Vous êtes sur la page 1sur 3

1.

Pemeriksaan motorik pada pasien sadar dan tidak sadar


a. Pasien sadar
Inspeksi postur/posisi pasien secara keseluruhan
1. Apakah ada asimetrisitas anggota gerak kiri dan kanan. Pasien
hemiplegi

biasanya

memberikan

postur

fleksi

siku

dan

pergelangan tangan dengan ekstensi lutut dan pergelangan kaki.


2. Perhatikan apakah ada gerakan-gerakan involunter pada
ekstremitas seperti tremor, korea dan atetosis.
3. Perhatikan apakah ada otot yang mengecil, selalu pikirkan
simetrisitas.
4. Perhatikan apakah ada fasikulasi. Fasikulasi muncul pada
penyakit LMN, umumnya pada otot-otot yang mengalami atrofi.
Tonus
Tonus merupakan tahanan otot yang dirasakan oleh pemeriksa ketika
melakukakn gerakan sendi secara pasif sepanjang range of movement.
1. Tonus Lengan
2. Tonus tungkai
Interpretasi:
Normotonus : tahanan ringan dirasakan disetiap arah gerakan
Hipotonus
: tonus menurun, tahanan dirasakan hilang saat
digerakkan
Hipertonus : tonus meningkat
Kekuatan
1. Perintahkan pasien untuk mengangkat kedua lengan atas dengan
telapak tangan menghadap keatas. Perhatikan posisi lengan,
apakah ada satu lengan yang cenderung pronasi atau turun
kebawah. Bila ada kemungkinan ada kelemahan pada satu sisi
lengan tersebut.
2. Periksa kekuatan otot pasien
Interpretasi hasil pemeriksaan dengan menggunakan skala
penilaian berdasarkan Medical Research Council (MRC).
5= kekuatan normal, mampu melawan tahanan penuh
4=gerakan sedang, mampu melawan tahanan ringan
3= gerakan melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan
tahanan
2= tidak dapat melawan gravitasi, hanya mampu bergeser
1= hanya mampu menggerakkan bagian-bagian otot saja
0=tidak ada gerakan
b. Pasien tidak sadar

Untuk mengenal gejala hemiparese pada pasien tidak sadar. Untuk


itu ada pemeriksaan motorik yang mudah dan praktis dikerjakan pada
penderita dengan gangguan kesadaran, yaitu:
Menegakkan kedua tungkai dengan kedua lutut dalam keadaan fleksi,
tungkai yang jatuh lebih dahulu menunjukkan tungkai yang lumpuh.
Angkat salah satu lengan keatas kepala, buat posisi sedemikian rupa
sehingga sewaktu lengan dilepaskan maka akan mengenai wajah
penderita. Apabila lengan dibiarkan menimpa muka penderita dan
lengan yang lain secara refleks digerakkan untuk menghindari supaya
tidak menimpa muka, maka lengan yang menimpa muka penderita
menunjukkan lengan yang lumpuh.
Tes menjatuhkan kedua lengan/tungkai secara bersama-sama. Anggota
gerak yang lumpuh akan jatuh lebih cepat.
2. Deviasi Konjugat berarti penatapan kedua bola mata menyimpang ke salah
satu sisi, berkorelasi dengan lesi paralitik di area 8 kontralateral. Pada deviasi
konjugat ke kanan misalnya, kedua bola mata tidak dapat dilirikkan ke kiri,
baik atas perintah atau secara pasif. Bila kepala diputar ke kanan gerakkan
melirik akan muncul pada mana kedua bola mata bergerak ke kiri. Lirikan
kedua bola mata ke kanan dapat dijumpai jika kepala diputar ke kiri. Fenomen
ini dinamakan dolls head eye movement. Deviasi konjugat dapat terjadi juga
karena lesi diganglia basalia dan daerah subkortikal yang mengandung serabutserabut aferen dari korteks lobus frontalis.
3. Penanganan hipertensi pada stroke infark akut dan hemoragik akut
a. Hipertensi stroke infark akut, tekanan darah diturunkan apabila tekanan
sistolik > 220 mmHg dan atau tekanan diastolik > 120 mmHg dengan
penurunan maksimal 20% dari tekanan arterial rata-rata (MAP) awal perhari
Panduan penurunan hipertensi:

Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140
mmHg berikan nikardipin (5-15 mg/jam infus kontinu), diltiazem (5-40

mg/kgg/menit infus kontinu) atau nimodipin (60 mg/4 jam PO)


Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140
mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg pada dua kali
pengukuran tekanan darah dengan selang 20 menit atau pada keadaan
2

hipertensi gawat darurat (infark miokard, edema paru kardiogenik,


retinopati, nefropati, atau ensefalopati hipertensif) dapat diberikan:
Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan
setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis
awal berupa bolus yang diikuti oleh labetalol drip 2-8
mg/menit.
Nikardipin
Diltiazem
Nimodipin
b. Hipertensi stroke hemoragik; penanganan hipertensi sama seperti pada stroke
infark akut dengan syarat:
Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik > 180 mmHg atau
tekanan diastolik > 105 mmHg
Pada fase akut hipertensi, tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih
dari 20%.

4. Bagaimana cara menegakan diagnosis stroke


Skor stroke Sirijaj
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
tekanan diastolik) (3 x penanda ateroma) 12
Dimana:
Derajat kesadaran
; 0 = kompos mentis; 1 = samnolen; 2 = sopor/koma
Muntah
; 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala
; 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma
: 0 = tidak ada; 1 = ada
(diabetes, angina, penyakit pembulu darah)
Hasil : Skor > 1: perdarahan supratentorial
Skor < 1: infark serebri
Skor stroke Gadjah Mada
Penurunan
Kesadaran
+
+
-

Nyeri Kepala

Babinski

Jenis Stroke

+
+
-

+
+
-

Perdarahan
Perdarahan
Perdarahan
Iskemik
Iskemik

Vous aimerez peut-être aussi