirtis luas (nyeri
dikeluhkan di daerah axilla, di ujung scapula)

Badan lemah, napsu makan menurun, berat badan turun, rasa


kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tidak
melakukan aktivitas,

Demam meriang lebih dari 1 (satu) bulan. Gejala demam biasanya


sub febris (37,5C) menyerupai demam pada influenza. Tetapi suhu
badan juga dapat mencapai 40-41C. Keadaan ini dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya kuman TB yang
masuk.

Gejala-gejala yang telah disebutkan di atas dapat dijumpai pula pada


penyakit paru selain TB. Oleh sebab itu, setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut di atas harus dianggap sebagai suspect TB atau tersangka
penderita TB dan memerlukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

12

II.6. Diagnosis
Diagnosis TB paru dibuat atas dasar :
a. Anamnesis
Didapatkan keluhan antara lain: batuk, batuk darah, demam
(subfebris), sesak nafas, nyeri dada, malaise. (PDPI, 2012)
b. Pemeriksaan fisik
c. Laboratorium darah rutin (LED meningkat/normal, limfositosis).
d. Foto thorak PA dan lateral.
e. Pemeriksaan sputum BTA.
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
f. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase yang memakai alat
histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG
spesifik terhadap basil TB.
g. Tes Mantoux/Tuberkulin
h. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam
berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu
mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya
resisitensi (Depkes, 2010).

13

II.7. Pemeriksaan
II.7.1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Tampak adanya penarikan organ ke daerah yang sakit, misalnya
trakea. Fossa supra dan infraklavikula menjadi cekung, ruang antar iga
menyempit dan gerakan pernafasan menurun (Alsagaff, 2009).
b. Palpasi
Adanya pergerakan pernafasan menurun. Fremitus raba meningkat
(Alsagaf, 2009)
a. Perkusi
Suara ketok redup (Alsagaf, 2009).
d. Auskultasi
Suara nafas, intensitas menurun, terdengar suara nafas bronkial
atau bronkovesikuler. Kalau ada suara amforik merupakan tanda adanya
kavitas. Suara tambahan, terdengar ronki basah yang bervariasi mulai
kasar sampai halus. Ronki kadang-kadang terdengar. Suara vokal
meningkat (Alsagaf, 2009).
II.7.2. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Gambaran radiologi pada TB paru menahun sering didapatkan pada
segmen posterior/apical dari lobus superior/pada segmen superior pada
lobus inferior. Karena proses yang sudah lama jaringan paru telah

14

mengalami penyembuhan

disertai proses baru di sekitarnya sehingga

tampak adanya fibrosis, kavitas, kelainan noduler dengan berbagai ukuran


serta proses eksudatif (Alsagaf, 2009).
Melihat luasnya lesi pada TB paru :
-

Lesi Minimal
Bila proses TB paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrosternal junction dari iga II dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas
(Alsagaf, 2009).

Lesi Sedang
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat
menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih
dari luas dari satu paru. Atau jumlah seluruh proses yang ada paling
banyak seluas satu paru atau bila proses TB mempunyai densitas lebih
padat, lebih tebal (confluent) maka luas proses tersebut tidak boleh
lebih dari sepertiga luas satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai
kavitas. Bila disertai kavitas, maka luas seluruh kavitas (diameter)
tidak boleh lebih dari 4 cm (Alsagaf, 2009).

Lesi Luas
Kelainan lebih luas dari lesi sedang (alsagaf, 2008).

b. Laboratorium
- Dahak (sputum)

15

Cairan pleura

Laju Endap Darah, sering meningkat pada proses aktif.

Leukosit dapat normal atau meningkat pada proses aktif.


- Hemoglobin, pada TB yang berat sering disertai anemia derajat sedang
bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.

Uji Tuberkulin (PAPDI, 2010).

II.8 Pengobatan
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak,
tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan
bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510
mg/kgbb/hari (PAPDI, 2010)
a) Pencegahan (profilaksis) primer
- Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
- INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
- Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi
(-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
b) Pencegahan (profilaksis) sekunder
- Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada
gejala sakit TBC.
- Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu:
a) Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,

16

Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih
dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obatobat ini.
b) Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
Tabel 2.1. Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat

Dosis

Dosis2x/minggu(mg/kgbb/

Dosis3x/minggu(mg/kgbb/

INH

harian(mg/kgbb/hari)
5-15 (maks 300 mg)

hari)
15-40 (maks. 900 mg)

hari)
15-40 (maks. 900 mg)

Rifam

10-20 (maks. 600 mg)

10-20 (maks. 600 mg)

15-20 (maks. 600 mg)

pisin
Pirazi

15-40 (maks. 2 g)

50-70 (maks. 4 g)

15-30 (maks. 3 g)

namid
Etamb

15-25 (maks. 2,5 g)

50 (maks. 2,5 g)

15-30 (maks. 3 g)

utol
Strept

15-40 (maks. 1 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

omisin

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia


mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global
yanng direkomendasikan oleh WHO. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada
peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk
memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di
masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan
obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.(Depkes,2008)

17

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali


diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari
populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini
diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh
pengawas pengobatan" setiap hari (Depkes,2008).
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi
DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data akan menjadi
alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari
beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit
mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA
negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang
didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan
mungkin menimbulkan kekebalan obat (Depkes ,2008).
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan
lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang
resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang
bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat
lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini
tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan) (Depkes, 2010)
Pengobatan TBC pada orang dewasa
a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat

18

INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).


Diberikan kepada:
- Penderita baru TBC paru BTA positif.
- Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
b. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
- Penderita kambuh.
- Penderita gagal terapi.
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
c. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
- Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Berikut adalah pengobatan OAT yang sesuai dengan tipe penderita TB
(PDT Ilmu Penyakit Paru,2008)

Tabel 2.2. OAT pada TB paru


Panduan OAT

Klasifikasi dan Tipe Penderita

Fase Awal/Fase
Lanjutan

Kategori 1

Kasus baru
- BTA (+)

2 RHZE(S)/ 4RH

- BTA (-) dengan kerusakan

2RHZE(S)/4R3H3

parenkim luas
- TB luar yang berat

2RHZE(S)/6HE

19

Kategori 2

Kasus Lama

2RHZES-

- BTA (+)

1RHZE/5RHE

- Kambuh, gagal

2RHZES1RHZE/5R3H3E3

Kategori 3

Kasus Baru
- BTA (-) dengan kerusakan

2RHZ/4RH

parenkim yang tidak luas


- TB luar yang tidak berat

2RHZ/4R3H3

Berikut adalah efek samping dari pengobatan TB.


Tabel 2.3. Efek Samping OAT
Obat

Dosis dewasa harian

Toksisitas utama

Rifampisin

yang lazim
600 mg

Hepatitis, sindroma mirip influenza,

Isoniazid
Pirazinamid
Etambutol

300 mg
1,52 g
15 mg/kg

trombositopenia (jarang)
Hepatitis, neuropati perifer
Hepatitis, Hiperurisemia
Neuritis optik (sangat jarang dengan

20

0,75-1 g

dosis ini)
Tuli, penurunan fungsi vestibuler &

Kanamisin

1g

fungsi ginjal
Tuli, penurunan fungsi vestibuler &

Etionamid
PAS

1g
12 g

fungsi ginjal
Hepatitis
Diare, hepatitis, reaksi

Streptomisin

hipersensitivitas

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
III.1. Kerangka konsep

Faktor
Pendidikan

Faktor
pengetahuan

Suspek TB

Faktor
penghasilan

Faktor
Lingkungan

Masyarakat
umum

Peningkatan jumlah suspek


TB paru di desa sawotratap

21

Faktor
Pekerjaan

Keterengan :

: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka konsep beberapa faktor resiko kejadian suspek tuberkulosis


paru

III.2. Hipotesis awal


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya
kejadian suspek tuberkulosis di desa Sawotratap, kecamatan
Gedangan, kabupaten Sidoarjo.

22

BAB IV
METODE PENELITIAN

IV.1.Jenis penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian observasional analitik
dengan metode case control study . Kemudian dianalisa dan disajikan dengan
menggunakan uji odds rasio. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan
adalah data skala nominal.
IV.2. Populasi
Objek penelitian atau populasi adalah semua warga Desa Sawotratap,
Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo sebanyak 14.065 orang.
IV.3. Sampel
Besar sampel sebanyak 50 orang yang terdiri atas 25 orang penderita
suspek TB dan 25 masyarakat umum.
Sampel diambil menggunakan metode random sampling untuk
pengambilan sampel suspek TB dan masyarakat umum di , yaitu:
a. Desa Sawotratap sebanyak 25 orang suspek TB
b. Masyarakat umum di desa Sawotratap sebanyak 25 orang
IV.4.Variabel penelitian
1.

Variabel terikat
Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah suspek TB dan

23

masyarakat umum di desa Sawotratap, kecamatan Gedangan, Kabupaten


Sidoarjo.

2. Variabel bebas
Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor
pengetahuan dan pendidikan.

IV.5.Lokasi dan waktu penelitian


Penelitian ini

akan dilaksanakan di Desa Sawotratap, Kecamatan

Gedangan Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 9 September 2013- 6 Oktober


2013.

IV.6. Definisi istilah/operasional


Tabel 4.1. Definisi istilah/operasional

No

Variabel

Definisi

Faktor
pengetahuan

Kemampuan
responden
menjawab dengan
benar pertanyaan
seputar TB paru.

Alat
Ukur

Skala
Pengukuran

Skala
Ukur

- Baik (menjawab
dengan benar
10 pertanyaan)
Kuesioner - Kurang (menjawab Nominal
dengan benar 9
jawaban)

24

Faktor
Pendidikan

Pendidikan
terakhir responden

Kuesioner

Pendidikan
terakhir

Tuberkulosis
paru

suatu
penyakit
infeksi
kronik
yang sudah sangat
lama dikenal oleh
manusia, misalnya
dia dihubungkan
dengan
tempat
tinggal di daerah
urban

- Mengerti
atau
tidaknya
responden
Kuesioner
Nominal
mengenahi
pengertian TB
paru

Nominal

IV.7.Prosedur Penelitian/Pengumpulan data


Data yang dikumpulkan merupakan data primer, merupakan data yang
diperoleh dari hasil kuesioner yang diisi oleh responden. Data yang telah
terkumpul dari hasil kuisoner selanjutnya diolah. Selain itu kami juga
mendapatkan data sekunder yang diperoleh dari data puskesmas Gedangan.
Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai berikut :
1. Menyunting data (data editing)
Memeriksa data sebelum proses pemasukan data agar dapat
meminimalisasikan data yang salah dan meragukan.
2. Mengkode data (data coding)
Memberikan kode dan mengklasifikasikan data yang diperoleh.
3. Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data ke program komputer yang akan digunakan dan
diproses lebih lanjut.

25

4. Membersihkan data (data cleaning)


Mengecek ulang dan mengkoreksi kesalahan yang mungkin muncul
saat pembuatan variabel atau entri data.

IV.7. Metode analisis


Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data skala
nominal. Di analisa secara multivariat untuk mengetahui distribusi frekuensi
variabel terikat penderita suspek TB dan masyarakat umum dan variabel
bebas.
Untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor dengan resiko terjadinya
suspek tuberculosis di desa Sawotratap, kecamatan Gedangan, kabupaten
Sidoarjo. Kemudian dianalisa dan disajikan dengan menggunakan uji Odds
Rasio.

26

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

V.1.Data geografis daerah penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di desa Sawotratap, Kecamatan Gedangan,
Kabupaten Sidoarjo. Wilayah desa Sawotratap merupakan wilayah kerja
Puskesmas Gedangan.

Gambar 2.Peta wilayah Gedangan Sidoarjo (Sidoarjo,2009)


V.2.Data deskriptif

27

Responden terdiri atas 50 orang penduduk yang berada di wilayah kerja


di bawah Puskesmas Gedangan yaitu desa Sawotratap. Responden terbagi menjadi
25 orang suspek TB dan 25 orang masyarakat umum di desa Sawotratap.

V.3.Analisis data
1. Analisis Univariat
Pada penelitian ini peneliti menyebarkan kuisoner terhadap 50
responden, pengisian kuisoner didampingi oleh peneliti, yang bertujuan
untuk mendapatkan jawaban yang tepat, untuk menghindari persepsi
yang salah dari pemikiran responden.
Berdasarkan hasil kuesioner yang terkumpul dari 50 responden
didapatkan sebagai berikut:
a. Umur
Tabel 5.1. Umur Responden
Umur
10-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
61-70 tahun
71-80 tahun
Total

Jumlah
1
11
14
11
8
3
2
50

Persentase
2%
22%
28%
22%
16%
6%
4%
100%

b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil kuesioner yang terkumpul dari 50

28

responden didapatkan jenis kelamin sebagai berikut:

Tabel 5.2 Jenis kelamin responden


Jenis Kelamin
Wanita
Pria
Total

Jumlah
27
23
50

Persentase
54%
46%
100%

c. Faktor Pendidikan
Berdasarkan hasil kuesioner yang terkumpul dari 50
responden didapatkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
Tabel 5.3. Data faktor pendidikan responden
Tingkat Pendidikan
Tidak Bersekolah
SD
SMP
SMA
S1/S2
D3
Total
Tingkat Pendidikan:

Jumlah
1
14
15
19
0
1
50

Persentase
2%
28%
30%
38%
0%
2%
100%

Pendidikan rendah : tidak bersekolah, SD, dan SMP


Pendidikan tinggi : SMA, D3, dan S1/S2

d. Faktor pengetahuan
Tabel 5.4. Data pengetahuan tentang TB paru pada suspek TB paru
Pengetahuan
Baik

Suspek TB
8

Prosentase
32%
29

Kurang
Total

17
25

68%
100%

Tabel 5.5. Data pengetahuan tentang TB paru pada masyarakat


umum
Pengetahuan
Baik
Kurang
Total

Masyarakat Umum
10
15
25

Prosentase
40%
60%
100%

e. Data pengetahuan TB paru antara suspek TB paru dan masyarakat


umum
Tabel 5.6 Data Tingkat Pengetahuan TB paru antara suspek TB
paru dan masyarakat umum
Tingkat

Baik

Kurang

Pengetahuan
TB/Masyarakat

30

Suspek TB

17

Masyarakat umum

10

15

5. Data Hubungan Pengetahuan TB paru dengan Kesadaran berobat pada


penderita suspek TB paru
Tabel 5.7. Data analitik Hubungan pengetahuan TB paru dengan
Kesadaran berobat pada suspek TB paru
Kesadaran

Berobat

Tidak berobat

Pengetahuan
Baik

Kurang

13

2. Analisis Bivariat
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel (univariat)
dapat diteruskan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan
antara variabel. Berikut ini akan disajikan hasil pengujian menggunakan
uji Odds Rasio.
a. Faktor Pendidikan
Tabel 5.8. Faktor Resiko Suspek TB paru menurut faktor
pendidikan
Faktor Pendidikan Suspek
Rendah
Tinggi
Jumlah

paru
18
7
25

TB Masyarakat umum Jumlah


12
13
25

20
30
25

31

Rumus dasar Odds Rasio(OR) tanpa matching :


OR = 18.13 = 2,78
12.7
Dari rumus di atas didapatkan nilai OR > 1,maka faktor
pendidikan merupakan faktor resiko kejadian suspek TB paru.

b. Faktor Pengetahuan
Tabel 5.9.Faktor Resiko Suspek TB paru menurut faktor
pengetahuan
Faktor

Suspek

TB Masyarakat

Pengetahuan
paru
umum
Kurang
17
15
Baik
8
10
Jumlah
25
25
Rumus dasar Odds Rasio(OR) tanpa matching :

Jumlah
32
18
50

OR = 17. 10 = 2,83
8.15
Dari rumus di atas didapatkan nilai OR < 1, maka faktor

32

pengetahuan merupakan faktor resiko kejadian suspek TB paru.

BAB VI
PEMBAHASAN
Dari hasil data yang telah diperoleh, didapatkan beberapa faktor terjadinya
suspek tuberkulosis yang mingkin disebabkan karena :
1. Faktor Pendidikan
Adanya tingkat pendidikan yang rendah , maka ada kecenderungan
meningkatkan suspek TB paru dikarenakan jika pendidikan responden
rendah maka tingkat penguasaan tentang TB paru juga kurang
memadai daripada responden yang mempunyai pendidikan yang
tinggi, sehingga responden tidak mempunyai motivasi untuk
memeriksakan diri sekalipun tanda atau gejala suspek TB paru telah
tampak, sehingga suspek TB paru juga akan meningkat.
2. Faktor Penghasilan
Adanya responden yang mempunyai pengetahuan yang rendah
tentang tuberkulosis paru maka dapat meningkatkan resiko kejadian
33

suspek

TB

paru

dikarenakan

jika

pengetahuan

responden

rendah,maka responden tidak akan mengerti tanda dan gejala suspek


TB paru sehingga responden tidak akan menduga menderita suspek
TB paru.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
VII.1. Kesimpulan
1. Faktor pendidikan, faktor penghasilan merupakan faktor resiko
kejadian suspek tuberkulosis

di desa Sawotratap kecamatan

Gedangan, kabupaten Sidoarjo.


2. Faktor pengetahuan merupakan faktor resiko kejadian suspek
tuberkulosis

di desa Sawotratap kecamatan Gedangan, kabupaten

Sidoarjo.
VII.2.Saran
1. Lebih memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang berpendidikan
rendah, berpenghasilan rendah dan lingkungan yang kotor di desa
Sawotratap .
34

2. Lebih memberikan penyuluhan dengan cara menggunakan leaflet atau


ceramah.
3. Lebih memberikan penyuluhan tentang bahaya jika pengobatan TB
terlambat dan memberikan penjelasan tentang cara pengobatan TB dengan
bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat di desa Sawotratap,
Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo
Daftar Pustaka
Alsagaff, H.(2009). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.
Departemen

Kesehatan

RI.(2008).Pedoman

Nasional

Penanggulangan

Tuberkulosis. edisi-2, cetakan-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.


Departemen Kesehatan RI.(2008). Pedoman Pelaksanaan DOTS di Rumah
Sakit,Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen

Kesehatan

RI.(2005).

Pedoman

Nasional

Penanggulangan

Tuberkulosis, eds 9. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


PAPDI,(2006). Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2 cetakan 1,2006.diakses di
http://www.google.com/search?q=PAPDI+Tuberkulosis+paru&oe=UTF8&gfns=1&hl=en&nfpr=1&spell=1&oq=PAPDI+Tuberkulosis+paru/tb/tb.h
tml, dikutip tanggal 30 September 2013.
PDPI,(2006). Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di
Indonesia, 2006. Diakses di http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html,
dikutip tanggal 30 September 2013
Sudoyo, A.(2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. TBC Indonesia.
Sukana, B.(2003). Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 2 No. 3, Desember 2003: 282289. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Penderita TB Paru.
Sukana, B.(2003). Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 2 No. 3, Desember 2003: 282289. Pengaruh Penyuluhan Terhadap

Pengetahuan Penderita

TB
35

Paru. Diakses di www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/Vol. 2/B Sukana 23.pdf.doc dikutip tanggal 30 September 2013.
WHO.(2003).Tuberculosis

Fact

Sheet

no.

104.Diakses

di:

http//www.who.Tuberculosis.htm. dikutip tanggal 30 September 2013.


Winks M, (1994). Controlling Tuberculosis in New South Wales. New South
Wales
Health
Department.
North
Sydney.
Diakses
di
http://www.google.com/search?
q=HEALTH+NSW+TUBERKULOSIS+PARU&oq=HEALTH+NSW+TUB
ERKULOSIS+PARU.pdf.doc. Dikutip tanggal 30 September 2013

36

Lampiran 1
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
( informedconcent )
Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul Beberapa faktor yang menjadi resiko kejadian suspek
TB di Desa Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Sidoarjo , saya mengerti bahwa di minta untuk mengisi kuesiner dan menjawab
pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan timbulnya kejadian
suspek TB di Desa kami. Saya memerlukan waktu sekitar 15 30 menit
sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya. Saya memahami bahwa
penelitian ini tidak membawa resiko. Apabila ada pertanyaan yang menimbulkan
respon yang tidak rasional, maka penelitian akan di hentikan, dan peneliti akan
memberi dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan,
dan rahasianya ini akan di jamin. Informasi mengenai identitas saya tidak akan di
tulis pada penelitian dan akan tersimpan secara terpisah di tempat yang aman.

37

Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan sebagai


responden atau mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya saksi atau kehilangan
semua hak saya. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai
penelitian ini atau mengenai keterlibatan saya dalam penelitian ini, dan telah
dijawab dengan

memuaskan. Secara sukarela saya sadar dan bersedia berperan dalam penelitian
ini dengan menandatangani surat persetujuan menjadi responden.
Sidoarjo, 18 September 2013
Responden

(..)

38

Lampiran 2. Kuisoner Penelitian suspek TB


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
WIJAYA KUSUMA SURABAYA
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
Beberapa faktor yang menjadi resiko kejadian suspek TB di Desa
Sawotratap,

Kecamatan

Gedangan,

Kabupaten

Sidoarjo,

Kabupaten Sidoarjo

CARA MENGISI KUISIONER :


Lingkari salah satu jawaban yang menurut anda sesuai
1.
a.
b.
c.
d.
e.

Apakah pendidikan terakhir anda?


Diploma / PerguruanTinggi
SMA
SLTP
SD
Tidak sekolah

KUISIONER PENELITIAN

39

Nama :
Umur :
Alamat

tahun
:
BB / TB Balita :

Kg/

Cm

Karakteristik Responden :
Tingkat pendidikan
1. Apakah pendidikan terakhir anda?
a. Diploma / PerguruanTinggi
b. SLTA
c. SLTP
d. SD
e. Tidak sekolah
Tingkat pengetahuan
2. Apa itu TBC?
a. Penyakit yang ditandai dengan perut terasa sakit dan mencret
b. Penyakit yang ditandai dengan kedua kaki sering bengkak
c. Penyakit yang ditandai dengan pilek hidung terasa buntu dan
sariawan
d. Penyakit menular yang ditandai dengan batuk lebih dari 3 minggu
3. Jika ada penderita TBC sedang batuk saat berbicara dengan anda,apakah
anda bisa tertular?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
4. Jika anda keluhan batuk lama ada dahak,dan sering keluar keringat malam
apa yang anda pikirkan?
a. Berobat ke dukun
b. Minum jamu-jamuan
c. Membiarkan saja

40

d. Segera memeriksakan diri ke tenaga kesehatan terdekat


5. Apakah penyakit TBC keturunan?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
6. Bisakah TBC disembuhkan?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tau
7. Bagaimana supaya TBC tidak menular?
a. Memakai penutup mulut,rumah cukup angin angin,makan makanan
bergizi
b. Memakai penutup muka,jika batuk ditutup tangan,dan minum obat
c. Makan teratur,menjauhi penderita TBC,menjemur kasur
d. Menjemur kasur,cuci tangan,sering begadang
8. Berapa lama pengobatan TB?
a. 1 minggu
b. 1bulan
c. 3 bulan
d. 6 bulan
9. Apakah penderita TB yang mempunyai bayi tetap boleh menyusui
bayinya?
a. Boleh
b. Tidak boleh
c. Tidak tau

10. Berikut ini yg termasuk obat TBC?


a. Jamu pegel linu
b. Promag
c. Antimo
d. Captopril
e. Rifampicin
11. Apakah TBC itu bisa sembuh?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu

41

12. Jika tidak diobati secara cepat dan tepat apakah TBC bisa meninggal?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
13. Penyebab utama TB?
a. Rokok
b. Udara dingin
c. Mycobacterium tuberculosis
d. Mycobacterium leprae
14. Apakah badan kurus secara tiba tiba termasuk gejala TB paru?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
15. Yang tidak termasuk tindakan pencegahan TB paru pada bayi?
a. Minum susu formula yang mahal
b. Memberi asi pada bayi
c. Imunisasi BCG
d. Menghindari kontak langsung dengan penderita TB Paru
e. Tidak tahu

42

Lampiran 3. Kunci jawaban Kuisoner penelitian suspek TB


1. A/B/C/D/E
2. D
3. A
4. D
5. B
6. A
7. A
8. D
9. A
10. E
11. A
12. A
13. C
14. A
15. A

43

44

Vous aimerez peut-être aussi