Vous êtes sur la page 1sur 10

Price SA, Wilson LM.Patofisiologi: konsepklinis proses-prosespenyakit. Edisi 6.

Jakarta: EGC; 2005; h.177-87


Asma adalah salah satu keadaan klinis yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal.
Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas.
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan
terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang
yang menetap dan hipersekresi mukus yang kental. Penyempitan saluran
pernapasan dan pengelupasan sel epitel siliaris bronkus kronis yang dalam
keadaan normal membantu membersihkan mucus dapat menghambat
mobilisasi sekresi lumen.
Disfungsi ventilasi
Orang yang menderita asma memiliki ketidakmampuan mendasar dalam
mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan
(terutamapadaekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya
volume udara yang dihasilkan sewaktu melakukan usaha ekspirasi paksa
pada detik pertama (FEV1), dan berdasarkan parameter yang berhubungan
aliran. Karena banyaknya saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri
dan dikosongkan secara cepat, tidak terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang
penyesuaian normal antara ventilasi dan aliran darah paru. Bergantung pada
beratnya penyakit, gangguan ini mungkin tidak menimbulkan gejala atau
hanya menimbulkan perasaan iritasi pada trakea; pada kasus lain, gawat
napas mungkin tidak dapat diatasi. Turbulensi arus udara dan getaran mucus
bronkus mengakibatkan suara mengi yang terdengar jelas selama serangan
asma; namun, tanda fisik ini juga terlihat mencolok pada masalah saluran
napas obstruktif. Pada asma simtomatik napas lebih cepat dari normal

(walaupun hal ini cenderung menambah resistensi aliran udara). Selain itu,
dada mengambil posisi inspirasi maksimal, yang mula-mula dicapai secara
paksa dan melebarkan jalan udara. Kemudian gambaran ini menetap karena
pengosongan alveoli yang tidak lengkap, yang mengakibatkan hiperinflasi
toraks yang progresif. Pada asma tanpa komplikasi, batuk hanya moncolok
sewaktu serangan mereda dan batuk membantu mengeluarkan secret yang
terkumpul. Lebih jarang lagi bila batuk kering yang merupakan manifestasi
yang jelas dari asma. Diantara serangan asma, pasien bebas dari mengi dan
gejala, walaupun reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi
tetap berlanjut. Namun, ada asma kronik, masa tanpa serangan dapat
menghilang, sehingga mengakibatkan asma yang terus-menerus, sering
disertai infeksi bakteri sekunder.
Individu dengan asma, baik dengan maupun tanpa mekanisme alergi,
memiliki kelabilan bronkus yang abnormal sehingga mempermudah
penyempitan saluran napas. Penyempitan ini disebabkan oleh banyak factor
yang tidak memberikan efek ada orang normal. Dasar dari kecenderungan
ini tetap tidak jelas, tetapi kelihatannya mirip dengan perubahan peradangan
pada bronkus. Secara fungsional, saluran napas penderita asma bertindak
seakan-akan persarafan beta-adrenergiknya (yang membantu
mempertahankan saluran napas agar tetap paten) tidak kompeten, dan
terdapat banyak bukti yang member kesan bahwa pada asma yang khas,
terdapat sedikit hambatan pada reseptor beta-adrenergiknya, paling tidak
secara fungsional. Pengaruh bronkokonstriktor, yang diketahui secara
normal diperantarai oleh saraf parasimpatik (kolinergik) dan alfa-adrenergik,
cenderung menonjol. Dalam praktik, kelabilan bronkus pada penderita asma
dapat dipastikan denganmemperlihatkan respons yang nyata berupa
obstruktif saluran napas mereka terhadap inhalasi histamine dan metakolin
(zat dengan aktivitas yang menyerupai asetilkolin) dalam konsentrasi yang
sangat rendah.Mekanisme yang sama mungkin membantu menimbulkan
serangan asma setelah menghirup udara dingin maupun kontak dengan

kabut tebal, debu, dan iritan yang mudah menguap. Jaras saraf yang sedikit
diketahui juga menjadi perantara penutupan saluran napas akibat
rangsangan psikis. (Akan tetapi, jarang sekali asma yang semata-mata
disebabkan oleh factor emosional). Pada asma, jaras reflex yang
menimbulkan bronkospasme disertai pengempisan rongga dada yang kuat,
diaktifkan oleh gerakan-gerakan seperti tertawa, meniup balon, atau
melakukan ekspirasi penuh untuk tes pernapasan.
Subkelompok asma
Asma harus dibedakan dengan dua keadaan. Kedua keadaan ini adalah
bronchitis kronik, ditandai oleh hipersekresi bronkus secara terus menerus,
dan emfisema, yaitu hilangnya jaringan penunjang paru-paru yang
menyebabkan penyempitan berat saluran pernapasan yang terjadi ketika
mengeluarkan napas. Keduanya dapat mengakibatkan mengi dan sesak
napas yang gejalanya akan memburuk dengan infeksi, kerja berat, dan iritan
inhalasi. Walaupun atopi siap berimplikasi pada penderita asma bronchial
diberbagai keadaan, tetapi sulit ditemukan factor alergi pada sejumlah besar
penderita asma.Penderita-penderita semacam ini, termasuk bayi-bayi, dan
mereka yang berusia pertengahan dan juga orang tua ,mengalami
hiperreaktif bronkus (BHR) yang sering disebut asma idiopatik (yang berarti
tidak dapat diterangkan).
Beberapa orang dewasa yang menderita asma idiopatik juga terserang polip
hidung, sinusitis berulang dan obstruksi saluran pernapasan berat yang
memberikan respons pada pemberian aspirin dalam berbagai kombinasi.
Secara khas, obat-obat lain anti radang non steroid (NSAID) seperti,
ibuprofen dan indometasin juga menyebabkan serangan asma yang berat
pada pasien ini. Namun, asma moderat sering menetap walaupun allergen
penyebab yang diketahui telah dihindari, dan rhinitis vasomotor (non alergi)
yang menonjol sering merupakan petunjuk pada penyakit ini. Menerima
laporan penderita ganggguan pernapasan adalah penting, karena tidak

tersedia tes yang mudah dan aman. Selain itu, karena intoleransi yang berat
terhadap aspirin dan NSAID dapat terjadi secara mendadak, penderita asma
dewasa dengan polip atau sinusitiss ataupun keduanya harus mengenali
resiko yang mungkin terjadi akibat agen-agen itu.
Serangan asma sering menyertai infeksi virus atau bakteri pada saluran
pernapasan sehingga penyakit dapat menjadi lebih berat, dan akhirnya
memerlukan perawatan di RS. Ketika pathogen yang terlibat pada asma
anak-anak sudah ditemukan, infeksi rinovirus dan virus parainfluenza telah
diimplikasikan. Infeksi virus respiratorius sinsitial (RSV) sering menstimulasi
kejadian asma yang berat dan diikuti oleh periode BHR yang lebih lama.
Adanya infeksi sekunder yang bermakna dimanifestasikan dengan timbulnya
demam, pengeluaran dahak purulent, meningkatnya jumlah sel darah putih
atau ditemukannya pathogen didalam dahak. Namun, seringkali satusatunya tanda adalah asma yang menetap. Banyak anak-anak penderita
asma yang dipacu oleh infeksi pada masa prasekolah, mengalami alergi
hidung klasik, atau asma alergik (atopik) di kemudian hari, walaupun
beberapa indikasi mengatakan bahwa yang bertanggung jawab adalah
alergi bacterial. Karena organism penyebab sering merusak epitel bersilia
dan agen peradangan local pada bronkus yang labil, maka efek yang
merugikan pada asma dapat diramalkan. Studi pada hewan juga telah
member kesan bahwa zat-zat jasad renik yang nantinya akan dapat
melemahkan aktivitas beta-adrenergik yang sudah tidak adekuat. Banyak
penderita asma mengalami peningkatan mengi dan dyspnea (napas pendek
yang abnormal) setiap mengerahkan tenaga. Selain itu, suatu bentuk khusus
asma yang diinduksi oleh kerja (EIA) sering terlihat ketika bronkospasme
yang bermakna timbul setelah beberapa menit melakukan aktivitas dan
sering sembuh setelah istirahat. EIA paling sering dijumpai pada anak-anak,
dan cirri khas EIA adalah timbul sebelum pengerahan tenaga yang tidak
memberikan gejala. Walaupun penggunaan tenaga total yang dapat
menimbulkan gejala EIA mempunyai batas minimum, namun, jika terjadi

pengerahan tenaga melewati batas minimum ini, risiko gejalanya berbedabeda sesuai dengan jenis aktivitas. Umumnya, pada tingkat pekerjaan yang
sebanding, lari cepat paling hebat mengakibatkan EIA sedangkan berenang
paling sedikit mengakibatkan EIA. Sekarang terdapat bukti-bukti bahwa
pendinginan saluran pernapasan dan perubahan air mukosa merupakan hal
penting yang menentukan terjadinya EIA.

Pertimbangan pengobatan jangka panjang pada asma bronkial


Perjalanan penyakit yang panjang merupakan ciri khas penyakit asma dan
keadaan hiperreaktivitas bronkus yang menyertai penyakit ini memaksa
untuk dilakukan tindakan pengobatan yang memerlukan waktu lama. Para
penderita yang terbukti terdapat faktor-faktor yang diperantarai IgE, usahausaha untuk mengurangi pajanan terhadap alergen inhalasi yang sudah
diketahui (dan bila diperlukan terhadap imunoterapi) sangat bermanfaat.
Menghindari iritan, khususnya asap tembakau, dan pengobatan pada infeksi
bakteri pernapasan yang membandel umumnya sangat bermanfaat namun
seringkali terlupakan.
Parfum, pembersih aerosol, kosmetik, bau masakan yang tajam, zat-zat
pelarut, dan bau cat yang menyengat, secara potensial juga merupakan
risiko yang harus dipertimbangkan untuk dihindari. Udara dingin merupakan
bronkokonstriktor lain yang pengaruhnya dapat dikurangi dengan memakai
syal atau masker penutup hidung dan mulut untuk memanaskan udara.
Diperlukan sekali untuk menambah kelembapan pada udara yang kering
dalam rumah (untuk menjaga kelembapan relatif paling sedikit 30%),
walaupun alat untuk mempertahankan kelembapan yang tidak terawat
dengan baik dapat menjadi sumber aerosol jasad renik. Rencana pengobatan
yang teratur dapat mengurangi kelabilan bronkus secara efektif dan dengan
demikian akan meninggikan ambang respons penyumbatan saluran napas.

Baru-baru ini terdapat bukti bahwa prevalensi asma dan mortalitas akibat
asma meningkat secara menyeluruh dan harapan yang selalu ada pada
setiap pengobatan terbaru telah menyarankan satu pemeriksaan ulang yang
lebih luas untuk pengobatan asma. Akibat petunjuk tersebut mencerminkan
beberapa peningkatan prinsip yang diterima.
1. Seluruh keparahan yang disebabkan oleh asma berbeda jauh antar
penderita dan bervariasi secara khas pada setiap penderita seiring
berjalannya waktu.
2. Program pengobatan untuk meningkatkan kemampuan (dan
kerumitan) sesuai untuk mengontrol asma dari keadaan yang semakin
parah (misal pendekatan secara bertahap).
3. Obat-obatan anti radang merupakan pengobatan yang utama untuk
semua tapi diberikan yang paling minimal untuk asma.
4. Akibat peningkatan intensitas gejala seharusnya disarankan satu
bentuk pre-planned yang memberikan perencanaan untuk
meningkatkan status fungsional penderita. Pengetahuan pasien dan
penyediaan informasi penting untuk mendapatkan hasil yang baik.

Agen adrenergik-beta (misalnya, metaproterenol, pirbuterol, albuterol)


menjadi obat antiasma yang paling banyak digunakan. Obat-obat tersebut
memperlihatkan efek adrenergik-beta yang terutama, yaitu melemaskan otot
polos saluran pernapasan dengan meningkatnya denyut jantung dan
kekuatan kontraktil yang lebih kecil. Namun, efek tersebut tidak hilang pada
pengobatan terbaru, dan tremor otot, mengantuk, dan stimulasi psikomotor
merupakan efek tambahan yang disebabkan oleh beta2-intrinsik.
Perbandingan secara langsung menegaskan bahwa preparat inhalasi
menyebabkan pemulihan asma yang lebih efektif dan cepat, dengan efek
samping sistemik yang lebih ringan dibandingan dengan agen yang sama
namun diberikan secara oral. Dengan dasar ini, mafaat dari adrenergik-beta
khususnya yang berupa aerosol, dapat juga digunakan secara luas untuk

obat jenis lain (misalnya, kortikosteroid, antikolinergik). Namun,


ketergantungan terhadap bronkodilator yang berbentuk aerosol dan
mengarah kepada penggunaannya yang berlebihan, akan membahayakan
dan menyebabkan asma yang fatal. Lagipula, karena pasien telah dapat
mengontrol dan telah terbiasa dengan pengunaan aerosol, akan timbul
pengunaan obat untuk hal-hal yang buruk. Akhir-akhir ini telah diketahui
bahwa bahwa agonis-beta aerosol sendiri hanya cukup untuk asma ringan,
yaitu asma yang terjadi paling banyak sekali atau dua kali dalam seminggu,
dan biasanya cepat hilang dengan pemberian obat-obat tersebut. Gejala
yang lebih parah dan sering, memerlukan pengobatan anti inflamasi
tambahan dalam jadwal yang normal. Program obat-kombinasi telah
meningkatkan penggunaan salmeterol inhalasi, dua kali sehari, untuk efek
yang lebih besar, walaupun agen ini tidak dapat menyembuhkan asma akut
dengan cepat. Antagonis leukotrien dapat memberikan keuntungan
tambahan. Pengobatan dengan obat adrenergik-beta secara oral, lebih
sedikit digunbakan bila gejala-gejalanya resisten. Namun, adrenergik-beta
bentuk sirup dan salmeterol berguna untuk anak-anak, jika diberikan untuk
asma yang khas atau yang jarang timbul, kondisi yang singkat (misalnya,
infeksi saluran pernapasan) juga dapat menimbulkan gejala.
Mengenali peradangan bronkus mulai dari ciri-ciri dan prinsip asma, telah
menyebabkan peningkatan dalam memusatkan perhatian untuk menurunkan
jumlah dan aktivitas sel-sel pada saluran pernapasan. Jika perubahan
tersebut mengikuti sekresi sel mast yang diperantarai oleh IgE, sodium
kromolin dan nedokromil telah memperlihatkan nilai profilaksis. Kemampuan
obat yang relatif aman tersebut untuk menahan respons saluran pernapasan
terhadap alergen spesifik dalah laboratorium-tantangan provokatif dapat
secara realistis menunjukkan manfaat klinisnya yang diobservasi. Namun,
apakah proses yang didasari IgE itu sendiri terkena belom jelas, karena agenagen tersebut dapat sering menekan EIA, dan akibat lain terhadap sel mast
sendiri sudah jelas diperkirakan.

Apapun bentuk dari sodium kromolin dan nedokromil untuk terapi obat,
mungkin berupa kortikosteroid inhalasi, sekarang sudah banyak secara luas
untuk pengobatan banyak orang yang menderita asma dengan gejala.
Beberapa agen yang dipasarkan dalam inhalasi dosis terukur memberikan
efektivitas topikal dan metabolisme cepat (hepatik) pada setiap obat yang
diabsorpsi; beberapa obat tersebut diperbolehkan dikonsumsi dua kali sehari
untuk meningkatkan efek kerjanya. Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi
tambahan yang secara signifikan menurunkan morbiditas asma, hiperreaktif
bronkus terkontrol, serta jumlah dan tingkat keaktifan peradangan sel-sel
saluran pernapasan. Efek ini hampir selalu berhubungan dan rutin tercapai
tanpa efek samping sistemik akibat penggunaan kortikosteroid oral maupun
parenteral. Walaupun terdapat faktor-faktor yang aman ini, pada kasus yang
jarang, efek ekstrabronkial dapat muncul bila dosis yang dianjurkan
terlewati; hiperkortikisme dapat timbul pada pasien tertentu yang
menggunakan dosis biasa. Selain itu, efek samping lokal dapat timbul pada
dosis yang disarankan dan dapat meningkat sebanding dengan peningkatan
penggunaan obat. Efek samping ini termasuk iritas tenggorokan, infeksi
Candida pada orofaring, dan miopati laring (tidak berfungsinya otot), yang
menimbulkan suara serak. Pasien yang menggunakan kortikosteroid inhalasi
dapat menurunkan kejadian yang tidak menguntungkan dengan secara
cepat membasuh mulut mereka menggunakan air keran setelah pemakaian
obat inhalasi.
Atropin dan agen antikolinergik terkait telah memperlihatkan aktivitas
sebagai relaksan otot bronkial. Inhalasi congener aerosol, ipratropium
bromida mencapai bronkodilasi sedang tanpa efek samping yang diharapkan
dari antagonis sistem muskarinik. Ipratropium khususnya digunakan pada
asma yang telah mengalami komplikasi bronkitis kronik, namun dapat juga
menguntungkan pasien lain yang memiliki masalah saluran pernapasan. Efek
merugikan jarang terjadi dan usaha-usaha terus dilakukan untuk
menjelaskan indikasi yang lebih baik untuk agen-agen tersebut.

Walaupun penggunaannya lebih jarang, teofilin tetap merupakan fungsi obat


antiasma fungsional bagi pasien tertentu. Agen metilxantin ini digunakan
untuk meningkatkan bronkodilasi dengan cara menghambat fosfodiesterase
otot jalan napas, yang mengakibatkan peningkatan tingkay siklus adenosin
monofosfat (cAMP), namun efek lain dapat memberi kontribusi (atau
predominan). Beberapa preparat yang dijual dipersiapkan untuk dapat
diabsorpsi dengan baik dan aktif untuk 8-12jam atau selama 24 jam. Efek
obat berkaitan erar dengan kadar darah secara bersamaan, dengan
keuntungan maksimal yang diharapkan pada kisaran 8-18ug/ml, dibawah
angka ini respons lebih rendah dapat terjadi. Demikian juga risiko toksisitas
meningkat pada kadar serum, nilai yang lebih besar dari 20ug/ml paling baik
dihindari. Respons individu sangat bervariasi. Namun, pada beberapa pasien,
keracunan biasanya menyebbakan mual dan muntah, dan potensi terjadinya
kejang yang serius dan kolaps kardiovaskuler mungkin adalah tanda pertama
adanya dosis yang berlebihan. Selain itu, beberapa obat-obatan (misal,
antibiotik makrolid, simetidin) diperkirakan meningkatkan serum teofilin
dengan cara menghalangi metabolismenya. Dengan kemampuannya menilai
penggunaan serum, teofilin tetap digunakan, khususnya sebagai pengobatan
yang diberikan sebelum tidur untuk mencegah asma selama tidur.
Kortikosteroid memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi untuk menekan
asma, tetapi selain itu juga terdapat efek samping yang serius bila
digunakan dalah waktu yang lama. Keadaan yang berlawanan ini dapat
ditangani pada banyak pasien dengan pemakaian agen-agen inhalasi secara
teratur (misal, budesonid, beklometason, flunisonid, triamsinolon, flutikason),
namun tidak jarang pasen asma yang bergantung pada pengobatan
kortikosteroid oral regular untuk mempertahankan fungsi yang dapat
diterima. Untuk individu ini, yang sesuai adalah pengontrolan gejala secara
adekuat dengan agen harian dosis terendah yang cepat dimetabolisme
seperti prednison atau metilprednisolon. Alternatif lainnya adalah dengan

pemberian kortikosteroid dosis sedang sistemik dan menekan fungsi


hipotalamus-hipofisis-adrenokortikal.
Antihistamin tidak memberikan manfaat yang pasti, walaupun pada asma
alergi, dan mungkin dipersulit juga dengan masalah mobilisasi sputum
karena sekresi yang kering. Sifat ekspetoran iodida dan gliseril guaiakolat
masih kontroversial pada dosis yang sama-sama menyebabkan iritasi
gastrointestinal. Jika mobilisasi sputum menjadi masalah, manfaat hidrasi
sistemik yang sederhana seharusnya tidak diabaikan, dan banyak serangan
asma ringan yang mereda bila pasien duduk tenang, bernapas secara
perlahan, dan meminum sedikit cairan hangat.

Vous aimerez peut-être aussi

  • Status Bedah
    Status Bedah
    Document11 pages
    Status Bedah
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Case Obgyn
    Case Obgyn
    Document20 pages
    Case Obgyn
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Tinjauan Pustaka Blok 8
    Tinjauan Pustaka Blok 8
    Document22 pages
    Tinjauan Pustaka Blok 8
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Otot
    Otot
    Document14 pages
    Otot
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Ref Anak
    Ref Anak
    Document15 pages
    Ref Anak
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Case
    Case
    Document37 pages
    Case
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Abses Peritonsil
    Abses Peritonsil
    Document10 pages
    Abses Peritonsil
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Tinjauan Pustaka Blok 17
    Tinjauan Pustaka Blok 17
    Document10 pages
    Tinjauan Pustaka Blok 17
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Ppok
    Ppok
    Document16 pages
    Ppok
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Art Ritis
    Art Ritis
    Document18 pages
    Art Ritis
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Ipd Revisi
    Ipd Revisi
    Document16 pages
    Ipd Revisi
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Gizi Buruk
    Gizi Buruk
    Document33 pages
    Gizi Buruk
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Obgyn Revisi
    Obgyn Revisi
    Document8 pages
    Obgyn Revisi
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Presus Perforasi
    Presus Perforasi
    Document9 pages
    Presus Perforasi
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Infeksi Dan Imunitas
    Infeksi Dan Imunitas
    Document17 pages
    Infeksi Dan Imunitas
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Respirasi
    Respirasi
    Document18 pages
    Respirasi
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Polip
    Polip
    Document19 pages
    Polip
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Document17 pages
    Pendahuluan
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Mata
    Mata
    Document6 pages
    Mata
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Case Mata
    Case Mata
    Document6 pages
    Case Mata
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Respirasi
    Respirasi
    Document18 pages
    Respirasi
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • DBD
    DBD
    Document10 pages
    DBD
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Gizi
    Gizi
    Document33 pages
    Gizi
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Bedah
    Bedah
    Document9 pages
    Bedah
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kimia2
    Laporan Kimia2
    Document2 pages
    Laporan Kimia2
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Tumor Jinak Pada Kulit Kel I
    Tumor Jinak Pada Kulit Kel I
    Document42 pages
    Tumor Jinak Pada Kulit Kel I
    Prisiliya Van Boven
    Pas encore d'évaluation
  • Status Asma
    Status Asma
    Document12 pages
    Status Asma
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • BPH Status Bedah
    BPH Status Bedah
    Document9 pages
    BPH Status Bedah
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kimia
    Laporan Kimia
    Document1 page
    Laporan Kimia
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation
  • Sklerosis Sistemik
    Sklerosis Sistemik
    Document10 pages
    Sklerosis Sistemik
    Maximilian Ronald Tirta
    Pas encore d'évaluation