Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Faktor hormon seperti pada saat pubertas menginjak belia. Aktivitas hormonal
disini dimaksudkan pada proses perubahan atau siklus hormonal yang terjadi pada
seseorang
Bakteria.
Mikroba
yang
terlibat
pada
terbentuknya
akne
adalah
Propionibacterium
acnes
(P.
acnes)
merupakan
bakteri
yang
D. PATOGENESIS
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks dipengaruhi banyak faktor dan
kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan
dengan terjadinya akne :
1
Keratinasi folikel
sifat komedo.
Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam
linoleik dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari meningkatnya sebum
pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam lenolik. Hal ini dapat
menyebabkan defisiensi asam lenoleik pada epitel folikel, yang akan
menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari epitel.
Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang menimbulkan
peradangan. Walaupun asam lenoleik merupakan unsur penting dalam
Pertumbuhan kuman,
propionibacterium acnes yang cepat (folikel polisebaceous) yang
Corynebacteria.
Propionibacterium
acnes
Bakteri
berperan
ini
termasuk
pada
flora
patogenesis
normal
jerawat
kulit.
dengan
menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam
lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan
sistem imun dan mendukung terjadinya akne. Propionibacterium acnes
termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat. Bakteri ini tipikal bakteri
anaerob gram positif yang toleran terhadap udara. Genome dari bakteri ini
telah dirangkai dan sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang dapat
menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan protein, yang mungkin
immunogenic (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh). Ciri-ciri penting dari
bakteri Propionibacterium acnes adalah berbentuk batang tak teratur yang
terlihat pada pewarnaan gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan
tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filamen bercabang
atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid.
Propionibacterium acnes memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob
fakultatif sampai ke mikroerofilik atau anaerob. Beberapa bersifat patogen
untuk hewan dan tanaman .
Akne terjadi ketika lubang kecil pada permukaan kulit yang disebut poripori tersumbat. Pori-pori merupakan lubang bagi saluran yang disebut folikel,
yang mengandung rambut dan kelenjar minyak. Biasanya, kelenjar minyak
membantu menjaga kelembaban kulit dan mengangkat sel kulit mati. Ketika
germinat
dengan
cara
menyekresikan
bahan
kimia
yang
dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang
dihasilkan oleh C.Acnesseperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan
nioranidase, memegang peranan penting dalam proses peradangan.
Factor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan
komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik
leukosit nucleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk kedalam folikel,
PMN dapat mencerna C. Acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa
menyebabkan kerusakan dari folikel sebasea. Limfosit dapat merupakan
pencetus terbentuknya sitokin.Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di
dalam sel tanduk serta lemak dari kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi non
spesifik, yang disertai makrofag dan sel-sel raksasa.Pada masa permulaan
peradangan yang ditimbulkan oleh C.Acnes, juga terjadi aktivasi jalur
komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement
pathways). Respon penjamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu
antibody terhadap C.Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat.
kista. Komedo lazim dikenal sebagai kepala hitam (komedo terbuka) dan kepala
putih (komedo tertutup) (Strauss, 1991). Isi komedo ialah sebum yang kental atau
padat. Isi kista biasanya pus dan darah. Selain itu bisa terlihat nodulus, infiltrasi
granulomatosa dalam peradangan karena asam lemak atau piokokus, jaringan
parut dan keloid.
F. PENATALAKSANAAN AKNE VULGARIS
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi
(preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Kedua
usaha tersebut harus dilakukan bersamaan mengingat bahwa kelainan ini terjadi
akibat pengaruh berbagai faktor, baik faktor internal dari dalam tubuh sendiri (ras,
familial, hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres) yang
kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita (Djuanda, Hamzah dan
Aisyah, 1999).
Benzoil peroksida memiliki sifat antimikroba yang lebih besar terhadap P. acnes
daripada antibiotik topikal lain. Namun, tidak seperti antibiotik, benzoyl peroxide
tidak akan menginduksi resistensi bakteri. Antibiotik topikal jika dengan
penambahan benzoil peroksida akan meningkatkan efek bakterisida dari antibiotik
(Gambar 60.1). Selain itu, Benzoyl peroksida akan mencegah perkembangan
resistensi P. acnes bila digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik topikal atau
oral.
10
menyatakan bahwa benzoil peroksida adalah 12 kali lebih efektif hemat biaya
daripada minocycline.
Selain anti - inflamasi, benzoil peroksida juga berperan sebagai komedolitik.
Salah satu studi memanfaatkan uji comedogenicity dengan menggunakan telinga
kelinci dan berhasil menunjukkan penurunan 10% komedo dari kelinci tersebut.
Benzoil peroksida tersedia OTC dalam kisaran 2,5 - 10% sebagai produk washes
atau leave-on (misalnya krim, lotion, gel). produk leave-on dapat mengurangi
jumlah
11
Pasien harus diperingatkan tentang benzoyl yang dapat menyebabkan dan juga
harus diberitahu tentang kecenderungan untuk benzoil peroksida digunakan
sebagai pemutih kain dan rambut. Selain keberadaan pada OTC, benzoil peroksida
juga tersedia sebagai resep. Produk resep ini mungkin berisi formulasi yang
berbeda yang dapat meningkatkan penetrasi dan mengurangi iritasi. Namun, dua
kasus - studi kontrol menunjukkan tidak ada korelasi antara penggunaan benzoil
karena studi tikus telah menunjukkan bahwa benzoil peroksida dapat
menghasilkan untai DNA istirahat, dan telah ada beberapa pertanyaan untuk
potensi karsinogenik nya peroksida dan kanker kulit. Selain itu, 23 studi
carcinogenicity pada tikus menghasilkan hasil negatif. Evaluasi epidemiologi
menunjukkan ada hubungan antara benzoil peroksida dan melanoma ganas.
Asam alfa hidroksi mempunyai sifat dapat larut dalam air, mampu berpenetrasi
kedalam epidermis bahkan ke dalam lapisan dermis pada konsentrasi yang lebih
tinggi. Asam alfa hidroksi berperan dengan desquamating stratum korneum (yaitu
pengelupasan kulit). Secara khusus, asam alfa hidroksi mempengaruhi adhesi
12
corneocyte di stratum korneum atas oleh kalsium kelat. Hasil ini secara klinis
pada penampilan dapat memperhalus kulit, dan juga dapat mengurangi ukuran
pori-pori. Asam alfa - hidroksi juga dapat berpenetrasi melewati dermis dan dapat
meningkatkan kolagen. Efek ini dapat membantu untuk pencegahan dan
pengobatan hiperpigmentasi pasca jerawat. Asam alfa hidroksi yang paling umum
pada OTC adalah asam glikolat (berasal dari tebu) dan asam laktat (dari susu
asam) yang ditemukan dalam konsentrasi kurang dari 10%.
Contoh sediaan anti-acne asam-alfa hidroksi:
3.
Retinoid Topikal
Retinoid topikal digunakan sebagai lini pertama untuk jerawat yang ringan
sampai sedang baik yang berupa jerawat komedo ataupun jerawat akibat
inflamasi. Retinoid topikal juga diminati untuk terapi pemeliharaan, tujuannya
adalah untuk mencegah mikrokomedo muncul kembali dan untuk meminimalisir
penggunaan antibiotik pada jerawat.
Dalam mengatasi jerawat, retinoid topikal bekerja sebagai agen
komedolitik dengan menargetkan microkomedo yang merupakan prekursor
pembentukan
semua
lesi
jerawat.
Dengan
menghambat
pembentukan
mikrokomedo, maka pembentukan komedo dewasa dan lesi inflamasi juga akan
terhambat sehingga hasilnya, baik itu lesi inflamasi ataupun komedo bisa samasama berkurang. Selain sebagai agen komedolitik, retinoid topikal diketahui juga
memiliki kemampuan sebagai anti inflamasi. Retinoid topikal dapat memodulasi
respon imun, mediator inflamasi, dan migrasi sel-sel yang berperan dalam
inflamasi.
13
Saat ini retinoid topikal yang tersedia untuk mengatasi masalah jerawat
diantaranya tretinoin, adapalene, tazarotene, isotretinoin topikal, motretinide,
retinaldehid, dan retinoyl glucuronide. Kesemua retinoid topikal tersebut memiliki
perbedaan pada struktur kimia, kekuatan komedosupresif, dan tolerabilitasnya.
Namun, mekanisme aksinya tetap menargetkan mikrokomedo yang menjadi
originator semua lesi jerawat.
14
15
dibandingkan tretinoin. Untuk Isotretinoin kini telah tersedia dalam bentuk gel.
Perlu diperhatikan bahwa isotretinoin topikal berbeda dengan isotretinoin oral.
Isotretinoin topikal tidak mengurangi sebum. Justru sebaliknya, penggunaan
isotretinoin topikal dapat menyebabkan iritasi pada kulit, sama halnya seperti pada
tretinoin.
Tazarotene, tersedia sebagai gel atau krim dengan konsentrasi 0,05% atau
0,1% (konsentrasi 0,1% telah disetujui untuk pengobatan jerawat). Tazarotene
telah terbukti efektif dalam beberapa uji klinis. Dalam studi double-blind selama
12-minggu, gel tazarotene 0,1% dan 0,05% gel yang diaplikasikan setiap sekali
sehari dan menunjukkan hasil yang baik dalam mengurangi jumlah lesi. Kedua gel
tersebut juga terbukti memiliki profil tolerabilitas yang masih dapat diterima. Efek
samping yang memang terjadi hanya iritasi lokal. Studi lainnya, membandingkan
antara tazatorene dengan tretinoin. Hasilnya menunjukkan bahwa tazarotene
sekali sehari lebih efektif daripada penggunaan tretinoin sekali sehari dalam
mengurangi papula dan komedo terbuka (blackhead).
Retinoid topikal diketahui dapat mengubah folikel pada wajah sehingga
mampu meningkatkan penetrasi obat lain seperti antibiotik topikal. Pada jerawat
yang timbul akibat inflamasi, harus dimulai dengan pemberian retinoid topikal
yang dikombinasikan dengan antibiotik hingga inflamasinya selesai. Setelah
inflamasi berakhir, hentikan penggunaan antibiotik saja karena penggunaan
antibiotik jangka panjang dapat menyebabkan resistensi terutama jika antibiotik
digunakan sebagai monoterapi. Untuk penggunaan retinoid topikal tetap
16
4.
Asam
Salisilat
Asam salisilat merupakan terapi jerawat yang tertua. Manfaatnya dalam
merawat kulit telah dikenal selama beberapa generasi. Asam salisilat juga dapat
ditemukan dalam berbagai tanaman seperti pohon willow, daun wintergreen, dan
bunga chamomile. Pada penggunaan topikal, asam salisilat digunakan untuk
beberapa gangguan kulit seperti jerawat, ketombe, psoriasis, atau ichthyosis.
Asam salisilat merupakan satu-satunya golongan asam b-hidroksi yang
digunakan untuk mengatasi masalah dermatologi. Tidak seperti kelompok asam ahidroksi, asam salisilat ini dapat larut dalam lemak sehingga tidak hanya mampu
berpenetrasi ke epidermis saja tetapi juga sampai ke kelenjar minyak (unit
pilosebaseus). Dengan daya penetrasinya yang tinggi, membuat asam salisilat
memiliki kemampuan komedolitik.
Penggunaan asam salisilat efektif untuk jerawat tingkat ringan sampai
sedang yakni jerawat yang berupa jerawat non inflamasi (komedo) dan beberapa
jerawat inflamasi (papula dan pustula). Konsentrasi asam salisilat yang
direkomendasikan untuk mengatasi jerawat adalah 0,5-2% dan digunakan tiap dua
kali sehari. Asam salisilat dapat mengatasi jerawat melalui aktifitasnya sebagai
agen
komedolitik
dengan
menganggu
pembentukan
atau
meluruhkan
17
Efek komedolitik yang dimiliki oleh asam salisilat memang tidak sekuat
retinoid topikal. Oleh karena itu, asam salisilat digunakan sebagai terapi topikal
alternatif pada pasien yang tidak mentolerir penggunaan topikal retinoid yang
dapat mengiritasi kulit.Berbeda dengan benzoyl peroksida, asam salisilat tidak
dapat mencegah resistensi apabila digunakan secara kombinasi dengan antibiotik.
5. Sulfur
Sulfur merupakan senyawa non logam berwarna kuning dan telah
digunakan
sejak
zaman
Hipocrates
untuk
mengatasi
masalah
jerawat.
18
sulfur juga memiliki efek keratolitik. Sulfur dapat berinteraksi dengan cystein
pada startum korneum menghasilkan hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida lalu akan
mendegradasi keratin. Semakin kecil ukuran partikel sulfur, semakin banyak
interaksi yang dapat terjadi dengan keratin maka akan semakin besar juga efek
keratolitiknya.
Sulfur dapat ditemukan baik pada OTC ataupun produk jerawat topikal
yang diresepkan, dengan konsentrasi mulai dari 1-10 %. Sulfur tersedia dalam
bentuk lotion, krim, sabun dan salep. Khasiat tampaknya meningkat bila belerang
dikombinasikan dengan benzoil peroksida dan sulfacetamide dan sulfur juga
ditemukan dalam kombinasi dengan resorsinol atau asam salisilat.
Sulfur memiliki kekurangan yakni dapat menyebabkan perubahan warna
pada kulit dan memiliki bau yang tidak sedap sehingga penggunaan sulfur sebagai
monoterapi kini semakin terbatas. Namun kombinasi sulfacetamide dan sulfur
dapat efektif dalam pengobatan lesi jerawat inflamasi tanpa efek samping. Studi
terhadap penggunaan lotion sulfacetamide-sulfur menunjukkan penurunan lesi
inflamasi sebesar 83 % setelah 12 minggu.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Zoe Diana Draelos and Lauren A Thaman, Formulation of skin Care Product,
Taylor & Francis, New York, 2006.
Ernest W. Flick. 1999. Cosmetic and Toiletry Formulations Second Edition
Volume 1. USA: Noyes Publication.
American Family Physician. 2000.Topical Therapy for Acne. American Academy of
Family Physiacian.
Harrald, dkk. 2003. Management of Acne: A Report from Global Alliance to
Improve Outcomes in Acne. France: American Academy of Dermatology.
Webster, Anthony F. 2003. Acne and Its Therapy. USA: Informa Healthcare.