Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Theofilio Leunufna
102012065
B2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
theofilio.leunufna@civitas.ukrida.ac.id
Latar Belakang
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh
berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian
bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Asma
merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan multifaktorial. Telah
ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetik
pada molekul imunoglobulin G (IgG). Serangan asma dapat berupa sesak nafas ekspiratori
yang paroksismal, berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh
konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental
yang berlebihan.1
Gejala ini sering memburuk selama tidur. Serangan asma adalah suatu perburukan akut dari
gejala tersebut dan pada kasus berat, serangan bisa mengancam jiwa sebab onset sering tibatiba dan tanpa peringatan.2
Skenario
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ibunya ke poliklinik RS karena sering batuk
sejak 3 bulan yang lalu. Batuk terutama terjadi pada malam hari dan tidak disertai demam.
Anak telah sering dibawah berobat ke puskesmas namun tidak banyak mengalami perubahan.
Seminggu terakhir, batuk pilek yang dialami anak semakin sering.
Identifikasi Istilah
Tidak ada
Rumusan Masalah
Anak laki-laki 6 tahun batuk sejak tiga bulan yang lalu, batuk terutama malam hari dan tidak
disertai demam.
Analisis Masalah
Etiologi &
Patofisiolo
gi
Rumusan Masalah
Pembahasan
Anamnesis
Adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien
(auto anamnesis) atau pada orang tua atau sumber lain (allo anamnesis). 80% untuk
menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
Anamnesis pada penyakit asma meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Faktor
faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.3
Keluhan utama ketika datang ke dokter: wheezing (ketika serangan) dan atau batuk kronik
berulang (BKB). BKB dapat merupakan manifestasi awal dari perjalanan asma. Ada beberapa
hal yang berkaitan dengan asma bronkial:
Obat apa yang sudah di konsumsi? Apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan
obat?
Pemeriksaan Fisik
Sesak Napas (Dispnea)
Merupakan keluhan subjektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman gangguan/kesulitan
lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas. Serangan sesak napas
akut yang berat merupakan kedaruratan medis karena keadaan ini menunjukkan adanya
tension pneumothorax, asma, atau gagal jantung kiri akut.3,4
1. Inspeksi
Ada/tidaknya lesi pada dada seperti spider naevi, scar, pelebaran vena-vena superfisial
akibat bendungan vena dan sebagainya.
Bentuk toraks antara lain; pectus excavatum (dada dan tulang sternum cekung ke
dalam), pectus carinatum (dada dan tulang sterum menonjol ke depan), barrel chest
Pola pernapasan pasien; normal (iramanya teratur silih berganti inspirasi atau
ekspirasi) dan abnormal seperti takipnea (napas cepat dan dangkal), hiperventilasi
(napas cepat dan dalam), bradipnea (napas lambat) dan sebagainya.
2. Palpasi
-
Palpasi statis
Dilakukan untuk pemeriksaan kelenjar getah bening (tempat predileksi tumbuh tumor),
posisi mediastinum (menentukan trakea dan denyut apeks berada dalam posisi normal),
dan palpasi dengan jari ke daerah dada depan (untuk mengetahui ada tumor, nyeri tekan
pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain). Pada pneumotorak
ada pembengkakan dan krepitasi pada pada kulit tersebut saat di palpasi.
Pemeriksaan ekspansi paru yang normal adalah kedua sisi dada harus sama-sama
terangkat dan mengembang selama inspirasi maksimal.
3. Perkusi
Melakukan pengetukan pada dada dengan jari dan mendengarkan bunyi ketukan yaitu: sonor
(paru normal), hipersonor (pneumotorak, emfisema, bula yang besar), redup (pneumonia,
efusi pleura sedang), pekak (tumor paru, efusi pleura masif) dan timpani (lambung).
Pengetukan bergantian secara zig-zag (kanan-kiri).
4. Auskultasi
Bunyi pernapasan terdengar pada hampir seluruh lapangan paru. Bunyi pernapasan terdiri
dari fase inspirasi diikuti dengan fase ekspirasi. Ada 4 macam bunyi pernapasan abnormal,
yaitu:
4
a. Bunyi pernapasan trakeal, adalah bunyi yang sangat kasar, keras dan dengan nada
tinggi yang terdengar pada bagian trakea ekstratoraks.
b. Bunyi pernapasan bronkial, adalah bunyi yang keras, dengan tinggi nada tinggi,
seperti udara mengalir melalui pipa. Komponen ekspirasinya lebih keras dan lebih
lama ketimbang komponen inspirasi.
c. Bunyi pernapasan bronkovesikuler, adalah campuran bunyi bronkial dan bunyi
vesikuler. Komponen inspirasi dan ekspirasinya sama panjang.
d. Bunyi pernapasan vesikuler, adalah bunyi lemah dengan tinggi nada rendah yang
terdengar diatas kebanyakan lapangan paru. Komponen inspirasinya jauh lebih
panjang ketimbang komponen ekspirasi, yang jauh lebih lemah dan seringkali tidak
terdengar.4,5
Tabel 1. Perbandingan Pemeriksaan Fisik Penyakit Paru.
Penyakit
Asma
Emfisema
Bronkitis
Tanda Vital
Takipnea;
Inspeksi
Dispnea,
Palpasi
Seringkali
Perkusi
Seringkali
Auskultasi
Ekspirasi
Takikardia
Pemakaian Otot
Normal,
Normal,
Memanjang,
Tambahan,
Fremitus
Hipersonor,
Wheezing, Bunyi
Mungkin Sianosis,
Melemah
Diafragma Letak
Paru Melemah
Hiperinflasi
Kenaikan Diameter
Fremitus Taktil
Rendah
Sonor
Bunyi Paru
Ap, Penggunaan
Melemah
Meningkat,
Melemah, Fremitus
Otot-Otot
Gerakan
Vocal Melemah
Tambahan, Pasien
Diafragma
Stabil
Takikardia
Kronis
Emboli
Paru
Takikardia,
Takipnea
Kurus
Mungkin Sianosis,
Seringkali
Berkurang
Seringkali
Pasien Pendek
Normal
Normal
Gemuk
Seringkali Normal
Biasanya
Biasanya
Normal
Normal
Ronki Awal
Biasanya Normal
Pemeriksaan Penunjang
Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada asma. Eosinofilia darah lebih dari 250-400
sel/mm3 adalah biasa. Sputum penderita asma sangat kental, elastis dan keputih-putihan. Cat
biru metilen-eosin biasanya menampakkan banyak eosinofil dan granula dari sel yang
terganggu. Beberapa penyakit pada anak selain asma mungkin menyebabkan eosinofilia
dalam sputum. Biakan sputum biasanya tidak membantu pada anak asma karena superinfeksi
5
bakteri jarang dan biakan seringkali terkontaminasi dengan organisme orofaring. Dalam
sputum akan didapat kristal Charcot-Leyden dan spiral Cursch-mann. Protein serum dan
kadar imunoglobulin biasanya normal pada asma, kecuali bahwa kadar IgE mungkin
bertambah. Uji tuberculin penting dan bukan saja karena di Indonesia masih banyak
tuberculosis, tetapi juga karena kalau ada tuberculosis dan tidak diobati, asmanya-pun
mungkin sukar dikontrol.
Uji alergi kulit dan URAS (uji alergosorben) atau penentuan IgE spesifik secara in vitro
lainnya, berguna dalam mengenali alergen lingkungan yang secara potensial penting.
Uji tantangan inhalasi bronkus jarang sekali dilakukan untuk menjajaki arti klinik
keterlibatan alergen dengan uji kulit, karena tantangan alergenik dapat menimbulkan respon
asma fase lambat, prosedur ini memakan waktu dan hanya satu alergen yang dapat diuji pada
suatu saat. Bila diagnosis asma tidak pasti, uji hiper-responsivitas terhadap pengaruh
bronkokonstriktif metakolin atau histamin dapat membantu anak yang cukup tua untuk
bekerja sama pada uji fungsi paru. Uji provokatif metakolin tidak boleh dilakukan bila garis
dasar fungsi paru abnormal; respon terhadap terapi bronkodilator lebih tepat.
Respon penderita asma terhadap uji olahraga sangat khas. Lari selama 1-2 menit sering
menyebabkan bronkodilatasi pada penderita dengan asma; tetapi bila bernapas dalam udara
yang kering dan relatif dingin, olahraga berat yang lama menyebabkan bronkokonstriksi yang
sebenarnya pada semua subjek asmatis. Peragaan respons abnormal terhadap olahraga ini
secara diagnostik membantu dan menolong dalam meyakinkan penderita dan orangtua
mengenai pentingnya pengobatan pencegahan. Lari pada treadmill 3-4 mil/jam dengan
kemiringan 15% serta bernapas melalui mulut selama sekurang-kurangnya 6 menit akan
menimbulkan penyumbatan jalan napas pada kebanyakan penderita dengan asma, terutama
jika olahraga menyebabkan kenaikan frekuensi nadi sampai sekurang-kurangnya 180
denyut/menit. Pengukuran fungsi paru sebelum olahraga, segera sesudah olahraga, juga 5 dan
10 menit kemudian biasanya menampakkan penurunan angka aliran ekspirasi puncak (peak
expiratory flow rate = PEFR) atau volume ekspirasi paksa (forced expiratory volume = FEV)
dalam 1 detik (FEV1) sekurang-kurangnya 15% tanpa premedikasi. Jika olahraga tidak
menyebabkan penyumbatan jalan napas, uji diulangi pada hari lainnya ketika kelembaban
udara relatif rendah, biasanya mendatangkan respons positif pada penderita asma. Uji
olahraga harus ditangguhkan jika terjadi penyumbatan jalan napas yang berarti. Bila mungkin
bronkodilator dan kromolin harus dihentikan selama sekurang-kurangnya 8 jam sebelum
6
pengujian; teofilin lepas lambat (slow release) jangan diberikan 12-24 jam sebelum
pengujian.
Setiap anak yang diduga menderita asma tidak memerlukan roentgenogram dada, tetapi
pemeriksaan ini seringkali tepat untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya
ataupun komplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia. Corakan paru sering bertambah pada
asma. Hiperinflasi terjadi selama serangan akut dan dapat menjadi kronis apabila
penyumbatan jalan napas menetap. Atelektasis dapat terjadi sebanyak 6% anak selama
eksaserbasi akut dan sepertinya terutama melibatkan lobus media kanan, dimana atelektasis
dapat menetap selama berbulan-bulan. Roentgenogram ulangan selama masa eksaserbasi
biasanya tidak diindikasikan bila tidak ada demam; bila tidak ada kecurigaan pneumotoraks,
atau takipnea yang lebih dari 60 denyut/menit, takikardia yang lebih dari 160/menit, ronki
atau mengi setempat, atau suara pernapasan yang berkurang.
Uji fungsi paru bermanfaat dalam mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada
mereka yang diketahui menderita asma, uji demikian berguna dalam menilai tingkatan
penyumbatan jalan napas dan gangguan pertukaran gas, pada pengukuran respons jalan napas
terhadap alergen dan bahan kimia yang dihirup, atau olahraga (uji provokasi bronkus), dalam
menilai respons terhadap agen teraupetik, dan dalam mengevaluasi perjalanan penyakit
jangka lama. Penilaian fungsi paru pada asma adalah paling bermanfaat bila dibuat sebelum
dan sesudah pemberian aerosol bronkodilator, suatu prosedur yang menunjukkan tingkat
reversibilitas penyumbatan jalan napas pada saat pengujian. Kenaikan PEFR atau FEV 1,
sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma. Kegagalan
dalam merespons tidak berarti mengesampingkan asma dan dapat disebabkan oleh status
asmatikus atau karena fungsi paru yang mendekati maksimum.1,6
Diagnosis Kerja
Asma bronkial
Asma bronkial adalah penyakit saluran nafas yang ditandai oleh serangan mendadak dyspnea,
batuk, serta mengi (bunyi patologis). Serangan asma ini dapat berlangsung singkat dan ringan
atau berat dan berlangsung selama berhari-hari. Penyakit ini dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok besar, yaitu asma alegik dan non alergik.
Asma alergik adalah suatu penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eczema. Pasien yang
berusia muda umumnya cenderung memiliki komponen alergi yang kuat yang biasanya
didasari dengan adanya riwayat atopik pada keluarga. Diferensiasi sel-T pada pasien penyakit
ini memacu produksi berlebihan dari sel tipe TH2 serta IgE dan respon imun yang didominasi
eosinofil. Sedangkan asma non alergik tidak memperlihatkan riwayat alergi. Pasien yang
berusia tua umunya cenderung menderita penyakit ini atau memiliki etiologi campuran.
Biasanya adanya infeksi saluran nafas yang mencetus aktifnya peran IgE. Asma alergik
merupakan suatu penyakit yang paling sering ditemukan, biasanya dicetus oleh debu serbuk
sari dan makanan. Sedangkan asma non alergik biasanya ini biasanya suatu penyakit
berkelanjutan atau sekunder karena pernah diderita saat masih berusia muda dan mengalami
relaps atau lebih dipengaruhi oleh genetik.7
Diagnosis Banding
Croup
Penyakit yang sering disebut dengan nama lain laringobronchial akut. Penyakit ini
merupakan suatu infeksi yang mengenai laring dan trakea. Biasanya akan timbul edema
subglotis dengan obstruksi saluran nafas atas dan sekret kental. Anak-anak sangat rentan
terhadap obstruksi jalan nafas karena diameter di area subglotis itu sempit. Penyakit ini
seringkali disebabkan oleh virus parainfluenza tipe 1, 2, 3, virus RSV, dan virus influenza tipe
a dan b. Pada gejala awal biasanya ditandai dengan flu yang berlangsung selama 1-2 hari,
rhinorea atau kongesti hidung, menangis dengan suara serak, dan pada auskultasi stridor (+).8
Bronkitis Akut
Penyakit ini merupakan suatu penyakit radang pada bronkus yang
biasanya mengenai trakea dan laring, sehingga sering disebut sebagia
laringotracheobronchitis . Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan
nafas atau sebagai bagian dari penyakit sistemik seperti morbili,
pertussis, difteri, dan tifus abdominal. Penyakit ini biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas. Infeksi bakteri sekunder dengan
Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan H. influenza dapat
terjadi. Khasnya, pasien datang dengan batuk kering, tidak produktif dan
8
Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.
Iritan seperti asap, bau-bauan, polutan.
Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
Perubahan cuaca yang ekstrim.
Kegiatan jasmani yang berlebihan.
Lingkungan kerja.
Obat-obatan, misalnya OAINS.
Emosi.
Patofisiologi
Manisfestasi penyumbatan jalan napas pada asma disebabkan oleh bronkokonstriksi,
hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel
radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan non spesifik, akan adanya jalan napas
yang hiper-reaktif, mencetuskan respon bronkokonstriksi dan radang. Rangsangan ini
meliputi allergen yang dihirup (tungau debu, tepung sari, sari kedelai, protein minyak jarak),
protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan
(agen anti-radang nonsteroid, antagonis reseptor , metabisulfit), udara dingin dan olahraga.
Patologi asma berat adalah bronkokonstriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi kelenjar
mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag) dan
deskuamasi. Tanda-tanda patognomonis adalah Kristal Charcot-Leyden (lisofosfolipase
membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronkial), dan benda-benda Creola
(sel epitel terkelupas).
Mediator yang baru disintesis dan disimpan dilepaskan dari sel mast mukosa lokal pascarangsangan nonspesifik atau pengikatan alergen terhadap imunoglobulin E (IgE) terkait-sel
mast spesifik. Mediator seperti histamin, leukotrien C4, D4, dan E4 serta faktor pengaktif
trombosit mencetuskan bronkokonstriksi, edema mukosa dan respon imun. Respon imun
awal menimbulkan bronkokonstriksi, dapat diobati dengan agonis reseptor- 2, dan dapat
dicegah dengan penstabil-sel mast (kromolin atau nedokromil). Respon hiper-responsif jalan
napas berkelanjutan dengan infiltrasi eosinofil dan neutrofil, dapat diobati dan dicegah
dengan steroid, dan dapat dicegah dengan kromolin atau nedokromil.
Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan napas intratoraks biasanya
menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Walaupun penyumbatan jalan napas difus, penyumbatan
ini tidak seragam semua di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat
terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperinflasi menyebabkan
penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernapasan bertambah. Kenaikan tekanan
transpulmoner, yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan napas yang tersumbat, dapat
menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan napas
total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko pneumotoraks. Kenaikan tekanan
intratoraks dapat mengganggu aliran balik vena dan mengurangi curah jantung, yang
kemungkinan tampak sebagai pulsus paradoksus.
Ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi, hipoventilasi alveolar, dan bertambahanya kerja
pernapasan menyebabkan perubahan pada gas-gas darah (lihat Gb. 1). Hiperventilasi
beberapa daerah paru pada mulanya mengkompensasi tekanan karbondioksida yang lebih
tinggi dalam darah yang memperfusi daerah yang terventilasi jelek. Namun, hiperventilasi ini
tidak dapat mengkompensasi hipoksemia saat bernapas dengan udara kamar karena
ketidakmampuan penderita menaikkan tekanan oksigen dan saturasi oksihemoglobin parsial.
Progresivitas penyumbatan jalan napas lebih lanjut menyebabkan hipoventilasi alveolar yang
10
lebih banyak, hiperkapnea dapat terjadi mendadak. Hipoksia mengganggu perubahan asam
laktat menjadi karbon dioksida dan air, menimbulkan asidosis metabolik. Hiperkapnea
menaikkan asam karbonat, yang berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat,
menimbulkan asidosis respiratorik.
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, tetapi kor pulmonal
akibat dari hipertensi pulmonal yang bertahan bukan merupakan komplikasi asma yang
lazim. Hipoksia dan vasokontriksi dapat mencederai sel alveolar tipe II, mengurangi produksi
surfaktan, yang normalnya menstabilkan alveoli. Dengan demikian proses ini dapat
memperburuk kecenderungan ke arah atelektasis.6
Mediator Kimia
Bronkokonstriksi, Edema Mukosa, Sekresi
Berlebihan
Penyumbatan jalan
napas
Ventilasi tidak
seragam
Atelektasis
Surfakatan
berkurang
Vasokontriksi
pulmonal
Ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi
Asidosis
Hipoventilasi
alveoler
Hiperinflasi
Kelenturan
berkurang
Kerja pernapasan
bertambah
PCO2
PO2
disertai dehidrasi. Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan ataupun dengan
pengobatan. Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada penderita
yang hanya batuk tanpa rasa sesak, atau sesak dan mengi saja. Beratnya derajat serangan
asma dibagi dalam serangan derajat ringan, sedang dan berat berdasarkan persentase APE.
Nilai dugaan sesuai kriteria yaitu serangan derajat ringan bila APE > 60% nilai dugaan.
Serangan asma ringan antara lain;
Epidemiologi
Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien,
status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan
prevalensi anak laki berbanding anak perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi adapula
yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda
antara satu kota dengan kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma
berkisar antara 5-7%.10
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.11
12
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Non-medikamentosa
Penyuluhan
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen
Medika Mentosa
Target pengobatan pada penyakit ini biasanya meliputi beberapa hal, antara lain menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran nafas
dengan memberikan bronkodilator inhalasi kerja cepat dan mengurangi inflamasi saluran
pernafasan serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid.
Kemudian untuk terapi pengobatannya, kita dapat memberikan bronkodilator berupa
salbutamol, metaproterenol, epinefrin. Antikolinergik; ipratropium bromide (atrovent) serta
teofilin atau derivat lainnya dan aminofilin. Selain obat-obat yang digunakan khusus untuk
pasien-pasien rawat inap berupa nebulasi 2 agonis (metaproterenol 0,3 ml larutan 5%,
albuterol 0,5 ml larutan 5%) serta inhalasi kromolin 4 x 2 semprotan/hari.
13
Nama Obat
Obat simpatomimetik:
Terbutaline
Nama Dagang
Dosis
Bricasma
Orciprenalin
(metaproterenol)
Alupent
Salbutamol (albuterol)
Ventolin
Adrenalin
Methylxantine:
Aminophyline
Theophyllin standard
Steroid:
Beclomethasone
Budesonid
Aldecin
Pulmicort
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditimbulkan oleh penyakit ini adalah;12
Kelelahan dan dehidrasi, merupakan kurangnya cairan dalam tubuh yang dapat
14
Prognosis
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma anak hilang
atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah
menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21
tahun. 20% asma episodik sudah tidak timbul pada masa akil-baliq, 60% tetap sebagai asma
episodik sering dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma
kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik
sering, hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma episodik
jarang.
Secara keseluruhan dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21
tahun asmanya sudah menghilang.1
Edukasi
Pasien biasanya diminta untuk menghindari faktor alergen dan polusi udara. Kemudian
memakan makanan cukup kalori, cairan, dan elektrolit, serta istirahat yang cukup.
Kesimpulan
Penyakit asma bronkial merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya gejala khas
berupa sesak nafas, ruam pada kulit, serta sputum kental pada batuk. Penyakit ini sangat mudah terjadi
pada semua usia, terlebih lagi karena adanya kontak langsung dengan faktor pencetus yang
mempermudah timbulnya suatu reaksi inflamasi.
15
Daftar Pustaka
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Jakarta:
Infomedika; 2007. h. 1203-1228.
2. Saranani
R.
Asma
bronkial..
Edisi
Februari
2014.
Diunduh
dari
16