Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
whizing.
Ada retraksi dada.
Gejala :
Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
Hipoksemia yaitu t./,akikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun).
2.4 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan
penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru
hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeadaan
asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
Ringan : PaO2 < 80 mmHg Sedang : PaO2 < 60 mmHg Berat : PaO2
< 40 mmHg b. Pemeriksaan rontgen dada: Melihat keadaan patologik dan
atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui c. Hemodinamik:
Tipe I : peningkatan PCWP d. EKG: adanya hipertensi pulmonal dapat
dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P
meninggi di sadapan II, III, aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi
ventrikel kanan. e. Pemeriksaan sputum: yang di perhatikan ialah bau,
warna dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekatan
terhadap kuman penyebab. f. Pengukuran fungsi paru: penggunaan
respirometer untuk menggetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan
retraksi paru. FEV1 normal > 83%.
2.6 Penatalaksanaan medis
Terapi oksigen: Pemberian oksigen kecepatan rendah, masker Venturi
atau nasal prong
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP)
atau PEEP
Inhalasi nebulizer
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan: bronkodilator, steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
Steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan.
Obat-obatan:
- Antibiotic: diberikan setelah dilakukan uji kultur sputum dan uji kepekaan
terhadap kuman penyebab.
- Bronkodilatator, kartikosteroid, diuretic, digitalis
2.7 Asuhan Keperawatan
Pengkajian Primer
Airway
Peningkatan sekresi pernapasan
Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi.
Breathing
Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
Menggunakan otot aksesori pernapasan.
Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.
Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
Papiledema
Diagnosa 2:
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan
dan kelelahan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan
jalan napas kembali efektif, klien akan memperlihatkan kemampuan
meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas.
Kriteria hasil :
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing/ronchi (-)
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
- Dapat medemonstrasikan batuk efektif
- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
Rencana Intervensi Rasional
Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum Karakteristik sputum dapat
menunjukkan berat ringannya obstruksi
Atur posisi semifowler Meningkatkan ekspansi dada
Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan pengeluaran sekret yang melekat dijalan napas
Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan
naps dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan
Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan
mengektifkan pembersihan jalan napas.
Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan
fibrasi dada. Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan
sekret
Kolaborasi pembetian obat
Bronkodilator golongan B2
Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol
HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg
Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin)
bolusb IV 5-6 mg/kgBB
Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langnsung menuju area
bronkhus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi
Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar
dilatasi jalan napas dapat optimal.
Agen mukolitik dan ekspetoran Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret peru untuk memudahkan pembersihan.
Agen ekspetoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan
napas.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan
dinding bronkhus.
Diagnosa 3:
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan
ekspansi paru, pengesetan ventilator yang tidak tepat.
Tujuan: setelah dilakukan asukan keperawatan 1x24 jam klien akan
mempertahankan pola nafas yang efektif.
Kriteria hasil :
- Nafas sesuai dengan irama ventilator
- Volume nafas adekuat
- Tidak nampak adanya cheynes stoke, biot, bradipnea,
hiper/hipoventilasi.
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
Intervensi: Rasional
Kaji RR, auskultasi bunyi napas sebagai sumber data adanya
pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
Beri posisi high fowler atau semi-fowler Rasional : mengembangkan
ekspansi paru
Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif. membantu
membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki
oksigenasi
Lakukan fisioterapi
membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru.
Berikan oksigen sesuai program memperbaiki oksigenasi dan
mengurangi sekresi
Monitor peningkatan dan pengeluaran sputum sebagai indikasi adanya
kegagalan pada paru.
Berikan bronchodilator sesuai indikasi otot pernapasan menjadi relaks
dan steroid mengurangi inflamasi
Diagnosa 4
Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, peningkatan metabolisme, dan proses
keganasan.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperwatan 1x24 jam terjadi penurunan
distress GI, tidak terjadi anoreksia/intake adekuat.
Kriteria evaluasi:
- Adanya perbaikan nutrisi / intake
- Dapat mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
Diagnose 5
Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman
terhadap kematian, tindakan diagnostic.
Tujuan: setelah diberikan assuhan keperawatan 2x24 jam kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan System Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Brunner & suddarth. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta: EGC
Sumber lain:
Ners Ajibarang. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gagal
Nafas http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhankeperawatan-pada-klien-dengan.html
Hani Kami Oji. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal
nafas.
http://hanikamioji.wordpress.com/2009/04/23/askep-gagal-napas/feed/
Trinoval Yanto Nugroho. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gagal Nafas. http://www.trinoval.web.id/search/label/Askep