Vous êtes sur la page 1sur 6

TUBERCULOSIS PARU

A. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
B. Etiologi
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk
batang dan Tahan asam ( Price , 1997 )
C. Manifestasi klinis
Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah. ( Mansjoer , 1999).
Gejala lain yaitu:
1. kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan
2. Demam: subfebris menyerupai influenza
3. Batuk: batuk kering (non produktif), batuk produktif (sputum), hemaptoe
4. Sesak Nafas: pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
bagian paru-paru
5. Nyeri dada
6. Malaise: anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat
malam. ( Luckman dkk, 93 )
D. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi TB yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB


positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative.
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau


kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
E. Cara Penularan
Sebagian besar basil Mycobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne
infection). Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari
paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes,
2007).
F. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007) dilakukan dengan prinsip - prinsip
sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung


(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


a. Tahap awal (intensif)

1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.

2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,


biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.

3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif


(konversi) dalam 2 bulan.

4) Jika setelah pengobatan 2 bulan pasien TB BTA positif belum


menjadi BTA negatif (tidak konversi), maka diberikan OAT sisipan
(HRZE) sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).

b. Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister


sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT di indo


1.Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
a) Kategori 1 : 2(HRZE)/ 4(HR)3
b) Kategori 2 : 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
c) Kategori Anak: 2HRZ/ 4HR
2) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
3) Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang
dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin 17

kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan. Adapun paket obat KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien

G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes (2005):
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolapsspontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Vous aimerez peut-être aussi