Vous êtes sur la page 1sur 30

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. N

Umur

: 38 tahun

Alamat

: Limbangan

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: IRT

Medrek

: 7639xx

MRS

: 21 April 2015

KRS

: 23 April 2015

Nama Suami : Tn. E


Umur

: 54 tahun

Alamat

: Limbangan

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Wiraswasta

ANAMNESIS
Dikirim oleh

: Sp.OG

Sifat

: Rujukan

Keterangan

: G4P2A1 gravida 33 34 minggu + letak lintang perdarahan antepartum


yang disebabkan plasenta previa + premature kontraksi

ANAMNESA KHUSUS
Keluhan utama

: perdarahan dari jalan lahir

Pasien G4P2A1 merasa hamil 8 bulan mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak kurang lebih
4 jam SMRS, darah yang keluar berwarna merah segar sebanyak kurang lebih 2 pembalut tanpa
disertai dengan rasa nyeri. Pasien memiliki riwayat keluar darah sebelumnya disangkal. Keluhan
mulas mulas yang tidak semakin sering dan bertambah kuat dirasakan ibu sejak 3 jam SMRS,
keluhan keluar cairan banyak dari jalan lahir disangkal, gerakan janin masih dirasakan oleh ibu.
Karena keluhannya ibu berobat ke puskesmas dan kemudian dirujuk ke rsu dr slamet garut.
RIWAYAT OBSTETRI

Kehamila

Tempat

Penolon

Cara

Cara

BB

Jenis

Kehamilan

Persalinan

lahir

Kelamin

3200

Spontan 3200
Hamil saat ini

1
2
3
4

Usia

Hidup
/ Mati

Abortus
Praktik
Bidan
Puskesmas

Bidan

Aterm

Bidan

Aterm

Spontan

14t
h
9 th

H
H

KETERANGAN TAMBAHAN
Menikah pertama

: 20 tahun, SMP, IRT


36 tahun, SMA, Wiraswasta

HPHT

: 1 September 2014

Siklus: 28 hari Lama: 6-7 hariDarah : 2 pembalut/

hari Nyeri :
tidak
Menarche

: 14 tahun

Kontrasepsi terakhir : Suntik 3 bulan


: Akseptor KB sejak tahun: 2006-2013
: Alasan berhenti KB : Memiliki FAM
PNC

: Bidan
: Jumlah kunjungan 7 kali.
: Terakhir PNC 2 hari yang lalu

Keluhan selama hamil: Tidak ada


Riwayat penyakit

: FAM

STATUS PRAESENS
Keadaan Umum

: CM

Tensi: 120 / 80 mmHg

N: 80 x/mnt

R: 20 x/mnt

S: 36,50C

Kepala

: Conjuctiva: anemis -/-

Sklera: ikterik -/-

Leher

: Tiroid tidak ada kelainan.

KGB tidak ada pembesaran

Thorak

: Jantung
Paru

: BJ I & BJ II murni reguler, G(-), M(-)


: VBS kanan=kiri, Rh(-), Wh(-)

Abdomen

: Cembung lembut, Nyeri tekan : -, Defans Muscular : -, PS/PP: -/- Bising


usus : +
Hepar: sulit dinilai
Lien : sulit dinilai

Ekstremitas

: Edema: -

Varises: -

STATUS OBSTETRIK
PEMERIKSAAN LUAR
TFU/LP

: 28 cm/ 98 cm

LA

: Lintang

HIS

: 2x /10 menit lama HIS 30 detik

DJJ

: 132 x/menit, reguler

TBBA

: (28-12) x 135= 2160 gr (Johnson)

PEMERIKSAAN DALAM
Tidak dilakukan
INSPEKULO
Keluar darah dari OUE
DIAGNOSIS KERJA
G4P2A1 gravida 33 34 minggu + letak lintang + perdarahan antepartum e.c suspek plasenta
previa + premature kontraksi
RENCANA PENGELOLAAN
-

Observasi KU, TTV, Perdarahan, DJJ, HIS

Infus RL 500 cc 20 TPM

Pemberian Tokolitik: nifedipine 3 x 20 mg

Pemberian Dexamethason 5 mg tiap 12 jam (IM) sampai 4 dosis

Cek lab darah rutin

USG abdomen

Motivasi KB dengan MOW: pasien bersedia

PERMASALAHAN
1.

Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28 minggu


atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan diatas 28 minggu maka
sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.1
Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut yaitu perdarahan yang ada
hubungannya dengan kehamilan yaitu plasenta previa, solusi plasenta, perdarahan pada plasenta
letak rendah, pecahnya sinus marginalis dan vasa previa. Perdarahan yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan yaitu pecahnya varices vagina, perdarahan polip serviks,
perdarahan perlukan seviks, perdarahan karena keganasan serviks. 1
Frekuensi perdarahan antepartum sekitar 3% sampai 4% dari semua persalinan. Kejadian
plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan
antepartum plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan terlebih dahulu.1,2
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trisemester ketiga dan yang terjadi
setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak
mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya
adalah plasenta previa. Oleh karena itu perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya sebelum
perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janin. Pada umumnya penyakit
ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak
banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tertentu, tanpa trauma. Sering
disertai dengan kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut bagian bawah janin tidak masuk
ke dalam panggul, tetapi masih mengambang diatas pintu atas panggul. Wanita yang menderita
plasenta previa harus dibawa ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan pemeriksaan dalam
karena tindakan tersebut dapat memprovokasi perdarahan berlangsung cepat dan deras. 3

2.1

Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum.3
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa
mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada
derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal
maupun masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena
itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun
intranatal.3

2.2

Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui

dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim.3
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang kurang
baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan
ini bisa ditemukan pada :2,4,5

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek


Mioma uteri
Kuretasi yang berulang
Umur lanjut (diatas 35 tahun)
Bekas seksio sesaria
Riwayat abortus
Defek vaskularisasi pada desidua
Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini
terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi

luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau
menutupi ostoum uteri internum.2
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi
yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa
juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada eritroblastosis, diabetes
mellitus, atau kehamilan multiple.2
2.3

Insiden
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh

kasus perdarahan antepartum, Plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Plasenta previa
lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih
sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.2,3
2.4

Klasifikasi
Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):

Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal, karena risiko
perdarahan sangat hebat.

Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan

secara normal.
Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri
internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan

secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.


Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2
cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan
janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.3,6

Gambar Klasifikasi plasenta Previa:

2.5

Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:1
1

Umur penderita
Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.

2.6

Endometrium yang cacat


Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
Pada keadaan malnutrisi

Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga

lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami
pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian
desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu
dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan
di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks
tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan
akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena
pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi
baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu
sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu
ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah perdarahan
baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya
sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada

kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat dengan ostium
uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk
hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin
ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.3
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding
uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang
pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa.
Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot
yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca
persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik.3
2.7

Gejala Klinis
1

Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2


Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini
disebabkan oleh:
Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari

abortus.
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan

dinding rahim.
Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim

sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.2


Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih
sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral dan
marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah, robekannya
beberapa sentimeter dari tepi plasenta.2

2.8

Diagnosis

Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik, pemeriksaan


khusus, dan pemeriksaan penunjang.1
1

Anamnesa plasenta previa1


a

Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.

Sifat perdarahan

c
2

Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba

Tanpa sebab yang jelas

Dapat berulang

Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.

Pada inspeksi dijumpai:1


a

Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.

Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.

Pemeriksaan fisik ibu1


a

Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok

Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma

Pada pemeriksaan dapat dijumpai :


-

Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal

Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat

Daerah ujung menjadi dingin

Tampak anemis

Pemeriksaan khusus kebidanan.1


1 Pemeriksaan palpasi abdomen
- Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
2
3

kehamilan
Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan

letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.


Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
- Menegakkan diagnosis pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya
4

memecahkan ketuban
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Mengurangi pemeriksaan dalam
- Menegakkan diagnosis

Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif


ditegakkan dengan pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan
diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal (translabial),
ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.2,3
Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah
dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester ketiga. Namun dalam
perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya bukan plasenta yang berpindah
tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di
situ) akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.2

2.9

Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan

merupakan porte dentre yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2
Bahaya plasenta previa adalah : 2,3
1

Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang

dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.
Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi

sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan
adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan maternal
plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi
retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah
perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang
yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35%
pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila
telah seksio sesaria tiga kali.

Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu harus
sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada waktu
mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu
sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika,
pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang sangat gawat
seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari

semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.

Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada
kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat

6
7
8
9

2.10

pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.


Solusio plasenta
Kematian maternal akibat perdarahan
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Infeksi sepsis

Penatalaksanaan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester kedua atau

trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus
negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi.
Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat
dan janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat rumah atau
rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar
dengan segera kembali kerumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya
tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan pasien untuk di rawat di
rumah atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam
perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan
kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan
menjadi lebih serius.3
. Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan
takikardi pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat
dari pada penampakannya secara klinis. Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan
yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau
tranfusi darah. 3,7
Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:2
1 Terminasi

Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut,


misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan janin mati
(tidak selalu).
a Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
b

(tamponade pada plasenta).


Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga
rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesarea
juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering terjadi pada

persalinan pervaginam.
Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia
luar baginya kecil sekali.
Sikap ekspektatif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.

Penderita plasenta previa juga harus diberikan terapi antibiotic mengingat kemungkinan
terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterine.
Jenis persalinan yang kita pilih pada pengobatan plasenta previa dan kapan melaksanakan
tergantung pada:2
a Perdarahan banyak atau sedikit
b Keadaan ibu dan anak
c Besarnya pembukaan
d Tingkat plasenta previa
e Paritas
Perdarahan yang banyak, pembukaan yang kecil, nullipara dan tingkat plasenta previa
yang berat mendorong kita melakukan seksio sesaria. Sebaliknya perdarahan yang
sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang
ringan dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan pervaginam.2
Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur dipertimbangkan terapi
ekspektatif, dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb normal dan perdarahan tidak banyak.
Pada terapi ekspektatif pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak 2500 gram atau
kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan
lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika

kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau seksio sesaria.
Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan
demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta). Dengan
seksio sesaria dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan
menghentikan perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak
sering pada persalinan pervaginam.2
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria adalah:8

Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.

Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan
pervaginam.

Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri
dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat
implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.

Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.

Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan


keseimbangan cairan masuk-keluar.
Pertolongan persalinan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling banyak

dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:1,2


a. Cunam Willet Gausz
- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta pada kepala.
- Menjempit kulit kepala bayi pada placenta previayang ketubannya telah
-

dipecahkan.
Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat.
Diharapkan persalinan spontan.
Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.

b. Versi Braxton Hicks

Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk

menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu.


Dilakukan versi ke letak sunsang.
Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk

mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.


Diharapkan persalinan spontan.
Janin sebagian besar akan meninggal.

c. Pemasangan Kantong Karet Metreurynter


Kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan mempercepat
pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.1
Dengan kemajuan dalam operasi kebidanan, narkosa, pemberian transfusi, dan
cairan maka tatalaksana pertolongan perdarahan plasenta previa hanya dalam bentuk:1
-

Memecahkan ketuban
Melskuksn seksio sesarea
Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang
cepat dan tepat.

Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:2


-

Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak

menekan pada plasenta.


Plasenta tidak tertahan lagioleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding
rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.

2.11

Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan

dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di
samping ketersedian transfusi darah dan infus cairan telah ada di hamper semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah
melahirkan dengan seksio sesaria atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialissasi
program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian

banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesaria.
Karena kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif
dilakukan. Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif maka mortalitas dan morbiditas
ibu dan bayi tinggi. Sekarang penanganan bersifat operasi dini, maka angka kematian dan
kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.3,4,9
LETAK LINTANG
A. DEFINISI
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu
miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada
bayi besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan
distosia bahu.
(Sarwono, 2002)
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya bahu merupakan bagian
terendah janin.
(Sarwono, 2002)
Pada letak lintang, bisaanya bahu berada di atas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak
di salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Keadaan seperti ini disebut
sebagai presentasi bahu atau presentasi akromion. Arah akromion menghadap sisi tubuh ibu
menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan. Lebih lanjut, karena pada kedua
posisi tersebut punggung dapat mengarah ke anterior atau posterior, ke superior atau ke inferior,
bisaanya jenis letak lintang ini dapat dibedakan lagi menjadi letak lintang dorsoanterior dan
dorsoposterior.
(Cunningham, 1995)

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit
lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung
janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior),
di bawah (dorsoinferior).
(Sarwono, 2005)
Pada latak lintang sumbu panjang anak tegak lurus atau hamper tegak lurus pada sumbu
panjang ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah, maka juga disebut presentasi bahu
atau presentasi akromion.
(Fakultas Kedokteran UNPAD,1984)
Letak lintang (transverse lie) adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 900. jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini
tajam disebut oblique lie, yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepala mengolak)
dan deviated breech presentation (letak bokong mengolak). Karena bisaanya yang paling rendah
adalah bahu, maka dalam hal ini disebut juga shoulder presentation.
(Mochtar, 1998)
Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu
memanjang tubuh ibu.
(Mansjoer, 1999)
B. JENIS-JENIS LETAK LINTANG
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu;
Menurut letak kepala terbagi atas;

Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.

Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.

Menurut posisi punggung terbagi atas;

Dorso anterior
Apabila posisi punggung janin berada di depan.

Dorso posterior
Apabila posisi punggung janin berada di belakang.

Dorso superior
Apabila posis punggung janin berada di atas.

Dorso inferior
Apabila posisi punggung janin berada di bawah.

C. ETIOLOGI
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil atau
sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar,
dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam
rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya
letak lintang tersebut. Distosia bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke
dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas empat
atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita nullipara.
D. PATOFISIOLOGI
Distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat ke dalam
panggul yang disebabkan oleh fase aktif dan fase persalinan kala II yang pendek pada multipara
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui
jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala
II sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus beralih ke
depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, yang
menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau letak miring kadangkadang dalam persalinan terjadi dari posisi longitudinal yang semula, dengan berpindahnya
kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka.

Pada proses persalinan, setelah ketuban pecah apabila ibu dibiarkan bersalin sendiri, bahu
bayi akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah
penurunan, bahu berhenti sebatas pintu atas panggul dengan kepala di salah satu fosa iliaka dan
bokong pada fosa iliaka yang lain.
Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit di bagian atas panggul. Uterus kemudian
berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi halangan tersebut.
Setelah beberapa saat akan terjadi cincin retraksi yang semakin lama semakin tinggi dan semakin
nyata. Keadaan seperti ini disebut sebagai letak lintang kasep. Jika tidak cepat diatasi, dan
ditangani secara benar, uterus akan mengalami ruptura dan baik ibu maupun janin dapat
meninggal.
E. MEKANISME PERSALINAN
Ada kalanya anak yang pada permulaan persalinan dalam letak lintang, bisa berputar sendiri
dan menjadi letak memanjang. Kejadian seperti ini disebut versio spontanea. Tanda-tanda pada
persalinan letak lintang bisaanya ketuban cepat pecah, pembukaan berjalan lambat, partus
menjadi lebih lama, tangan menumbung (20-50%), tali pusat menumbung 10%.
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat terjadi
persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian
janin dan ruptura uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga rongga panggul seluruhnya
terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk
mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen
bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin
tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep,
sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptura
uteri, sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke
dalam rongga perut. Ibu berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi,
dan sering kali meninggal pula.
Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat
berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir atau lahir dengan
evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas.

Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang
belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian
disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong
dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua
cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi
lateral yang maksimal dari tubuh janin.
F. PROGNOSIS
Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya bagi ibu dan
bayi.
Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan
ekstraksi. Pada partus lama, ketuban pecah dini dengan mudah dapat mengakibatkan terjadinya
infeksi.
Bagi bayi
Angka kematian tinggi sekitar 25-40% yang dapat disebabkan oleh prolapsus funikuli,
trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus. Prognosa bayi sangat tergantung
pada saat pecahnya ketuban, maka kita harus berusaha supaya ketuban selama mungkin tetap
utuh misalnya;
Melarang pasien mengejan
Pasien dengan bayi yang melintang tidak dibenarkan berjalan-jalan
Tidak diberi obat his
Toucher harus hati-hati jangan sampai memecahkan ketuban. Atau lebih baik apabila tidak
dilakukan toucher
Setelah ketuban pecah bahayanya bertambah karena;
Dapat terjadi letak lintang kasep kalau pembukaan sudah lengkap
Bayi dapat mengalami asphyxia karena peredaran darah placenta berkurang
Tali pusat dapat menumbung

Bahaya infeksi bertambah


G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari letak lintang adalah cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah
dan lengan menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptura uteri.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan
mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar pada primigravida usia kehamilan 34
minggu, pada multigravida usia kehamilan 36 minggu. Sebelum melakukan versi luar harus
dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset,
dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk
rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi perubahan letak,
segera dapat ditentukan diagnosis dan penanganannya.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang janin menjadi
presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada
seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan sectio caesarea.
Sikap ini berdasarkan berbagai pertimbangan sebagai berikut;
Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang
primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his, maka
lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat
mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli
Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung pada beberapa faktor.
Apabila riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul,
dan janin tidak seberapa besar dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap

untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban
tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus
segera dilakukan sectio caesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prilapsus funikuli, maka
bergantung kepad tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi
ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan sectio caesarea. Dalam hal ini persalinan dapat
diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancer
atau tidak.
Versi ekstraksi dapat pula dilakukan pada kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama
lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi
akan mengakibatkan ruptura uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan sectio
caesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per vagina dengan
dekapitasi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

A. POWER
His yang sempurna bila terdapat :
a. Kontraksi yang simetris
b. Kontraksi aling kuat ataua danya dominasi di fundus uteri
c. Sesudah itu terjadi relaksasi
Pada tiap kontraksi tekanan tersebut meningkat, disebut amplitudo atau intensitas his yang
mempunyai deua bagian :
1. Bagian pertama peningkatan tekanan yang agak cepat
2. Bagian kedua penurunan tekanan yang agak lamban
Aktrivitas miometrium dimulai saat kehamilan. Pada seluruh trimester kehamilan dapat dicatat
adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg yang tidak teratur. His sesudah kehamilan

30 minggu terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih
meningkat lagi sampai persalinan mulai. Jika persalinan mulai, yakni pada permulaan kala I,
frekuensi dan amplitudo his meningkat.
Amplitudo his meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2
sampai 4 kali tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan
partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau ada permulaan kala II. His yang sempurna dan
efekltif bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan
dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai 60 mmHg yang berdurasi 60 90
detik dengan jangka wantu antara kontraksi 2 sampai 4 menit. Jika amplitudo dan his terlalu
tinggi, maka dapat mengurangi pertukaran O2 . terjadilah hipoksia janin dan timbul gawat janin
yang secara klinik dapat ditentukan dengan antara lain menghitung detak jantung janin ataupun
dengan pemeriksaan kardiotokografi.
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap kontraksi rahim adalah besar rahim, besar
janin, berat badan ibu, dan lain-lain. Namun, dilaporkan tidak adanya perbedaan hasil
pengukuran tekanan intrauteruskala II antara wanita obese dan tidak obese.
Pada kala II ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum itu dengan adanya peningkatan
tekanan intraabdomen akibat ibu melakukan kontraksi diagfragma dan otot-otot dinding
abdomen yang akan lebih efisien jika badan ibu dalam keadaan fleksi dan glotis tertutup. Dagu
ibu di dadanya, badan dalam fleksi dan kedua tangan menarik pahanya dekat pada lutut. Dengan
demikian, kapala/bokong janin didorong membuka diagfragma pelvis dan vulva, setelah anak
lahir kekuatan his tetap ada untuk pelepasan dan pengeluaran uri.
Pada kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitudo his masih tinggi kurang
lebih 60 sampai 80 mmHg, tetapi frekuensinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas uterus

menurun. Sesudah 24 jam pascapersalinan intensitas dan frekuensi his menurun. Di tingkat sel
mekanisme kontraksi ada dua, yaitu :
1. Akut , diakibatkan masuknya ion kalsium (Ca2+) ke dalam sel yang dimulai dengan
depolarisasi membran sel. Meningkatnya konsentrasi Ca2+ bebas dalam sel memicu satu reaksi
berantai yang menyebabkan pembentukan hubungan (cross-bridges) antara filamen aktin dan
miosin sehingga sel berkontraksi.
2. Kronik, diakibatkan pengaruh hormon yang memediasi transkripsi gen yang menekan atau
meningkatkan kontraktilitas sel yaitu CAP (Contraction Associated-proteins)
Kontraksi uterus umumnya tidak seberapa sakit, tetapi kadang-kadang dapat mengganggu sekali.
Juga pada waktu menyusui, ibu merasakan his yang kadang-kadang mengganggu akibat refleks
pengeluaran oksitosin. Oksitosin membuat uterus berkontraksi di samping membuat otot polos di
sekitar alveola berkontraksi pula, sehingga air susu ibu dapat ke luar.perasaan sakit pada his
mungkin disebabkan oleh iskemia dalam korpus uteri tempat terdapat banyak serabut saraf dan
diteruskan melalui saraf sensorik di pleksus hipogastrik ke sistem saraf pusat. Sakit dipinggang
sering terasa pada kala pembukaan dan bila bagian bawah uterus turut berkontraksi sehingga
serabut sensorik turut terangsang. Pada kala II perasaan sakit disebabkan oleh peregangan
vagijna, jaringan-jaringan dalam panggul, dan perineum. Sakit ini dirasakan di pinggang, dalam
panggul dan menjalar ke paha sebelah dalam.

Tenaga Meneran (kekuatan sekunder)


Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah, tenaga yang mendorong janin keluar
selain his terutama di sebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intraabdominal.

Tenaga ini serupa dengan tenaga meneran saat buang air besar, tetapi jauh lebih kuat lagi. Waktu
kepala sampai pada dasar panggul, timbul suatu refleks yang mengakibatkan pasien menekan
diafragmanya ke bawah, mengkontraksikan otot-otot perutnya, dan menutup glottisnya. Tenaga
meneran ini hanya dapat berhasil kalau pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu
kontraksi rahim.
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni bersifat
mendorong keluar. Ibu ingin meneran, usaha mendorong ke bawah dibantu dengan usaha
volunter yang sama dengan yang di lakukan saat buang air besar (meneran). Otot-otot diafgrama
dan abdomen ibu berkontraksi dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Hal ini
menyebabkan meningkatnya tekanan intraabdominal. Tekanan ini menekan uterus pada semua
sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong janin keluar.
Kekuatan sekunder tidak memengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi serviks lengkap,
kekuatan ini cukup penting untuk mendorong janin keluar dari uterus dan vagina. Apabila dalam
persalinan ibu melakukan valsava manuver(meneran) terlalu dini, dilatasi serviks akan
terhambat. Meneran akan menyebabkan ibu lelah dan menimbulkan trauma serviks.
Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir, misalnya pada penderita yang lumpuh otot-otot
perutnya. Tenaga mngejan ini juga melahirkan placenta setelah placenta lepas dari dinding
rahim.
1. Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?
Pengelolaan pada kasus ini tidak tepat, seharusnya persalinan dilakukan
perabdominam tetapi di lapangan dilakukan secara pervaginam.
2. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
Quo ad vitam
Ibu

: ad bonams

Bayi

: ad malam

Quo ad functionam : Ad bonam


Quo ad sanationam : Ad bonam

DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC; 1998. hal. 253-7
2. Sastrawinata S. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi II. Jakarta. EGC;
2005. hal. 83-91

3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo; 2009. hal. 495-502
4. Rustam Mochtar, Dr, Prof, Snopsis Obstetri, Edisi Ke-2, Jilid I, Jakarta 1998 : 269-279.
5. Yoon Y, Placenta previa, Available at http://www.emedicine.com/emerg/topic427.html.
Accessed on Februari 15, 2012
6. Dinata F. Plasenta previa. Available from URL:http//www.google.com/. Accessed on
Februari 15, 2012.
7. Hanafiah M.T. Plasenta Previa. Available from URL:http//www.emedicine.com/.
Accessed on Februari 15, 2012
8. Anonymous.

Placenta

Previa.

Available

from

URL:http://www.pennhealth.com/health_info/pregnancy/labordelivery/articles/placentapr
evia.html. Accessed on Februari 15, 2012
9. Winkjosastro, Hanifa, dkk, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997 : 362-76 ; 606-22.
10. Bagian Obstetri & Ginekologi. 1984. Obstetric Patologi. Bandung; FK UNPAD
11. Cunningham, Gary. 1995. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta; EGC
12. Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
13. -----. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC
14. Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC
15. Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta; EGC
16. Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media
Aesculapius
17. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta; EGC

18. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta;
Tridasa Printer
19. Sumber : Obstetri Fisiologis. 1983, Ilmu Kebidanan. 2011 dan Asuhan Kebidanan pada
Masa Persalinan, 2011

Vous aimerez peut-être aussi