Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
(walaupun hal ini cenderung menambah resistensi aliran udara). Selain itu,
dada mengambil posisi inspirasi maksimal, yang mula-mula dicapai secara
paksa dan melebarkan jalan udara. Kemudian gambaran ini menetap karena
pengosongan alveoli yang tidak lengkap, yang mengakibatkan hiperinflasi
toraks yang progresif. Pada asma tanpa komplikasi, batuk hanya moncolok
sewaktu serangan mereda dan batuk membantu mengeluarkan secret yang
terkumpul. Lebih jarang lagi bila batuk kering yang merupakan manifestasi
yang jelas dari asma. Diantara serangan asma, pasien bebas dari mengi dan
gejala, walaupun reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi
tetap berlanjut. Namun, ada asma kronik, masa tanpa serangan dapat
menghilang, sehingga mengakibatkan asma yang terus-menerus, sering
disertai infeksi bakteri sekunder.
Individu dengan asma, baik dengan maupun tanpa mekanisme alergi,
memiliki kelabilan bronkus yang abnormal sehingga mempermudah
penyempitan saluran napas. Penyempitan ini disebabkan oleh banyak factor
yang tidak memberikan efek ada orang normal. Dasar dari kecenderungan
ini tetap tidak jelas, tetapi kelihatannya mirip dengan perubahan peradangan
pada bronkus. Secara fungsional, saluran napas penderita asma bertindak
seakan-akan persarafan beta-adrenergiknya (yang membantu
mempertahankan saluran napas agar tetap paten) tidak kompeten, dan
terdapat banyak bukti yang member kesan bahwa pada asma yang khas,
terdapat sedikit hambatan pada reseptor beta-adrenergiknya, paling tidak
secara fungsional. Pengaruh bronkokonstriktor, yang diketahui secara
normal diperantarai oleh saraf parasimpatik (kolinergik) dan alfa-adrenergik,
cenderung menonjol. Dalam praktik, kelabilan bronkus pada penderita asma
dapat dipastikan denganmemperlihatkan respons yang nyata berupa
obstruktif saluran napas mereka terhadap inhalasi histamine dan metakolin
(zat dengan aktivitas yang menyerupai asetilkolin) dalam konsentrasi yang
sangat rendah.Mekanisme yang sama mungkin membantu menimbulkan
serangan asma setelah menghirup udara dingin maupun kontak dengan
kabut tebal, debu, dan iritan yang mudah menguap. Jaras saraf yang sedikit
diketahui juga menjadi perantara penutupan saluran napas akibat
rangsangan psikis. (Akan tetapi, jarang sekali asma yang semata-mata
disebabkan oleh factor emosional). Pada asma, jaras reflex yang
menimbulkan bronkospasme disertai pengempisan rongga dada yang kuat,
diaktifkan oleh gerakan-gerakan seperti tertawa, meniup balon, atau
melakukan ekspirasi penuh untuk tes pernapasan.
Subkelompok asma
Asma harus dibedakan dengan dua keadaan. Kedua keadaan ini adalah
bronchitis kronik, ditandai oleh hipersekresi bronkus secara terus menerus,
dan emfisema, yaitu hilangnya jaringan penunjang paru-paru yang
menyebabkan penyempitan berat saluran pernapasan yang terjadi ketika
mengeluarkan napas. Keduanya dapat mengakibatkan mengi dan sesak
napas yang gejalanya akan memburuk dengan infeksi, kerja berat, dan iritan
inhalasi. Walaupun atopi siap berimplikasi pada penderita asma bronchial
diberbagai keadaan, tetapi sulit ditemukan factor alergi pada sejumlah besar
penderita asma.Penderita-penderita semacam ini, termasuk bayi-bayi, dan
mereka yang berusia pertengahan dan juga orang tua ,mengalami
hiperreaktif bronkus (BHR) yang sering disebut asma idiopatik (yang berarti
tidak dapat diterangkan).
Beberapa orang dewasa yang menderita asma idiopatik juga terserang polip
hidung, sinusitis berulang dan obstruksi saluran pernapasan berat yang
memberikan respons pada pemberian aspirin dalam berbagai kombinasi.
Secara khas, obat-obat lain anti radang non steroid (NSAID) seperti,
ibuprofen dan indometasin juga menyebabkan serangan asma yang berat
pada pasien ini. Namun, asma moderat sering menetap walaupun allergen
penyebab yang diketahui telah dihindari, dan rhinitis vasomotor (non alergi)
yang menonjol sering merupakan petunjuk pada penyakit ini. Menerima
laporan penderita ganggguan pernapasan adalah penting, karena tidak
tersedia tes yang mudah dan aman. Selain itu, karena intoleransi yang berat
terhadap aspirin dan NSAID dapat terjadi secara mendadak, penderita asma
dewasa dengan polip atau sinusitiss ataupun keduanya harus mengenali
resiko yang mungkin terjadi akibat agen-agen itu.
Serangan asma sering menyertai infeksi virus atau bakteri pada saluran
pernapasan sehingga penyakit dapat menjadi lebih berat, dan akhirnya
memerlukan perawatan di RS. Ketika pathogen yang terlibat pada asma
anak-anak sudah ditemukan, infeksi rinovirus dan virus parainfluenza telah
diimplikasikan. Infeksi virus respiratorius sinsitial (RSV) sering menstimulasi
kejadian asma yang berat dan diikuti oleh periode BHR yang lebih lama.
Adanya infeksi sekunder yang bermakna dimanifestasikan dengan timbulnya
demam, pengeluaran dahak purulent, meningkatnya jumlah sel darah putih
atau ditemukannya pathogen didalam dahak. Namun, seringkali satusatunya tanda adalah asma yang menetap. Banyak anak-anak penderita
asma yang dipacu oleh infeksi pada masa prasekolah, mengalami alergi
hidung klasik, atau asma alergik (atopik) di kemudian hari, walaupun
beberapa indikasi mengatakan bahwa yang bertanggung jawab adalah
alergi bacterial. Karena organism penyebab sering merusak epitel bersilia
dan agen peradangan local pada bronkus yang labil, maka efek yang
merugikan pada asma dapat diramalkan. Studi pada hewan juga telah
member kesan bahwa zat-zat jasad renik yang nantinya akan dapat
melemahkan aktivitas beta-adrenergik yang sudah tidak adekuat. Banyak
penderita asma mengalami peningkatan mengi dan dyspnea (napas pendek
yang abnormal) setiap mengerahkan tenaga. Selain itu, suatu bentuk khusus
asma yang diinduksi oleh kerja (EIA) sering terlihat ketika bronkospasme
yang bermakna timbul setelah beberapa menit melakukan aktivitas dan
sering sembuh setelah istirahat. EIA paling sering dijumpai pada anak-anak,
dan cirri khas EIA adalah timbul sebelum pengerahan tenaga yang tidak
memberikan gejala. Walaupun penggunaan tenaga total yang dapat
menimbulkan gejala EIA mempunyai batas minimum, namun, jika terjadi
pengerahan tenaga melewati batas minimum ini, risiko gejalanya berbedabeda sesuai dengan jenis aktivitas. Umumnya, pada tingkat pekerjaan yang
sebanding, lari cepat paling hebat mengakibatkan EIA sedangkan berenang
paling sedikit mengakibatkan EIA. Sekarang terdapat bukti-bukti bahwa
pendinginan saluran pernapasan dan perubahan air mukosa merupakan hal
penting yang menentukan terjadinya EIA.
Baru-baru ini terdapat bukti bahwa prevalensi asma dan mortalitas akibat
asma meningkat secara menyeluruh dan harapan yang selalu ada pada
setiap pengobatan terbaru telah menyarankan satu pemeriksaan ulang yang
lebih luas untuk pengobatan asma. Akibat petunjuk tersebut mencerminkan
beberapa peningkatan prinsip yang diterima.
1. Seluruh keparahan yang disebabkan oleh asma berbeda jauh antar
penderita dan bervariasi secara khas pada setiap penderita seiring
berjalannya waktu.
2. Program pengobatan untuk meningkatkan kemampuan (dan
kerumitan) sesuai untuk mengontrol asma dari keadaan yang semakin
parah (misal pendekatan secara bertahap).
3. Obat-obatan anti radang merupakan pengobatan yang utama untuk
semua tapi diberikan yang paling minimal untuk asma.
4. Akibat peningkatan intensitas gejala seharusnya disarankan satu
bentuk pre-planned yang memberikan perencanaan untuk
meningkatkan status fungsional penderita. Pengetahuan pasien dan
penyediaan informasi penting untuk mendapatkan hasil yang baik.
Apapun bentuk dari sodium kromolin dan nedokromil untuk terapi obat,
mungkin berupa kortikosteroid inhalasi, sekarang sudah banyak secara luas
untuk pengobatan banyak orang yang menderita asma dengan gejala.
Beberapa agen yang dipasarkan dalam inhalasi dosis terukur memberikan
efektivitas topikal dan metabolisme cepat (hepatik) pada setiap obat yang
diabsorpsi; beberapa obat tersebut diperbolehkan dikonsumsi dua kali sehari
untuk meningkatkan efek kerjanya. Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi
tambahan yang secara signifikan menurunkan morbiditas asma, hiperreaktif
bronkus terkontrol, serta jumlah dan tingkat keaktifan peradangan sel-sel
saluran pernapasan. Efek ini hampir selalu berhubungan dan rutin tercapai
tanpa efek samping sistemik akibat penggunaan kortikosteroid oral maupun
parenteral. Walaupun terdapat faktor-faktor yang aman ini, pada kasus yang
jarang, efek ekstrabronkial dapat muncul bila dosis yang dianjurkan
terlewati; hiperkortikisme dapat timbul pada pasien tertentu yang
menggunakan dosis biasa. Selain itu, efek samping lokal dapat timbul pada
dosis yang disarankan dan dapat meningkat sebanding dengan peningkatan
penggunaan obat. Efek samping ini termasuk iritas tenggorokan, infeksi
Candida pada orofaring, dan miopati laring (tidak berfungsinya otot), yang
menimbulkan suara serak. Pasien yang menggunakan kortikosteroid inhalasi
dapat menurunkan kejadian yang tidak menguntungkan dengan secara
cepat membasuh mulut mereka menggunakan air keran setelah pemakaian
obat inhalasi.
Atropin dan agen antikolinergik terkait telah memperlihatkan aktivitas
sebagai relaksan otot bronkial. Inhalasi congener aerosol, ipratropium
bromida mencapai bronkodilasi sedang tanpa efek samping yang diharapkan
dari antagonis sistem muskarinik. Ipratropium khususnya digunakan pada
asma yang telah mengalami komplikasi bronkitis kronik, namun dapat juga
menguntungkan pasien lain yang memiliki masalah saluran pernapasan. Efek
merugikan jarang terjadi dan usaha-usaha terus dilakukan untuk
menjelaskan indikasi yang lebih baik untuk agen-agen tersebut.