Vous êtes sur la page 1sur 3

Mata Kuliah Organisasi Internasional

Nadya Saraswati
114105090
Fakultas Falsafah dan Peradaban
Hubungan Internasional

ASEAN
Association of Southeast Asian Nations

Secara politik dan ekonomi yang strategis negara di kawasan Asia


Tenggara memiliki potensi, sehingga sering terjadi konflik di kawasan itu
untuk memperebutkan kepentingan sejak Perang Dunia kedua. Sebelum
ASEAN berdiri, orientasi politik luar negeri negara-negara Asia Tenggara
secara ideologi terpecah yaitu komunis dan non komunis. Belum ada rasa
keterikatan dalam kawasan itu sehingga masih kuatnya kecenderungan untuk
menjalin persekutuan dengan kekuatan asing diluar kawasan. Berkembang
suasana konfrontatif dan saling curiga, seperti pernah terjadi dengan
Indonesia dan Malaysia, konflik Indonesia Singapura.
Tanggal 8 Agustus 1967, lima pemimpin Menteri Luar Negeri Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand duduk bersama di ruang utama
gedung Departemen Luar Negeri di Bangkok, Thailand dan menandatangani
sebuah dokumen. Berdasarkan dokumen itu, ASEAN lahir. Lima Menteri Luar
Negeri yang menandatanganinya Adam Malik dari Indonesia, Narciso R.
Ramos dari Filipina, Tun Abdul Razak dari Malaysia, S. Rajaratnam dari
Singapura, dan Thanat Khoman dari Thailand dan dokumen yang mereka
ditandatangani dikenal sebagai Deklarasi ASEAN.
Terbentuk dari sebuah deklarasi, awalnya ASEAN adalah organisasi
regional yang berusaha berintegrasi dalam sebuah institusi yang berdasarkan
pada kerjasama fungsional. Sehingga, ASEAN merupakan organisasi regional
non-politik yang secara efektif berfungsi dalam sektor-sektor ekonomi, teknik,
keilmuan, sosial dan kebudayaan. Ide utamanya adalah bagaimana membuat
suatu institusi regional tanpa mengancam kedaulatan nasional negara
anggotanya

namun

tetap

menguntungkan.

Mengingat

ketika

ASEAN

terbentuk, mayoritas dari anggotanya adalah negara-negara yang belum


lama memperoleh kemerdekaan.
Tujuan lain didirikannya organisasi regional ini berdasarkan data dari
data resmi ASEAN diantaranya adalah melakukan kerjasama di bidang
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lainnya, dan dalam mempromosikan
perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati keadilan dan
supremasi hukum dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip piagam PBB. ASEAN
menetapkan bahwa organisasi ini terbuka untuk partisipasi dari semua negara
di kawasan Asia Tenggara. ASEAN juga bisa dikatakan sebagai representasi

dari statement: "the collective will of the nations of Southeast Asia to bind
themselves together in friendship and cooperation and, through joint efforts
and sacrifices, secure for their peoples and for posterity the blessings of
peace, freedom and prosperity.
Paradigma Universalis berargumen bahwa generalisasi individu selaku
masyarakat internasional memiliki kedudukan signifikan dalam sistem politik
global. Peran Organisasi Internasional nantinya tidak hanya berfungsi sebagai
regulator/mediator, namun dapat

menggantikan peran negara. Kedaulatan

negara, baik secara internal maupun eksternal, mengikutsertakan OIs, NGOs,


maupun organisasi lainnya menjadi refleksi masa depan globalisasi serta
representasi dari peradaban internasional.
ASEAN mungkin belum bergerak sejauh Uni Eropa mengkonsolidasi
pasar-bersama untuk perdagangan internasional, kebijakan sosial, maupun
kebijakan

lingkungan.

Bahkan

mempunya

lembaga

hukum

dan

mengedepankan kapabilitas kebijakan luar negeri dan militer secara kolektif


namun, dengan akan dilaksanakannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) tidak
menutup

kemungkinan

nantinya

ASEAN

akan

membentuk

lembaga

pemerintah-nya sendiri, membentuk lembaga hukum, bahkan membuat mata


uangnya sendiri seperti yang telah dilakukan Uni Eropa Sayapun melihat
AFTA, sebagai langkah pertama ASEAN untuk menjadi organsasi regional
seperti Uni Eropa hal ini sangat berkaitan erat dengan analisa pandangan
universalis mengenai Organisasi Internasional.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), mungkin terlihat hanya sekedar
nama, namun jika dianalisa dari pandangan Universalis hal ini merujuk pada
masyarakat global a society of people rather than of states, dalam hal ini
adalah warga Indonesia, warga Malaysia, warga Singapur dan lain sebagainya,
yang merupakan anggota dari Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. Hal ini
terkait seperti apa yang dikatakan Barkin dalam bukunya The greater the
extent to which global civil society comes to be governed by a set of rules
and behavioral norms shared across different peoples and cultures, the
greater the extent to which it is this civil society, rather than the society of
states, that guides global politics. (2006, 6)
Berbicara MEA, di dalam paradigma Universalisme individu memiliki
kedudukan yang signifikan dalam sistem politik global. Jika dianalisis dengan
paradigma tersebut maka kita akan terfokus pada masyarakat Negara-negara
ASEAN. Organisasi Regional ini dituntut untuk mensejahterahkan masyarakat
anggotanya. Lalu jika dilihat dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), akan

muncul pertanyaan, Apakah MEA dapat meningkatkan kualitas hidup


masyarakat anggota ASEAN? Di satu sisi masyarakat akan diprediksikan
sejahterah karena dengan MEA dan AFTA, lapangan pekerjaan terbuka luas di
Negara-negara anggota MEA, namun di sisi lain, bagaimana dengan
masyarakat yang belum siap untuk bersaing dengan masyarakat dari lain? Ini
dapat membuat pengangguran pada sejumlah masyarakat, lalu dimanakah
fungsi ASEAN berserta program kerjanya yang seharusnya mensejahterakan
masyarakat anggota ASEAN? Hal tersebutlah yang dianalisa paradigma
Universalis, karena Universalis berpandangan Non State-Centric, dan melihat
pengaruh

Organisasi

Internasional

masyarakat, bukan hanya Negara.

(dalam

hal

ini

ASEAN)

terhadap

Vous aimerez peut-être aussi