Vous êtes sur la page 1sur 18

PORTFOLIO KASUS NON BEDAH

EFUSI PLEURA

OLEH :
dr. Ivon Darmanto

PEMBIMBING :
dr. Fauzijah Sri Rahmawati Sp.P

PENDAMPING :
dr. Yuliawati Soetio
dr. Sofie Giantari

RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN


KABUPATEN PROBOLINGGO
2015

Nama Peserta: Ivon Darmanto


Nama Wahana : RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo
Topik : Efusi Pleura
Pendamping :
Pembimbing :
dr. Yuliawaty Soetio & dr. Sofie Giantari
Tanggal Presentasi : 29 Juli 2015

dr. Fauzijah Sri R, Sp.P


Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan

Objektif Presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak Remaja
Dewasa Lansia
Bumil
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara Menbahas :
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
Email Pos
Data Pasien :

Nama : Tn. Z

Nama Klinik : RSUD Waluyo Jati

No. Registrasi : 262653


Telp : -

Terdaftar: -

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Tn. Z, 26 tahun mengeluh sesak
2. Riwayat Pengobatan : 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : 4. Riwayat Keluarga : 5. Riwayat Pekerjaan : bekerja kantoran di perusahaan percetakan
6. Lain Lain :
Daftar Pustaka :
1. Judson MA, Sahn SA (1995) Pulmonary physiologic abnormalities caused by pleural
disease. Semin Respir Crit Care Med, 16: 34653.
2. Scheurich JW, Keuer SP, Graham DY (1989) Pleural effusion: comparison of clinical
judgment and Lights criteria in determining the cause. South Med J, 82: 148791
3. Witmer LM. Clinical anatomy of the pleural cavity & mediastinum. [Internet]. Available
from: http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/Downloads/Witmer-thorax.pdf
Diakses pada 29 Juni 2015, pk. 09.17 WIB.
4. ORahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A regional
study of human strucutre. [Internet]. Available from:
http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html Diakses pada 29 Juni 2015, pk.
09.17 WIB.
5. Miserocchi G. Physiology and pathophysiology of pleural fulid turnover. Eur Respir J,
1991; 10:219-25
6. Light RW, MacGregor MI, Luchsinger PC, Ball WC, Jr (1972) Pleural effusions: the
diagnostic separation of transudates and exudates. Ann Intern Med, 77: 50713
7. Porcel JM, Light RW. Diagnostic approach to pleural effusion. Am Fam Physician.
2006; 73(7):1211-20
8. Maher GG, Berger HW (1972) Massive pleural effusion: malignant and nonmalignant
causes in 46 patients. Am Rev Respir Dis, 105: 45860

9. Valdes L, Pose A, San Jose E, Martinez Vazquez JM (2003) Tuberculous pleural


effusions. Eur J Intern Med, 14: 7788
10. Valdes L, Alvarez D, San Jose E, et al. (1995) Value of adenosine deaminase in the
diagnosis of tuberculous pleural effusions in young patients in a region of high
prevalence of tuberculosis. Thorax, 50: 6003
Hasil Pembelajaran :
1. Mendiagnosis awal pasien dengan efusi pleura
2. Memberikan penanganan dan rujukan yang tepat
Catatan:
Subyektif
Tanggal 22 Juni 2015, Tn. Z, 26 tahun datang ke poli paru RSUD Waluyo Jati Kraksaan
rujukan dari Surabaya dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sejak 6 hari yang lalu setiap
malam hari saat pasien beristirahat. Sesak memberat jika pasien tidur telentang atau miring
ke kiri, dan sebaliknya sesak berkurang jika pasien tidur miring ke kanan.
Selain sesak, pasien juga mengeluh batuk. Batuk kurang lebih sejak 1 bulan ini, dahak
kuning kental tanpa darah. Batuk terjadi sepanjang hari, namun, intensitas batuk meningkat
saat malam hari. Pasien juga mengeluh demam dan menggigil di malam hari. Nafsu makan
pasien juga menurun sejak 1 bulan terakhir, berat badan pasien menurun dari 75 kg menjadi
63 kg.

Obyektif
Pemeriksaan Fisik:
a) Keadaan Umum :
pasien tampak sakit, keadaan gizi kurang, kesadaran compos mentis.
b) Tanda-tanda vital : HR: 110/70 mmHg; suhu 38,20 C; RR 20 x/ menit; nadi 84 x/menit,
c) BB : 63 kg; TB 170 cm BMI : 21.79 ( Normal )
d) Keadaan Tubuh

Kepala
: mesosefal
Kulit
: turgor baik, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), ikterik (-/-)
Hidung
: sekret (-/-)
Telinga
: discharge (-/-)
Mulut
: kering (-), sianosis (-)
Leher
: simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks
o Paru-paru
Pemeriksaan
INSPEKSI
Bentuk
Pergerakan
PALPASI
Pergerakan
ICS
PERKUSI
Suara Ketok

AUSKULTASI
Suara Nafas

Ronkhi

Wheezing

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Depan
Kanan

Kiri

Belakang
Kanan

Kiri

Simetris
Simetris

+
+

+
+

+
+

+
+

Simetris
Simetris

+
+

+
+

+
+

+
+

Sonor
Sonor
Redup
Redup

Sonor
Sonor
Sonor
Sonor

Sonor
Sonor
Redup
Redup

Sonor
Sonor
Sonor
Sonor

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
-

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba
: batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
batas pinggang jantung: ICS II midclavicularis sinistra
4

batas kanan bawah jantung : ICS IV linea sternalis


dextra
batas kiri jantung
: ICS V 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, frekuensi 84 x/menit,
bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : permukaan cembung, dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) 11x/menit
Perkusi
: timpani
Palpasi
: nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar & lien sulit teraba

Sistema Genitalia : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-).


Ekstremitas
Akral dingin
- Oedem - - Pemeriksaan Laboratorium tanggal 16 Juni 2015
Hemoglobin :11,4 g/dl

WBC : 8000/mm3

Hematokrit :37%

Plt : 437.500/mm3

LED : 80 mm/jam (Nn: 0-10 mm/jam)


Eosinofil : 5; Basofil : 1; Stab : 0; Segmen : 38; Limfosit : 42; Monosit : 14
NN:

0-7

0-2

0-2

37-80

10-50

0-12

SGOT: 20 UI/LSGPT: 15 UI/L


Pemeriksaan penunjang
Thorax Foto 16 Juni 2015

Kesimpulan foto: efusi pleura dextra dan adanya perselubungan aktif di hilus dextra

Diagnosis : Efusi pleura dextra


Differential diagnosis : Efusi pleura dextra e.c tuberkulosis
Efusi pleura dextra e.c pneumonia

Planning:
1. Planning diagnosis:
a) Monitor keluhan
b) Analisa cairan pleura
c) Pemeriksaan sputum
2. Planning terapi:
a) KIE mengenai penyakit
b) Rawat jalan dengan terapi farmakologis sebagi berikut:
Paracetamol 3x500mg
Cefixime 2x100mg
Codein 3x10mg
Curcuma 3x1 tablet
Neurodex 1x1 tablet

FOLLOW UP:
Subyektif:
Tanggal 29 Juni 2015, Tn. Z kontrol ke poli paru RSUD Waluyo Jati
Batuk dan sesak masih dirasakan tetap, nafsu makan membaik, sudah tidak demam.
Pemeriksaan penunjang:
Hasil pemeriksaan cairan pleura 17 Juni 2015
Leukosit

2700

PMN (%)

15

MN (%)

85

Glukosa

91

Total Protein 11.2


Albumin

3.1

Globulin

8.1

MAKROS
Warna

Kuning muda

Kejernihan

Agak keruh

Buih

Negatif

BJ / Berat Jenis 1.005


PH

8.0

Hasil Pemeriksaan sputum : + / - / +


Diagnosis : Efusi pleura e.c tuberkulosis
Planning :
1. Planning diagnosis :
Pemeriksaan laboratorium : LFT
2. Planning terapi:
a. Rimstar (RHZE) 1 dd 4 tablet
b. Neurodex 1 dd 1 tablet
c. Curcuma 3 dd 1 tablet

TINJAUAN PUSTAKA
EFUSI PLEURA

1. Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru
serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua
lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut
sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali
manuver pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis
dari rongga pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari
permukaan yang bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat
bagian, yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.3
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antar membran maupun
yang mendukung pemisahan antar membran. Faktor yang mendukung kontak antar
membran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di
dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara
itu faktor yang mendukung terjadi pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas
dinding toraks serta (2) elastisitas paru.4 Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga
iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding
torako-abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n.
frenikus).

Gambar 1 Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi
oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira
9

sebanyak 0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1).
Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura
sebanyak 0,01 ml kg-1 jam-1. Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui
saluran limfatik yang mampu mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg -1 jam-1. Dengan
demikian rongga pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi
cairan hingga 20 kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan
penimbunan cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi pleura.

Gambar 2 Desain Morfofungsional Rongga Pleura


(s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)
Gambar 2 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang tersimplifikasi. Terdapat
lima kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang interstisial parietal,
rongga pleura, intestisium paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan
adalah kapiler endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik
yang selain menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari
rongga pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga pleura
yang disebut sebagai stomata limfatik. Kepadatan stomata limfatik tergantung dari regio
anatomis pleura parietal itu sendiri. Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm -2 di pleura
parietal interkostal, sedangkan terdapat 8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran
stomata juga bervariasi dengan rerata 1 m (variasi antara 1 40 m)4.
Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum Starling
untuk menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen. Hukum ini secara
matematis dinyatakan sebagai berikut5:
Jv = Kf [(PH1 PH2) - (1 - 2)]
10

Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori membran


pemisah antara dua kompartmen), PH dan berturut-turut adalah tekanan hidrostatik
dan koloidosmotik, serta merupakan koefisien refleksi (=1 menggambarkan radius
dari zat terlarut lebih besar dari pori sehingga zat terlarut tak akan mampu melewati pori,
sebaliknya =0 menggambarkan seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang
mengakibatkan aliran zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).

Gambar 3 Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan


hipotesis tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu
sederhana karena mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan
(b) merupakan teori yang saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci.
Filtrasi cairan pleura terjadi di pleura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke
rongga interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke
rongga pleura.3 Nilai antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil
(=0,3), sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan
pleura relatif rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1)5.
Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral
(sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada sebagian besar
keadaan rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara
11

fungsional terpisah dan tidak saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih
tebal dibandingkan pleura parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat
terlarutnya relatif rendah. Saluran limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan
subatmosferik -10 cmH2O.
2.

Efusi Pleura
Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampaui absoprsi

(drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah
dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga
peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi
apabila terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral,
pleura parietal, dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi
limfatik).
Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter cairan
pleura serta keadaan sistemik. Efusi perlu dibedakan antara transudat (yang umumnya
terjadi akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal). Transudat dan eksudat
dapat dibedakan dengan mengukur LDH dan protein, sehingga dapat disimpulkan
bahwa eksudat dicirikan dengan Lights criteria6:
1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,5
2. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,6
3. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serum
Perlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura, yang
mana gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat. Temuan
karakteristik eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti kadar glukos,
hitung jenis, studi mikrobiologis, dan sitologi.6

12

13

Sebagai contoh, cairan dengan kecenderungan transudat memerlukan kecurigaan ke


arah:
1. Gagal jantung kiri (kongestif), sebab terjadi kongesti cairan di paru akibat kegagalan
pompa jantung mengakibatkan peningkatan tekanan vaskular paru. NT-proBNP
>1500 pg/mL mengonfirmasi efusi pleura akibat gagal jantung kongestif. Terapi
ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat,
digitalis,

diuretik dll,

efusi pleura juga segera

menghilang. Kadang-kadang

torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.


2. Hidrotoraks hepatik, akibat sirosis dan ascites.
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil
yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan
biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan
medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik.
Pertimbangan

tindakan

yang

dapat

dilakukan

adalah

pemasangan

pintas

peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan


terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang
menyebakan skelorasis.
3. Emboli paru
4. Sindroma nefrotik
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan
bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi
pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus
albumin.
5. Dialisis peritoneal lavage
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga
pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi
antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
6. Obstruksi sindroma kava superior
7. Meigs Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan
tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa :
tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang
berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang
banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang
masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.

14

Sebaliknya efusi akibat tuberkulosis sering disebut pleuritis tuberkulosis. Pleuritis


tuberkulosis dikaitkan dengan eksudat yang dominan limfositnya (dapat >90% sel darah
putih), serta marker TB yang sangat meningkat di cairan pleura (yakni adenosin
deaminase/ADA> 40 IU/L atau interferon gamma lebih dari 140 pg/mL) dapat digunakan
untuk deteksi awal tuberkulosis9. Di area dimana prevalensi tuberkulosis sangat tinggi,
peningkatan nilai ADA, dianggap sangat sensitif dan spesifik, terutama pada pasien
muda, sehingga terapi tanpa biopsi pleura dapat dipertimbangkan10. Cairan pleura dapat
pula dikultur, biopsi jarum pleura, atau torakoskopi. Efusi yang banyak mengandung sel
darah merah menggambarkan keganasan, trauma, atau emboli paru.
Selain tuberkulosis, exudat disebabkan oleh pleuritis akibat virus dan mikoplasma,
bakteri piogenik, fungi. Efusi parapneumonik dikaitkan dengan pneumonia, abses paru,
atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan
pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Hemotoraks (darah di
dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:
1. pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke
dalam rongga pleura
2. kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
3. gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku
secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum
atau selang.
Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera
pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan
saluran karena adanya tumor.
Manifestasi Klinik Efusi Pleura pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis
atau memberikan gejala demam, ringan dan berat badan yang menurun seperti pada
efusi yang lain. Keluhan umum dan tidak spesifik dari efusi pleura adalah sesak, yang
disebabkan oleh berbagai faktor yaitu penurunan volume pengembangan paru,
penurunan elastisitas dinding dada dan penekanan pada diafragma. 75% pasien
dengan efusi sekunder akibat emboli paru, mengeluh nyeri yang bersifat pleuritik yaitu
nyeri saat mengambil nafas dalam. Batuk juga merupakan simptom yang tidak spesifik
meskipun sputum yang purulen merupakan tanda adanya infeksi1.
Gejala penurunan berat badan, keringat malam, anoreksia dan malaise dapat terjadi
pada infeksi pleura, pleuritis tuberkulosa atau keganasan pleura. Adanya gejala kulit,
15

mata atau sendi dapat mengarah penyakit jaringan ikat seperti reumatoid arthritis
dimana pada beberapa kasus gejala yang pertama kali muncul adalah efusi pleura.
Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan asbes. Kombinasi dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang baik dapat mengindentifikasi penyebab efusi pleura yang
bersifat transudat2.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang

sakit)

Dinding dada lebih cembung dan gerakan

tertinggal

Vokal fremitus menurun

Perkusi dull sampal flat

Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat


dapat dilihat atau diraba pada trakea

Gambar 5 menggambarkan alur diagnosis efusi pleura menggunakan algoritma


pemeriksaan tertentu.

16

Gambar 5 Algoritma Diagnosis Efusi Pleura7


17

Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpulan
sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat
menggambarkan efusi, diperlukan apencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT.
Efusi yang sangat besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser
mediastiunum ke sisi kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan
oleh keganasan8, parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila
mediastinum bergeser ke sisi di mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan
kejadian obstruksi endobronkial ataupun penekanan akibat tumor.7

Gambar 6 Kiri : Foto PA yang Menggambarkan Efusi Pleura Masif;


Tengah : Foto PA yang Menggambarkan Efusi Pleura Minimal.
Kanan : Foto LLD yang Menggambarkan Efusi Pleura Minimal
Terapi efusi pleura difokuskan pada penyebab / kausanya / penyakit yang mendasari
terjadinya efusi tersebut. Efusi pleura transudatif akan membaik dengan terapi pada
penyakit yang mendasari, sebaliknya efusi eksudatif sering kali diperlukan mengambil
cairan pleura untuk memperbaiki kondisi pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan
torakosintesis sederhana. Insersi intercostal chest drain sering digunakan pada kasus
efusi parapneumonik dan empiema. Selain itu bila terjadi efusi masif berulang pada
kasus keganasan dapat dilakukan pleurodesis dengan talk.

18

Vous aimerez peut-être aussi