Vous êtes sur la page 1sur 9

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN Ny.

S
DENGAN
MOLA HIDATIDOSA
DI RUANG KANDUNGAN RSUD DR. HAULUSSY AMBON

1. DEFENISI
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma vilus korialis
langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus-vilus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan
ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan tropoblast pada vilus kadang-kadang
berprofilerasi ringan dan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni
human chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa (Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005).
Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik
gestasional(Bobak dkk, 2005).
2. ETIOLOGI
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab
mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebab adalah:
a. Faktor Ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan
dalam pembuahan.
b. Keadaan Sosial Ekonomi Yang Rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan
keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang

diperlukan

tubuh

kurang

sehingga

mengakibatkan

gangguan

dalam

pertumbuhan dan perkembangan janinnya.


c. Paritas Tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau
menotropiris (pergonal).
d. Kekurangan Protein
Protein

adalah

zat

untuk

membangun

jaringan-jaringan

bagian

tubuh

sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada


ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila
kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil
dari normal.
e. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk
atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan
penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau
virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.
3. PATOFISIOLOGI
Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla
yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,
namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering
terlihat perubahan sebagai berikut:
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat
sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama
berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala
anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang
sering dijumpai.

b. Ukuran Uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang
sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada
wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen
yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak.
c. Aktivitas Janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan
mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang
lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang
ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai
dengan janin yang hidup.
d. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut
dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli
pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun
jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi
ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh
darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru.
Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi
tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau
trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan
selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang
spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami
proloferasi dan menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan
pengobatan yang efektif.

e. Disfungsi Thyroid
Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami
kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak
secara klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975)
menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin
plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan
normal dimana tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi
trioditironim yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah hormon
tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh
orionik gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan
semua efek tersebut masih merupakan masalah yang controversial (Amir, dkk,
1984, Man dkk, 1986).
f. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan.
Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya
pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.
4. MANIFESTASI KLINIK
a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala tahap
kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala kehamilan normal.
b. Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir di temukan di
semua kasus dan terjadi secara berulang. Cairan yang keluar dari vagina bisa
berwarna coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola. Keadaan ini bisa berlangsung beberapa
hari saja atau secara intermitten selama beberapa minggu.
c. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
e. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

f. Anemia

akibat

kehilangan

darah,

rasa

mual

dan

muntah

yang

berebihan(hiperemesisgravidarum), dan kram perut yang disebabkan dispensi


rahim.
g. Kadar -hCG yang tinggi.
5. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14-16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna
merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan
gejala serta komplikasi mola hidatidosa:
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
c. Gejalagejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
d. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
6. KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa terbagi menjadi:
a. Mola Hidatidosa Komplet Atau Klasik
Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur yang intinya telah
hilang atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikelvesikel hidrofik (berisi cairan) tumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi
lebih besar dari uisa kehamilan seharusnya. Biasanya Mola tidak mengandung
janin, plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak memiliki
plasenta oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga rahim dan timbul
perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3 % kehamilan, Mola ini berkembang
menjadi koriokarsinoma (suatu neoplasma ganas yang tumbuh dengan cepat).

Potensi untuk menjadi ganas pada kehamilan Mola sebagian jauh lebih kecil
dibanding kehamilan Mola komplek (Bobak dkk, 2005).

WOC Molahidatidosakomplit

Selteluryangtidakadakromosom
Dibuahi 1 atau 2 selsperma
Diploid ( hanya paternal )
Embriotidakterbentuk
Proliferasivilikorealis
Vilimengandungbanyakcairan
Sel2 tropoblas
b. Mola Hidatidosa
Inkompletyang
Ataupatologisberkembangdanmembengkak
Parsia
Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau bagian janin (Bobak
Gelembung2 berisicairan yang berbentukanggur
dkk,2005).
Degenerasihidropikdarivilibersifatsetempat, dan yang mengalami hiperplasi hanya
Molahidatidosakomplit
Seltelur
Normal
sinsitio trofoblas saja.Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping dari vili
dan stromal trophoblastic inclusions.
Dibuahi 1 Selsperma Diploid Atau 2
WOC Mola hidatidosaparsial
Selsperma Haploid
Kariotipe 69XXX, 69XXY (Triploid )
Hidrofikvili
Hiperplasia Sel-Sel Tropoblas
Molahidatidosaparsial.

7. KOMPLIKASI
Menurut Mansjoer dkk (2005) komplikasi yang dapat terjadi padapenderita Mola
hidatidosa adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Anemia
Syok
Infeksi
Eklampsia
Tirotoksikosis

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer dkk (2005) pemeriksaan diagnostik pada Mola hidatidosa antara
lain:
a. Anamnesis diantaranya :
1) Perdarahan pervaginam/gambaran Mola,
2) Gejala toksemia pada trimester I-II,
3) Hiperemesis gravidarum,
4) Gejala tirotoksikosis,
5) Gejala emboli paru.
b. Pemeriksaan fisik diantaranya:
1) Uterus lebih besar dari usia kehamilan,
2) Kista lutein,

3) Balotemen negatif,
4) Denyut jantung janin negatif.
c. Pemeriksaan penunjang diantaranya :
1) Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan Mola,
2) Pada tes Hanifa Sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 360 0
dengan deviasi sonde kurang dari 100,
3) Peningkatan kadar beta Hcg darah atau urin,
4) Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern),
5) Foto toraks pada gambaran emboli udara,
6) Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:
a. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
b. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di
mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan
fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur
atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus
uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin
(Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa
Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
c. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
d. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
e. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan
di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada
pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan
mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per
menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas
kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan
Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah

tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan
secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan
tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama
dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas
Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG
diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif
(diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG
serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama
pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal
(apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan
fertilisasi.

Vous aimerez peut-être aussi