Vous êtes sur la page 1sur 16

1.

Identitas pasien
Nama

: An. A

Umur

: 15 bulan

Tanggal lahir

: 31 Oktober 2013

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Limbung

Agama

: Islam

Masuk RS

: 25 januari 2015

2. Anamnesis
Alloanamnesis ibu pasien,
Keluhan utama
:Kejang
Keluhan tambahan : Demam
Riwayat penyakit sekarang,
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam yang dialami sejak tadi siang
jam 11:00, tidak lama kemudian pasien kejang 1 kali di rumah dan 1 kali setibanya di
UGD sampai tampak badan pasien biru. Demam yang dirasakan sama baik siang hari
maupun malam hari. Pasien juga mengalami pilek sejak seminggu yang lalu. Batuk (-),
muntah(-). Pasien juga tampak sesak nafas. Buang air besar dan buang air kecil tidak
ada keluhan. Orang tua pasien mengatakan membawa pasien berobat untuk kali ke 3 ke
rumah sakit untuk berobat. Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang
menderita kejang demam sewaktu kecil ataupun saat anak-anak.
Riwayat penyakit dahulu,
- Kejang demam untuk ke 4 kalinya ( riwayat kejang demam usia 7 bulan sekali, usia
10 bulan sekali dan usia 15 bulan 2 kali)
Riwayat penyakit keluarga,
-

Keluhan kejang demam di keluarga disangkal

3. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital :
Nadi
Pernafasan

: 126 x/mnt
: 32 x/mnt

: 39,7oC

Suhu
Berat badan

: 8 kg

Keadaan umum
Kesadaran
Status Gizi

: lemas, sakit sedang


: compos mentis
: baik

Tinggi badan :

4. Pemeriksaan fisik lain


Kepala
: normocephal, rambut tidak mudah dicabut,
Mata
: conjungtiva anemis (-/-), sclera icterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
Telinga
: simetris kiri dan kanan, otorea (-/-),
Hidung
: pernafasan cuping hidung (-/-), rinorea (-/-),
Mulut
: kering (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (+), tonsil T2/T2,
Leher
: kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-)
Thoraks ; Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (-)
Palpasi : simetris, sela iga kiri = kanan
Jantung

; Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat,


Palpasi : ictus cordis tidak teraba,
Auskultasi: BJ I/II reguler, bising (-)
Paru-paru ; Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor kiri=kanan
Auskultasi: bronchovesikuler, ronchi (-/-)
Abdomen ; Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi
: hepar dan lien tidak teraba, massa tumor (-),
nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani (+),
Ekstremitas: tidak ditemukan adanya kelainan
5. Anjuran pemeriksaan
- Pemeriksaan darah rutin
- EEG
6. Diagnosis
Diagnosa kerja : Kejang Demam

7. Penatalaksanaan
Hari pertama (25 januari 2015):
Terapi awal yang diberikan pada pasien ini yakni:
- pemasangan IVFD Ringer Laktat 30 tpm,
- Stesolid rectal ketika di UGD
- inj. Ampisilin 300 mg/8 jm,
- inj. Dexamethason 1/3 Amp/ 8 jm
- obat puyer yang terdiri dari: Paracetamol 120 mg + Diazepam 1 mg
dengan dosis 4 x 1

Hari kedua (26 januari 2015):


Keadaan umum pasien pada hari ini masih tampak lemas, kejang(-), suhu
badan 37,1oC, nadi: 136x/mnt, pernafasan: 20x/m dengan keluhan BAB
encer frek. 1 kali disertai ampas dan lendir berwarna kehijauan, dan pada
pemeriksaan auskultasi abdomen peristaltik kesan meningkat.
Terapi yang diberikan pada hari pertama tetap dilanjutkan ditambah zink
tab 20 mg 1x1.
Hari ketiga (27 januari 2015):
Pada hari ini keadaan umum mulai membaik, kejang(-), suhu badan
36,5oC, nadi 100x/mnt, pernafasan: 32x/mnt, keluhan BAB encer frek. 1
kali disertai ampas dan lendir, dan pada pemeriksaan auskultasi abdomen
peristaltik kesan meningkat.selera minum: kurang, selera makan baik.
Terapi, infus tetap, zink tab 20 mg 1x1, vit B comp 2/3 tab, vit C 2/3 tab,
Ampisislin.
Hari keempat (28 januari 2015):
Pada hari ini, keadaan umum baik, suhu badan 36,5oC, nadi 130x/mnt,
pernafasan; 35x/mnt, BAB baik, BAK baik. Infus di lepas. Pasien di
pulangkan.

8. Pembahasan
Kejang deman adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikansuhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yangdisebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Konsensus Penanganan Kejang Demam,UKK neurologi IDAI, 2005)

Kejang Demam adalah Kejang pada anak usia > 1 bulan berhubungan dengan
adanya demam. Tidak disebabkan infeksi SSP, Tidak terdapat kejang pada masa
neonatus sebelumnya, tidak ada kejang tanpa provokasi sebelumnya, tidak ada
penyebab lain kejang (gangguan elektrolit dll).
(ILAE,Commission on Epidemiology & Prognosis, 1993)

Etiologi
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa

faktor

demam,yaitu:2,3,4

yang

mungkin

berperan

dalam

menyebabkan

kejang

Demamnya sendiri : Kebutuhan O2 meningkat

Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap
otak

Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

Gabungan semua faktor diatas

Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan
kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua
kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun. 1Menurut
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 5%.2,10
Diagnosis kejang demam Diagnosis kejang demam ditegakkan
berdasarkan kriteria Livingston
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi


yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai
suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan
demam hanya merupakan faktor pencetus.

Klasifikasi
Menurut Konsensus Penanganan Kejang Demam UKK Neurologi
IDAI. Kejang demam diklasifikasikan menjadi :
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

1. Kejang demam sederhana


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik
dan atau klonik , umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam
waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Penjelasan:
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar.
Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal2
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam tidak khas


Ciriciri kejang demam sederhana ialah:
Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang
kejang sama seperti yang kanan
Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun
Suhu 1000F (37,780C) atau lebih
Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal
EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat setelah tidak
demam adalah normal.
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan
sebagai kejang demam tidak khas
Klasifikasi KD menurut Livingston2
Livingston membagi dalam:
1. KD sederhana
2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri KD sederhana:
Kejang bersifat umum
Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun

EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy
yang dicetuskan oleh demam
Klasifikasi KD menurut Fukuyama
Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:

KD sederhana

KD kompleks

Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:2


Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun
Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit
Kejang tidak bersifat fokal
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas
perkembangan
Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD
jenis kompleks
Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta, menggunakan
criteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat
diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit


Kejang bersifat umum
Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari
sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,


kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam
yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel

neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsi.
Faktor risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
1.
2.
3.
4.

berulangnya kejang demam adalah :


Riwayat kejang demam d alam keluarga
Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan
berulang 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15
% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun
pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsy


Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
risiko menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Masing-masing faktor
risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi
dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % 49 % Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti darah perifer, elektrolit
dan gula darah
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk

menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis

adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas
secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien
kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT)atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutindan atas
indikasi, seperti:
1.Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2.Parese nervus VI
3.Papiledema
penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan
kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak di atas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu
5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberi- kan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergan- tung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks
dan faktor risikonya.
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom
Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%- 60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada
suhu > 38,5 0C
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam
Pemberian obat rumat Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila

kejang

demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):


1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanyakelainanneurologisyangnyatasebelumatau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.


Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12bulan.

kejang demam > 4 kali per tahun


Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gang- guan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun asam val- proat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang
tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua berang- gapan bahwa
anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara
yang diantaranya:
1. Menyakinkanbahwakejangdemamumumnyamem- punyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikaninformasimengenaikemungkinankejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping.

PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi

pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Kesimpulan
Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal.
1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau
fungsi vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat
pilihan utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak
ada diazepam, dapat digunakan luminal suntikan intramuskular ataupun
yang lebih praktis midazolam intranasal.
2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi
lumbal pada saat pertama sekali kejang demam. Fungsi lumbal juga
dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis
sulit ditemukan. Peme- riksaan laboratorium penunjang lain dilakukan
sesuai indikasi.
3. Pengobatan profilaksis.
a.

Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam


(suhu rektal lebih dari 380 C) dengan menggunakan diazepam oral /

b.

rektal, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.


Terus menerus, dengan memberikan feno- barbital atau asam valproat tiap

hari untuk mencegah berulangnya kejang demam.


4. Pemberian obat-obatan untuk penatalaksanaan
kejang demam pada anak, harus dipertimbangkan antara khasiat
tarapeutik obat dan efek sampingnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006. Unit Kerja Koordinasi

Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.


2. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
3. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
4. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta
5. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
6. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak
2. FKUI. Jakarta.
7. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi.
Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan
Kedokteran

Berkelanjutan

Ilmu

Kesehatan

Anak

XLVII.Cetakan

pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
8. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
9. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II :
Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.
10. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.
11. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric
Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London
12. Mansjoer,

Arif.,

Suprohaita,

Wahyu

Ika

Wardhani,

Wiwiek

Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid


2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
2000.
13. Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency
Medicine 4th edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams &
Wilkins,USA,2000

Vous aimerez peut-être aussi