Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

PENDAHULUAN

Cutaneous larva migrans yang disebut juga dengan creeping eruption merupakan
kelainan kulit berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan
progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan
kucing.Larva cacing tambang tersebut tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang
dermoepidermal.Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah dan pasir.1
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, terutama banyak terdapat di negara dengan
iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab. 1.Selain itu, penyakit ini juga sangat
jarang ditemukan di negara industri, penyakit ini lebih banyak terdapat dinegara
berkembang.2.Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang terletak pada garis
equator dunia memiliki jenis iklim tropis dimana keadaan iklim seperti ini sangat mendukung
terhadap perkembangbiakan jenis nematoda penyebab penyakit. Selain itu hygiene
perorangan yang kurang dan sanitasi lingkungan yang burukakan berdampak terjangkitnya
penyakit ini menjadi lebih mudah.3
Mengingat hal tersebut diatas, penting untuk mengetahui karakteristik dari jenis
parasit yang menyebabkan penyakit ini, mekanisme terjadinya penyakit dan langkah-langkah
pencegahannya, sehingga nantinya dapat menuntun kepada upaya pelayanan kesehatan yang
holisticyang juga memperhatikan upaya preventif dengan penatalaksanaan yang tepat dan
rasional.Oleh karena itu, pada referat iniakan mencoba menguraikan epidemiologi, siklus
hidup, penyebab, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, hingga
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis pada penyakit ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Istilah Cutaneous larva migrans atau yang disebut juga dengan creeping eruption
digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau
berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang
yang berasal dari anjing dan kucing.1. Dalam literatur lain disebutkan juga bahwa
cutaneous larva migrans adalah kelainan atau lesi pada kulit akibat dari penetrasi dan
migrasi perkutan dari berbagai nematoda yang ditandai dengan eritema, serpiginosa
(berkelok-kelok), papul atau lesi vesicular linearyang berhubungan dengan pergerakan
dari larva yang ada di dalam kulit.4
2.2 SINONIM
Creeping eruption, dermatosis linearis migrans, sandworm eruption, duck
hunters itch, plumbers itch.1,5
2.3EPIDEMIOLOGI
Cutaneous larva migrans ditemukan di seluruh dunia namun paling sering terjadi
di daerah denganiklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika,
Amerika Selatan danBarat, terutama Amerika Serikat bagian tenggara, Karibia, Afrika,
Amerika Selatan, AmerikaPusat, India, dan Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak
dijumpai.1,6
Pada tahun 2006, dilaporkan adanya outbreak insiden cutaneous larva migrans di
perkemahan anak di Miami, Florida. Terdapat 22 orang (33,7%) terdiri dari anak-anak
dan dewasa, menderita cutaneous larva migranssetelah 2 minggu berada di perkemahan.
Dari analisa didapatkan, 22 orang tersebut bermain dikotak pasir selama minimal 1 jam
per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22orang yang terkena ternyata tidak

mengenakan sandal pada saat bermain pasir. Banyak yangmengakui adanya kucing yang
bekeliaran dalam jumlah cukup banyak di sekitar perkemahan.1,6.
Pada penyakit ini, kelompok yang beresiko adalah merekayang pekerjaan atau
hobinya berkontak dengan tanahberpasir yang lembab dan hangat antaralain sebagai
berikut:4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai


Anak-anak yang bermain pasir
Petani
Tukang kebun
Pembersih septic tank
Pemburu
Tukang kayu
Penyemprot serangga

2.4ETIOLOGI
Cutaneous larva migran ditujukan untuk lesi yang diakibatkan oleh cacing
tambang denganhospes non manusia.Penyebab utama adalah larva yang berasal dari
cacing tambangbinatang anjing dan kucing, yaitu ancylostoma braziliense dan
ancylostoma caninum.Ancylostoma braziliense adalah penyebab tersering. Di Asia Timur
umumnya disebabkanoleh Gnathostoma babi dan kucing.1 Penyebab yang umum:
1. Ancylostoma braziliense7
Taksonomi
Phyllum
: Nemathelminthes
Sub class
: Secernentea
Class
: Nematoda
Ordo
: Strongylida
Family
: Ancylostomatidae
Sub Family
: Ancylostominae
Genus
: Ancylostoma
Spesies
: Ancylostoma braziliense
Morfologi
- Cacing jantan memiliki panjang 6-7,75 mm
- Cacing betina memiliki panjang 7-10 mm
- Ukuran A. braziliense lebih kecil daripadaA. caninum
Habitat&Inang definitif
Usus halus anjing, kucing, serigala & kadang manusia.

Gambar

1.Ancylostoma
braziliensejantan

dewasa yang didapat dari usus halus anjing


Sumber:http://vetpda.ucdavis.edu/parasitolog/Parasite.cfm?ID=32
2. Ancylostoma caninum7
Taksonomi
Phyllum

: Nemathelminthes

Sub class

: Secernentea

Class

: Nematoda

Ordo

: Strongylida

Family

: Ancylostomatidae

Sub Family

: Ancylostominae

Genus

: Ancylostoma

Spesies

: Ancylostoma caninum

Morfologi
- Cacing jantan memiliki panjang 10-12 mm
- Cacing betina memiliki panjang 14-16 mm
- Cacing tampak kaku, warna abu-abu/kemerahan
Habitat
Usus halus
Inang definitif
-

Anjing
Kucing
Serigala
Manusia

Gambar 2.Potongan lateral Ancylostoma caninum dewasa yang didapat dari usus halus
anjing
Sumber:http://dephicamunis.wordpress.com/2011/06/12/ancylostoma-caninum/
Penyebab yang jarang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ancylostoma ceylonicum
Ancylostoma tubaeforme
Necator americanus
Strongyloides papillosus
Strongyloides westeri
Ancylostoma duodenale

2.5 SIKLUS HIDUP


Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar bersama kotoran binatang ke
tanah berpasir yang hangat dan lembab . Pada kondisikelembaban dan temperatur yang
menguntungkan, telur bisa menetas dalam waktu 1-2 hari dan tumbuh cepatmenjadi
larva rhabditiform . Setelah 5-10 hari akan berkembang menjadi stadium infektif larva
filariform (L3)

. Larva dalam stadium yang infektif ini dapat bertahan 3-4 minggu

dalam kondisi kelembaban dan temperature yang menguntungkan

. Pada hospes

alamibinatang, larva mampu penetrasi sampai ke dalam kulit dan ditranspor melalui
sistem limfatik dan vena sampai ke paru-paru. Di usus terjadi pematangan secara
seksual, dan siklus baru dimulaisaat telur diekskresikan . Manusia dapat terinfeksi saat
larva filariform melakukan penetrai ke dalam kulit

. Kebanyakan spesies, pada host

manusia, larva tidak dapat menjadi stadium dewasa dan bermigrasi tanpa tujuan dalam
epidermis beberapa centimeter dalam sehari.8

Gambar 3.Siklus hidup (Cutaneous Larva Migrans)


Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/hookworm.htm
2.6 PATOGENESIS
Cutaneous larva migrans disebabkan oleh manusia yang berjalan tanpa alas kaki
terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva filariform dimana larvamenggunakan enzim
proteasenya untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak.Setelah melakukan
penetrasi ke dalam stratum korneum, larva melepas kutikelnya.Biasanya migrasi dimulai
dalam waktubeberapa hari.Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi
beberapa cm per hari, biasanyaantara stratum germinativum dan stratum korneum.Larva
ini tinggal di kulit berjalan-jalantanpa tujuan sepanjang dermoepidermal.hal ini
menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan
timbul gejala di kulit.Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan
jarang menembus kedermis.Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak
mempunyai enzim kolagenaseyang cukup untuk melakukan penetrasi membran basalis
sampai ke dermis.Sehingga penyakit inimenetap di kulit saja.Enzim proteolitik yang
disekresi larva menyababkan inflamasisehingga terjadi rasa gatal dan progresi

lesi.Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinumuntuk melengkapi siklus hidup, larva
seringkali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrate paru.Pada pasien dengan
keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya.Kebanyakan larva
tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa harisampai beberapa
bulan.9
2.7 MANIFESTASI KLINIK
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan
timbul papul,kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau
berkelok-kelok,menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya
lesi papul yangeritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah ada di kulit
selama beberapa jamatau hari.9,10,11
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelokkelok,polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai
panjangbeberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari.Terjadi rasa gatal
pada ujunglesi yang bertambah panjang karena terdapat larva. Lebar lesi berkisar antara
3 mm danpanjang bervariasi mencapai 15-20 cm. Lesi bisa tunggal atau multipel, sangat
gatal dan bias juga nyeri.
Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha, juga di
bagiantubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.Sering
terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri.Larva terbatas hanya pada
lapisanepidermis.Penyakit ini self limited dengan kematian larva dalam waktu sebulan
atau duabulan. Infeksi bakteri sekunder bisa terjadi akibat garukan pada lesi.9,10,12
Tanda dan gejala sistemik (mengi, batuk kering, urtikaria) pernah dilaporkan
pada pasiendengan infeksi ekstensif. Tanda sistemik termasuk eosinofilia perifer
dan peningkatang kadar IgE. Pada kasus creeping eruption bisa terjadi sindrom loeffler
dan

miositis

namun

jarangdijumpai.

Larva

bisa

bermigrasi

ke

usus

halus

dan menyebabkan enteritis eosinofilik.9


2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis cutaneous larva migrans ditegakkan berdasarkan riwayat pajanan
epidemiologi danpenemuan lesi karakteristik.Bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan

seperti benang yanglurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel
di atasnya.Biopsispesimen diambil pada ujung jalur yang mungkin mengandung larva.9
Bila infeksi ekstensif bisa dijumpai tanda sistemik berupa eosinofilia perifer,
sindrom loeffler (infiltrat paru yang berpindah-pindah), peningkatan IgE.Hanya sedikit
pasien yangmenunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE.
Untuk menunjang diagnosa bisa dilakukan biopsi kulit. Biopsi kulit yang diambil
tepat di ataslesi menunjukkan larva (tes periodik asam schiff positif) di terowongan
suprabsalar,terowongan

pada

membran

basalis,

spongiosis

dengan

vesikel

intraepidermal, nekrosiskeratinosit dan infiltrat kronis oleh eosinofil pada lapisan


epidermis dan dermis bagian atas.10,12

Gambar 4.Cutaneous Larva Migrans, tampak lesi yang berkelok-kelok menjalar


Sumber:http://vetpda.ucdavis.edu/parasitolog/Parasite.cfm?ID=32

Gambar

5. Tampak

kelainan eritematosa berkelok-kelok seperti benang dengan papul dan vesikel di


atasnya
Sumber:Wisnu. I Made, et al. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia sebuah
panduan
bergambar. e-book. PT. Medikal Multimedia Indonesia. Jakarta. 2005
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies. Pada
scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini.Bila
melihatbentuk yang polisiklis sering dikacaukan dengan dermatofitosis.Pada permulaan
lesi berupapapul, marena itu sering diduga insect bite. Bila invasi larvayang multipel
timbul serentak,papul-papul lesi dini sering menyerupai Cutaneous Larva Migran
stadium permulaan.1 Diagnosis bandingmencakup serkaria atau dermatitis kontak,
infeksi bakteri atau jamur, skabies, myiasis, loiasisdan beberapa parasit migran lainnya.9
2.10 PENATALAKSANAAN
Infeksi cacing tambang binatang dicegah dengan menghindari kontak kulit
langsung dengan tanah yang tercemar kotoran binatang.Pengobatan cacing tambang
untuk kucing dan anjingmerupakan hal yang utama untuk mencegah penyakit

ini.Kotoran

binatang

harusdipindahkan

secara

benar

dari

area

aktivitas

manusia.Cutaneous larva migransbisa dicegah dengan mudah dengan memakai alas kaki
yang memadai setiap saat.Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati dan
diabsorbsi. Meskipun penyakit iniself limited, rasa gatal yang hebat dan resiko infeksi
sekunder memaksa seseorang untuk berobat.Untuk kasus yang ringan biasanya tidak
memerlukan pengobatan.Jika perlu dapatdiberikan secara topikal.Pengobatan topikal
ditujukan untuk lesi awal yang terlokalisasi.Untuk kasus yang lebih berat dapat diberikan
obat peroral.Pengobatan oral untuk lesi yangluas atau gagal dengan topikal.Antihistamin
membantu mengurangi rasa gatal. Jika terjad iinfeksi sekunder oleh bakteri dapat
diberikan antibiotik.9
Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelminthes berspektrum luas,
misalnya tiabendazol ternyata efektif.Dosisnya 50 mg/kgBB/hari, dua kali sehari,
diberikan berturut-turut selama dua hari.Dosis maksimum 3 gr sehari.Jika belum sembuh
dapat diulangi setalahbeberapa hari.Obat ini sukar didapat.Efek sampingnya mual,pusing
dan muntah.Eyster mencoba pengobatan topikal solusio tiabendazol dalam DMSO dan
ternyata efektif.Demikian pula pengobatan secara oklusi selama 34-48 jam telah dicoba
oleh Davis dan Israel.1
Obat lainialah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai obat dosis tunggal,
diberikan 3 hari berturut-turut.Namun pengobatan ini mempunyai efek samping seperti
nausea, diare, anoreksia, pusing, sakit kepala, pembesaran KGB dan reaksialergi.
Keamanan pengobatan ini selama kehamilan masih belum diketahui.1
Cara terapi ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry ice)
denganpenakanan selama 45 detik sampai 1 menit, 2 hari berturut-turut.Penggunaan N2
cair juga pernah dicoba.Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.Cara
tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti di mana larva berada,
dan bila terlalu lamadapat merusak jaringan di sekitarnya. Pengobatan cara lama dan
sudah ditinggalkan adalahdengan preparat antimon. Penggunaan topikal spray etil
klorida, nirtogen cair, fenl, CO2beku, piperazin sitrat, elektrokauter dan radiasi tidak
behasil karena larva bisa lolos. Kemoterapi dengan klorokuin, antimon, dan
dietilkarbamazin juga tidak berhasil.1

2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi adalah ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh
bakteri akibatgarukan.Infeksi umumnya disebabkan oleh streptokokkus pyogenes.Bisa
juga terjadiselulitis dan reaksi alergi.
2.12 PROGNOSIS
Prognosis biasanya baik karena penyakitini merupakan penyakit yang self
limited. Manusia merupakanhospes aksidental yang dead end di mana larva akan mati
dan lesi membaik dalam waktu 4-8minggu. Dengan pengobatan progresi lesi
danrasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam.Bisa terjadi reaksi hipersensitivitas.Sering
terjadi eosinofilia perifer. Tidak terjadi imunitasprotektif sehingga bisa terjadi
infeksi berulang pada pajanan berikutnya.3

BAB II1

LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: MRT

Umur

: 2 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Geriya Kawan Bangli

Pekerjaan

: Tidak ada

Suku

: Bali

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Hindu

Pendidikan
Tanggal pemeriksaan

: Belum Sekolah
: 18 November 2013

3.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Bintil merah dan garis berkelok-kelok di daerah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan terdapat bintil-bintil merah di bagian bokong. Bintil
merah tersebut muncul sejak 3 minggu yang lalu. Bintil berukuran seperti kepala jarum
pentul, warna kulit disekitar bintil juga kemerahan. Pada awalnya keluhan bintil kecil
berwarna merah tersebut tampak seperti bekas digigit serangga, Lama-kelamaan bintil
semakin banyak, menimbul dan menjalar seperti bentuk benang berkelok-kelok dengan
panjang kurang lebih 2 cm dan semakin bertambah panjang terutama setelah digaruk.
Daerah bintil tersebut terasa gatal, gatal dirasakan terutama pada malam hari.
Tidak ada keluhan kulit yang sama pada daerah sela jari kaki maupun tangan,
pergelangan tangan, genital, ataupun tempat lain. Pasien mempunyai kebiasaan bermainmain di pasir.

Riwayat pengobatan :
Pasien diberikan salep oleh dokter di puskesmas, tapi orang tua tidak tahu apa
nama salepnya
Riwayat penyakit terdahulu :

Penderita riwayat penyakit kulit seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat


penyakit kulit lainnya juga disangkal.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Di keluarga penderita ,semuanya tidak ada yang menderita penyakit yg sama. Di
dalam keluarga penderita hanya penderitalah yang memiliki penyakit seperti itu.
Riwayat Atopi:
Keluhan asma atau alergi tertentu pada pasien dan keluarganya disangkal.
Riwayat Alergi:
Alergi obat dan makanan disangkal.
Riwayat sosial :
Penderita adalah anak pertama dan belum bersekolah

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present :
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 90 x/menit reguler

Respirasi

: 22 x/menit

Temperatur

: 36,8 o C

Status General :
Kepala

: Normocephali

Mata

: Anemia -/-, ikterus -/-

THT

: Dalam batas normal

Thoraks

: Cor

: S1 S2 normal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdoment : dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba
Ektremitas : dalam batas normal

Status Dermatologi :
Lokasi

: regio glutea sinistra (dermatom sakrum 2).

Effloresensi

: Tampak papul eritema menjalar seperti benang berkelok kelok,


polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan
(burrow)sepanjang 8 cm dan pada ujungnya terdapat erosi dan skawa
halus.

2. Mukosa

: dalam batas normal

3. Rambut

: dalam batas normal

4. Kuku

: dalam batas normal

5. Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal


6. Kelenjar Limfe

: dalam batas normal

7. Saraf

: dalam batas normal

3.4 Diagnosis Banding


1. Skabies

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

3.6 Resume
Pasien perempuan umur 2 tahun , hindu, Bali, dikeluhkan timbul bintil-bintil
merah di bagian bokong. Bintil merah tersebut muncul sejak 3 minggu yang lalu. Pada
awalnya keluhan bintil kecil berwarna merah tersebut tampak seperti bekas digigit
serangga, Lama-kelamaan bintil semakin banyak, menimbul dan menjalar seperti bentuk
benang berkelok-kelok dengan panjang kurang lebih 2 cm dan semakin bertambah
panjang terutama setelah digaruk. Daerah bintil tersebut terasa gatal, gatal dirasakan
terutama pada malam hari. Pasien mempunyai kebiasaan bermain- main di pasir.
Pemeriksaan fisik :
Status present : dalam batas normal
Satus general

: dalam batas normal

Status Dermatologi :
Lokasi

: regio glutea sinistra (dermatom sakrum 2).

Effloresensi

: Tampak papul eritema menjalar seperti benang berkelok

kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan


(burrow)sepanjang 8 cm dan pada ujungnya terdapat erosi dan skawa
halus.

3.7 Diagnosis Kerja


Cutaneus Larva Migran

3.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
a. Topikal:

Desoximethason krim 2,5mg dicampur dengan Albendazole tablet


400 mg (2x1)

KIE :
1. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan terutama lingkungan yang sering
terkontaminasi larva (pasir/tanah)
2. Menggunakan alas kaki dalam berkegiatan diluar rumah
1.9

Prognosis : Baik

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesa didapatkan pasien Pasien perempuan umur 2 tahun, Dibandingkan


dengan kepustakaan, cutaneous larva migran ini dapat terjadi pada semua umur , namun
lebih sering terjadi pada anak-anak.
Menurut kepustakaan, gejala klinis pada cutaneous larva migran, mula-mula akan
timbul papul kemudian diikuti bentuk yang khas yakni lesi berbentuk linier atau berkelokkelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm dan berwarna kemerahan kemudian papul
merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpigenosa, menimbul dan
membentuk terowongan, mencapai panjang beberapa sentimeter Lesi ini dapat disertai
rasa gatal ringan. Hal ini sesuai dengan kasus, pasien dikeluhkan timbul bintil-bintil
merah di bagian bokong. Bintil merah tersebut muncul sejak 3 minggu yang lalu. Pada
awalnya keluhan bintil kecil berwarna merah tersebut tampak seperti bekas digigit
serangga, Lama-kelamaan bintil semakin banyak, menimbul dan menjalar seperti bentuk
benang berkelok-kelok dengan panjang kurang lebih 2 cm dan semakin bertambah
panjang terutama setelah digaruk. Daerah bintil tersebut terasa gatal, gatal dirasakan
terutama pada malam hari. Pasien mempunyai kebiasaan bermain- main di pasir.
Dari anamnesis riwayat penyakit, didapatkan pasien mempunyai kebiasaan main
di pasir, riwayat kontak dengan tanah/ pasir ini menunjukkan kemungkinan tanah sudah
terkontaminasi larva penyebab.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi kulit pada regio glutea sinistra (dermatom
sakrum denga effloresensi tampak papul eritema menjalar seperti benang berkelok
kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow)sepanjang
8 cm dan pada ujungnya terdapat erosi dan skawa halus. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan, Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha,
juga di bagiantubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.
Dengan klinis morfologi terlihat lesi papul berbentuk linier atau berkelok-kelok,
menimbul dengan diameter 2-3 mm dan berwarna kemerahan. Serpigenosa.
Penulis mendiagnosis dengan cutaneous larva migran, karena dari gejala klinis
dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosa kearah cutaneous larva migran. Pada kasus
ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang (biopsi) lagi untuk menegakkan diagnosa. Hal
ini dikarenakan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnose.
Pada terapi, diberikan Desoximethason krim 2,5mg dicampur dengan Albendazole
tablet 400 mg (2x1), desoximethasone adalah preparat kortikosteroid yang digunakan
pada berbagai kondisi kulit, termasuk ruam. Ini membantu untuk mengurangi kemerahan,

gatal, dan iritasi. Desoximetasone merupakan kelas sintetik steroid yang mempunyai efek
anti-inflamasi dan anti-gatal/antipruritik untuk mengurangi gatal yang dirasakan pasien,
kemudian dicampur dengan obat antihelmintes sprektum luas yang sensitif terhadap
semua kelas nematode yaitu albendazole.
Pada pasien ini kami sarankan Menjaga kebersihan lingkungan kontaminasi larva,
selalu memakai alas kaki jika berpergian dan sarung tangan jika akan membersihkan
sesuatu, menjaga kebersihan hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, Menyarankan
untuk selalu menjaga kebersihan badan dan mencuci kaki atau tangan setelah melakukan
aktivitas.

BAB III
KESIMPULAN

Cutaneous larva migrans merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh larva
cacing tambang binatang dan bersfiat self limited. Penyakit ini sering dijumpai di daerah
tropis dan subtropis.Orang yang beresiko terinfeksi adalah mereka yang sering berhubungan
dengan tanahberpasir dan tidak memakai alas kaki.Penyebab umum kelainan ini adalah
ancylostoma braziliense dan ancylostoma caninum.Penyebabtersering adalah ancylostoma
braziliense.Manusia terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi
ini.Gejala klinis yang timbul berupa gatal, papul eritematosa, kadang disertai rasa nyeri,
sertalesi khas yang berbentuk linear berkelok-kelok. Dapat terjadi ekskoriasi dan infeksi
sekunder yang umumnya disebabkan oleh streptococcus pyogenes. Ditemukan eosinofilia
perifer danpeningkatan kadar IgE. Tempat pedileksi di bagian tubuh mana saja yang sering
berkontak dengan tempat larva berada.Penatalaksanaan yang baik adalah edukasi mengenai
pencegahan.Pengobatan dapatdiberikan antiheliminthes topikal maupun oral, digunakan
antihelminthes berspektrum luas.Albendazol 400 mg dosis tunggal, Tiabendazol 50
mg/kgbbdalam 2 dosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2008: 125-126
2. Heukelbach, J. & Feldmieier, H., 2008. Epidemiological And Clinical
Characteristics Of Hookworm-Related Cutaneous Larva Migrans. Lancet Infect
Dis, 8, pp.302-9
3. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.
4. Thomas, B. et al. Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Ed. 3 rd. The
McGraw-Hill. United States of America. 1997.
5. Wolf, Klaus. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Ed. 7 th. Vol. 2. The
McGraw-Hill. United States of America. 2008.
6. Peris,M. Pruritic, serpiginous eruption in a returning traveller. CMAJ
2008;179:51-52. Diunduh dari:
http//:www.cmaj.ca/cgi/content/full/179/1/51
7. Staff pengajar fakultas kedokteran hewan Universita Airlangga.Diunduh
dari:http://www.fkh.unair.ac.id/materi/.../Helmintologi/NEMA%202.ppt
8. DPDx.
Parasites
and
Health.
Hookworm.
Diunduh

dari:

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/hookworm.htm
9. Djuanda, A. et al., 2007. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI.
10. Tierney,M, Papadakis.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam: Current
medicaldiagnosis & treatment 45th ed[ebook]. San Francisco:Mc Graw
Hill.2003.pg 1520
11. Gerd P,Thomas J.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam:
Fitzpatrick`sdermatology in general medicine 6th ed[ebook]. New York:Mc Graw
Hill;2003.ch236
12. Ngan,V. Cutaneous larva migran. DermNetNZ:New Zealand.2007. diunduh
dari:http://www.dermnetnz.org/arthropods/larva-migrans.html

Vous aimerez peut-être aussi