Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose
ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski,
1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara
berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Epilepsi adalah gejala komplek dari gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh
kejang berulang. (Brunner & Sudarth)
B. ETIOLOGI
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (disritmia) pada sel saraf pada salah satu
bagian otak, yang menyebaban sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang dan
tidak terkontrol (Bruner & Sudarth)
Menurut Mansjoer, Arif, etiologi dari epilepsy adalah :
Faktor herediter ; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan
kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, hipoglikemia, hipoparatiroidisme,
fenilketonuria
Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya
a.
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal
- Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke
daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
-
Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi sederhana
yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo).
Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat,
Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian
kalimat.
Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu, dll.
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4
diikuti dengan menurunnya kesadaran.
Dengan automatisme
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
-
b. Epilepsi umum
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola
mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini
berlangsung selama menit dan biasanya dijumpai pada anak.
- Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak
mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
- Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh
mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau
punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan
dapat mengetul atau mengedang.
- Dengan automatisme
- Dengan komponen autonom.
Dapat disertai:
-
2) Grand Mal
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah
sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat
multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah
dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi
pada anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand
mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu
epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan
ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan
napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti
pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah,
atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai
pada anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,
mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sederhana.
D. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat
pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya
tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam
sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan
fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke
neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak
dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat
kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang
mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih
mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika
natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel
sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang
sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus,
dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1)
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2)
3)
4)
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian
disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama
kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik
dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi
dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah
kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah
dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan
tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor
patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan
asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin,
suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan
asetilkolin.
E. MANIFESTASI KLINIS
Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar
suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran
menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap
rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke
segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya menendangnendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar
busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran
keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena
terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan
muatan listrik.
Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh adanya
perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri
atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh
trauma fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat
penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang
dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi
diakibatkan oleh berbagai faktor.
F. PEMERIKSAAN DISGNOSTIK
a)
CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik
yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic
resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi
oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b)
c)
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
G. PENATALAKSANAAN
Manajemen Epilepsi :
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai,
yakni:
- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya adalah akibat
gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini
biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada empat
obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat
tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a)
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b)
c)
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas.
Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d)
e)
Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena
dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat
diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
f)
Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut
"aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2,
tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga.
Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas
apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
g)
Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia
ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a)
b)
Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan
napas paten.
c)
d)
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e)
f)
Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.
g)
Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani
situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h)
Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan
perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak
yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi.
F. PENCEGAHAN
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
(konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh
proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang
digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan
yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan
epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan
latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di
identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program
pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan
memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a.
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c.
Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai
serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi,
kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya
kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat
penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi
dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak
mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
-
Riwayat kesehatan
Tumor intrakranial
d. Riwayat kejang :
-
Aktivitas/Istirahat
Data Subyektif : Keadaan umum lemah, lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas, tidak
dapaat merawat diri sendiri.
Peredaran darah
Data Obyektif :
Eliminasi
Data Subyektif : Tidak dapat menahan BAB/BAK
Data Obyektif :
Makanan/cairan
Data Subyektif : Selama aktivitas serangan makanan sangat sensitive
Data Obyektif
Persyarafan
Data Subyektif :
dan
Interaksi sosial
Data Subyektif : Terjadi gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena malu
Konsep diri
Data Subyektif : Merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan.
Kenyamanan/Nyeri
Data Subyektif: Sakit kepala, nyeri otot/punggung, nyeri abnormal paroksismal selama
fase iktal
Data Obyektif :
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)
Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2)
3)
Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat
4)
5)
6)
Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus organ sensori persepsi
7)
8)
C. RENCANA KEPERAWATAN
No
DIAGNOSA
TUJUAN &KRITERIA
INTERVENSI
KEPERAWATAN
HASIL ( NOC )
( NIC )
Domain
11
NOC :
NIC :
Kelas
Setelahdilakukantindakankepe
Airway suction
rawatanselama 3 x 24 jam
ketidakefektifanbersihanjal
BersihanJalanNapasTi
annapasteratasi.
dakEfektif
KriteriaHasil :
Mendemonstrasikanbat
Definisi
:Ketidakmampuan untuk
membersihkan
atau
sekresi
obstruksi
dari
nafas
(rales, wheezing)
Kesulitan berbicara
Batuk, tidak efekotif
atentang suctioning
ukefektifdansuaranafas Minta klien nafas dalam sebelum
yang
bersih,
suction dilakukan.
tidakadasianosisdandys Berikan O2 dengan menggunakan
pneu
( mampumengeluarkan
sputum,
mampubernafasdengan
mudah, tidakada pursed
lips )
Menunjukkan jalan
menunjukkan bradikardi,
abnormal)
atau tidak ada
Mampumengidentifikas Airway Management
Mata melebar
Produksi sputum
ikandanmencegah
Gelisah
Buka jalan nafas, guanakan teknik
factor yang
Perubahan frekuensi dan
chin lift atau jaw thrust bila
dapatmenghambatjalan
irama nafas
perlu
nafas
Posisikan pasien untuk
Faktor-faktor
yang
memaksimalkan ventilasi
berhubungan:
Identifikasipasienperlunyapemasa
Lingkungan :
Merokok,
menghirupasaprokok,
perokokpasif-POK,
infeksi
Fisiologis : disfungsi
neuromuscular,
nganalatjalannafasbuatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukanfisioterapi dada jikaperlu
Keluarkansekretdenganbatukataus
uction
Auskultasisuaranafas,
catatadanyasuaratambahan
Lakukansuctionpada mayo
hyperplasia
dindingbronkus,
alergijalannafas,
hNaClLembab
Aturintakeuntukcairanmengoptim
asma
Obstruksijalannapas :
alkankeseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
spasmejalannafas,
sekresitertahan,
banyaknya mucus,
adanyajalannafasbuat
an, sekresibronkus,
adanyaeksudat di
alveolus,
adanyabendaasingdij
alannafas.
2
Domain 4
Setelah
Kelas 4
tindakan
Ketidakefektifan
napas
di
lakukan
keperawatan
berhubungan terjadi,
dengan :
dengan
kriteria
hasil :
o Klien akan
o
o
o
o
Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding
menunjukan pola
pernapasan efektif ;
status pernapasan :
dada
o Penurunan energi dan
ventilasi tidak
keletihan
o Hiperventilasi
o Sindrom
buktikan oleh
hipoventilasi
o Kerusakan
sebagai berikut
musculoskeletal
o Imaturasi neurologis
o Disfungsi
gangguan
terganggu, yang di
sianosis
o Pantau efek obat pada status
pernapasan
o Tentukan lokasi dan luasnya
krepitasi di sangkar iga
o Kaji kebutuhan insersi jalan
napas
o Pemantauan pernapasan
(NIC) :
Pantau
kecepatan,irama,kedalama
kesimetrisan,penggunaan
otot-otot bantu, serta
(sebutkan 1-5
retraksi otot
supraklavikular dan
ekstrem,berat,sedang,r
ingan, tidak ada
gangguan) :
Kedalam inspirasi
atau kognitif
o Kelelahan otot-otot
bernapas
Ekspansi dada
dan kemudahan
indikator gangguan
neuromuscular
o Obesitas
o Nyeri
o Kerusakan persepsi
pernapasan
interkosta
Pantau pernapasan yang
berbunyi, seperti
mendengkur
Pantau pola pernapasan :
bradipnea; takipnea;
hiperventilasi; pernapasan
o Cedera medulla
spinalis
Batasan
o
o
o
o
simetris
o Menunjukkan tidak
kussmaul; pernapasan
cheyne stokes; dan
adanya gangguan
pernapasan apneastik,
karakteristik :
Subjektif
Dispnea
Napas pendek
Objektif
Perubahan ekskursi
Mengambil posisi
status pernapasan :
ventilasi, yang di
ataksik
Perhatikan lokasi trakea
Auskultasi suara napas,
(sebutkan 1-5) :
perhatikan area
gangguan ekstrem,
(tripod)
o Bradipnea
o Penurunan tekanan
inspirasi-ekspirasi
buktikan oleh
indicator berikut
tidak ada
Sgangguan ):
Penggunaan otot
penurunan ventilasi
semenit
o Penurunan kapasitas
vital
o Napas dalam (dewasa
aksesorius
Suara napas
tambahan
Pendek nafas
o Klien akan
napas tambahan
Pantau peningkatan
kegelisahan, ansietas
Catat perubahan pada
SaO2, SvO2,CO2 akhir
tidal dan nilai gas darah
arteri (GDA), jika perlu
Hubungkan
dan
menunjukkan
dokumentasikan
pernapasan optimal
data
ml/kg)
o Peningkatan diameter
ventilator mekanis.
anterior posterior
o Napas cuping hidung
o Ortopnea
o Fase ekspirasi
Klien akan
memanjang
o Pernapasan bibir
mencucu
o Kecepatan respirasi :
Usia dewasa 14
tahun atau lebih :
s11 atau > 24
atau >25
Usia 1-
4:<20atau>30
Bayi: <25 atau
>60
o Takipnea
o Rasio waktu
o Penggunaan otot
mempunyai kecepatan
dan irama pernapasan
dalam batas normal
o Klien akan
mempunyai fungsi
paru dalam batas
normal untuk klien.
o Klien akan meminta
bantuan pernapasan
saat di butuhkan
o Klien akan mampu
menggambarkan
rencana untuk
perawatan di rumah
o Klien akan
mengidentifikasi
factor (misalnya,
hasil
semua
pengkajian
klien)
o Bantu klien untuk
menggunakan spirometer
intensif jika perlu
o Tenangkan klien selama
periode gawat napas
o Anjurkan napas dalam melalui
abdomen selama periode gawat
napas
o Untuk membantu
memperlambat frekuensi
pernapasan, bombing klien
menggunakan teknik
pernapasan bimbing mencucu
dan pernapasan terkontrol
o Lakukan pengisapan sesuai
dengan kebutuhan untuk
membersihkan secret
allergen) yang
bernapas
memicu ketidak
efektifan pola nafas
dan tindakan yang
menghindarinya
rumah
Tidak menggunakan karpet
di rumah
Menggunakan filter
elektronik alat perapian
dan AC
o Ajarkan tekhnik batuk efektif
o Informasikan kepada klien dan
keluarga bahwa tidak boleh
RESIKO CEDERA
Definsi :
Dalam risiko cedera
sebagai
hasil
dari
interaksi
kondisi
lingkungan
dengan
respon adaptif indifidu
dan sumber pertahanan.
Faktor resiko :
Eksternal
Mode transpor
atau
cara
perpindahan
Manusia
atau
penyedia
pelayanan
kesehatan (contoh :
agen nosokomial)
Pola
Klien
mampu
menjelaskan
cara/metode
untukmencegah
injury/cedera
Klien
mampu
menjelaskan
factor
resiko
dari
lingkungan/perilaku
personal
Mampumemodifikasi
gaya
hidup
untukmencegah injury
Menggunakan
fasilitas
kesehatan
yang ada
Mampu mengenali
pernafasan
NIC : Environment
Management (Manajemen
lingkungan)
Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat
tidur
Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu
ditempat
yang
mudah
dijangkau pasien.
kepegawaian
:
kognitif, afektif, dan
faktor psikomotor
Fisik (contoh :
rancangan struktur
dan
arahan
masyarakat,
bangunan dan atau
perlengkapan)
Nutrisi (contoh :
vitamin dan tipe
makanan)
Biologikal
( contoh : tingkat
imunisasi
dalam
masyarakat,
mikroorganisme)
Kimia (polutan,
racun, obat, agen
farmasi,
alkohol,
kafein
nikotin,
bahan pengawet,
kosmetik, celupan
(zat warna kain))
Internal
Psikolgik (orientasi
afektif)
Mal nutrisi
Bentuk
darah
abnormal, contoh :
leukositosis/leukop
enia,
perubahan
faktor pembekuan,
trombositopeni,
sickle
cell,
thalassemia,
penurunan
Hb,
Imun-autoimum
tidak berfungsi.
Biokimia, fungsi
regulasi (contoh :
tidak berfungsinya
sensoris)
Disfugsi gabungan
Disfungsi efektor
Hipoksia jaringan
Perkembangan
usia
(fisiologik,
psikososial)
Fisik (contoh :
kerusakan
kulit/tidak
utuh,
berhubungan
dengan mobilitas)
perubahan
kesehatan
status
Membatasi pengunjung
Memberikan
penerangan
yang cukup
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
Memindahkan
barangbarang
yang
dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung
adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bruner & Suddarth, Buku Ajar KMB, Edisi 8 Vol. 2, EGC, 2002, Jakarta.
2. Marlynn E. Doenges dkk., 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, 2000,
Jakarta.
3. Noer Sjaifoellah, Buku Ajar IPD, Jilid I edisi 3, FK UI, 1996, Jakarta.
4. Corwin E.J; Pathofisiologi, EGC, 2001, Jakarta.
5. Arif Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid 1, FK-UI, 1996,
Jakarta.