Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
CONSENT
HUBUNGAN Dr - PASIEN
Hubungan antara Dr dan Pasien terjadi:
1. Karena perjanjian terapetik:
yaitu perjanjian antara Dr dan Pasien.
2. Karena Undang-Undang:
a. apabila Dr bekerja di RS sbg subordinat atau
mitra, sehingga menurut hukum Dr harus
melaksanakan kewajiban RS akibat adanya
perjanjian terapetik antara RS dan Pasien);
b. apabila Dr melihat ada orang dlm kondisi
emergensi, sehingga Dr menurut hukum (Psl
531 KUHP) wajib memberikan pertolongan.
perjanjian terapetik
DOKTER
PASIEN
PERIKATAN
KEWAJIBAN
HAK
KEWAJIBAN
HAK
perjanjian terapetik
RUMAH SAKIT
PASIEN
PERIKATAN
KEWAJIBAN
HAK
Hubungan karena
UU
KEWAJIBAN
HAK
DOKTER SUB-ORDINAT
MELAKUKAN TINDAKAN, yaitu:
1. tindakan diagnosis:
a. tindakan diagnosis A
b. tindakan diagnosis B
2. tindakan terapetik:
a. tindakan terapetik X
b. tindakan terapetik Y
DEFINISI (1)
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut.
(Permenkes)
DEFINISI (2)
Persetujuan pasien atau yang mewakilinya atas
rencana tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan.
(Konsil Kedokteran Indonesia)
DEFINISI (3)
Pernyataan oleh PASIEN, atau dalam hal pasien tidak
berkompeten* oleh ORANG YANG BERHAK MEWAKILI,
yang isinya berupa persetujuan kepada dokter untuk
melakukan tindakan medik sesudah pasien atau orang
yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya **
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan dokter.
(Sofwan Dahlan)
* Tidak berkompeten = belum dewasa (21 th) atau belum
pernah nikah atau tidak sehat akal.
** Informasi sekucupnya = kualitas & kuantitas informasi
dinilai cukup adekuat bagi pasien
untuk membuat keputusan ttg
tindakan medik yg dianjurkan Dr.
PENJELASAN
Dari tiga definisi diatas maka yang paling reliabel
adalah definisi ketiga, sebab mampu memberikan
pemahaman bahwa:
1. Pemegang hak paling utama untuk memberikan
persetujuan adalah pasien, bukan keluarga.
2. Hak keluarga untuk mewakili pasien bukan bersifat alternatif tetapi kondisional, yaitu hanya:
a. manakala pasien belum dewasa; atau
b. manakala pasien tidak sehat akal.
Jadi, jika pasien sudah dewasa & sehat akal maka
keluarga samasekali tidak berhak mewakilinya !!!
BAGAIMANA
TINJAUAN
TEORITISNYA ???
SEJARAH
Diawali munculnya doktrin a man is the master of his own
body, yang dikemukakan oleh hakim yang mengadili
kasus Nateson v. Kline.
Lalu bermunculanlah common law (putusan pengadilan) di
negara dgn Common Law system, akibat tiadanya statute
law (produk Legislatif) yang bisa dijadikan pegangan para
hakim dalam mengadili kasus serupa, seperti:
1. Kasus Schloendorf v. the Society of N Y. Hospital;
2. Kasus Mohr;
3. Kasus Forientino v. Wegner;
4. Kasus Gerti; dan
5. Kasus-kasus lainnya.
Di Indonesia, isu ini mulai dikenal sejak IDI mengeluarkan
Pernyataan IDI ttg Informed Consent, yang kemudian dilembagakan dengan Permenkes dan UUPK (statute law).
LATAR BELAKANG
1.
2.
3.
4.
LANDASAN ETIKA
Etika menghendaki agar setiap Dr dalam menjalankan
profesinya senantiasa memperhatikan 4 prinsip dasar
moral, yakni:
1.
2.
3.
4.
TINDAKAN MEDIK
YANG PERLU INFORMED CONSENT (1)
1. Operasi invasive, baik mayor atau minor.
2. Semua bentuk tindakan medik yang memiliki
potential risks lebih besar.
3. Semua bentuk terapi radiologi.
4. Terapi kejang listrik (ECT).
5. Semua tindakan medik eksperimental.
6. Semua tindakan medik yang menurut peraturrannya memerlukan informed consent.
(Roach, Chernoff dan Esley, 2000)
TINDAKAN MEDIK
YANG PERLU INFORMED CONSENT (2)
1. Operasi invasive, major dan minor, baik melalui incisi
atau melalui liang-liang tubuh (natural body opening).
2. Semua tindakan medik yang menggunakan anesthesia.
3. Tindakan medik non-operatif yang punya potential risks
lebih besar atau yang berisiko merubah struktur tubuh.
4. Tindakan medik yang menggunakan cobalt & x-ray.
5. Terapi kejang listrik (ECT).
6. Terapi yang masih bersifat eksperimental.
7. Semua bentuk tindakan medik yang memerlukan penjelasan spesifik.
(Mancini M.R, Gale A.T)
BAGAIMANA
JIKA pasien dalam keadaan EMERGENSI ???
APAKAH,
INFOMED CONSENT masih tetap perlu mengingat
pelaksanaan informed consent tersebut memerluKOMUNIKASI sehingga dibutuhkan:
1. Waktu yang cukup; dan
2. Tingkat kesadaran compos mentis.
PADAHAL,
TINDAKAN emergency care memerlukan kecepatatan untuk mencegah kematian & kecacatan !!!
DEFINISI EMERGENSI
1. DIANGGAP EMERGENCY :
Setiap kondisi yang menurut pendapat pasien,
keluarganya atau orang-orang yang membawa pasien
ke rumah sakit ------- bahwa pasien -------- memerlukan
penanganan segera.
2. TRUE EMERGENCY :
Setiap kondisi yang setelah diperiksa secara klinis,
memang memerlukan penanganan segera (immediate
medical attention), guna mencegah pasien dari kemaian atau cacat tetap.
(American Hospital Association)
TANGGUNGJAWAB NAKES
TERHADAP PENDERITA EMERGENSI
Nakes diwajibkan oleh hukum untuk menolong seseorang
yang berada dalam kondisi emergensi jika :
a. bentuk pertolongannya masih berada dalam kontek profesinya.
b. pasien berada dalam jarak dekat dengan Nakes.
c. Nakes mengetahui bahwa ada kebutuhan akan bantuan
emergensi atau ada pasien dengan kondisi serius.
4. Nakes dinilai layak memberikan bantuan serta memiliki
peralatan yang diperlukan.
(Gorton, 2000)
BENTUK TANGGUNGJAWAB
NAKES TERHADAP EMERGENSI
1. Di luar RS:
- melakukan pertolongan Good Samaritan.
2. Di Puskesmas:
- stabilisasi.
- transfer, bila kondisi sudah transferable.
3. Di RS dengan Initial Emergency Care :
- stabilisasi.
- transfer, bila kondisi sudah transferable.
4. Di RS dengan Definitive Emergency Care :
- emergency treatment paripurna.
INFORMED CONSENT
PADA PASIEN EMERGENSI
1. Walau dalam keadaan emergensi, jika kondisi pasien masih
memungkinkan maka informed consent tetap penting, tetapi
bukan prioritas.
2. Meski penting, namun pelaksanaan informed consent tidak
boleh menjadi penghambat atau penghalang bagi dilakukannya pertolongan medis (emergency care).
3. Permenkes, UUPK dan UURS menyatakan bahwa dalam kondisi emergensi tidak diperlukan informed consent.
4. Berbagai yurisprudensi di negara maju menunjukkan hal yang
sama, bahwa tindakan emergency care dapat dilakukan tanpa
informed consent.
5. Kasus Mohidin (Sukabumi), hakim membenarkan Dr mencopot
mata pasien untuk menyelamatkan mata yang masih sehat
tanpa informed consent berdasarkan teori sympatico optalmia.
EMERGENSI CARE
PADA PASIEN ANAK-ANAK YANG
TAK DISETUJUI ORANG TUA
Jika orangtua tidak setuju maka tindakan medik
pada anak dapat dilakukan dengan syarat:
1. Tindakan medik tersebut merupakan tindakan
terapetik (bukan eksperimental).
2. Tanpa tindakan medik maka anak akan mati.
3. Tindakan medik tsb memberikan harapan atau
peluang pada anak yang bersangkutan untuk
hidup normal, sehat dan bermanfaat.
(Goldstein, Freud dan Solnit)
MATERI INFORMASI
YANG HARUS DISAMPAIKAN
1. Alasan perlunya tindakan medik (diagnosa).
2. Sifat tindakan medik (eksperimen atau noneksperimen).
3. Tujuan tindakan medik (diagnostik / terapi).
4. Risiko dari tindakan medik.
5. Akibat ikutan yang tidak menyenangkan.
6. Ada tidaknya tindakan medik alternatif.
7. Akibat yang mungkin bisa terjadi jika pasien
menolak tindakan medik.
KEWAJIBAN
MEMBERIKAN INFORMASI
1. Berada di tangan dokter yang hendak melakukan tindakan medik karena ia yang tahu persis kondisi pasien
serta hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medik
yang akan dilakukan.
2. Kewajiban tersebut amat riskan apabila didelegasikan
kepada Dr lain, perawat atau bidan; tetapi bila hal itu
dilakukan dan terjadi kesalahan dalam memberikan informasi maka tanggungjawabnya tetap pada Dr yang
melakukan tindakan medik.
3. Di beberapa negara maju, tanggungjawab memberikan
informasi merupakan tanggungjawab yang tidak boleh
didelegasikan samasekali (non-delegable duty).
HAKEKAT
INFORMED CONSENT
1. Bagi pasien, merupakan media untuk menentukan sikap
atas tindakan Dr yang mengandung risiko/akibat ikutan.
2. Bagi dokter, merupakan sarana mendapatkan legitimasi
atas tindakan medik yang bersifat offensive touching.
3. Dari sisi hukum merupakan transfer of liability dari dokter
kepada pasien atas terjadinya risiko atau akibat ikutan.
4. Bukan merupakan sarana yang dapat membebaskan
dokter dari tanggungjawab hukum bila terjadi malpraktek,
sebab malpraktek merupakan masalah lain yang erat
kaitannya dengan mutu tinda-kan medik yang tidak benar
atau tidak sesuai standard of care.
MASALAH
Persetujuan yang diberikan dengan tidak didahului informasi atau didahului informasi tetapi tidak
cukup maka persetujuan tersebut dianggap tidak
pernah ada (tidak sah demi hukum).
Informasi diberikan sejelas-jelasnya, namun jika
akhirnya pasien menolak memberikan persetujuannya berarti dokter telah gagal dalam melakukan
komunikasi.
Jadi keberhasilan mendapatkan informed consent amat
ditentukan oleh kemampuan dokter dalam ber
KOMUNIKASI
KESULITANNYA
Proses mendapatkan informed consent
memerlukan penjelasan detail dan waktu
yang cukup.
Communication skill Dr sangat beragam.
Kesediaan dan kemampuan pasien dalam
menyerap informasi serta membuat kepututusan berbeda-beda.
Faktor kultur juga dpt menambah kesulitan.
GUIDELINE
Informasi harus diberikan dalam bentuk dan cara
yang dapat membantu pasien untuk memahami masalah kesehatannya serta alternatif-alternatif terapi yang
mungkin dapat diberikan.
Dokter harus mengambil posisi sebagai pemberi advis.
Tidak boleh ada paksaan-paksaan.
Pasien harus diberi kebebasan untuk menyetujui atau
tidak menyetujui tindakan medik yang dianjurkan oleh
dokter.
Pasien perlu didorong untuk membuat keputusan.
Dokter & pasien harus bersikap jujur & beriktikat baik.
LANDASAN HUKUM
Berbeda dari negara common law, informed
consent di Indonesia diatur dalam Statute Law:
1. UU No. 36 Th. 2009 tentang Kesehatan:
2. UU No. 29 Th. 2004 tentang Praktik Kedokteran.
3. UU No. 44 Th. 2009 tentang Rumah Sakit
4. PP tentang Tenaga Kesehatan.
5. Permenkes No. 585 tentang Persetujuan Tindakan Medik.
6. Permenkes No. 1419 / Menkes / PER / 2005 ten-
IMPLIKASI UUPK
TERHADAP RUMAH SAKIT
1. Hanya mempekerjakan dokter yang punya ijin.
2. Menetapkan kewenangan klinik (Clinical Privilege)
di RS sesuai kompetensi dokter.
3. Memfasilitasi agar dokter selalu melaksanakan
pelayanan sesuai standar.
4. Melaksanakan :
a. Manajemen Informed Consent yang benar.
b. Manajemen Rekam Medik yang baik dan rapi.
c. Manajemen Rahasia Kedokteran yang tertib.
d. Manajemen Kendali Mutu (Audit Medik dsbnya).
5. Memfasilitasi terlaksananya semua Hak Pasien.
6. Melakukan tindakan korektif thd dokter yg melanggar.
KEBIJAKAN UUPK
1. Bersifat non-selective (semua bentuk tindakan medik).
2. Harus didahului penjelasan yang cukup sebagai
landasan bagi pasien dalam mengambil keputusan.
3. Dapat diberikan secara tertulis atau lisan (ucapan atau
anggukan kepala???).
4. Untuk tindakan medik berisiko tinggi, persetujuan harus
diberikan secara tertulis.
5. Dalam keadaan emergensi tidak perlu informed consent,
sesudah sadar wajib diberitahu dan diminta persetujuan.
6. Ditandatangani oleh yang berhak.
Tindakan medik berisiko tinggi adalah tindakan bedah
atau tindakan invasif lainnya.
KONSEKUENSI HUKUM
Bila dokter melakukan tindakan medik tanpa ada
informed consent, konsekuensi hukumnya:
1. Merupakan bukti adanya unsur tindak pidana,
yaitu perbuatan tercela (actus reus).
2. Merupakan bukti adanya unsur tindakan
melawan
hukum (onrechmatigedaad) sehingga Dr dapat
digugat membayar ganti rugi bila terjadi risiko.
3. Merupakan bukti adanya tindakan Dr yang tidak
patuh terhadap Hukum Disiplin, sehingga Dr
dapat diadili oleh MKDKI untuk diberikan sanksi.
REDAKSI
INFORMED CONSENT TERTULIS (1)
Bebas, namun utk written consent paling tidak berisi:
1. PENGAKUAN, oleh pasien atau orang yang berhak
mewakili bahwa ia telah diberi penjelasan mengenai:
a. alasan perlunya tindakan medik;
b. sifat tindakan medik (eksperimen/non eksperimen);
c. tujuan tindakan medik;
d. risiko tindakan medik;
e. akibat ikutan yang tidak menyenangkan;
f. ada tidaknya tindakan medik alternatif; dan
g. akibat yg akan dialami jika menolak tindakan medik.
2. PENGAKUAN, bahwa ia tlh memahami informasi tsb.
3. PERNYATAAN, bahwa ia MENYETUJUI tind. medik.
REDAKSI
INFORMED CONSENT TERTULIS (2)
Guna mengantisipasi hal-hal tak terduga maka dapat
ditambahkan pernyataan bahwa pasien menyetujui:
1. Tindakan perluasan, jika dipandang perlu.
2. Pengambilan organ atau jaringan yang sudah tidak
dapat dipertahankan lagi (memotong usus).
Selain itu dapat pula ditambahkan kalimat yang menyatakan bahwa pasien juga menyetujui:
1. Diambil gambarnya dengan photo atau video camera dengan syarat identitasnya tidak diungkap.
2. Dimanfaatkannya sisa jaringan atau organ untuk
kepentingan pendidikan dan penelitian.
JENIS INFORMASI
Diagnosis (WD & DD)
Dasar Diagnosis
Tindakan Kedokteran
Indikasi Tindakan
Tata Cara
Tujuan
Risiko
Komplikasi
Prognosis
Alternatif & Risiko
ISI INFORMASI
TANDAI (v)
ISI INFORMASI
TANDAI (v)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
tanda-tangan
tanda-tangan
Saksi:
ISI INFORMASI
TANDAI (v)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
tanda-tangan
Saksi: