Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Latar Belakang
1.
Identifikasi Permasalahan
1.
1.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
INFLASI
DEFINISI INFLASI
Adalah proses kenaikan harga-harga umum batang-barang secara
terus-menerus. Ini tidak bearti bahwa harga-harga berbagai macam
barang itu nik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi
kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat
kenaikan harga umum batang secara terus menerus selama satu
periode tertent. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun
dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi
Infalsi meunjukkan kenaikan dalam tingkat harga umum. Laju inflasi
dapat di ukur dengan rumus sebagai berut:
Tingkat
X 100
harga
(tahun
t)
tingkat
harga
(tahun
t-1)
2.
3.
GNP deflator.
GNP deflator adalah jenis indeks yang lain. Berbeda dengan
dua indeks di atas, dalam cakupan barangnya. GNP deflator
mencakup jumlah barang dan jasa yang mencangkup dalam
perhitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibanding
dengan dua indeks di atas GNP deflator diperoleh dengn
membagi GNP nominal (diatas harga Berlaku) dengan GNP rill
(atas dasar harga konstans)
GNP deflator = GNP Nominal x 100
GNP Riil
JENIS INFLASI
Inflasi dapat digolongkan menjadi berikut ini :
Penggolongan didasarkan pada parah tidaknya inflasi
1.
Inflasi ringan (dibawah 10% setahun). Inflasi ringan atau
disebut juga dengan Inflasi moderat, ditandai dengan harga-harga yang
1.
meningkat secara melambat atau biasa disebut dengan inflasi satu digit
per tahun.
2.
Inflasi sedang (antara 10-30% setahun).
3.
Inflasi berat(antara 30%-100% setahun). Inflasi ganas, inflasi
dalam dua digit atau tiga digit seperti 30, 200 atau 300 persen per tahun.
Jika inflasi ganas timbul maka timbullah gangguan-gangguan yang serius
terhadap perekonomian. Dalam kondisi ini uang kehilangan nilaina dengan
sangat cepat, tingkat bunga ril dapat mencapai -50 atau -100.
4.
Hiperinflasi (diatas 100% setahun). Apabila inflasi ini terjadi
maka tidak ada segi baik perekonomian pasar, apabila harga-harga
meningkat jutaan atau bahkan treliunan persen pertahun.
2.
1.
2.
Cost-push inflation
Inflasi desakan biaya (Cost-push Inflation) atau inflasi dari sisi
penawaran (supply side inflation) adalah inflasi yang terjadi
sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang
pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan efisiensi,
sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa.
Peningkatan biaya produksi akan mendorong perusahaan
menaikan harga barang dan jasa, meskipun mereka harus
menerima resiko akan menghadapi penurunan permintaan
terhadap barang dan jasa yang mereka produksi. Sedangkan
inflasi karena pengaruh impor adalah inflasi yang terjadi
karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang
itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam
negeri. Berbeda dengan demand-pull inflation, cost-push
inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta
turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi.
demand inflation
b) cost inflation
1.
DAMPAK INFLASI
Inflasi inersial
MV=PT
Dimana:
M (Money)
: jumlah uang yang beredar
masyarakat tersiri dari uang kartal dan uang giral
V (Velocity)
2.
di
: kecepatan peredaran
P (price)
T (trade)
Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah total nilai barang akhir dan jasa uang
dihasilkan oleh suatu nergara dalam kurun waktu tertentu (1 tahun).
Indonesia menggunakan GDP untuk mengukur tingkat pertumbuhan
ekonominya (pendapatan Nasional). GDP menunjukkan nilai seluruh
output atau produk dalam perekonomian suatu nefata. Dengan kata
lain GDP dapat didefenisikan sebagai nilai uang berdasarkan harga
Metode produksi
Metode ini didasarkan atas jumlah nilai dari barang-barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu masyarakat atau nefara pada
periode tertentu. Namun dalam perhitungan pendapatan nasional
dengan menggunakan metode produksi dimungkinkan terjadinya
perhitungan ganda. Maka ada dua cara menghindari yaitu
menghitung nilai akhir dan/atau menghitung nilai tambah, dimana
besarnya angka yang diperoleh dari kedua cara perhitungan
tersebut akan menghasilkan angka yang sama.
Metode pendapatan
Metode ini dilakukan dengan menjumlahkan semua pendapatan
yang diperoleh semua pelaku ekonomi dengan suatu masyarakat
atau negara pada periode tertentu, yang berupa pendapatan dari
sewa, bunga upah, keuntungan dan lain-lain. Angka yang diperoleh
dari perhitungan pendapatan nasional dengan menggunakan
metode ini menujukkan besarnya pendapatan nasional.
Metode pengeluaran
Pengunaan metode ini untuk menghitung pendapatan nasional
dilakukan dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran sektor
ekonomi yaitu sektor rumah tangga, sektor perusahan, pemerintah
dan luar negeri suatu masyarakat atau pada periode tertentu.
Seperti pengangguran, inflasi juga menimbulkan beberapa akibat
buruk kepada individu, masyarakat dan kegiatan ekonomi secara
keseluruhan. Pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi
terganggu jika inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi yang
bertambah serius cenderung untuk mengurangi investasi yang
produktif,
mengurangi
ekspor
dan
menaikkan
impor.
Kecenderungan ini akan meperlambat pertumbuhan ekonomi.
Negara yang inflasinya tinggi menyebabkan daya beli masyarakat
menjadi rendah. Daya beli masyarakat rendah menunjukkan
pendapatan nasional negara tersebut menurun. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pendapatan nasional berpengaruh terhadap
inflasi yaitu jika pendapatan nasional naik tingkat inflasi juga naik
dan sebaliknya jika pendapatan nasional turun maka inflasi juga
turun.
1.
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya. Nilai mata uang rupiah adalah harga rupiah per satu unit
dollar AS. Ada 3 pendekatan untuk menentukan nilai tukar, yaitu:
Pendekatan neraca pembayaran
Pendekatan moneter
Pendekatan keseimbangan portopolio
Tingkat Suku Bunga SBI
1.
Kebijaksanaan Moneter
Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui pengaturan
jumlah uang beredar (M). Salah satu komponen jumlah uang
adalah uang giral (demand deposito). Uang giral dapat terjadi
melalui dua cara pertama apabila seseorag memasukkan uang
kas ke bank dalam bentuk giro kemudian yang kedua apabila
seseorang memperoleh pinjaman dari bank tidak diterima kas
tetapi dalam bentuk giro. Instrumen lain yang dapat dipakai untuk
mencegah inflasi adalah politik pasart terbuka (jual/beli surat
Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan
fiskal
menyangkut
pengaturan
tentang
pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung
dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian
akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui
penurunan permintaan total. Kebijaksanaan fiskal yang berupa
pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan
dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat
ditekan.
3.
4.
5.
PENGANGGURAN
PENGERTIAN PENGANGGURAN
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan
ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan
nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai
potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling
utama.
JENIS-JENIS PENGANGGURAN
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum
bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian
diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam
yaitu :
Pengangguran
Terselubung
(Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2.
Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah
tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan
pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan
tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3.
Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah
tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.
Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat
pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
1.
Besarnya
Angkatan
Kesempatan Kerja
Kerja
Tidak
Seimbang
dengan
Dampak
Negara
Pengangguran
terhadap
Perekonomian
suatu
social
politik.
Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industriindustri baru, terutama yang bersifat padat karya
Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri
untuk merangsang timbulnya investasi baru
Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home
indiustri
Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga
kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan
jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap
tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru
dari kalangan swasta.
jasa, dan
PERMASALAHAN
KONDISI INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA
INFLASI DI INDONESIA
Peningkatan koordinasi pemerintah dan bank indonesia dalam
mengendalikan laju inflasi dengan menjaga kestabilan nilai rupiah,
menjamin tersedianya dan lancarnya pasokan dan distribusi kebutuhan
bahan pokok, menurunkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi dan
meminimalkan gejolak harga yang berasal dari kebijakan administrated
price terlihat membuahkan hasil. Laju inflasi kumulatif selama januari-mei
2006 sebesar 2,41 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi
kumulatif pada periode yang sama tahun 2005 (3,76%) dan tahun 2004
(2,80%). Sementara itu, bila dilihat dari komponen inflasi, selama 5 bulan
pertama tahun 2006, inflasi ini tercatat sebesar 2,40%, inflasi
administered prices sebesar 0,86%, dan inflasi vslstile foodd sebesar
5,10%.
Dilihat dari perkembangan inflasi bulan per bulan selama lima bulan
pertama tahun 2006, laju inflasi kumulatif pada bulan januari 2006
sebesar 1,36%, lebih rendah dibandingkan dengan laju inflasi bulan yang
sama tahun sebelumnya sebesar 1,43%. Dalam bulan januari 2006,
berdasarkan komponennya, inflasi inti tercatat sebesar 0,72%, inflasi
valatile foods sebesar 5,59%, dan inflasi administrated price sebesar
0,006%.
Hal ini menunjukkan bahwa inflasi pada bulan januari 2006 lebih
disebabkan oleh inflasi dalam valatile foods. Seiring dengan datangnya
musim panen di beberapa daerah pada bulan februari, maret, dan april
2006, harga bahan makanan seperti beras, bumbu-bumbuan, sayursayuran, daging, dan telur ayam ras dan lainnya mengalami penurunan
dibanding bulan januari 2006. Laju inflasi pada bulan februari, maret dan
april 2006 masing-masing sebesar 0,58%, 0,003% dan 0,005%, atau
inflasi y-o-y (year of year-inflasi tahunan) masing-masing sebesar 17,92%,
15,74% dan 15,40%. Sementara itu inflasi inti pada bulan februari, maret,
dan april masing-masing mencapai 0,63%, 0,28% dan 0,32%.
Pada bulan mei 2006 beberapa kelompok barang menunjukkan
peningkatan indeks harga antara 0,07% sampai dengan 2,03%.
Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok sedang, dan terendah terjadi
pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Beberapa komoditas
yang mengalami kenaikan cukup tajam antara lain adalah emas
perhiasan, bawang putih, beras, daging ayam ras, tarif kontrak rumah,
bensin untuk industri dan lainnya. Dengan meningkarnya harga barangbarang tersebut laju inflasi bulan mei 2006 mencapai 0,37% atau y-o-y
sebesar 15,60%. Sedangkan inflasi inti pada bulan mei tercatat sebesar
0,44%.
Menurut gubernur bank indonesia, meredanya tekanan inflasi disebabkan
oleh penundaan kenaikan tarid dasar listrik dan nilai tukar rupiah serta
masih melemahnya inflasi yang bersumber dari interaksi antara
permintaan dan penawaran. Gubernur juga menyatakan bahwa tekanan
harga akibat kenaikan harga BBM pada bulan oktober 2005 diperkirakan
menyebabkan laju inflasi IHK bertahan pada leberl yang tinggi sampai
triwulan III-2006. Pada triwulan IV-2006 pengaruh tekanan harga tersebut
diperkirakan akan berakhir, dan dengan mempertimbangkan belum
kuatnya permintaan domestik inflasi, diakhir 2006 inflasi IHK diperkitakan
mencapai dibawah level 8% atau masih dalam kisaran inflasi yang
ditetapkan oleh pemerintah yaitu 8%1%
Laporan Inflasi
Berdasarkan perhitungan inflasi tahunan
Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
Juni 2006
15,53%
Mei 2006
15,60%
April 2006
15,40%
Maret 2006
15,74%
Februari 2006
17,92%
Januari 2006
17,03%
Desember 2005
17,11%
Nopember 2005
18,38%
Oktober 2005
17,89%
September 2005
9,06%
Agustus 2005
8,33%
Juli 2005
7,84%
Juni 2005
7,42%
Mei 2005
7,40%
April 2005
8,12%
Maret 2005
8,81%
Februari 2005
7,15%
Januari 2005
7,32%
Desember 2004
6,40%
Nopember 2004
6,18%
2003
5,10%
2002
10,00%
2001
12,60%
2.
3.
4.
Demikian pula halnya dengan AFTA (ASEAN Free Trade Area, daerah perdagangan bebas
ASEAN). Dalam persfektif lokal yang relatif sama, Batam juga dimaksudkan untuk itu.
Dan kita bisa menyaksikan betapa besar kontribusi Otorita Batam sebagai daerah
kawasan industri dan perdagangan bebas kepada kemajuan Provinsi Riau yang kemudian
mampu mendorong terbentuknya satu Provinsi baru, Kepulauan Riau.
Bentuk perdagangan bebas dalam bentuk cluster kecil dalam satu negara, misalnya
Batam (dulu ada juga Pulau Sabang) atau antara beberapa negara seperti AFTA, APEC,
dan NAFTA merupakan implementasi daripada integrasi ekonomi yang bertujuan
memacu atau mengakselerasi pertumbuhan ekonomi sebagaimana diutarakan
Kindledger dan Linders (1978). Ada lima bentuk perdagangan yakni ;
1.
2.
Custom union,
3.
Pasar bersama,
4.
5.
Supranational union.
modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah
satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat.
Sebagai salah satu instrumen perekonomian maka pasar modal tidak terlepas dari
pengaruh yang berkembang di lingkungannya, baik yang terjadi di lingkungan ekonomi
mikro yaitu peristiwa atau keadaan para emiten, seperti laporan kinerja, pembagian
deviden, perubahan strategi atau perubahan strategis dalam rapat umum pemegang
saham, akan menjadi informasi yang menarik bagi para investor di pasar modal.
Selain lingkungan ekonomi mikro, perubahan lingkungan yang dimotori oleh kebijakankebijakan makro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal maupun regulasi pemerintah dalam
sektor riil dan keuangan, akan pula mempengaruhi gejolak di pasar modal.
Menurunnya nilai tukar mata uang negara-negara Asia Tenggara terhadap Dolar, yang
dimulai dengan terdepresiasinya nilai tukar Bath Thailand terhadap Dolar Amerika
serikat, yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara
termasuk Indonesia, yang meroket dengan angka tertinggi 15.000,00 rupiah per Dolar.
Konsekuensinya menggetarkan sendi sosial ekonomi bangsa yaitu dengan meningkatnya
laju inflasi dan yang tertinggi terjadi pada Desember 1998. Meningkatnya laju inflasi
mengakibatkan menurunnya tingkat penjualan pada perusahaan-perusahaan publik
sehingga laba yang mereka terima juga menurun Sejak terjadinya krisis moneter yang
kemudian diikuti oleh krisis ekonomi mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap
valuta domestik menurun. Padahal kepercayaan masyarakat terhadap valuta domestik
merupakan kunci maju mundurnya ekonomi suatu negara, soalnya kepercayaan kepada
mata uang dengan pelaksanaan pemerintahan atau kondisi politik memiliki hubungan
yang saling mempengaruhi (Makaliwe, Kontan 29 Januari 2001).
Kerugian yang dialami oleh perusahaan publik sebagai akibat memebengkaknya
kewajiban luar negerinya mengakibatkan merosotnya kinerja fundamental perusahaanperusahaan tersebut. Kemerosotan kinerja fundamental perusahaan atau emiten
ditanggapi negatif oleh investor sebagaimana tercermin pada kemerosotan harga
sahamnya dan indeksnya. Celakanya hampir seluruh emiten di Bursa Efek Jakarta,
menderita kerugian selisih kurs karena memiliki hutang luar negeri yang mencapai 600
persen tersebut
Pada sektor moneter terjadi penurunan kredibilitas bank sentral, perbankan, dan
lembaga keuangan lainnya. Dalam kondisi tersebut salah satu kebijakan pemerintah
adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga bank, yang tujuannya adalah untuk
menarik uang yang beredar di masyarakat dalam waktu yang relatif cepat, akibat buruk
yang ditimbulkan dari kenaikan tingkat suku bunga simpanan ini mengakibatkan
meningkatnya pula tingkat suku bunga kredit oleh bank, sehingga biaya bunga yang
ditangung oleh para debitor yang sebagian besar pada sektor usaha menjadi semakin
besar, hal ini mengakibatkan penurunan tingkat laba bahkan merugi. Merosotnya indeks
harga saham gabungan mengakibatkan menurunnya kinerja dari pasar modal tersebut.
Sebab keberhasilan pasar modal dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran sekuritas,
hal ini dipengaruhi oleh permintan para investor akan sekuritas di pasar modal, dan
indeks bursa adalah pengukur dari tingkat pengembalian pasar saham pada bursa efek
jakarta.
PENGANGGURAN DI INDONESIA
Membaiknya beberapa indikator ekonomi seperti pulihnya nilai tukar
Rupiah terhadap dolar, menguatkan bursa saham, nilainya harga obligasi,
inflasi yang mengalami penurunan dan cadangan devisa yang naik,
memicu obtimisme pasar finansial.
Tetapi masyarakat tidak merasakan dampak dari perkembangan ekonomi
ini, setelah kenaikan BBm sebesar 126%, daya beli masyarakat menurun,
daya beli masyarakat menurun, investasi dalam negeri rendah dan
penganggur terus naik.
Pada bulan oktober 2005 terdapat sebanyak 106,9 juta angkatan kerjadan
95,3 juta diantaranya bekerja serta 11,6 juta orang penganggut. Selama
periode agustus 2004-oktober 2005, jumlah angkata kerja bertambah
sekitar 2,9 juta, sementara dalam periode yang sama jumlah
pertambahan tenaga kerja yang terserap hanya 1,6 juta orang.
Perkembangan ini dalam jelas menujukkan bahwa kesempatan kerja
adalah masalah yang serius di indonesia.
Masalah pengangguran ini kian lama kian mencemaskan katena jumlah
pengangguran dalam beberapa tahun belakangan ini meningkat dengan
jmlah yang relatif besar. Pada tahun 2001, jumlah pengangguran telah
mencapai 8,0 juta orang (8,10% dari angkatan kerja). Kemudian tahun
2002 meningkat menjadi 9,1 juta (9,06%), tahun 2003 mencapai 9,8 juta
(9,57%), tahun 2004 mencapai 10,3 juta(9,86%) dan pada tahun 2005
mencapai 10,9 juta (10,26%).
Pada tahun 2005 juga, ekonomi indonesia mengalami perumbuhan di atas
5% dan dalam tahun 2006 ini asumsi pertumbuhan ekonomi di atas 5%
tampaknya masih dapat diwujudkan. Yang menjadi pertanyaan, apakah
pertumbhan ekonomi tersebut pro-penciptaan lapangan kerja atau
sebaiknya?pertanyaan ini semakin nyaring kedengarannya katena dalam
beberapa bulan terakhir ini semakin sering terdengar atau diberitakan
bahwa beberapa perusahaan berencana mengurangi jumlah karyawannya
karena
berbagai
hal.
Alasan
yang
paling
menonjol
adalah
ketidakmampuan
perusahaan
bersangkutan
bersaing
di
pasar
internasional dan pasat lokal sebagai akibat meningkatnya biaya energi
dan belum turunnya biaya yang seharusnya tidak perlu seperti halnya
biaya yang berkaitan dengan birokrasi.
Laju Pertumbuhan Indonesia
Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
2001
1,60%
2001
3,80%
2003
4,30%
2004
triwulan. I-2005
6,40%
triwulan. II-2005
5,50%
triwulan. III-2005
5,30%
triwulan. IV-2005
4,90%
triwulan. I-2006
4,60%
Faktor Kemiskinan.
Banyaknya jumlah pengangguran itu dari kalangan masyarakat
miskin. Karena untuk mendapatkan pekerjaan itu membutuhkan
biaya yang sangat besar. Contohnya: Di suatu pabrik, untuk menjadi
seorang karyawan di suatu pabrik tersebut, harus ada orang dalam
2.
Faktor Pendidikan.
Banyaknya anak putus sekolah juga merupakan salah satu faktor
yang menunjang pengangguran. Karena untuk bekerja di zaman
sekarang, harus bisa calistung (baca, tulis,hitung) minimal tamatan
SLTP. Itupun hanya pekerjaan berkisar Pembantu Rumah Tangga
(PRT), Baby Sitter, dan lain-lain. Namun, di era globalisasi sekarang
sudah ada agen baby sitter dan PRT. Jadi semakin sulit anak yang
putus sekolah itu mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan
layak.
Dari Pendidikan juga belum ada kurikulum yang mampu
menciptakan dan mengembangkan kemandirian Sumber Daya
Manusia yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
3.
Faktor Keahlian
Untuk zaman sekarang, diperlukan manusia yang kreatif dan
inovatif. Meskipun hanya lulusan SLTA, jika seseorang itu
mempunyai keahlian dan keterampilan, maka orang tersebut bisa
menciptakan lapangan kerja sendiri. Contohnya: Membuat kue,
membuat prakarya, dan lain-lain. Tetapi, masyarakat Indonesia pada
umumnya malas untuk bekerja keras, bekerja dari nol, maka karena
itu pula pengangguran tercipta.
4.
Faktor Budaya
Telah disebutkan bahwa sindrom pengangguran tidak hanya terjadi
di kalangan bawah saja. Namun, kalangan atas pun ada. Ini
dikarenakan faktor budaya. Orang yang senantiasa hidup
berkecukupan, ingin memperoleh pekerjaan yang layak. Sedangkan
segala sesatu itu harus mengalami proses yang jelas. Kebanyakan
dari orang tersebut menginginkan kerja enak saja tanpa melakukan
proses.
5.
Faktor Pasaran
Kurangnya lapangan kerja, banyaknya masyarakat yang terkena
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dikarenakan krisis ekonomi yang
melanda negri ini, juga rendahnya kualitas SDM yang kurang
1980
1985
1990
1995
2000
2002
Penduduk *
148,0
164,6
179,4
194,8
206.63
0
211.10
0
Angkatan Kerja**
52.42
1
63.82
6
77.80
3
86.36
1
95.651
100.80
0
Bekerja**
51.55
3
62.45
8
75.85
1
80.11
0
89.538
91.600
Pengangguran**
868
1.368
1.952
6.251
5.858
8.900
Tkt Pengangguran
1,7%
2,1%
2,5%
7,2%
6,1%
9,1%
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/tags/jenis-inflasi
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/21/0018.html
Gunawan; 2000; Pengangguran Hanya Bisa Dikurangi; Jakarta; Kompas.
Hidayati, Nur; 2005; Menghitung Angka Pengangguran dan Harapan Yang Raib; Jakarta;
Kompas.
Inflasi dan pengangguran secara teoritis terkait. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh
ekonom Inggris bernama A.W. Phillips pada tahun 1958 yang mengemukakan adanya
hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran di Inggris. Dalam penjelasannya, Phillips
menggambarkan hubungan tersebut dalam sebuah kurva yang kemudian dikenal dengan
Kurva Phillips
Secara garis besar, hubungan yang terjadi dalam kurva Phillips adalah apabila terjadi suatu
tingkat inflasi yang rendah, maka akan diiringi oleh tingginya tingkat pengangguran.Namun,
seiring dengan perkembangan zaman, banyak perubahan yang mengiringi variabel - variabel
ekonomi secara global maupun regional. Dampaknya juga terimbas pada penerapan kurva
Phillips. Banyak ekonom yang tidak setuju dengan konsep dasar dari kurva Phillips ini, yaitu
adanya hubungan negative antara inflasi dengan pengangguran.
Kritik ini dimulai dengan tanggapan Milton Friedman pada tahun 1976 yang mengatakan
bahwa teori dasar dari kurva Phillips ini hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi tidak dalam
jangka panjang, karena pada jangka pendek masih berlaku harga kaku 'sticky price',
sedangkan pada jangka panjang berlaku harga fleksibel. Dengan kata lain, tingkat
pengangguran bagaimanapun juga akan kembali pada tingkat alamiahnya. Dan hubungan
yang terjadi antara inflasi dan pengangguran ini menjadi positif .
Secara ringkas inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang-barang umum. Dengan
kenaikan harga-harga barang tersebut, perekonomian akan mengalami ketidakstabilan dan
akan mempengaruhi perilaku baik itu masyarakat ataupun pemerintah. Dengan naiknya
harga-harga, maka minat masyarakat untuk menabung cenderung turun. Kemudian untuk
menarik uang dari masyarakat, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga yang berakibat
turunnya minat untuk investasi, yang berarti adanya kecenderungan penurunan akumulasi
modal sehingga pertumbuhan dan kestabilan perekonomian akan terganggu.
Perkembangan inflasi di Indonesia menunjukkan fluktuasi yang bervariasi dari waktu ke
waktu. Inflasi mulai menjadi perhatian ketika adanya krisis pada tahun 1960-an dimana
Indonesia mengalami hiperinflasi sebesar 650% sehingga perekonomian terguncang dengan
hebat. Tetapi kemudian tekanan tersebut dapat diatasi dengan menerapkan kebijakan antiinflasi, sehingga pada Repelita II, III, dan IV inflasi menurun menjadi sebesar 14.77%, 13.6%
dan 6.9%. Tetapi kemudian krisis kembali menghantam negeri ini pada tahun 1998 yang
berdampak pada semua aspek kehidupan.
Berbicara masalah pengangguran, berarti membicarakan masalah sosial dan ekonomi, karena
pengangguran selain menyebabkan masalah sosial juga memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara khususnya negara yang masih berkembang seperti
Indonesia ini.
NERACA PEMBAYARAN
Neraca pembayaran suatu Negara sangat menentukan keadaan perekonomian Negara
tersebut. Indonesia merupakan negara membangun yang perekonomiannya masih bersifat
terbuka, yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya
fundasi yang kokoh yang dapat membentengi suatu negara agar tidak sepenuhnya dapat
terpengaruh dari dunia luar, seperti apa yang terjadi pada 10 tahun yang silam ketika negara
Thailand mulai menunjukkan gejala krisis, orang umumnya percaya bahwa Indonesia tidak
akan bernasib sama. Fundamental ekonomi Indonesia dipercaya cukup kuat untuk menahan
kejut eksternal akibat kejatuhan ekonomi Thailand. Tetapi ternyata guncangan keuangan yang
sangat hebat dari negara Thailand ini berimbas kepada perekonomian Indonesia, kekacauan
dalam perekonomian ini menjadi awal dan salah satu faktor penyebab runtuhnya
perekonomian Indonesia termasuk terjebaknya Indonesia ke dalam dilema utang luar negeri.
Selain faktor dari luar, salah satu penyebab krisis yang terjadi di Indonesia juga berasal dari
dalam negeri, yaitu proses integrasi perkonomian Indonesia ke dalam perekonomian global
yang berlangsung dengan cepat dan kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin
dari kerentanan sektor keuangan nasional, khususnya sektor perbankan, dan masih banyak
faktor-faktor lainnya yang berperan menciptakan krisis di Indonesia.Krisis keuangan di
Thailand menyebar secara cepat ke Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, karena pasar
keuangan global, maka pasar keuangan domestik juga dengan cepat telah ikut terpengaruh
krisis keuangan global yang terjadi pada saat itu. Krisis ekonomi telah membawa dampak
yang serius terhadap perekonomian Indonesia, yang menimbulkan stagflasi dan instabilisasi
perekonomian.