Vous êtes sur la page 1sur 12

Senin, 25 April 2011

ASKEP PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow.
Kekurangan oksigen dalam hitungan menit saja dapat mengancam jiwa
seseorang, oleh karena itu masalah kesehatan yang berpengaruh
terhadap system pernapasan (respiratori) menuntut asuhan keperawatan
yang serius.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah
yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung
Harapan Kita, 2001). Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan
dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila
lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator
karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.
Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas
penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas.
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perlu
mengetahui gejala-gejala dini penyebab serta permasalahannya. Kita
ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah melakukan
promosi dan pencegahan terjadinya gangguan pada system pernapasan,
sehingga dalam hal ini masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan
yang efektif guna meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksemia, hiperkapnea (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri),
dan asidosis. (Arif Muttaqin, 2008)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah
yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung
Harapan Kita, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).
2.2 Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat
Takar lajak obat, anastesi, opioid, cedera kepala, stroke, tumor otak,

ensefalitis, meningitis, hipoksia, dan hiperkapnia mempunyai


kemampuaan dalam menekan pusat pernafasan. Pada pasien ini
pernafasan, pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Henti nafas dapat
terjadi pada kasus-kasus berat.
b. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak
terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit
pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat
mempengaruhi ventilasi. Sindrom Guillanial-Barre, miastenia gravis,
kerusakan pada segmen servikal medulla spinalis, lesi yang akut pada
batang otak dalam multiple sklerosis dan poliomyelitis adalah contohcontoh penyakit seperti ini.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
e. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal
nafas.
2.3 Tanda dan gejala
Tanda :
Gagal nafas total
Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela
iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan

whizing.
Ada retraksi dada.
Gejala :
Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
Hipoksemia yaitu t./,akikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun).
2.4 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan
penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru
hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeadaan
asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.

2.5 Pemeriksaan penunjang


a. Pemerikasan gas-gas darah arteri: pentinguntuk menentukan adanya
asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mmengetahui
apakah klien mengalami asidosis metabolic, alkalosis metabolic atau
keduanya.
Hipoksemia:

Ringan : PaO2 < 80 mmHg Sedang : PaO2 < 60 mmHg Berat : PaO2
< 40 mmHg b. Pemeriksaan rontgen dada: Melihat keadaan patologik dan
atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui c. Hemodinamik:
Tipe I : peningkatan PCWP d. EKG: adanya hipertensi pulmonal dapat
dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P
meninggi di sadapan II, III, aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi
ventrikel kanan. e. Pemeriksaan sputum: yang di perhatikan ialah bau,
warna dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekatan
terhadap kuman penyebab. f. Pengukuran fungsi paru: penggunaan
respirometer untuk menggetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan
retraksi paru. FEV1 normal > 83%.
2.6 Penatalaksanaan medis
Terapi oksigen: Pemberian oksigen kecepatan rendah, masker Venturi
atau nasal prong
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP)
atau PEEP
Inhalasi nebulizer
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan: bronkodilator, steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
Steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan.
Obat-obatan:
- Antibiotic: diberikan setelah dilakukan uji kultur sputum dan uji kepekaan
terhadap kuman penyebab.
- Bronkodilatator, kartikosteroid, diuretic, digitalis
2.7 Asuhan Keperawatan
Pengkajian Primer
Airway
Peningkatan sekresi pernapasan
Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi.
Breathing
Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
Menggunakan otot aksesori pernapasan.
Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.
Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
Papiledema

Penurunan haluaran urine


Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes
Sirkulasi
Tanda : Takikardia, irama ireguler
S3S4/Irama gallop
Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
Hammans sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum)
TD : hipertensi/hipotensi
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat
menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis.
Pernapasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru ,
keganasan, lapar udara, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot
asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi :
hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area
berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang,
reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan;
mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat
radiasi/kemoterapi
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker
1. Pengkajian persistem
Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran
secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan
apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat
marah (iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk
(somnolent). Yang tak kalah penting ialah kemampuan orientasi klien
terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena gangguan
funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan dalam bentuk perubahan
status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering pula dihubungkan
dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun.
Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga,
lingkungan serta habits/ kebiasaan.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum

Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara


bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otototot bantu pernafasan, sianosis.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan
amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan
dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut
paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena
penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan
metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.
B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena
hal tersebut merupaka tanda awal dari syok.
B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak
nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena
terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang
dialami klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada
dermis/ integument.
2. Diagnosa keperawatan

1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran


udara ke alveoli atau kebagian utama paru, sekresi tertahan, proses
penyakit, ventilasi yang tidak adekuat.
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri,
kelemahan dan kelelahan.
3) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan,
penurunan ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan
metabolism, dan proses keganasan.
5) Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman
terhadap kematian, tindakan diagnostic.
6) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum sekunder dan peningkatan
laju metabolism.
3. Intervensi
Diagnose 1:
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran
udara ke alveoli atau kebagian utama paru, sekresi tertahan, proses
penyakit, ventilasi yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
pertukaran gas membaik.
Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
- Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea, dan gas darah arteri (GDA) dalam
batas normal.
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 7,45)
PO2 (80 100 mmHg)
PCO2 ( 35 45 mmHg)
Rencana Intervensi Rasional
Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan
dari hasil klien
Tempatkan klien pada posisi semifowler. Posisi tegak memungkinkan
ekspansi paru lebih baik.
Berikan terapi intravena sesuai anjuran. Untuk memungkinkan rehidrasi
yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler untuk pemberian obatobat darurat.
Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan
dengan hasil PaO2. Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot
pernapasan.
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah
tepat serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas. Pengobatan untuk

mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi sebelumnya.

Diagnosa 2:
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan
dan kelelahan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan
jalan napas kembali efektif, klien akan memperlihatkan kemampuan
meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas.
Kriteria hasil :
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing/ronchi (-)
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
- Dapat medemonstrasikan batuk efektif
- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
Rencana Intervensi Rasional
Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum Karakteristik sputum dapat
menunjukkan berat ringannya obstruksi
Atur posisi semifowler Meningkatkan ekspansi dada
Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan pengeluaran sekret yang melekat dijalan napas
Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan
naps dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan
Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan
mengektifkan pembersihan jalan napas.
Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan
fibrasi dada. Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan
sekret
Kolaborasi pembetian obat
Bronkodilator golongan B2
Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol
HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg
Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin)
bolusb IV 5-6 mg/kgBB
Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langnsung menuju area
bronkhus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi
Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar
dilatasi jalan napas dapat optimal.
Agen mukolitik dan ekspetoran Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret peru untuk memudahkan pembersihan.
Agen ekspetoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan

napas.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan
dinding bronkhus.
Diagnosa 3:
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan
ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
Tujuan: setelah dilakukan asukan keperawatan 1x24 jam klien akan
mempertahankan pola nafas yang efektif.
Kriteria hasil :
- Nafas sesuai dengan irama ventilator
- Volume nafas adekuat
- Tidak nampak adanya cheynes stoke, biot, bradipnea,
hiper/hipoventilasi.
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
Intervensi: Rasional
Kaji RR, auskultasi bunyi napas sebagai sumber data adanya
pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
Beri posisi high fowler atau semi-fowler Rasional : mengembangkan
ekspansi paru
Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif. membantu
membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki
oksigenasi
Lakukan fisioterapi
membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru.
Berikan oksigen sesuai program memperbaiki oksigenasi dan
mengurangi sekresi
Monitor peningkatan dan pengeluaran sputum sebagai indikasi adanya
kegagalan pada paru.
Berikan bronchodilator sesuai indikasi otot pernapasan menjadi relaks
dan steroid mengurangi inflamasi
Diagnosa 4
Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan metabolisme, dan proses
keganasan.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperwatan 1x24 jam terjadi penurunan
distress GI, tidak terjadi anoreksia/intake adekuat.
Kriteria evaluasi:
- Adanya perbaikan nutrisi / intake
- Dapat mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.

- Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut,


menyatakan perasaan sejahtera.
Rencana Intervensi Rasional
Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 6 kali sehari dengan makanan
yang disukainya.
Makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan ,
lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk
penyerapan makanan.
Makanan yang disukai mendorong anak untuk makan dan meningkatkan
intake.
Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna. Makanan
berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada gi
sehingga sulit dicerna
Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi. Dapat
menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive.
Berikan perawatan mulut tiap 4 jam. Pertahankan kesegaran ruangan.
Bau yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan.
Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi. Ahli diet adalah spesialisasi dalam ilmu gizi
yang dapat membantu klien memilih makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan kalori dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya,
usia, tinggi, dan berat badan klien.

Diagnose 5
Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman
terhadap kematian, tindakan diagnostic.
Tujuan: setelah diberikan assuhan keperawatan 2x24 jam kecemasan

keluarga dan klien menurun


Kriteria evaluasi :
- Klien tampak tenang.
- Klien dapat mengekspresikan perasaannya.
Rencana Intervensi Rasional
Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing.
Pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan
dan kecemasan.
Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi pasien kepada
individu maupun keluarga. Menurunkan rasa takut dan kehilangan control
akan dirinya
4. Pelaksanaan /Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan gagal nafas didasarkan pada
rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :
DRABCD (dengger, respon, airway, breathing, circulation, disability)
Mempertahankan ventilasi yang adekuat.
Menjaga bersihan jalan nafas
Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka/ cemas.
5. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil
mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masingmasing diagnosa keperawatan sehingga :
Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian
ulang & intervensi dirubah).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas
penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah
yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan. Gagal nafas ada
dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang berbeda.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja

pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital


adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
3.2 SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat
mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu,
diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan System Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Brunner & suddarth. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta: EGC
Sumber lain:
Ners Ajibarang. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gagal
Nafas http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhankeperawatan-pada-klien-dengan.html
Hani Kami Oji. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal
nafas.
http://hanikamioji.wordpress.com/2009/04/23/askep-gagal-napas/feed/
Trinoval Yanto Nugroho. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gagal Nafas. http://www.trinoval.web.id/search/label/Askep

Vous aimerez peut-être aussi