Vous êtes sur la page 1sur 12

BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 60% ) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Perdarahan pasca persalinan atau hemorragic post partum (HPP)
adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
Perdarahan pasca persalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer dan
sekunder. Perdarahan pascapersalinan primer (Early HPP) terjadi dalam 24 jam pertama.
Sedangkan perdarahan pascapersalinan sekunder (Late HPP) terjadi setelah 24 jam pertama.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri
terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut
miometrium tersebut tidak berkontraksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a.

Pengertian
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan

rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri
tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin
meningkat (Manuaba & APN).
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia
terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut
miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
b.

Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi

(penunjang ) seperti :
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.

2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.


3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas
dari dinding uterus.

c.

Gejala Klinis:

Uterus tidak berkontraksi dan lunak

Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).

d.

Diagnosa banding

e.

Atonia uteri
Robekan jalan lahir
Retensio plasenta
Tertinggalnya sebagian dari plasenta
Inversio uteri
Perdarahan terlambat
Ruptur uteri

Pencegahan atonia uteri


Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin

segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau
10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia,
dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak

menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin.
Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan
postpartum.
f.Penanganan Atonia Uteri
Penanganan Umum

Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan

gawat darurat.
Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat,
ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk

dengan cepat.
Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat,
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi

darah.
Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:
lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang
terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit

oksitosin IM
Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan

perineum.
Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa

kadarHemoglobin:

Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah
sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per

oral sekali sehari selama 6 bulan;


Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah
asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;

Penanganan Khusus

Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.


Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang

menghentikan perdarahan.
Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit

atau rujuk segera.


Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan. Jika
perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak
adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya),
keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.

Teknik KBI

1. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan
tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina
itu.
2. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
3. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara
telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke
arah kepalan tangan dalam.

kompresi bimanual eksterna (KBE)

4. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang
miometrium untuk berkontraksi.
5. Evaluasi keberhasilan:

Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama
dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau

kondisi ibu secara melekat selama kala empat.


Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina
dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan

si penjahitan

jika ditemukan laserasi.


Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian terus kan
dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong
keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak
berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan


hipertensi)
- Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi
dari kondisi normal.
7. Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan
500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV
secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah.
Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan
membantu mengganti volume cairan yang hiking selama perdarahan.
8. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan:

KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat

membantu membuat uterus-berkontraksi

9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan
Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di
fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
10. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat
rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
a. Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b. Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah
cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c. Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan
lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.

Kompresi bimanual eksternal


1.

Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.

2. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan
memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3. Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh
darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut.
(Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal)
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:

Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.

Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.

Uterotonika :

Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior


hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi
menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin
sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi
cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin

maleat :

merupakan

golongan

ergot

alkaloid

yang

dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25
mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan
langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. Obat ini dikenal
dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin
F2alfa. Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat
diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat
dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 g = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek
samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan
bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi

sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah


yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi
oksigen.Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular,
pulmonal, dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat
hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk
mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan
84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka
perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang
terjadi

BAB III
RINGKASAN
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 60% ) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum
dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). Penyebab atonia uteri antara lain

disfungsi uterus, partus lama, pembesaran uterus berlebihan, multiparitas, miomauteri,


anestesi yang dalam dan lama serta penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta. Gejala
dan tanda yang selalu ada antara lain uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir. Diagnosis ditegakkan dengan : palpasi uterus, memeriksa plasenta
dan ketuban apakah lengkap atau tidak, melakukan eksplorasi cavum uteri, inspekulo dan
pemeriksaan Laboratorium. Menejemen atonia uteri adalah resusitasi, masase dan kompresi
bimanual,

pemberian

uterotonika,

Uterine

lavage

dan

Uterine

Packing,

serta

penatalaksanaan operatif. Di samping menyebabkan kematian, HPP memperbesar


kemungkinan terjadinya infeksi peurpeal serta bisa menyebabkan sindroma Sheehan.

Daftar Pustaka

James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA
Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002. Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi,

Fakultas
Mochtar,

Kedokteran

Unversitas

Rustam. Sinopsis

obstetrik. Ed.

Padjajaran
2.

Bandung,

Jakarta:

EGC,

1993.
1998.

Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga
berencana. Jakarta: EGC, 1998.\
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A.
Wijayarini,

Peter

I.

Anugerah.

Jakarta:

EGC.

2004

Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad
martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
Sumber:

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/artikel-lengkap-atonia-

uteri_25.html#ixzz2KwQ5ynNe

Vous aimerez peut-être aussi