Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ii
TIM PENYUSUN
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini
tersusun atas kerjasama antara Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan Pemerintah Kota
Yogyakarta, serta Pemerintah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan
Sleman. Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh anggota kelompok kerja
perubahan iklim yang telah berpartisipasi dan bekerjasama dalam penyusunan laporan
ini, khususnya kepada:
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang terlibat langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam laporan ini
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatNya
sehingga Penyusunan Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca 2013 (baseline 2011) di
Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diselesaikan. Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta telah melakukan inventarisasi GRK berbasis pada Pedoman Inventarisasi
GRK Nasional sejak tahun 2012 (baseline 2010). Laporan inventarisasi GRK Nasional
tahun 2013 (baseline 2011) merupakan inventarisasi GRK yang ke-2 yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyusunan Laporan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca bertujuan untuk mendapatkan informasi secara berkala mengenai tingkat,
status dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan
karbon di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Dengan Laporan kegiatan Inventarisasi Gas Rumah Kaca 2013 (baseline 2012) di
Daerah Istimewa Yogyakarta ini diharapkan kita mampu menghitung nilai emisi dan
serapan GRK di Daerah Istimewa Yogyakarta serta dapat menganalisa kecenderungan
perubahan emisi GRK dari tahun tahun sebelumnya. Oleh karenanya kami berharap
buku Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca 2013 (baseline 2012) di Daerah Istimewa
Yogyakarta mampu menjadi Dokumen penting dan menjadi acuan bahan kajian ilmiah
sekaligus sebagai modal awal dalam menentukan kebijakan dalam kegiatan mitigasi
perubahan iklim. Namun demikian, kami sadar sepenuhnya bahwa buku Laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan data. Untuk itu, kami mohon saran
dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan dimasa yang akan datang.
Akhirnya Badan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta selaku penyelenggara
kegiatan ini mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya Kementerian
Lingkungan Hidup RI dan Paklim GIZ yang telah mendukung kegiatan ini serta semua
pihak dari sektor/SKPD terkait yang telah membantu sehingga laporan ini dapat selesai
sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Yogyakarta,
Desember 2013
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vii
Tabel 5.35 Faktor Emisi CH4 Harian dari Budidaya Padi .......................................................... 57
Tabel 5.36 Emisi CH4 dari Penanaman Padi di DI Yogyakarta ................................................. 57
Tabel 6.1 Penduduk DI Yogyakarta Tahun 1995 - 2011 ........................................................... 58
Tabel 6.2 Jumlah Timbulan Sampah di DI Yogyakarta Tahun 2007 - 2011 .............................. 59
Tabel 6.3 Distribusi Sampah Berdasarkan Jenis TPA............................................................... 60
Tabel 6.4 Fraksi Pengolahan Sampah di DI Yogyakarta ........................................................... 63
Tabel 6.5 Emisi GRK dari Kegiatan Pengomposan di DI Yogyakarta ....................................... 63
Tabel 6.6Jumlah Sampah yang Dibakar secara Terbuka ......................................................... 64
Tabel 6.7Kandungan dari Berbagai Jenis Sampah ................................................................... 64
Tabel 6.8 Faktor Oksidasi dan Emisi pada Pembakaran Terbuka Sampah .............................. 65
Tabel 6.9 Emisi GRK dari Pembakaran Sampah ...................................................................... 65
Tabel 6.10 Jumlah dan Sistem Sanitasi Penduduk Tahun 2010 ............................................... 65
Tabel 6.11Emisi CH4 dari Pengolahan Air Limbah Domestik ................................................... 66
Tabel 6.12 Koefisien Perhitungan N2O dari Limbah Cair Domestik .......................................... 66
Tabel 6.13Jumlah Emisi N2O dari Limbah Cair Domestik......................................................... 67
ix
DAFTAR GAMBAR
RINGKASAN
Isu perubahan iklim saat ini telah menjadi bagian dari pembangunan Indonesia,
terutama sejak Pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi 26% dengan
upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional. Langkah pertama dari komitmen
tersebut dilakukan dengan melakukan inventarisasi GRK. Melalui Perpres No. 71 Tahun
2011, inventarisasi GRK telah diatur dimana pemerintah daerah pun berkewajiban
menyusun laporan secara periodik. Tindak lanjut dari peraturan tersebut, Kementerian
Lingkungan Hidup telah menerbitkan Pedoman Inventarisasi GRK Nasional.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah melakukan inventarisasi GRK berbasis
pada Pedoman Inventarisasi GRK Nasional sejak tahun 2012 (baseline 2010). Laporan
inventarisasi GRK Nasional tahun 2013 (baseline 2011) merupakan inventarisasi GRK
yang ke-2 yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara umum
inventarisasi GRK ini menggunakan metode Tier 1 menuju 2 hampir di semua kategori.
Di beberapa kasus terutama kategori penggunaan lahan, inventarisasi dilakukan
menggunakan Tier 3. Kedalaman metode berbeda-beda antar sektor maupun
antarkategori disebabkan dokumentasi dan kualitas data yang berbeda-beda.
Emisi GRK di DI Yogyakarta pada tahun 2011 secara agregat mencapai 5.306,7348 Gg
CO2e. Apabila memasukkan emisi dari konsumsi listrik ke dalam kategori 1A1 Industri
Produsen Energi maka jumlah emisi GRK secara agregat akan mencapai 6.671,66 Gg
CO2e. Emisi GRK tersebut terdiri dari CO2 sebesar 3.573,5862 Gg; CH4 sebesar
121,5691 Gg; dan N2O sebesar 1,7585 Gg. Secara agregat, jumlah emisi GRK tahun
2011 merupakan emisi yang terbesar dibanding tahun tahun sebelumnya. Tingkat
pertumbuhan emisi GRK berkisar antara 4,13% sampai dengan 15,04%, dengan
kenaikan tertinggi terjadi dari tahun 2008 ke 2009. Rerata pertumbuhan emisi dari tahun
2007 2011 mencapai 6,71%.
Berdasarkan jenis emisi GRK, emisi CO2 masih merupakan penyumbang terbesar yakni
53,56%, CH4 sebesar 38,27% dan N2O mencapai 8,17%, masing-masing dengan
mempertimbangkan Global Warming Potential. Pertumbuhan emisi yang paling tinggi
justru dari N2O yang mencapai 14,17%; CO2 sebesar 8,16%; dan CH4 sebesar 2,23%.
Hasil perhitungan emisi GRK diperoleh dari 20 kategori kunci yang tersebar di empat
sektor. Sebanyak 31 kategori tidak terdapat kegiatan (Not Applicable), 21 kategori tidak
xi
xii
BAB I PENDAHULUAN
Informasi pencapaian penurunan emisi GRK dari kegiatan mitigasi perubahan iklim
nasional
Inventarisasi GRK meliputi empat sektor yakni pengadaan dan penggunaan energi;
proses dan produk industri; pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan; serta
pengelolaan limbah.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Tahun 2009,
diperkirakan tingkat emisi Indonesia pada tahun 2000 mencapai 1,72 Gton COe dan
diperkirakan meningkat menjadi 2,95 Gton COe pada tahun 2020. Di DI Yogyakarta,
inventarisasi GRK tahun 2012 ini secara resmi dilakukan yang pertama kali. Upaya
inventarisasi GRK pernah dilakukan tahun sebelumnya namun belum mengikuti kaidahkaidah yang ditetapkan dalam pedoman inventarisasi GRK nasional, yang diluncurkan
tahun 2012. Pada tahun yang sama, Pemerintah DI Yogyakarta menyusun Rencana
Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi GRK. Dua dokumen ini menjadi produk
pemenuhan keawajiban sesuai peraturan presiden disamping juga untuk menunjukkan
komitmen dan rencana aksi.
Penyusunan dokumen laporan inventarisasi GRK, dilakukan dengan pelibatan unsur
dari berbagai pemangku kepentingan dan mempertimbangkan karakteristik, potensi
emisi serta prioritas rencana pembangunan daerah baik jangaka panajang (RPJPD)
maupun
jangka
menengah
(RPJMD),
sehingga
diharapkan
akan
dapat
GRK sebagai bagian tugas pokok dan fungsi Bidang Pengendalian Pencemaran. Bidang
ini selanjutnya sebagai operator dan koordinator dalam perencanaan, pengumpulan
data, analisa, dan pelaporan inventarisasi GRK.
Sebagai koordinator, BLH mendefinisikan peran penting dalam inventarisasi GRK
melalui dua pendekatan. Secara horisontal, BLH mengkoordinasikan, menyampaikan
dan menerimadata dan informasi tentang sumber-sumber emisi, serapan dan stok
karbon dari SKPD provinsi lainnya. Upaya ini melibatkan SKPD dan perwakilan
pemerintah pusat di daerah serta BUMN dan swasta yang terkait emisi GRK. Secara
vertikal, BLH DI Yogyakarta mengkoordinasikan, menyampaikan, dan menerima data
dan informasi dari kabupaten/kota melalui BLH di masing-masing wilayah sebagai
representasi bupati dan walikota dalam hal inventarisasi GRK. BLH berkewajiban
memberikan advis dan masukan serta mengkonsolidasikan dalam bagian inventarisasi
GRK tingkat provinsi untuk dilaporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup (KLH),
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1.1.
Pendekatan
Top Down
KLH
Pendekatan
Bottom Up
Kemendagri
BLH
Provinsi
Dinas
Provinsi
Dinas
Provinsi
BLH
Kab/Kot
a
Dinas
Kab/Kota
Dinas
Kab/Kota
Sistem kelembagaan inventarisasi GRK ini akan terhubung dengan sistem inventarisasi
GRK Nasional (SIGN). SIGN bertujuan untuk memperkuat kapasitas sektor-sektor dan
daerah dalam rangka meningkatkan kualitas inventarisasi GRK dan pengembangan
sistem manajemen inventarisasi yang berkelanjutan.
NO
I
1
2
3
4
II
1
2
3
4
5
III
1
2
3
KEGIATAN
September
1 2 3 4
PERSIAPAN
Pembentukan Tim
Sidang I
Kajian awal
Persiapan teknis
PENGUMPULAN DATA
Distribusi Format Data
Pengumpulan Data I
Sidang II
Verifikasi Data
Pengumpulan Data II
PENENTUAN METODE
Penentuan Lingkup
Penentuan Metode
Sidang III
BULAN
Oktober
November
1 2 3 4 1 2 3 4
Desember
1 2 3 4
NO
KEGIATAN
IV
1
2
3
4
5
6
7
8
September
1 2 3 4
BULAN
Oktober
November
1 2 3 4 1 2 3 4
Desember
1 2 3 4
SEKTOR
PENGADAAN
&
PENGGUNAAN ENERGI
2.
3.
PERTANIAN,
KEHUTANAN,
PENGGUNAAN
LAINNYA
&
LAHAN
4.
PENGELOLAAN LIMBAH
Seluruh dokumentasi baik data kegiatan maupun hasil perhitungan dilampirkan sesuai
dengan Format Pelaporan Umum. Beberapa format pelaporan umum telah disesuaikan
dengan kondisi ketersediaan data namun tidak mengubah metode perhitungan.
pengaruh besar terhadap total inventarisasi, (2) tren atau kecenderungan peningkatan
emisi serta teknologi mitigasi yang ada dan (3) tingkat ketidakpastian kategori. Selain
ketiga kriteria tersebut, penentuan prioritas juga dilakukan dengan mempertimbangkan
kesesuaian kewenangan provinsi. Artinya, jika suatu kategori memenuhi ketiga
kriteriaawal namun bukan merupakan kewenangan provinsi maka akan mempengaruhi
penentuan prioritas.
Ada dua pendekatan untuk melakukan analisis kategori kunci. Kedua pendekatan
mengindentifikasi
kategori
kunci
berdasarkan
kontribusinya
terhadap
tingkat
Analisa Kategori Kunci dilakukan dengan kriteria kualitatif yang meliputi empat hal yakni
besaran absolut, kecenderungan peningkatan atau penurunan kegiatan dan kegiatan
mitigasi, aspek ketidakpastian dan kewenangan daerah. Dari seluruh kategori yang
ditetapkan dalam IPCC, terdapat 27 kategori yang menjadi kategori kunci dalam
inventarisasi GRK DI Yogyakarta tahun 2010. Kategori kunci ini terdistribusi dalam
sektor pengadaan dan penggunaan energi sebanyak tiga kategori, sektor proses industri
dan penggunaan produk sebanyak lima kategori, sektor pertanian, kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya sebanyak 14 kategori dan sektor pengelolaan limbah
sebanyak lima kategori. Rincian hasil analisa kategori kunci ditunjukkan pada Tabel 1.3.
SEKTOR
PENGELOLAAN LIMBAH
KODE
1A2
1A3
1A4
2A2
2B5
2B8
2D1
2D2
3A1
3A2
3B1
3B2
3B3
3B4
3B5
3B6
4A1
4A2
4A3
4B
4C2
4D1
JUMLAH
KATEGORI KUNCI
NAMA
Industri Pengolahan & Konstruksi
Transportasi
Penggunaan Energi Kegiatan Lainnya
Produksi Kapur
Produksi Karbida
Produksi Petrokimia & Karbon Hitam
Penggunaan Pelumas
Penggunaan Parafin
Fermentasi Enterik
Pengelolaan Limbah Ternak
Hutan
Pertanian
Padang Rumput
Lahan Basah
Pemukiman
Lahan Lainnya
TPA yang Dikelola
TPA yang Tidak Dikelola
TPA yang Tidak Dapat DIkategorikan
Pengolahan Sampah Secara Biologis
Pembakaran Sampah secara Terbuka
Pembuangan & Pengelolaan Air Limbah
Rumah Tangga
27 kategori
mutu
(QC).
Kegiatan
review
ini
akan
memverifikasi
bahwa
KEGIATAN
PENGENDALIAN MUTU
Pendokumentasian Data
Kegiatan
2.
3.
PROSEDUR
Cek ulang data, apakah sudah terdokumentasi atau
hanya berdasarkan informasi lisan
Jika masih dalam informasi lisan, buat dokumentasi
sesuai dengan format
Jika sudah terdokumentasi, cek apakah sesuai dengan
Format Pelaporan Umum (Common Reporting Format)
Jika belum, pindahkan dalam Format Pelaporan Umum
Cek apakah satuan sudah sesuai dengan standar
Cantumkan sumber data untuk konfirmasi
Cek apakah data hanya ada dalam tahun tunggal atau
sudah jamak.
Jika hanya tahun tunggal, buat pendugaan tahun-tahun
sebelumnya.
Cek apakah satuan sudah sesuai dengan standar
Cantumkan sumber data untuk konfirmasi
Jika terdapat data yang tidak wajar atau data tidak
tersedia, buat pendugaan
Pendugaan dibuat dengan asumsi-asumsi
Cek apakah asumsi dibuat logis dan menggunakan
analogi/prediktor yang tepat
Cek apakah asumsi-asumsi yang dibuat konsisten
sepanjang data berseri atau antardaerah
10
NO
KEGIATAN
4.
5.
Pengecekan Kepakaran
6.
Pengecekan Kelengkapan
1.
PENJAMINAN MUTU
Pengecekan Kepakaran
Verifikator/Evaluator
2.
PROSEDUR
Jika menggunakan data prediktor, cek apakah data
prediktor tersebut relevan dan wajar
Cek apakah data prediktor berasal dari sumber yang
jelas
Cek apakah data prediktor menggunakan satuan yang
sesuai
Jika semua sudah dilakukan, masukkan data
pendugaan ke dalam Format Pelaporan Umum
Cek apakah satuan yang digunakan sudah dimasukkan
dengan baik dalam lembar kerja perhitungan
Cek bahswa satuan yang benar digunakan mulai dari
awal sampai akhir perhitungan
Cek bahwa factor konversi sudah benar
Cek faktor penyesuaian baik temporal maupun spatial
sudah digunakan dengan benar
Dalam menentukan data kegiatan yang tidak
terdokumentasi dilakukan expert judgement
Cek apakah pakar sesuai dengan kriteria kepakaran
Cek apakah asumsi yang digunakan pakar sudah
tercatat
Cek apakah asumsi sudah dimasukkan dalam Format
Pelaporan Umum
Cek apakah satuannya sudah tepat
Cantumkan sumber dan metode pendugaan sebagai
referensi
Konfirmasi bahwa dugaan emisi dan serapan GRK
sudah dilaporkan untuk semua kategori untuk semua
tahun mulai dari tahun dasar sampai tahun inventarisasi
terakhir
Untuk sub-kategori, konfirmasi bahwa semua ketagroi
nsudah tercakup.
Berikan definisi yang jelas untuk kategori sumber/rosot
GRK lain apabila ada Cek bahwa gap data yang
menghasilkan estimasi yang tidak lengkap
didokumentasi termasuk evaluasi qualitatif tentang
pentingnya sumbangan emisi dari kategori tersebut
terhadap total emisi
Cek apakah pakar sesuai dengan kriteria kepakaran
Cek apakah evaluator bertindak sesuai dengan
prosedur
Cek apakah hasil evaluasi dicatat
Cek apakah catatan evaluasi memberikan rujukan yang
tepat. Misalnya mencantumkan rujukan metode
Cek apakah dokumentasi hasil evaluasi
didokumentasikan pada format yang sesuai
Cek apakah tim penyusun memahami rekomendasi
evaluator/auditor.
Pastikan dua pihak (evaluator/auditor dan tim
penyusun) menyetujui rekomendasi yang dibuat
evaluator
11
CO2
Default
69300
98300
63100
74100
Lower
67500
94600
61600
72600
CH4
Upper
73000
101000
65600
74800
N2O
Default
3
1
1
3
Lower
1
0,3
0,3
1
Upper
10
3
3
10
Default
0,6
1,5
0,1
0,6
Lower
0,2
0,5
0,03
0,2
Upper
2
5
0,3
2
M. Tanah
71148
69000
73000
3
Sumber: Pedoman Inventarisasi GRK, KLH 2012
10
0,6
0,2
Dengan perhitungan diatas maka angka ketidakpastian dari faktor emisi di sektor energi
mencapai 3,54% untuk CO2, 392,69% untuk CH4, dan 147,51% untuk N2O sebagaimana
perhitungan pada Tabel 1.6.
KETIDAKPASTIAN (%)
CO2
CH4
N2O
3,97
450,00
150,00
3,26
135,00
150,00
3,17
135,00
135,00
1,48
450,00
150,00
2,81
450,00
150,00
KONSUMSI
ENERGI (tJ)
14.940,75
344,88
3520,63
2.395,03
45,81
21.247,09
12
Pada sektor yang lain, ketidakpastian belum dapat diperhitungkan mengingat deviasi
faktor emisi di masing-masing kategori belum dapat diketahui.
kelengkapan
merupakan
penilaian
terhadap
jumlah
kategori
yang
diestimasikan dan dihitung dari seluruh kategori yang ditetapkan oleh IPCC. Idealnya,
semua kategori dihitung namun apabila tidak tersedia data, bersifat rahasia, maupun
kategori tersebut tidak ada maka dapat tidak diperhitungkan. Jika ada sumber emisi atau
rosot yang tidak dihitung atau dikeluarkan dari inventarisasi GRK maka harus diberikan
justifikasinya kenapa sumber atau rosot tersebut tidak dimasukkan.
Untuk memudahkan penilaian kelengkapan, digunakan beberapa simbol dalam
melaporkan inventarisasi GRK. beberapa simbol tersebut adalah NA (not applicable),
NO (not occurring), NE (not estimated), IE (including elsewhere) dan C (confidential). NA
digunakan untuk menjustifikasi kategori yang memang tidak ada, NO digunakan untuk
kategori yang kegiatannya ada tetapi tidak menghasilkan emisi dan NE digunakan untuk
kategori yang kegiatannya ada dan mungkin menghasilkan emisi tetapi tidak dapat
dihitung karena data kegiatan tidak dapat diestimasikan. Untuk simbol IE digunakan
apabila sebuah kategori telah dimasukkan ke dalam perhitungan kategori lain
sedangkan C untuk kategori yang bersifat rahasia.
Seluruh kategori sumber dan rosot emisi berdasarkan IPCC berjumlah 78 kategori yang
tersebar di empat sektor. Inventarisasi GRK DI Yogyakarta tahun 2010 memenuhi
kelengkapan sebanyak 20 kategori telah dihitung, 31 kategori masuk NA, 21 kategori
termasuk NE, dan enam kategori termasuk IE. Dengan jumlah tersebut, kategori yang
tidak dihitung karena ketidaksediaan data mencapai 26,92% atau tingkat kelengkapan
mencapai 73,08%. Dari tingkat kelengkapan tersebut, 20 kategori telah dihitung dan 31
kategori memang tidak ada. Sumber-sumber emisi yang kegiatannya tidak ada tersebar
pada kategori emisi fugitif, industri mineral (semen, kaca), industri kimia (hampir semua
kecuali karbon hitam dan karbid), dan industri logam (semua kategori). Kategori yang
tidak diestimasikan meliputi kategori penggunaan produk pengganti BPO, penggunaan
alat listrik, dan N2O dari pemanfaatan kotoran ternak serta limbah cair industri. Kategorikategori ini tidak diestimasikan karena data kegiatan tidak terdokumentasikan.
Sementara itu kategori yang diperhitungkan di kategori lain (IE) adalah pada kategori
pembuangan sampah dan lahan. Pada kategori tersebut emisi diperhitungkan dalam
13
2.
3.
SEKTOR
PENGADAAN &
PENGGUNAAN
ENERGI
PROSES
INDUSTRI
&
PENGGUNAAN
PRODUK
PERTANIAN,
KEHUTANAN, &
PENGGUNAAN
LAHAN
LAINNYA
14
RENCANA PERBAIKAN
Diperlukan inventarisasi data
jumlah
IKM
dengan
mengidentifikasi
konsumsi
energinya.
Perbaikan
asumsi
jumlah
kendaraan di luar kepemilikan DI
Yogyakarta yang masuk ke
wilayah.
Perlu dilakukan inventarisasi
pada
kelompok
pengguna
komersial terhadap konsumsi
energi. Tidak hanya LPG tetapi
juga jenis energi lainnya
Perlu pendataan produsen kapur.
Informasi menyangkut kapasitas
dan jenis kapur yang diproduksi
Perlu inventarisasi jumlah dan
kapasitas IKM batik. Survei
konsumsi rata-rata parafin per
lembar kain batik yang diproduksi
akan lebih akurat.
Kegiatan penanggulangan ozon
dapat
disinergikan
dengan
inventarisasi GRK terkait kategori
ini.
NO
4.
SEKTOR
PENGELOLAAN
LIMBAH
RENCANA PERBAIKAN
perlu diidentifikasi.
Pada kategroi emisi non CO2,
pemakaian pupuk perlu didata
semuanya (N buatan maupun
Organik).
Apabila
tidak
memungkinkan, perlu justifikasi
dari ahli pertanian setempat.
Perlu penimbangan sampah
yang masuk ke TPA di seluruh
TPA yang ada. Prosentase
sistem pembuangan perlu dibuat
lebih konsisten.
Perlu dilakukan sampling tentang
sistem
pembuangan
di
masyarakat.
Sistem
yang
diidentifikasi
menyangkut
%
dikompos, dibakar dan dibuang
sembarangan.
Apabila
memungkinkan
kegiatan
pengomposan
dicatat
oleh
pemerintah.
Inventarisasi
sistem
pembuangan/sanitasi
Di sisi perhitungan, perbaikan faktor emisi dapat dilakukan apabila terdapat pembaruan
faktor emisi sesuai dengan kondisi lokal.
15
16
Emisi terbesar berasal dari sektor energi, apabila memasukkan emisi tidak langsung dari
penggunaan listrik namun bila tidak memasukkan emisi dari pemakaian listrik, emisi dari
sektor pertanian, kehutanan dan perubahan lahan menempati posisi terbesar. Sektor
energi mengemisikan 3.009,15 Gg CO2e termasuk pemakaian listrik sedangkan sektor
pertanian, kehutanandan perubahan lahan menyumbang 2.467,58 GgCO2e pada tahun
2011. Pada tahun 2007, besaran emisi keduanya nyaris sama yakni energi sebesar
2.142,50 Gg CO2e sementara sektor pertanian, kehutanan dan pemanfaatan lahan
mencapai 2.037,34 Gg CO2e. Sektor berikutnya yang cukup besar adalah pengelolaan
limbah yang mencapai 826,51 Gg CO2e.
2.2 Kecenderungan Emisi dan Serapan per Jenis Gas Rumah Kaca
Berdasarkan jenis emisi GRK, emisi CO2 masih merupakan penyumbang terbesar yakni
53,56%, CH4 sebesar 38,27% dan N2O mencapai 8,17%, masing-masing dengan
mempertimbangkan Global Warming Potential. Ilustrasi perkembangan per jenis emisi
dapat dilihat pada Gambar 2.2. Pertumbuhan emisi yang paling tinggi justru dari N2O
yang mencapai 14,17%; CO2 sebesar 8,16%; dan CH4 sebesar 2,23%.
Secara umum, sektor energi akan memicu pertumbuhan yang relatif sama antar jenis
GRK. Pertumbuhan yang penting yakni dari emisi N2O yang bersumber dari
pengelolaan kotoran ternak, pengolahan lahan akibat penambahan N dan mineralisasi.
Kontribusi N2O dari pengolahan tanah merupakan yang paling besar sehingga perlu
diperhatikan. Pada sektor produk proses dan produk industri, yang perlu diperhatikan
adalah produksi CH4 akibat produksi metanol menempati kontribusi yang tinggi. Apabila
terjadi peningkatan produksi metanol dimasa yang akan datang maka CH4 akan naik
signifikan.
17
Sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya, jenis gas yang ditimbulkan
banyak berupa CH4 dan N2O. Peluang peningkatan CH4 sangat tinggi namun
nilaipertumbuhannya relatif rendah, mengikuti pertumbuhan populasi ternak. CH4 juga
dihasilkan dari budidaya padi yang yang sementara ini terus meningkat namun ke depan
diperkirakan peningkatannya tidak tinggi karena ancaman konversi lahan. Pada sektor
pengelolaan limbah, emisi CH4 merupakan jenis gas utama. Akibat peningkatan jumlah
penduduk, maka produksi CH4 cenderung naik yang timbul dari peningkatan sampah
dan air limbah. Perubahan sistem pengelolaan sampah, dengan peningkatan volume
sampah maka akan ada perubahan sistem pembuangan TPA dari yang semula dangkal
menjadi dalam. Dalam kasus ini, potensi CH4 akan meningkat sampai dengan dua kali
lipat.
Secara umum, jenis gas N2O berpotensi meningkat lebih tinggi dibanding dengan jenis
gas lainnya. Sementara itu, CH4 cenderung stagnan dan CO2 meningkat dengan
peningkatan antara N2O dan CH4.
18
19
pembakaran
bahan
bakar
merupakan
satu-satunya
kategori
yang
20
tidak terjadi emisi secara langsung. Emisi yang timbul bersifat tidak langsung karena
energi listrik yang dipakai bersumber dari pembangkit listrik di luar wilayah DI
Yogyakarta.
Penggunaan energi listrik di DI Yogyakarta pada tahun 2011 mencapai 1,869,769 MWh.
Jumlah ini mengalami kenaikan 3.36% dari tahun 2010 yang mencapai 1,809,022 MWh.
Kenaikan tersebut berasal dari peningkatan penjualan dari ke perumahan. Energi istrik
di provinsi D.I Yogyakarta
Perumahan
Wates
92,627.04
Wonosari
158,298.32
Bantul
175,417.75
Yogyakarta Selatan
313,312.98
Yogyakarta Utara
412,869.89
Sleman
277,861.24
Sedayu
168,315.07
Kalasan
133,717.86
JUMLAH
1,732,420
Sumber: PLN, 2011
Komersial
Industri
3,965.12
6,776.34
7,509.18
13,412.11
17,673.88
11,894.51
7,205.13
5,724.11
74,160
Umum
56.35
96.31
106.72
190.62
251.19
169.05
102.40
81.35
1,054
Jumlah
3,322.11
5,677.44
6,291.44
11,237.12
14,807.77
9,965.63
6,036.70
4,795.86
62,134
99,971
170,848
189,325
338,153
445,603
299,890
181,659
144,319
1,869,769
Sumber energi listrik wilayah DI Yogyakarta berasal dari jaringan Jawa Madura Bali
(JAMALI). Mengacu pada bauran energi yang digunakan dalam pembangkitan, wilayah
JAMALI memiliki faktor emisi sebesar 0,00073 Ton CO2e/MWh. Dengan faktor emisi
tersebut jumlah emisi GRK tidak langsung yang dikontribusikan DI Yogyakarta pada
tahun 2011 mencapai 1,364.93 Gg CO2e. Emisi tersebut naik 3,6% dari tahun 2010
dengan jumlah emisi 1.320,59 Gg CO2e. Rincian emisi GRK kategori ini disampaikan
pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Emisi GRK Tidak Langsung dari Penggunaan Energi Listrik
Di DI Yogyakarta Tahun 2011
UNIT PELAYANAN
Wates
Wonosari
EMISI (Gg)
Perumahan
Komersial
Industri
Umum
Jumlah
67.62
2.89
0.04
2.43
72.98
115.56
4.95
0.07
4.14
124.72
21
UNIT PELAYANAN
EMISI (Gg)
Perumahan
Bantul
Yogyakarta Selatan
Yogyakarta Utara
Sleman
Sedayu
Kalasan
JUMLAH
Komersial
Industri
Umum
Jumlah
128.05
228.72
301.40
5.48
9.79
12.90
0.08
0.14
0.18
4.59
8.20
10.81
138.21
246.85
325.29
202.84
122.87
97.61
1,264.67
8.68
5.26
4.18
54.14
0.12
0.07
0.06
0.77
7.27
4.41
3.50
45.36
218.92
132.61
105.35
1,364.93
KATEGORI
Besi dan Baja
Logam Bukan Besi
Gas
LPG
(Kg)*
11,224
Bahan Kimia
168.84
2,658.48
28.63
806.36
118.47
64
3,147.71
32,664.60
152
2,780.61
41,786
Mineral Non-logam
393.40
6,040.62
195
Peralatan Transportasi
Permesinan
Pertambangan Non Migas dan
galian
Kayu dan Produk Kayu
7.72
204.36
4.10
1,249.10
3,571
1.87
1,769.40
2,261
1.06
2,003.66
5,970.05
712
8,673
27,551
2,577.11
1,899.15
1,399
5,190.24
28.02
92.20
612
9,763.66
53,169.52
4,820
8,000.53
93,418
Konstruksi
Tekstil & Kulit
Industri Tidak Spesifik
Total
Sumber: Diolah dari Buku DI Yogyakarta dalam Angka 2012, * Inventarisasi 2010
22
Emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan energi di kategori industri pengolahan
dan konstruksi pada tahun 2011 meningkat dengan total emisi mencapai 200.09 Gg
CO2e. Emisi GRK terbesar berasal dari CO2 sebanyak 199.36 Gg, CH4 sebesar 0.009
Gg, dan N2O sebesar 0.0017 Gg.
Tabel 3.4 Jumlah Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar
di Industri Pengolahan dan Konstruksi Tahun 2011
EMISI (Gg)
JENIS BAHAN BAKAR
CO2
CH4
Bahan Bakar Cair
184.22
0.008
Bensin
22.33
0.001
Solar
149.71
0.006
Minyak Tanah
12.17
0.001
Bahan Bakar Padat
14.86
0.002
Batubara
14.86
0.002
Bahan Bakar Gas
0.28
0.000
LPG
0.28
0.000
JUMLAH
199.36
0.009
N2O
0.0015
0.0002
0.0012
0.0001
0.0002
0.0002
0.0000
0.0000
0.0017
3.2.3 Transportasi
Kategori transportasi terdiri dari penerbangan sipil, transportasi jalan, kereta api,
angkutan air, dan transportasi lainnya. Inventarisasi ini hanya memperhitungkan
angkutan jalan dan kereta api. Penerbagangan sipil tidak dicakup karena kewenangan
penerbangan tidak terdapat pada pemerintah provinsi. Sedangkan angkutan air dan
lainnya tidak dicakup karena jumlahnya yang sangat terbatas dan tidak ada data
kegiatan yang spesifik.
Kegiatan pembakaran bahan bakar pada angkutan jalan diperhitungkan berdasarkan
jumlah kendaraan, rata-rata perjalanan/hari, dan efisiensi bahan bakar per tipe
kendaraan.
Kegiatan
pembakaran
bahan
bakar
pada
kategori
ini
juga
23
bensin, bus dan mobil beban 9 km/liter solar, dan kendaraan khusus 9
km/liter. Kendaraan khusus merupakan jenis kendaraan yang mulai dihitung
pada inventarisasi tahun 2012. Dari data ini, pembakaran bahan bakar dari
kategori angkutan jalan mencapai.
Tabel 3.5 Jumlah Kendaraan di Provinsi DI Yogyakarta
Tahun 2007-2010
NO
JENIS
KENDARAAN
JUMLAH KENDARAAN
2010
2009
2008
2007
1.488.033
1.374.202
1.276.309
1.065.571
124.177
115.244
108.387
89.598
1.
Sepeda Motor
2.
Mobil Penumpang
3.
Mobil Beban
42.650
41.186
39.654
38.537
4.
Bus
10.965
10.909
10.876
21.232
2010
305,511.78
NILAI
KALOR
(TJ)
10,081.89
2009
282,140.85
2008
2007
MOBIL PENUMPANG
MOBIL BEBAN
BUS
84,983.63
NILAI
KALOR
(TJ)
2,804.46
9,310.65
78,870.11
2,602.71
37,582.23
1,352.96
9,954.46
5.24
262,042.19
8,647.39
74,177.35
2,447.85
36,184.28
1,302.63
9,924.35
5.22
218,775.05
7,219.58
61,318.63
2,023.51
35,165.01
1,265.94
19,374.20
10.20
LITER
(BENSIN)
LITER
(BENSIN)
38,918.13
NILAI
KALOR
(TJ)
1,401.05
10,005.56
NILAI
KALOR
(TJ)
5.27
LITER
(SOLAR)
LITER
(SOLAR)
24
JENIS KENDARAAN
PERJAL
ANAN
/HARI
(Km)
22.5
22.5
22.5
UNIT
EFISIENSI
HARI PERJA
(Km/l)
LANAN/THN
Mobil Beban
11,591
9
Bus
731
9
Kendaraan Khusus
51
9
Gunung Kidul
Sepeda Motor
138,766
22.5
40
Mobil Penumpang
7,694
22.5
12
Mobil Beban
5,316
22.5
9
Bus
766
22.5
9
Kendaraan Khusus
66
22.5
9
Kulon Progo
Sepeda Motor
112,024
22.5
40
Mobil Penumpang
5,761
22.5
12
Mobil Beban
3,257
22.5
9
Bus
441
22.5
9
Kendaraan Khusus
59
Data dari luar DIY*
TOTAL
Sumber: Data dan Analisis Dinas Perhubungan DI Yogyakarta, 2011
365
365
365
33,756
28,490
5,266
365
365
365
365
365
26,943
23,000
3,943
365
365
365
365
96,563
483,280
SOLAR
10,577
667
47
5,550
4,851
699
60
3,428
2,972
402
54
1,456
53,122
TAHUN
CO2
2010
2009
2008
2007
997.23
926.24
865.81
735.11
EMISI
CH4
N2O
0.43
0.40
0.37
0.31
Total CO2e
0.05
0.04
0.04
0.03
1,020.76
948.07
886.20
752.33
Pembakaran bahan bakar pada kategori angkutan jalan untuk seluruh DI Yogyakarta
pada tahun 2011 mencapai 1,276.26 Gg CO2e. Emisi tersebut terdiri dari CO2 sebesar
1,246.92 Gg,
CH4 sebesar 11.21 Gg, dan N2O sebesar 18.13 Gg. Sumber emisi
terbesar berasal dari pembakaran bensin sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.9. Jika
dibandingkan dengan tahun 2010, emisi tersebut mengalami peningkatan sebesar
8.48%.
Tabel 3.9 Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar
di Angkutan Jalan Tahun 2011
EMISI (Gg)
CH4
N2O
1,246.92
0.53
0.06
1,105.21
141.71
0.53
0.01
0.05
0.01
25
EMISI (Gg)
CH4
N2O
1,246.92
0.53
0.06
Perhitungan lebih rinci per kabupaten/kota dengan format pelaporan umum disajikan
pada lampiran 1.2.
Selain dari kategori angkutan jalan, emisi dari kereta api diperhitungkan sebagai
kategori terpisah. Pembakaran kereta api inventarisasi GRK tahun 2011
menggunakan metode yang digunakan pada inventarisasi sebelumnya pada tahun
2010. Perhitungan tersebut berdasarkan pada:
a) panjang lintasan yang dilalui di wilayah DI Yogyakarta, sebagai panjang
perjalanan yakni sepanjang 30 km
b) Banyaknya kereta yang melewati DI Yogyakarta dalam sehari mencapai 74
kali per hari. Efisiensi bahan bakar kereta api rata-rata sebesar 1,5 km/liter.
c) Jumlah penggunaan bahan bakar (solar) dalam setahun mencapai 540,20 kL
dalam setahun.
Dari hasil perhitungan, Jumlah emisi GRK yang dikeluarkan mencapai 1,52 Gg CO2e
terdiri dari CO2 sebesar 1,52 Gg, CH4 sebesar 0,00 Gg, dan N2O sebesar 0,00 Gg.
Tabel 3.10 Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar
Dari Kereta Api Tahun 2011
EMISI (Gg)
JENIS BAHAN
TOTAL
BAKAR
(kL)
CO2
CH4
Solar
540.20
1.52
0,000
Total
N2O
0,000
1.526206532
26
perumahan. Data kegiatan yang terhimpun hanya mencakup penggunaan BBM berupa
LPG, sebagian minyak tanah dan solar.
Data kegiatan dari kegiatan komersial dan perkantoran sulit teridentifikasi karena tidak
ada pencatatan, terutama penggunaan BBM. Data kegiatan ini hanya terkumpul dari
Kota Yogyakarta yang mencakup beberapa perusahaan saja. Bahan bakar gas, tidak
terdata. Pada kegiatan perumahan, penggunaan LPG yang terdata berasal dari program
konversi (LPG 3 Kg). Sedangkan LPG lebih dari 3 Kg tidak terdata. Untuk penggunaan
minyak tanah, data hanya diperoleh dari Kabupaten Bantul sedangkan dari
kabupaten/kota lain tidak teridentifikasi.
Tabel 3.11 Jumlah Penggunaan Bahan Bakar di Kegiatan Lainnya
Per Kabupaten/Kota Tahun 2012
BAHAN BAKAR
KEGIATAN
CAIR
2,196
GAS
LPG (Kg)
40,085,250
2,196
26,207,112
Solar (kL)
Yogyakarta
Komersial &
Perkantoran
Perumahan
Sleman
Komersial &
Perkantoran
Perumahan
Bantul
Komersial &
Perkantoran
Perumahan
M. Tanah (kL)
13,878,138
1,538,646
462.08
1,538,646
69,195
462.08
69,195
Gunung Kidul
6,106,674
Komersial &
Perkantoran
Perumahan
6,106,674
Kulon Progo
5,458,269
Komersial &
Perkantoran
Perumahan
5,458,269
JUMLAH
2,196*
462.08*
53,258,034
Sumber : Data Status Lingkungan Hidup Derah (SLHD) Provinsi DI Yogyakarta 2012
*Laporan Inventarisasi GRK Provinsi DI Yogyakarta 2010
Pembakaran bahan bakar pada kategori kegiatan lainnya tahun 2012 mencapai 166.462
Gg CO2e. Emisi tersebut terdiri dari CO2 sebesar 166.306 Gg, 0.003 CH4 sebesar 0.0003
Gg, dan N2O sebesar 0.0003 Gg. Ada penurunan emisi yang signifikan dari pembakaran
27
bahan bakar pada kategori kegiatan lainnya apabila dibandingkan dengan inventarisasi
tahun 2010 yang mencapai 229,432 Gg CO2e. Penurunan ini terjadi karena adanya
penurunan total konsumsi LPG dari 74.338.599 kg pada tahun 2010 menjadi 53,258,034
pada tahun 2012. Perhitungan rinci menurut sub kategori komersial dan perkantoran
serta perumahan dengan format umum pelaporan disajikan pada lampiran 1.4.
Tabel 3.12 Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar
di Kegiatan Lainnya Tahun 2012
EMISI (Gg)
JENIS BAHAN
BAKAR
CO2
CH4
N2 O
Bahan Bakar
7.351
0.000
0.0001
Cair
Solar
6.183
0.000
0.0001
Minyak tanah
1.167
0.000
0.0000
Bahan Bakar
0
Padat
0
Bahan Bakar
158.956
0.003
0.0003
Gas
LPG
158.956
0.003
0.0003
JUMLAH
166.306
0.003
0.0003
3.2.5 Lain-lain
Kategori lain-lain merupakan pembakaran bahan bakar yang berasal dari kategorikategori yang disebutkan sebelumnya. Kategori ini antara lain meliputi
28
Emisi GRK dari kegiatan proses dan penggunaan produk industri mencakup (i) emisi
GRK yang terjadi selama proses/reaksi kimiawi industri, (ii) penggunaan gas-gas
kategori GRK di dalam produk, dan (iii) penggunaan karbon bahan bakar fosil untuk
kegiatan non-energi melainkan untuk kegiatan produksi. Sumber-sumber utama emisi
GRK dari sektor ini dikelompokkan dalam tujuh kategori meliputi industri mineral, kimia,
logam, emisi dari penggunaan produk non energi bentukan bahan bakar dan pelarut,
elektronik, penggunaan produk sebagai pengganti bahan perusak ozon, serta produksi
dan penggunaan produk lainnya.
Di wilayah Provinsi Yogyakarta, kegiatan sektor industri relatif terbatas, sehingga emisi
GRK yang dihasilkan tidak signifikan. Berikut ini ulasan data kegiatan dan emisi GRK
yang dihasilkan oleh kegiatan proses dan penggunaan produk industri berdasarkan
masing-masing kategori.
TAHUN
2009
2010
2011
Produksi kapur terdapat di Kabupaten Gunung Kidul dengan jumlah produksi mencapai
166.570,42 ton. Produksi kapur hanya mengeluarkan emisi CO2 saja, tidak
mengeluarkan emisi GRK yang lain. Rincian jenis kapur akan mempengaruhi besaran
emisi CO2 yang dihasilkan. Namun rincian produksi jenis kapur tidak terdata sehingga
perhitungan emisi CO2 yang timbul menggunakan koefisien 0,00075 Gg per ton kapur
29
yang diproduksi (default). Dengan jumlah produksi tersebut, emisi CO2 yang dihasilkan
dari produksi kapur di wilayah DI Yogyakarta mencapai 124,93 Gg CO2 per-tahun.
2007
1,065,571
89,598
38,537
21,232
pada tiap liternya. Sedangkan Mobil Penumpang melakukan pergantian pelumas setelah
menempuh 5000km dengan mengonsumsi empat liter pelumas. Kategori Mobil Beban
dan Bus melakukan pergantian pelumas pada 5000km dengan delapan liter pelumas.
Tabel 4.4 Estimasi Perjalanan Kendaraan Bermotor
di DI Yogyakarta
Estimasi dalam Setaun
(asumsi 22,5km/hari)
Sepeda Motor
Mobil
Penumpang
2011
11.687.594.737,5
1.137.735.112,5
371.944.125
90.230.737,5
2010
12.220.471.012,5
1.019.803.612,5
350.263.125
90.050.062,5
2009
11.285.633.925
946.441.350
338240.025
89.590.162,5
2008
10.481.687.662,5
890.128.237,5
325.658.475
89.319.150
2007
8.751.001.837
735.823.575
316.485.112,5
174.367.800
Mobil Beban
Bus
Estimasi
Penggunaan
Pelumas
Liter
Tj
Liter
Tj
2011
5.843.797,37
213.56
910.188,09
33.26
595.110.6
21.75
144.369,18
5.28
2010
6.110.235,51
223.30
815.842,89
29.82
560.421
20.48
144.080,10
5.27
2009
5.642.816,96
206.22
757.153,08
27.67
541.184,04
19.78
143.344,26
5.24
2008
5.240.843,83
191.53
712.102,59
26.02
521.053,56
19.04
142.910,644
5.22
2007
4.375.500,92
159.90
588.658,86
21.51
506.376,18
18.51
278.988,48
10.20
Liter
Tj
Bus
Liter
Tj
Tabel 4.6 Total Emisi Dari Penggunan Pelumas Pada Kendaraan Bermotor
di DI Yogyakarta
Total Emisi dari penggunaan pelumas pada transportasi (Gg)
Tahun
2011
2010
2009
2008
2007
CO2e
4.016
4.090
3.797
3.547
3.082
Pada kegiatan industri pengolahan dan konstruksi, pemakaian pelumas untuk mesin
terdokumentasikan sebagai berikut.
Tabel 4.7 Penggunaan Pelumas Di Industri
di DI Yogyakarta
PENGGUNAAN PELUMAS
Tahun
Liter
Tj
326.773
11,94
2010
4.610.683
168,5
2009
326.774
11,94
2008
32
PENGGUNAAN PELUMAS
Liter
Tj
313.122
11,44
2007
289.492
10,58
2006
*Sumber: Diolah dari Buka Dalam Angka Provinsi DI Yogyakarta, 2012 & Inventarisasi GRK 2010
Tahun
Penggunaan parafin terutama untuk kegiatan industri mencapai 589,68 ton atau setara
23,71 Tj. Dari penggunaan ini dihasilkan 0,348 Gg CO2e. Perhitungan emisi GRK
selengkapnya dari kategori penggunaan parafin dapat dilihat pada lampiran.
elektronika semua kategori tersebut tidak ada. Dengan demikian emisi dari kategori
industri elektronilka ini tidak ada atau 0.
34
5.1 Peternakan
Kegiatan peternakan merupakan salah satu penyumbang emisi GRK yang signifikan.
Emisi GRK sektor peternakan bersumber dari (i) fermentasi enterik ternak, dan (ii)
pengelolaan kotoran ternak. Kategori fermentasi enterik menghasilkan emisi CH4
sedangkan kategori pengelolaan kotoran ternak menghasilkan CH4 dan N2O. Dibawah
ini status kegiatan dan emisi GRK yang dihasilkan dari dua kategori tersebut:
5.1.1 Fermentasi Enterik
Fermentasi enterik terjadi pada hewan memamah biak (herbivora) yang menghasilkan
gas metana (CH4). Dalam proses ini karbohidrat dipecah menjadi molekul sederhana
oleh mikroorganisme untuk diserap ke dalam aliran darah. Ternak ruminansia seperti
sapi, kerbau, kambing dan domba menghasilkan metana lebih tinggi daripada ternak
non ruminansia.
Untuk menghitung emisi metana yang dihasilkan, dibutuhkan data kegiatan jumlah
ternak berdasarkan jenisnya dan faktor emisi masing-masing. Jumlah ternak di DI
Yogyakarta pada tahun 2007 2011 ditunjukkan pada Tabel 5.1.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
257.836
5.811
1.305
4.761
7.907
293.344
113.128
3.921.178
4.834.537
2.563.298
269.927
5.652
1.354
4.607
8.766
304.780
130.775
3.925.958
5.128.488
2.933.216
290.949
3.466
1.360
4.277
12.695
331.147
136.657
3.861.676
5.435.521
2.799.182
385.370
3.888
1.508
1.238
13.056
343.647
147.773
4.019.960
3.160.697
5.770.832
Itik
421.235
443.203
446.704
498.237
Sumber: Buku DI Yogyakarta dalam Angka 2012 dan Distan Di Yogyakarta
516.525
35
283.043
5.495
1.222
4.312
12.038
308.353
132.872
3.916.636
5.276.897
322.108
2011
Struktur populasi ternak utamanya sapi pedaging, dapi perah dan kerbau di Indonesia
menunjukkan adanya proporsi anakan, muda dan dewasa padahal faktor emisi
diperhitungkan untuk ternak dewasa. Oleh karena itu, dibutuhkan nilai faktor koreksi
(k(T)) untuk sapi pedaging, sapi perah, dan kerbau masing-masing 0,72; 0,75; dan 0,72
agar dapat dikonversi dalam animal unit. Jumlah ternak dalam animal unit, disajikan
pada Tabel 5.2.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tabel 5.2 Jumlah Ternak dan Unggas dalam Animal Unit di DI Yogyakarta
Tahun 2007 2011
TAHUN
JENIS TERNAK
2007
2008
2009
2010
2011
Sapi Potong
185.642
194.347
203.791
209.483
277.466
Sapi Perah
4.358
4.239
4.121
2.600
2.916
Kuda
1.305
1.354
1.222
1.360
1.508
Kerbau
3.428
3.317
3.105
3.079
891
Babi
7.907
8.766
12.038
12.695
13.056
kambing
293.344
304.780
308.353
331.147
343.647
Domba
113.128
130.775
132.872
136.657
147.773
Ayam Buras
3.921.178 3.925.958
3.916.636
3.861.676
4.019.960
Ayam Pedaging
4.834.537 5.128.488
5.276.897
5.435.521
3.160.697
Ayam Petelur
2.563.298 2.933.216
322.108
2.799.182
5.770.832
Itik
421.235
443.203
446.704
Sumber: Diolah dari data Buku Dalam Angka DI Yogyakarta, 2012
498.237
516.525
Faktor emisi kategori fermentasi enterik untuk masing-masing jenis ternak ditunjukkan
pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Faktor Emisi Fermentasi Enterik
NO
1
2
3
4
5
6
JENIS TERNAK
Sapi Potong
Sapi Perah
Kuda
Kerbau
Babi
kambing
FE (kg
CH4/ekor/tahun)
47
61
55
5
5
1
7
Domba
18
Sumber: Pedoman Inventarisasi GRK, 2012
36
Dengan data kegiatan dan faktor emisi sebagaimana dijelaskan, emisi metana dari
kategori fermentasi enterik selama periode 2007 2011 mencapai 11,24 15,77 Gg.
Pada tahun 2011, emisi metana mencapai 15,77 Gg atau setara dengan 331,17 Gg
CO2e. Peningkatan emisi metana ini disebabkan oleh meningkatnya sapi potong,
kambing dan domba sedangkan sapi perah, dan kerbau justru menurun. Emisi metana
dari fermentasi enterik selengkapnya ditampilkan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Emisi Metana dari Fermentasi Enterik di DI Yogyakarta
Tahun 2007 2011
NO
JENIS TERNAK
1
2
3
4
5
Sapi Potong
Sapi Perah
Kuda
Kerbau
Babi
Kambing
Domba
Ayam Buras
Ayam Pedaging
Ayam Petelur
Itik
7
8
9
10
11
JUMLAH
TAHUN
2007
8,73
0,27
0,02
0,19
0,01
2008
9,13
0,26
0,02
0,18
0,01
2009
9,58
0,25
0,02
0,17
0,01
2010
9,85
0,16
0,02
0,17
0,01
2011
13,04
0,18
0,03
0,05
0,01
1,47
0,57
-
1,52
0,65
-
1,54
0,66
-
1,66
0,68
-
1,72
0,74
-
11,24
11,79
12,24
12,55
15,77
JENIS TERNAK
Sapi Potong
Sapi Perah
FE (kg
CH4/ekor/tahun)
1
31
37
NO
3
4
5
6
7
8
9
10
JENIS TERNAK
Kuda
Kerbau
Babi
kambing
Domba
Ayam Buras
Ayam Pedaging
Ayam Petelur
FE (kg
CH4/ekor/tahun)
2,19
2
7
0,2
0,22
0,02
0,02
0,03
11
Itik
0,03
Sumber: Pedoman Inventarisasi GRK, 2012
Tabel 5.6 Emisi CH4 dari Pengelolaan Kotoran Ternak (Gg) di DI Yogyakarta
Tahun 2007 - 2011
NO
JENIS TERNAK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sapi Potong
Sapi Perah
Kuda
Kerbau
Babi
Kambing
Domba
Ayam Buras
Ayam Pedaging
Ayam Petelur
11
Itik
JUMLAH
2008
0,19
0,13
0,00
0,01
0,06
0,06
0,03
0,08
0,10
0,09
2009
0,20
0,13
0,00
0,01
0,08
0,06
0,03
0,08
0,11
0,01
2010
0,21
0,08
0,00
0,01
0,09
0,07
0,03
0,08
0,11
0,08
2011
0,28
0,09
0,00
0,00
0,09
0,07
0,03
0,08
0,06
0,17
0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0,73
0,77
0,72
0,77
0,90
Jumlah emisi GRK yang dihasilkan dari pengolahan kotoran ternak mencapai 0,90 Gg
CH4 atau 18,90 Gg CO2e.
Emisi langsung N2O dari kotoran ternak timbul dari proses nitrifikasi dan denitrifikasi
nitrogen yang terkandung di dalam kotoran ternak, sedangkan emisi tidak langsung N2O
dihasilkan dari penguapan nitrogen yang terjadi dalam bentuk ammonia dan NOx.
Jumlah emisi N2O ditentukan oleh jumlah kotoran ternak, kandungan nitrogen, dan
karbonnya. Jumlah kotoran ternak diestimasi berdasarkan laju ekskresi dari berat ratarata ternak pada Tabel 5.7 sehingga jumlah kotoran dapat diperhitungkan pada Tabel
5.8.
38
Dengan laju ekskresi tersebut maka jumlah kotoran ternak dalam setahun dari masingmasing jenis ternak dapat dilihat pada tabel.
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Kotoran ternak dikelola dengan sistem tumpuk kering sedangkan untuk unggas dikelola
dengan tadah dan tanpa tadah. Nilai N yang dikelola, artinya sebagain N terbuang
misalnya di padang penggembalaan, diperkirakan 70% untuk sapi potong, 80% untuk
sapi perah, 50% untuk kerbau, kuda, kambing dan domba sedangkan untuk babi dan
unggas dikelola 100%.
Faktor emisi sistem pengelolaan kotoran ternak didasarkan pada Pedoman Inventarisasi
GRK sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.9.
39
FAKTOR EMISI
N2O-N Langsung
N2O Tak Langsung
1.
Padang Rumput*
2.
Tebar Harian
0
0,01
3.
Tumpuk Kering
0,02
0,01
4.
Penadah (Unggas)
0,01
0,01
5.
Tanda Penadah (Unggas)
0,01
0,01
* diperhitungkan pada kategori N2O pengolahan tanah
NO
SISTEM PENGELOLAAN
Dengan data kegiatan dan faktor emisi tersebut maka emisi N2O langsung dari
pengelolaan kotoran ternak ditunjukkan pada Tabel 5.10.
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Untuk menghitung N2O tidak langsung, diperhitungkan faktor kehilangan N dari laju
ekskresi ternak. Kehilangan N per jenis ternak berturut-turut 30% untuk sapi potong; 7%
untuk sapi perah; 30% untuk kerbau; 12% untuk kambing, domba dan kuda; 25% untuk
babi dan 40% untuk semua jenis unggas. Faktor emisi untuk semua jenis sistem
pengelolaan adalah 0,01, lihat kembali Tabel 5.9. Jumlah N2O tidak langsung dari
pengelolaan kotoran ternak mencapai 0,11 Gg, secara rinci ditunjukkan pada Tabel
5.11.
40
Tabel 5.11 Emisi N2O Tidak Langsung dari Pengelolaan Kotoran Ternak
Di DI Yogyakarta Tahun 2007 - 2013
EMISI N2O TIDAK LANGSUNG (Gg)
NO JENIS TERNAK
2007
2008
2009
2010
2011
1.
Sapi pedaging
0.03
0.04
0.04
0.04
0.05
2.
Sapi perah
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3.
Kuda
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
4.
Kerbau
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5.
Babi
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
6.
Kambing
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
7.
Domba
0.00
0.00
0.01
0.01
0.01
8.
Ayam Kampung
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
9.
Ayam Pedaging
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
10. Ayam Petelur
0.01
0.01
0.00
0.01
0.02
11. Bebek/itik
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
JUMLAH
0.08
0.08
0.08
0.09
0.11
Dengan demikian dari kategori pengelolaan kotoran ternak dihasilkan emisi CH4 sebesar
0,90 Gg, N2O langsung sebesar 0,49 Gg dan N2O tidak langsung sebesar 0,11 Gg.
5.2 Lahan
Perhitungan emisi GRK pada bidang kehutanan meliputi seluruh wilayah yang berbasis
lahan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Untuk menentukan
tingkat emisi saat ini, digunakan data penutupan lahan yang dihasilkan dari penafsiran
citra satelit serta pengecekan lapangan. Klasifikasi penutupan lahan mengacu pada SNI
7465 dengan kelas penutupan lahan sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Kelas Penutupan Lahan
NO
KELAS
KODE/
TOPONIMI
Hutan lahan
kering primer
Hp / 2001
Hutan lahan
kering
sekunder /
bekas
tebangan
Hs / 2002
KETERANGAN
Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan
pegunungan (dataran tinggi dan sub alpin) yang belum
menampakkan bekas penebangan, termasuk hutan kerdil,
hutan kerangas, hutan di atas batuan kapur, hutan di atas
batuan ultra basa, hutan daun jarum, hutan luruh daun dan
hutan lumut.
Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan
pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan
(kenampakan alur dan bercak bekas tebang), termasuk hutan
kerdil, hutan kerangas, hutan di atas batuan kapur, hutan di
atas batuan ultra basa, hutan daun jarum, hutan luruh daun
dan hutan lumut. Daerah berhutan bekas tebas bakar yang
ditinggalkan, bekas kebakaran atau yang tumbuh kembali dari
bekas tanah terdegradasi juga dimasukkan dalam kelas ini.
Bekas tebangan parah bukan areal HTI, perkebunan atau
pertanian dimasukkan savanna, semak belukar atau lahan
41
NO
KELAS
KODE/
TOPONIMI
Hutan Rawa
Primer
Hrp / 2005
Hutan Rawa
Sekunder /
bekas
tebangan
Hrs /
20051
Hutan
Mangrove
Primer
Hutan
Mangrove
Sekunder /
bekas
tebangan
Hmp /
2004
Hms /
20041
Hutan
Tanaman
Ht / 2006
Perkebunan /
Kebun
Pk / 2010
Semak
Belukar
B / 2007
10
Semak
belukar rawa
11
Savanna /
Padang
rumput
Br / 20071
S / 3000
KETERANGAN
terbuka
Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa
payau dan rawa gambut yang belum menampakkan bekas
penebangan, termasu khutan sagu.
Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa
payau dan rawa gambut yang telah menampakkan bekas
penebangan, termasuk hutan sagu dan hutan rawa bekas
terbakar. Bekas tebangan parah jika tidak memperlihatkan
tanda genangan (liputan air) digolongkan tanah terbuka,
sedangkan jika memperlihatkan bekas genangan atau
tergenang digolongkan tubuh air (rawa)
Hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai
yang belum menampakkan bekas penebangan. Pada
beberapa lokasi, hutan mangrove berada lebih kepedalaman
Hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai
yang telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola
alur, bercak, dan genangan atau bekas terbakar. Khusus
untuk bekas tebangan yang telah berubah fungsi menjadi
tambak/sawah
digolongkan
menjadi
tambak/sawah,
sedangkan yang tidak memperlihatkan pola dan masih
tergenang digolongkan tubuh air (rawa).
Seluruh kawasan hutan tanaman yang sudah ditanami,
termasuk hutan tanaman untuk reboasasi. Identifikasi lokasi
dapat diperoleh dengan Peta Persebaran Hutan Tanaman.
Catatan: Lokasi hutan tanaman yang didalamnya adalah
tanah terbuka dan atau semak-belukar maka didelineasi
sesuai dengan kondisi tersebut dan diberi kode sesuai
dengan kondisi tersebut misalnya tanah terbuka (2014) dan
semak-belukar (2007).
Seluruh kawasan perkebunan, yang sudah ditanami.
Identifikasi lokasi dapat diperoleh dengan Peta Persebaran
Perkebunan. Perkebunan rakyat yang biasanya berukuran
kecil akan sulit diidentifikasikan dari citra maupun peta
persebaran, sehingga memerlukan informasi lain, termasuk
data lapangan. Catatan: Lokasi perkebunan/kebun yang
didalamnya adalah tanah terbuka dan atau semak-belukar,
maka didelineasi sesuai dengan kondisi tersebut dan diberi
kode sesuai dengan kondisi tersebut, misalnya tanah terbuka
(2014) dan semak-belukar (2007).
Kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh
kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami)
atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah (alami).
Kawasan ini biasanya tidak menampakkan lagi bekas/bercak
tebangan
Kawasan bekas hutan rawa/mangrove yang telah tumbuh
kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami)
atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah (alami).
Kawasan ini biasanya tidak menampakkan lagi bekas/bercak
tebangan
Kenampakan non-hutan alami berupa padang rumput,
kadang-kadang dengan sedikit semak atau pohon.
Kenampakan ini merupakan kenampakan alami di sebagian
42
NO
12
KELAS
KODE/
TOPONIMI
14
Pertanian
lahan kering
Pertanian
lahan kering
campur semak
/ kebun
campur
Sawah
15
Tambak
16
Pm / 2012
17
Permukiman /
Lahan
terbangun
Transmigrasi
18
Lahan terbuka
T / 2014
19
Pertambangan
Tb / 20141
20
Tubuh air
21
Rawa
22
Awan
13
Pt / 20091
Pc / 20092
Sw /
20093
Tm /
20094
Tr / 20122
A / 5001
Rw /
50011
Aw / 2500
KETERANGAN
Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan bagian
Selatan Papua. Kenampakan ini dapat terjadi pada lahan
kering ataupun rawa (rumputrawa).
Semua aktivitas pertanian di lahankering seperti tegalan,
kebun campuran dan ladang
Semua jenis pertanian lahan kering yang berselang-seling
dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan. Sering
muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam
lahan karst. Kelas ini juga memasukkan kelas kebun
campuran
Semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh
pola pematang. Yang perlu diperhatikan oleh penafsir adalah
fase rotasi tanam yang terdiri atas fase penggenangan, fase
tanaman muda, fase tanaman tua dan fase bera. Kelas ini
juga memasukkan sawah musiman, sawah tadah hujan,
sawah irigasi. Khusus untuk sawah musiman di daerah rawa
membutuhkan informasi tambahan dari lapangan
Aktivitas perikanan darat (ikan/udang) atau penggaraman
yang tampak dengan pola pematang (biasanya) di sekitar
pantai
Kawasan permukiman, baik perkotaan, perdesaan, industry
dll. Yang memperlihatkan pola alur rapat.
Kawasan permukiman transmigrasi beserta pekarangan di
sekitarnya. Kawasan pertanian atau perkebunan di sekitarnya
yang teridentifikasi jelas sebaiknya dikelaskan menurut
pertanian atau perkebunan. Kawasan transmigrasi yang telah
berkembang sehingga polanya menjadi kurang teratur
dikelaskan menjadi permukiman perdesaan.
Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi
(singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah
vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai), dan
lahan terbuka bekas kebakaran. Kenampakan lahan terbuka
untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, sedangkan
lahan terbuka bekas pembersihan lahan-land clearing
dimasukkan kelas lahan terbuka. Lahan terbuka dalam
kerangka rotasi tanam sawah / tambak tetap dikelaskan
sawah/tambak
Lahan terbuka
yang
digunakan untuk aktivitas
pertambangan terbuka-open pit (spt.: batubara, timah,
tembaga dll.), serta lahan pertambangan tertutup skala besar
yang dapat diidentifikasikan dari citra berdasar asosiasi
kenampakan objeknya, termasuk tailing ground (penimbunan
limbah penambangan). Lahan pertambangan tertutup skala
kecil atau yang tidak teridentifikasi dikelaskan menurut
kenampakan permukaannya
Semua kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau,
waduk, terumbu karang, padang lamundll. Kenampakan
tambak, sawah dan rawa-rawa telah digolongkan tersendiri
Kenampakan lahan rawa yang sudah tidak berhutan
Kenampakanawan yang menutupi lahan suatu kawasan
43
NO
23
KELAS
KODE/
TOPONIMI
KETERANGAN
dengan ukuran lebih dari 4 cm 2 pada skala penyajian. Jika
liputan awan tipis masih memperlihatkan kenampakan di
bawahnya dan memungkinkan ditafsir tetap didelineasi.
Kenampakan bandara dan pelabuhan yang berukuran besar
dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri.
Bandara /
Bdr/Plb /
Pelabuhan
20121
Sumber: SNI 7465
Hasil penafsiran citra satelit menunjukkan status penggunaan lahan yang meliputi kelas
yang tidak berubah dan yang berubah. Setiap perubahan kelas misalnya dari hutan
menjadi berbagai kelas dapat diidentifikasi sehingga menunjukkan peningkatan atau
penurunan serapan karbon. Hasil penafsiran citra satelit ditunjukkan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13 Perubahan Lahan Berdasarkan Kelas
KELAS
2002
2002
814.98
2006
2006
2007
37477.22
2007
2012
2014
21.69
5001
42.03
20091
182.89
20092
3551.27
20093
20121
117.38
JUMLAH
836.67
41370.79
2532.45
2012
2532.45
46755.98
2014
46755.98
1408.77
2500
1408.77
161.82
98.17
5001
6.74
266.73
731.85
20091
491.97
731.85
34721.41
13.43
35226.80
20092
19.31
131188.29
20093
854.05
88.98
61054.66
131207.61
134841.97
61178.78
20121
JUMLAH
814.98
37477.22
2532.45
48325.16
1430.46
731.85
35002.47
61997.69
436.31
436.32
436.31
322771.66
Faktor emisi diperoleh dengan pendekatan rata-rata kandungan karbon untuk setiap
kelas penutupan lahan yang diperoleh dari hasil penghitungan plot-plot sampel yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil akhir penafsiran dan perhitungan emisi di
kategori penggunaan lahan menunjukkan bahwa wilayah DI Yogyakarta mengeluarkan
emisi CO2 sebesar 172,40 Gg pada tahun 2010.
5.3 Pertanian
Emisi GRK dari sektor pertanian berasal dari beberapa kegiatan (1) Pembakaran
biomasa, (2) pemakaian kapur, (3) pemakaian urea, (4) N2O langsung dan tak langsung
dari pengolahan tanah, dan (5) CH4 dari budidaya padi sawah. Untuk menghitung emisi
dari sektor pertanian perlu disiapkan data aktivitas seperti luas tanam, luas panen, jenis
44
tanah, dan data hasil penelitian seperti dosis pupuk dan kapur pertanian. Data aktivitas
tersebut bisa diakses dari berbagai sumber. Sementara untuk data yang tidak tersedia
dapat menggunakan expert judgement seperti proporsi lahan yang dibakar atau dosis
pupuk dan kapur.
Berikut ini data kegiatan dan emisi dari setiap kategori di sektor pertanian:
5.3.1 Pembakaran Biomasa
Kegiatan pembakaran biomasa dapat terjadi pada kebakaran hutan dan pembakaran
seresah pasca panen pada kegiatan pertanian. Kegiatan ini bisa terjadi pada aneka
tanaman namun yang biasa terjadi di DI Yogyakarta adalah pembakaran pada jerami
dan tebu. Emisi dari pembakaran biomasa pertanian dihitung berdasarkan berat kering
biomasa yang terbakar.untuk menghitungnya, diestimasikan dari luas panen lahan yang
dibakar, berat kering jenis biomasa, rasio biomasa diatas tanah, dan tingkat kerusakan.
Banyaknya luasan panen lahan pertanian dan kebakaran hutan di DI Yogyakarta
disajikan pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14 Luas Lahan Panen Pertanian dan Hutan dengan
Pembakaran/Kebakaran DI Yogyakarta Tahun 2007 - 2011
NO
LUAS LAHAN
JENIS BIOMASA
2007
2008
2009
2010
2011
1.
Hutan*
105.00
105.00
105.00
105.00
105.00
2.
Padi Sawah
98,057
100,359
105,613
106,907
107,990
3.
Padi Ladang
35,312
39,808
39,811
40,151
42,837
3,576
3,576
3,576
4.
Tebu*
3,576
3,576
* data tahun 2011 Sumber: Statistik Pertanian, 2013
45
NO JENIS BIOMASA
1
Hutan
2
3
4
FAKTOR EMISI
Berat Kering (Ton/Ha)
Fraksi Kebakaran
42.20
0,47 x 0,8
Padi Sawah
5.50
0,70 x 0,2
Padi Ladang
5.50
0,70 x 0,2
Tebu*
6.50
0,60 x 0,5
Dengan luas panen, berat biomasa/Ha, dan fraksi kebakaran diatas maka berat
biomasa yang benar-benar terbakar ditunjukkan pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16 Berat Biomasa yang Terbakar/Dibakar di DI Yogyakarta
Tahun 2007 - 2011
NO
JENIS BIOMASA
2007
Hutan*
2
3
4
2008
2009
2010
2011
3.54
3.54
3.54
3.54
3.54
Padi Sawah
80.90
82.80
87.13
88.20
89.09
Padi Ladang
29.13
32.84
32.84
33.12
35.34
Tebu*
15.11
15.11
15.11
15.11
15.11
NO
1.
2.
3.
Dengan data kegiatan dan faktor emisi sebagaimana diuraikan diatas maka
emisi GRK dari pembakaran biomasa di DI Yogyakarta dari tahun 2007 2011
ditunjukkan pada Tabel 5.18.
46
NO
A.
Emisi CO2
Hutan*
2008
195.18
2009
2010
2011
203.68
210.25
212.29
217.01
5.60
5.60
5.60
5.60
5.60
Padi Sawah
122.56
125.44
132.00
133.62
134.97
Padi Ladang
44.14
49.76
49.76
50.18
53.54
Tebu*
22.89
22.89
22.89
22.89
22.89
B.
1
Emisi CH4
0.36
0.38
0.39
0.39
0.40
Hutan*
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
Padi Sawah
0.22
0.22
0.24
0.24
0.24
Padi Ladang
0.08
0.09
0.09
0.09
0.10
Tebu*
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
C.
1
Emisi N2O
0.01
Hutan*
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Padi Sawah
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
Padi Ladang
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Tebu*
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
205.72
214.66
221.57
223.72
228.67
EMISI CO2e
0.01
0.01
0.01
0.01
PEMAKAIAN (Ton) *
KABUPATEN/KOTA
Kota Yogyakarta
Sleman
Bantul
2007
2008
2009
2010
2011
0,00
50,00
270,00
0,00
50,00
270,00
0,00
50,00
270,00
0,00
50,00
270,00
0,00
50,00
270,00
47
4.
PEMAKAIAN (Ton) *
KABUPATEN/KOTA
NO
Kulon Progo
Gunung Kidul
5.
2008
2007
0,00
0,00
0,00
0,00
2009
0,00
0,00
DI YOGYAKARTA
320,00
320,00
320,00
* data tahun 2010
Sumber: SLHD Kabupaten/Kota, 2010
2010
2011
0,00
0,00
0,00
0,00
320,00
320,00
Faktor emisi untuk batu kapur sebesar 0,12 ton C/ton sedangkan dolomit sebesar 0,13
ton C/ton. Jumlah emisi GRK yang dihasilkan dari kategori pemakain kapur pada
pertanian mencapai 0,153 Gg CO2. Rincian emisi berdasarkan kabupaten dan kota
disajikan pada Tabel 5.20.
NO
Kota Yogyakarta
2011
Sleman
0.024
0.024
0.024
0.024
0.024
Bantul
0.129
0.129
0.129
0.129
0.129
Kulon Progo
Gunung Kidul
0.153
0.153
0.153
0.153
0.153
DI YOGYAKARTA
UREA SUBSIDI
(Ton)
UREA NON
SUBSIDI (Ton)
Bantul
Sleman & Kota Yogyakarta
Kulonprogo
12.982
15.318
6.588
3.895
4.595
1.976
Gunung Kidul
12.037
3.611
JUMLAH
46.925
14.078
Pada inventarisasi GRK tahun 2013 ini, pemakaian urea diperhitungkan dari pendekatan
luas panen, dosis anjuran dan faktor koreksi. Faktor koreksi mengacu kepada pedoman
inventarisasi GRK dan judgement dari Dinas Pertanian. Luas panen komoditas yang
dihitung meliputi tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan dengan asumsi sebagai
berikut:
a. Tanaman pangan, jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran, kecuali padi
diperkirakan 1,5 kali dosis anjuran.
b. Tanaman perkebunan. Perkebunan besar swasta atau BUMN memberikan pupuk
sesuai anjuran, sedangkan perkebunan rakyat memberikan pupuk bervariasi sesuai
kemampuannya. Jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran x faktor koreksi. Faktor
koreksi untuk perkebunan rakyat diasumsikan untuk kopi, kakao, dan karet 40%;
kelapa 30%; tebu, kapas dan tembakau 100 % dari dosis anjuran, sedang kanuntuk
perkebunan besar faktor koreksi diasumsikan 100 %.
c. Tanaman hortikultura. Perhitungan jumah pupuk untuk tanaman hortikultura (buah,
sayuran dan tanaman hias) agak spesifik karena tanaman hortikulutur pada
umumnya diusahakan secara tumpangsari dengan umur tanaman yang bervariasi.
Asumsi yang digunakan antara lain: (1) luas areal tanam = 80% luas areal tanam, (2)
dosis pupuk dihitung berdasarkan komoditas unggulan di suatu wilayah, dan (3) dosis
pupuk yang digunakan sebagai acuan adalah rata-rata dosis anjuran komoditas
hortikultura yang dikembangkan di wilayah tersebut. Jumlah pupuk = luas tanamx
dosis anjuran x faktor koreksi (luas dan dosis). Pada dasarnya para petani
hortikultura memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pupuk terutama untuk usaha tani
sayuran dan tanaman hias, sedangkan untuk tanaman buah tahunan diperkirakan
hanya 20% petani yang melakukan pemupukan.
49
NO
JENIS TANAMAN
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B.
1.
2.
3.
4.
C.
PANGAN
Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Sorgum
HORTIKULTURA
Buah
Sayur
Hias
Biofarma
PERKEBUNAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kelapa
Kopi
Kakao
Te'h
Tembakau
Tebu
Kapas
LUAS PANEN
2009
2010
2007
2008
2011
133.369
70.216
27.628
66.527
874
61.237
515
629
140.167
71.164
32.514
64.087
769
62.543
610
525
145.424
74.563
31.666
62.539
745
63.275
574
945
147.058
86.837
33.572
58.780
1.024
62.563
599
724
150.827
69.768
28.988
59.532
614
62.414
413
305
tt
6.575
tt
7.021
tt
7.082
tt
7.903
tt
7.169
tt
tt
tt
tt
tt
33.467
867
3.078
82
2.163
3.576
277
33.467
867
3.078
82
2.163
3.576
277
33.467
867
3.078
82
2.163
3.576
277
33.467
867
3.078
82
2.163
3.576
277
33.467
867
3.078
82
2.163
3.576
277
Tabel 5.23 Dosis Anjuran, Faktor Koreksi, dan Perkiraan Pemakaian Urea
di DI Yogyakarta Tahun 2007 - 2011
NO
JENIS
TANAMAN
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B.
1.
2.
3.
4.
C.
PANGAN
Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Sorgum
HORTIKULTURA
Buah
Sayur
Hias
Biofarma
PERKEBUNAN
1.
2.
3.
Kelapa
Kopi
Kakao
DOSIS
ANJURAN
(Kg/Ha)
FAKTOR
KOREKSI
(%)
250
350
56
56
56
150
150
350
150
100
100
100
100
100
100
100
50.01
24.58
1.55
3.73
0.05
9.19
0.08
0.22
52.56
24.91
1.82
3.59
0.04
9.38
0.09
0.18
54.53
26.10
1.77
3.50
0.04
9.49
0.09
0.33
55.15
30.39
1.88
3.29
0.06
9.38
0.09
0.25
56.56
24.42
1.62
3.33
0.03
9.36
0.06
0.11
160
222
93
444
20
20
20
20
tt
0.29
0.00
tt
tt
0.31
0.00
tt
tt
0.31
0.00
tt
tt
0.35
0.00
tt
tt
0.32
0.00
tt
200
350
200
30
40
40
2.01
0.12
0.25
2.01
0.12
0.25
2.01
0.12
0.25
2.01
0.12
0.25
2.01
0.12
0.25
50
2008
2009
2010
2011
NO
4.
5.
6.
7.
JENIS
TANAMAN
DOSIS
ANJURAN
(Kg/Ha)
FAKTOR
KOREKSI
(%)
444
200
351
250
40
100
100
100
Te'h
Tembakau
Tebu
Kapas
JUMLAH
2008
0.01
0.43
1.26
0.03
93.79
0.01
0.43
1.26
0.03
97.00
2009
2010
0.01
0.43
1.26
0.03
100.28
0.01
0.43
1.26
0.03
104.95
2011
0.01
0.43
1.26
0.03
99.93
Dengan faktor emisi sebesar 0,20 ton C/ton urea dan kandungan C dalam CO2
sebesar 12 maka emisi CO2 yang dihasilkan dari pemakaian urea ditunjukkan pada
Tabel 24. Emisi CO2 dari pemakaian urea tahun 2011 menurun dibandingkan tahun
sebelumnya.
Penurunan
ini
disebabkan
berkurangnya
pemakaian
urea
di
NO
JENIS
TANAMAN
A.
1
2
3
4
5
6
7
8
B.
1
2
3
4
C.
1
2
3
4
5
6
PANGAN
Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Sorgum
HORTIKULTURA
Buah
Sayur
Hias
Biofarma
PERKEBUNAN
Kelapa
Kopi
Kakao
Te'h
Tembakau
Tebu
2011
36.68
38.55
39.99
40.44
41.48
18.02
18.27
19.14
22.29
17.91
1.13
1.34
1.30
1.38
1.19
2.73
2.63
2.57
2.41
2.44
0.04
0.03
0.03
0.04
0.03
6.74
6.88
6.96
6.88
6.87
0.06
0.07
0.06
0.07
0.05
0.16
0.13
0.24
0.19
0.08
tt
tt
tt
tt
tt
0.21
0.23
0.23
0.26
0.23
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
tt
tt
tt
tt
tt
1.47
1.47
1.47
1.47
1.47
0.09
0.09
0.09
0.09
0.09
0.18
0.18
0.18
0.18
0.18
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.92
0.92
0.92
0.92
0.92
2007
51
NO
7
JENIS
TANAMAN
Kapas
JUMLAH
2007
2011
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
68.78
71.13
73.54
76.97
73.28
Pupuk ZA diasumsikan 15% dari pemakaian urea. Angka ini diambil dari rerata
rasio pemakaian ZA di daerah lain (Jawa Tengah)
Pupuk NPK diasumsikan berkisar Antara 24-28% diambil dari rerata rasio
pemakaian NPK di Jawa Tengah, mengingat data kegiatan tidak tersedia.
52
Selain itu, N juga ditambahkan dari jerami pada penanaman padi sebanyak 30% dari
berat kering total jerami. Hal ini diasumsikan dari akar dan sisa jerami yang tertinggal.
Selain itu, pada penanaman padi digunakan juga kompos sebanyak 0,5 ton/Ha.
Pemakaian pupuk kandang pada penanaman sayur-mayur diperhitungkan sebanyak 2
ton/Ha.
Tabel 5.25 Penambahan N dari Pupuk, Kompos, dan Jerami di DI Yogyakarta
Tahun 2007 - 2011
PENAMBAHAN PUPUK (Gg)
TAHUN
Urea
ZA
NPK
Kandang Kompos
Jerami
2007
93,79
14,07
22,51
13,16
66,68
220,06
2008
97,00
14,55
24,25
14,05
70,08
231,28
2009
100,28
15,04
26,07
14,17
72,71
239,95
2010
104,95
15,74
28,34
15,82
73,53
242,65
2011
99,93
14,99
27,98
14,34
75,41
248,86
43.14
2.95
3.38
2.11
0.33
1.10
2008
44.62
3.06
3.64
2.25
0.35
1.16
2009
46.13
3.16
3.91
2.27
0.36
1.20
2010
48.28
3.31
4.25
2.53
0.37
1.21
2.29
0.38
1.24
2011
45.97
3.15
4.20
Sumber: Dianalisa dari berbagai sumber
53
Faktor emisi yang digunakan adalah 0,003 ton N/ton untuk aplikasi N di lahan tergenang
dan 0,02 ton N/ton untuk aplikasi di lahan kering maka jumlah N2O yang
diemisikanditunjukkan pada Tabel 5.27.
TAHUN
ZA
NPK
Kandang
Kompos
Jerami
TOTAL
2007
0.37
0.03
0.03
0.02
0.00
0.00
0.46
2008
0.38
0.03
0.24
0.02
0.00
0.00
0.69
2009
0.39
0.03
0.26
0.02
0.00
0.00
0.72
2010
0.42
0.03
0.28
0.03
0.00
0.00
0.76
2011
0.39
0.03
0.28
0.02
0.00
0.00
0.73
Selain dari penambahan N, N2O langsung juga timbul dari proses mineralisasi akibat
perubahan guna lahan dari lahan yang kaya mineral (hutan) ke lahan pertanian.
NO
1.
PERUBAHAN
HUTAN KE
2.
Pertanian Lahan
Kering
Pertanian Campuran
3.
Sawah
JUMLAH
2007
60,96
2008
60.96
2009
60,96
2010
60,96
2011
60,96
1.183,76
1.183,76
1.183,76
1.183,76
1.183,76
39,13
39,13
39,13
39,13
39,13
1.283,85
1.283,85
1.283,85
1.283,85
1.283,85
PERUBAHAN HUTAN KE
2007
2008
2009
2010
2011
1.
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2.
Pertanian Campuran
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
3.
Sawah
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
JUMLAH
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
54
0.46
0.01
0.47
2008
0.69
0.01
0.70
2009
0.72
0.01
0.73
2010
0.76
0.01
0.77
2011
0.73
0.01
0.74
JENIS
FE
0,01
0,0075
0,2
0,1
0,3
SATUAN
Jumlah emisi N2O tidak langsung dari penguapan diperhitungkan dari jumlah
penambahan N dikalikan dengan faktor emisi pupuk dikalikan dengan N yang
penguapan dan redeposisi. Sedangkan N2O tidak langsung dari leaching N dan fraksi
leaching N. Dari perhitungan tersebut emisi N2O tidak langsung dari penambahan N
pengelolaan lahan ditunjukkan pada Tabel 5.32.
Tabel 5.32 Jumlah Emisi N2O dari Pengelolaan Lahan
di DI Yogyakarta Tahun 2007 2011
EMISI N2O TIDAK LANGSUNG
TAHUN
Penguapan Leaching Jumlah
2007
0.102
0.119
0.222
2008
0.106
0.124
0.230
2009
0.110
0.128
0.239
2010
0.116
0.135
0.251
2011
0.111
0.129
0.239
55
NO
1.
2.
JENIS SAWAH
Padi Sawah
Padi Ladang
JUMLAH
2007
98.057
35.312
133.369
2011
100.359
39.808
140.167
107.990
42.837
150.827
105.613
39.811
145.424
106.907
40.151
147.058
Masa tanam padi diperhitungkan selama 100 hari dalam satu kali panen baik pada
sawah maupun ladang. Baseline faktor emisi dengan irigasi terus menerus dan tanpa
pengembalianbahan organik sebesar 1,61 Kg CH4/Ha/Hari. Skala penyediaan air
sebelum waktu tanam 1,22 dan pada saat tanam untuk sawah irigasi sebesar 0,78 dan
untuk sawah tadah hujan sebesar 0,27 sebagaimana dijelaskan pada Tabel 5.34.
Tabel 5.34 Skala Faktor Rejim Air
NO
1.
2.
3.
4.
REJIM AIR
Sebelum penanaman
Sawah non-irigasi
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
FAKTOR SKALA
1.22
0
0.78
0.27
Faktor konversi material organik yang digunakan berdasarkan tipe aplikasi adalah jerami
<30 hari sebesar 1, jerami >30 hari 0,29, kompos 0,05, dan pupuk kandang 0,14.
Tingkat aplikasi terdiri dari jerami dengan pemakaian sebanayak 1,65 ton/Ha yang
berasal dari jerami sisa potong yang tertinggal di sawah dan penggunaan kompos
56
sebanyak 0,5 ton/Ha. Dengan faktor-faktor ini, faktor emisi CH4 harian ditunjukkan pada
Tabel 5.35.
Tabel 5.35 Faktor Emisi CH4 Harian dari Budidaya Padi
Di DI Yogyakarta
JENIS
EKOSISTEM
PADI
Sawah
Ladang
Perhitungan emisi CH4 dari budidaya padi sawah merupakan fungsi faktor emisi dengan
masa tanam dengan luas panen. Hasilnya, emisi CH4 dari penanaman padi di sawah
dan ladang dari tahun 2007 2011 di DI Yogyakarta ditunjukkan pada Tabel 5.36
dibawah ini.
Tabel 5.36 Emisi CH4 dari Penanaman Padi di DI Yogyakarta
Tahun 2007 - 2011
TAHUN
2007
2008
2009
2010
2011
17.14
17.54
18.46
18.68
18.87
57
3.33
3.75
3.75
3.78
4.04
2.14
2.41
2.41
2.43
2.59
JUMLAH
EMISI
CH4 (Gg)
49.30
51.02
53.37
54.00
54.90
TAHUN
1995*
DIY
2,977,525
1996*
368,548
826,245
404,473
674,475
730,272
3,004,013
1997*
369,955
841,885
403,397
674,535
741,188
3,030,960
1998*
371,367
857,820
402,325
674,596
752,266
3,058,374
1999*
372,785
874,057
401,255
674,656
763,510
3,086,264
2000*
374,209
890,602
400,188
674,717
774,922
3,114,638
2001*
375,638
907,459
399,124
674,777
786,505
3,143,503
2002*
377,072
924,636
398,063
674,838
798,261
3,172,869
2003*
378,512
942,138
397,005
674,898
810,193
3,202,745
2004*
379,957
959,971
395,949
674,959
822,302
3,233,138
2005*
381,408
978,141
394,896
675,019
834,593
3,264,058
2006*
382,864
996,656
393,846
675,080
847,068
3,295,514
2007
384,326
1,015,521
392,799
675,140
859,729
3,327,515
2008
385,937
1,035,032
391,821
675,359
872,866
3,361,015
2009
387,493
1,054,751
390,783
675,471
886,061
3,394,559
2010
388,869
1,074,673
389,685
675,474
899,312
3,428,013
2011
390,207
1,093,110
388,627
675,382
911,503
3,458,829
Sumber: Diolah dari BPS, SLHD, dan Data Sekber Kertamantul, 2012
58
Mengacu pada Pedoman Inventarisasi GRK Nasional, rerata timbulan emisi berkisar
antara 0,19 ton/orang/tahun untuk kota kecil dan 0,27 ton/orang/tahun untuk kota
metropolitan. Perhitungan timbulan sampah di DI Yogyakarta menggunakan rerata
timbulan sampah 0,19 ton/orang/tahun untuk Kabupaten Bantul, Gunung Kidul dan
Kulon Progro sementara untuk Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman menggunakan
rerata timbulan sampah 0,22 ton/orang/tahun. Hasilnya, jumlah timbulan sampah per
tahun di DI Yogyakarta dari tahun 1995 2011 disajikan pada Tabel 6.2. Jumlah
timbulan sampah di DI Yogyakarta pada tahun 2011 mencapai 701,63 Gg dengan
komposisi sampah makanan 57%, kertas 15%, kayu 5%, tekstil 3%, plastik 17%, kaca
1% dan lainnya 2%.
Tabel 6.2 Jumlah Timbulan Sampah di DI Yogyakarta Tahun 2007 - 2011
TIMBULAN SAMPAH (Gg)
TAHUN
KULON
YOGYA
SLEMAN
G. KIDUL
BANTUL
DIY
PROGO
KARTA
1995
69.76
178.40
89.22
128.14
136.71
602.22
1996
70.02
181.77
88.98
128.15
138.75
607.68
1997
70.29
185.21
88.75
128.16
140.83
613.24
1998
70.56
188.72
88.51
128.17
142.93
618.90
1999
70.83
192.29
88.28
128.18
145.07
624.65
2000
71.10
195.93
88.04
128.20
147.24
630.50
2001
71.37
199.64
87.81
128.21
149.44
636.46
2002
71.64
203.42
87.57
128.22
151.67
642.53
2003
71.92
207.27
87.34
128.23
153.94
648.70
2004
72.19
211.19
87.11
128.24
156.24
654.97
2005
72.47
215.19
86.88
128.25
158.57
661.36
2006
72.74
219.26
86.65
128.27
160.94
667.86
2007
73.02
223.41
86.42
128.28
163.35
674.48
2008
73.33
227.71
86.20
128.32
165.84
681.40
2009
73.62
232.05
85.97
128.34
168.35
688.33
2010
73.89
236.43
85.73
128.34
170.87
695.25
2011
74.14
240.48
85.50
128.32
173.19
701.63
59
yang mudah terdegradasi maka peluang pembentukan CH4 semakin besar. Terdapat
tiga TPA di DI Yogyakarta yakni TPA Piyungan yang terletak di Kabupaten Bantul,
melayani Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta. TPA ini beroperasi sejak
1995. Data sampah yang masuk ke TPA Piyungan ditimbang, sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 6.1.
TAHUN
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
60
JUMLAH
Gg
429.50
433.20
435.00
437.90
441.80
447.00
450.00
455.00
460.00
464.00
469.00
473.00
486.00
492.00
492.00
509.40
509.41
%
71%
71%
71%
71%
71%
71%
71%
71%
71%
71%
71%
71%
72%
72%
71%
73%
73%
Sedangkan dua lainnya yakni TPA di Kulon Progo dan Gunung Kidul baru beroperasi
tahun 2010. Ketiganya dimasukkan dalam kategori terkelola (managed). Selain itu,
terdapat
pembuangan-pembuangan
ilegal
yang
dimasukkan
pada
TPA
tak
Jika ditinjau dari distribusi sampah yang masuk ke TPA, lihat kembali Tabel 6.3, emisi
CH4 sebagian besar berasal dari sampah yang dibuang ke TPA tak terkategorikan
61
Gambar 6.3 Emisi CH4 dari TPA Piyungan Tahun 1995 - 2011
TPA Piyungan sebagai TPA utama menghasilkan 1/3 emisi CH4 dari pembuangan
sampah di TPA. Perbandingan berat CH4 yang dihasilkan dapat diperbandingkan dari
Gambar 6.1 dan 6.2. Sementara TPA di Kulon Progo dan Gunung Kidul yang beroperasi
tahun 2010, baru mengemisikan CH4 pada tahun 2011 dengan jumlah yang jauh lebih
kecil dari TPA Piyungan.
dibutuhkan adalah berat sampah basah yang dikompos. Data pengelolaan sampah
menunjukkan bahwa jumlah pengomposan mencapai 0,30% pada tahun 2011,
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.4. Pengomposan tercatat di Kabupaten Sleman
sebanyak 2.085 ton dan Kabupaten Kulon Progo sebanyak 15 ton pada tahun 2011.
TAHUN
2007
2008
2009
2010
2011
Emisi yang dihasilkan terdiri dari CH4 sebesar 0,0084 Gg dan N2O sebesar 0,0006 Gg.
Jumlah emisi secara keseluruhan setara dengan 0,3726 Gg CO2e.
Untuk menghitung emisi GRK dari pembakaran sampah secara terbuka dibutuhkan data
berat sampah yang dibakar dan komposisinya. Jumlah timbulan sampah di DI
Yogyakarta pada tahun 2011 mencapai 701,63 Gg dengan komposisi sampah makanan
57%, kertas 15%, kayu 5%, tekstil 3%, plastik 17%, kaca 1% dan lainnya 2%.
TAHUN
2007
Lainnya
0.61
2008
681.40
3.00%
3.68
11.65
1.02
3.48
0.61
2009
688.33
2.70%
3.35
10.59
0.93
3.16
0.56
2010
695.25
2.70%
3.38
10.70
0.94
3.19
0.56
701.63
2.70%
3.41
10.80
0.95
3.22
Sumber: Diolah dari BPS, SLHD, dan Data Sekber Kertamantul, 2012
0.57
2011
C fosil
1
0
0
0
100
100
Pembakaran terbuka terjadi dengantingkat oksidasi 58% sementara itu faktor emisi per
jenis GRK, ditunjukkan pada Tabel 6.8.
64
Tabel 6.8 Faktor Oksidasi dan Emisi pada Pembakaran Terbuka Sampah
NO
FAKTOR
CO2
CH4
N2O
1.
2.
Oksidasi
0.58
0.58
0.58
0.00015
Dengan mempertimbangkan data kegiatan, faktor oksidasi dan emisi yang dipaparkan
diatas, emisi GRK dapat diperhitungkan 6.9. Emisi GRK yang dihasilkan dari
pembakaran terbuka sampah terdiri dari CO2 sebesar 5,19 Gg, CH4 sebesar 0,0092 Gg,
dan N2O sebesar 0,0002 Gg pada tahun 2011.
Tabel 6.9 Emisi GRK dari Pembakaran Sampah
di DI Yogyakarta Tahun 2007 - 2011
EMISI (Gg)
TAHUN
CO2
CH4
N2O
2007
0.00555 0.0000098 0.0000002
2008
2009
2010
2011
0.00561
0.00510
0.00515
0.00520
0.0000099
0.0000090
0.0000091
0.0000092
0.0000002
0.0000002
0.0000002
0.0000002
TAHUN
2007
2008
61.34
72.68
65
20.05
2.56
4.71
2009
JUMLAH
PENDUDUK
(Jiwa)
3,394,559
61.95
72.68
20.05
2.96
4.31
2010
3,428,013
62.56
72.68
20.05
3.33
3.94
2011
3,458,829
63.12
72.68
20.05
3.74
3.53
TAHUN
TOW
(Gg)
Cubluk
IPAL
Saluran
Sumber: Diolah dari BPS, SLHD, dan Data Sekber Kertamantul, 2012
Untuk menghitung emisi CH4, digunakan nilai Faktor Konversi Metan sebesar 0,5 untuk
septic tank, 0,7 untuk cubluk, 0 untuk saluran buangan dan 0,1 untuk tidak ada
sistem/dibuang langsung ke perairan. Nilai CH4 maksimal digunakan 0,3 untuk septic
tank, 0,4 untuk cubluk, 0 untuk saluran buangan, dan 0,1 untuk pembuangan ke
perairan. Dengan faktor-faktor tersebut, jumlah emisi CH4 dari pengolahan limbah cair di
DI Yogyakarta pada tahun 2010 sebesar 10,45 Gg CH4 atau setara dengan 219,36 Gg
CO2e seperti pada Tabel 6.13.
Tabel 6.11Emisi CH4 dari Pengolahan Air Limbah Domestik
Tahun 2007-2011
TAHUN
2007
2008
2009
2010
2011
Cubluk
IPAL
Saluran
JUMLAH
CH4
(Gg)
13.24
13.37
5.11
5.17
0.19
0.17
18.54
18.71
13.51
13.64
5.22
5.27
0.16
0.15
18.88
19.06
13.76
5.32
0.13
19.21
Selain menghasilkan CH4, limbah cair domestik juga menghasilkan emisi N2O yang
bersumber dari protein yang terbuang dari konsumsi sehari-hari.
Perhitungan N2O
diawali dengan menghhitung jumlah N dalam protein. Konsumsi protein rata-rata per
orang per hari, protein yang masuk limbah, fraksi N dalam protein, dan faktor emisinya
ditunjukkan pada Tabel 6.14.
Tabel 6.12 Koefisien Perhitungan N2O dari Limbah Cair Domestik
NO
KOEFISIEN
NILAI
SATUAN
1.
Kg/orang/tahun
Konsumsi Protein
17.76
2.
Protein masuk limbah
1.1
3.
Fraksi N dalam Protein
0.16
66
NO
4.
5.
KOEFISIEN
NILAI
Codischarge industry
SATUAN
1.25
Faktor Emisi N
0.005
Kg N2O-N/Kg N
Dengan menggunakan data jumlah penduduk dan koefisien diatas maka N2O dapat
diperhitungkan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.15.
Tabel 6.13Jumlah Emisi N2O dari Limbah Cair Domestik
Di DI Yogyakarta Tahun 2007 - 2011
N TERBUANG
EMISI N2O
TAHUN
(Gg)
(Gg)
13.0013
2007
0.1022
13.1322
2008
0.1032
2009
13.2632
0.1042
2010
13.3939
0.1052
2011
13.5143
0.1062
67
Inventarisasi Emisi GRK DI Yogyakarta tahun 2011 menjadi sarana untuk mengetahui
status dan kecenderungan emisi dan rosot GRK sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Inventarisasi Emisi Gas Rumah
Kaca. Inventarisasi ini merupakan upaya kedua DI Yogyakarta untuk menghitung emisi
GRK di wilayah DI Yogyakarta yang melibatkan berbagai sektor penghasil emisi,
instansi horisontal maupun vertikal.
Inventarisasi GRK ini berupaya mencakup sektor dan kategori yang lebih luas dari
inventarisasi tahun sebelumnya. Inventarisasi ini juga menghitung status emisi GRK
lima tahun mulai dari tahun 2007 2011, agar kecenderungan perkembangannya dapat
diketahui. Jumlah emisi GRK di DI Yogyakarta pada tahun 2011 mencapai 6.672,66 Gg
CO2e yang terdiri dari sektor pengadaan dan penggunaan energi sebesar 3.009,15 Gg
CO2e; sektor proses dan produk industri sebesar 368,42 Gg CO2e; sektor pertanian,
kehutanan dan pemanfaatan lahan mencapai 2.467,58 Gg CO2e; dan sektor
pengelolaan limbah sebesar 826,51 Gg CO2e.
Secara agregat, jumlah emisi GRK tahun 2011 merupakan emisi yang terbesar
dibanding tahun tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan emisi GRK berkisar antara
4,13% sampai dengan 15,04%, dengan kenaikan tertinggi terjadi dari tahun 2008 ke
2009. Rerata pertumbuhan emisi dari tahun 2007 2011 mencapai 6,71%.
Berdasarkan jenis emisi GRK, emisi CO2 masih merupakan penyumbang terbesar yakni
53,56%, CH4 sebesar 38,27% dan N2O mencapai 8,17%.
68
LAMPIRAN
Lampiran 1.1. Jumlah Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar di Industri Pengolahan dan Konstruksi Tahun 2011
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
CO2
Konsumsi
(L)
67,753.43
67,753,431
9,763.66
9,763,657
0.03
322.20
69,300
22.33
0.001
0.6
0.000
0.03
69,300
424.63
424,626
0.03
14.01
69,300
0.97
0.000
0.6
8.40759E-06
Bahan Kimia
168.84
168,835
0.03
5.57
69,300
0.39
0.000
0.6
3.34293E-06
806.36
806,356
0.03
26.61
69,300
1.84
0.000
0.6
1.59658E-05
3,147.71
3,147,710
0.03
103.87
69,300
7.20
0.000
0.6
6.23247E-05
393.40
393,395
0.03
12.98
69,300
0.90
0.000
0.6
7.78922E-06
7.72
7,716
0.03
0.25
69,300
0.02
0.000
0.6
1.52777E-07
204.36
204,358
0.03
6.74
69,300
0.47
0.000
0.6
4.04629E-06
1.87
1,867
0.03
0.06
69,300
0.00
0.000
0.6
3.69666E-08
2,003.66
2,003,660
0.03
66.12
69,300
4.58
0.000
0.6
3.96725E-05
Bensin
Besi dan Baja
Mineral Non-logam
Peralatan Transportasi
Permesinan
Pertambangan Non Migas
dan galian
Kayu dan Produk Kayu
Konstruksi
C=A*B
2,513.76
Emisi CO2
(Gg CO2)
FE CH4
(Kg
CH4/Tj)
E=C*D/106
N2O
Konsumsi
(kliter)
Konsumsi
(Tj)
FE CO2
(Kg
CO2/Tj)
CH4
Faktor
Konversi
(Tj/kL)
184.22
69
Emisi CH4
(Gg CH4)
FE N2O
(Kg
N2O/Tj)
G=C*F/106
I=C*H/106
0.008
0.002
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
CO2
Konsumsi
(L)
C=A*B
E=C*D/106
G=C*F/106
I=C*H/106
2,577.11
2,577,114
0.03
85.04
69,300
5.89
0.000
0.6
5.10269E-05
28.02
28,020
0.03
0.92
69,300
0.06
0.000
0.6
5.54796E-07
53,169.52
53,169,521
0.04
2,020.44
74,100
149.71
0.006
0.6
0.001
0.04
69,300
703.36
703,361
0.04
26.73
74,100
1.98
0.000
0.6
1.60366E-05
2,658.48
2,658,477
0.04
101.02
74,100
7.49
0.000
0.6
6.06133E-05
118.47
118,471
0.04
4.50
74,100
0.33
0.000
0.6
2.70114E-06
32,664.60
32,664,603
0.04
1,241.25
74,100
91.98
0.004
0.6
0.000744753
6,040.62
6,040,620
0.04
229.54
74,100
17.01
0.001
0.6
0.000137726
4.10
4,095
0.04
0.16
74,100
0.01
0.000
0.6
9.3366E-08
Permesinan
Pertambangan Non Migas
dan galian
1,249.10
1,249,095
0.04
47.47
74,100
3.52
0.000
0.6
2.84794E-05
1,769.40
1,769,396
0.04
67.24
74,100
4.98
0.000
0.6
4.03422E-05
5,970.05
5,970,054
0.04
226.86
74,100
16.81
0.001
0.6
0.000136117
0.6
0.000
0.6
Konstruksi
Tekstil & Kulit
0.04
1,899.15
1,899,149
0.04
Emisi CO2
(Gg CO2)
FE CH4
(Kg
CH4/Tj)
N2O
Konsumsi
(kliter)
Konsumsi
(Tj)
FE CO2
(Kg
CO2/Tj)
CH4
Faktor
Konversi
(Tj/kL)
74,100
72.17
74,100
70
5.35
Emisi CH4
(Gg CH4)
FE N2O
(Kg
N2O/Tj)
4.33006E-05
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
CO2
Konsumsi
(Tj)
FE CO2
(Kg
CO2/Tj)
CH4
Emisi CO2
(Gg CO2)
FE CH4
(Kg
CH4/Tj)
N2O
Konsumsi
(kliter)
Konsumsi
(L)
Faktor
Konversi
(Tj/kL)
Emisi CH4
(Gg CH4)
FE N2O
(Kg
N2O/Tj)
C=A*B
E=C*D/106
G=C*F/106
I=C*H/106
92.20
92,200
0.04
3.50
74,100
0.26
0.000
0.6
2.10216E-06
4,820.25
4,820,253
0.04
171.12
71,148
12.17
0.001
0.6
0.000102671
0.04
71,148
32.64
32,640
0.04
1.16
71,148
0.08
0.000
0.6
6.95232E-07
2.17
2,172
0.04
0.08
71,148
0.01
0.000
0.6
4.62636E-08
64.25
64,251
0.04
2.28
71,148
0.16
0.000
0.6
1.36855E-06
152.28
152,281
0.04
5.41
71,148
0.38
0.000
0.6
3.24359E-06
Mineral Non-logam
195.27
195,274
0.04
6.93
71,148
0.49
0.000
0.6
4.15934E-06
0.04
71,148
0.6
Peralatan Transportasi
Permesinan
Pertambangan Non Migas
dan galian
Kayu dan Produk Kayu
1.00
1,000
0.04
0.04
71,148
0.00
0.000
0.6
2.13E-08
2,260.95
2,260,953
0.04
80.26
71,148
5.71
0.000
0.6
4.81583E-05
712.30
712,302
0.04
25.29
71,148
1.80
0.000
0.6
1.5172E-05
0.6
Konstruksi
Tekstil & Kulit
Industri Tidak Spesifik
0.04
1,399.38
-
1,399,380
71,148
0.04
49.68
71,148
3.53
0.000
0.6
2.98068E-05
0.04
71,148
0.6
71
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
CO2
Konsumsi
(L)
8,000.53
12,048,803
Batubara (ton)
8,000.53
12,048,803
0.02
151.21
98,300
14.86
10
0.002
1.5
0.000226815
0.02
98,300
10
0.02
98,300
10
1.5
0.02
0.54
98,300
0.05
10
0.000
1.5
8.11721E-07
0.02
98,300
10
1.5
0.02
52.55
98,300
5.17
10
0.001
1.5
7.88303E-05
29
43,120
2,781
4,187,599
C=A*B
151.21
Emisi CO2
(Gg CO2)
FE CH4
(Kg
CH4/Tj)
E=C*D/106
N2O
Konsumsi
(kliter)
Bahan Kimia
Konsumsi
(Tj)
FE CO2
(Kg
CO2/Tj)
CH4
Faktor
Konversi
(Tj/kL)
14.86
Emisi CH4
(Gg CH4)
FE N2O
(Kg
N2O/Tj)
G=C*F/106
I=C*H/106
0.002
0.000
Mineral Non-logam
0.02
98,300
10
1.5
Peralatan Transportasi
0.02
98,300
10
1.5
Permesinan
Pertambangan non migas
dan galian
0.02
98,300
10
1.5
0.02
0.02
98,300
0.00
10
0.000
1.5
2.99313E-08
0.02
98,300
10
1.5
Konstruksi
0.04
10
0.6
5,190
-
1,590
7,816,494
98,300
0.02
98.10
98,300
9.64
10
0.001
1.5
0.000147143
0.02
98,300
10
1.5
72
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
CO2
Konsumsi
(kliter)
Konsumsi
(L)
Faktor
Konversi
(Tj/kL)
93,418.37
93,418
93,418.37
93,418
Konsumsi
(Tj)
FE CO2
(Kg
CO2/Tj)
C=A*B
4.42
CH4
Emisi CO2
(Gg CO2)
FE CH4
(Kg
CH4/Tj)
E=C*D/106
0.28
N2O
Emisi CH4
(Gg CH4)
FE N2O
(Kg
N2O/Tj)
G=C*F/106
I=C*H/106
0.000
0.000
0.00
4.42
63,100
0.28
0.000
0.1
4.41869E-07
0.00
63,100
0.1
0.00
0.53
63,100
0.03
0.000
0.1
5.30918E-08
0.00
63,100
0.1
0.00
63,100
0.1
0.00
1.98
63,100
0.12
0.000
0.1
1.97646E-07
0.00
63,100
0.1
Peralatan Transportasi
0.00
63,100
0.1
0.00
0.17
63,100
0.01
0.000
0.1
1.68929E-08
0.00
63,100
0.1
11,224.49
11,224
Bahan Kimia
Pulp, Kertas, & Cetakan
Makanan, Minuman &
Tembakau
Permesinan
Pertambangan Non
Migas & Galian
Kayu & Produk Kayu
Konstruksi
41,785.71
3,571.43
41,786
3,571
8,673.47
8,673
0.00
0.41
63,100
0.03
0.000
0.1
4.10255E-08
27,551.02
27,551
0.00
1.30
63,100
0.08
0.000
0.1
1.30316E-07
0.00
63,100
0.1
0.00
0.03
63,100
0.00
0.000
0.1
2.89592E-09
612.24
612
73
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
CO2
Konsumsi
(kliter)
Konsumsi
(L)
Faktor
Konversi
(Tj/kL)
Konsumsi
(Tj)
FE CO2
(Kg
CO2/Tj)
C=A*B
CH4
Emisi CO2
(Gg CO2)
FE CH4
(Kg
CH4/Tj)
E=C*D/106
N2O
Emisi CH4
(Gg CH4)
FE N2O
(Kg
N2O/Tj)
G=C*F/106
I=C*H/106
Total
199.36
0.009
0.002
CO2e (Ggram)
199.36
0.190
0.538
200.09
74
Lampiran 1.2 Perhitungan Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar di Angkutan Jalan Tahun 2011
JENIS KENDARAAN
Yogyakarta
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Beban
Bus
Kendaraan Khusus
Sleman
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Beban
Bus
Kendaraan Khusus
Bantul
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Beban
Bus
Kendaraan Khusus
Gunung Kidul
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Beban
Bus
Kendaraan Khusus
Kulon Progo
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Beban
Bus
Kendaraan Khusus
Data dari luar DIY
TOTAL
BANYAK NYA
PERJALANAN
/HARI (Km)
EFISIENSI
(Km/l)
HARI PERJA
LANAN/THN
323,126
43,863
12,933
2,110
233
22.5
22.5
22.5
22.5
22.5
40
12
9
9
9
365
365
365
365
365
502,801
55,691
12,193
6,939
87
22.5
22.5
22.5
22.5
22.5
40
12
9
9
9
365
365
365
365
365
345,948
25,258
11,591
731
51
22.5
22.5
22.5
22.5
22.5
40
12
9
9
9
365
365
365
365
365
138,766
7,694
5,316
766
66
22.5
22.5
22.5
22.5
22.5
40
12
9
9
9
365
365
365
365
365
112,024
5,761
3,257
441
59
22.5
22.5
22.5
22.5
22.5
40
12
9
9
9
365
365
365
365
365
483,280
75
53,122
Lampiran 1.3 Perhitungan Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar di Transportasi Kereta 2011
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
Bahan Bakar
Cair
Bensin
Solar
20.528
0
540.20
CO2
FE CO2
(Kg
CO2/Tj)
D
0.033
0.038
0
20.5276
CH4
Emisi CO2
(Gg CO2)
E=C*D/106
FE CH4
(Kg
CH4/Tj)
F
1.521
69300
74100
76
0
1.52109516
Emisi CH4
(Gg CH4)
G=C*F/106
N2O
FE N2O
(Kg
N2O/Tj)
H
0.000
3
3
0
6.15828E-05
Emisi
N2O (Gg
N2O)
I=C*H/106
0.000
0.6
0.6
0
1.23E-05
Lampiran 1.4. Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar di Kegiatan Lainnya Tahun 2011
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
CO2
Konsumsi
(Tj)
FE CO2
(Kg CO2/Tj)
C=A*B
D
99.852
83.448
83.448
16.404
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
69300
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
74100
71148
77
CH4
Emisi CO2
(Gg CO2)
E=C*D/106
7.351
6.183
6.183
1.167
FE CH4
(Kg CH4/Tj)
N2O
Emisi CH4
(Gg CH4)
F
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
G=C*F/106
0.000
0.000
0.000
0.000
FE N2O (Kg
N2O/Tj)
H
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
Yogyakarta
Komersial/Kantor
Perumahan
Bantul
Komersial/Kantor
Perumahan
Sleman
Komersial/Kantor
Perumahan
Kulon Progo
Komersial/Kantor
Perumahan
Gunung Kidul
Komersial/Kantor
Perumahan
Bahan Bakar Padat
Batubara (ton)
Yogyakarta
Komersial/Kantor
Perumahan
Bantul
Komersial/Kantor
Perumahan
Sleman
Komersial/Kantor
Perumahan
Kulon Progo
Komersial/Kantor
Perumahan
Gunung Kidul
Komersial/Kantor
Perumahan
Bahan Bakar Gas*
LPG (Kg)
Yogyakarta
Komersial/Kantor
CO2
Konsumsi
(Tj)
16.404
2,519.105
2,519.105
1,239.596
FE CO2
(Kg CO2/Tj)
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
71148
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
98300
63100
63100
63100
78
CH4
Emisi CO2
(Gg CO2)
1.167
158.956
158.956
78.219
FE CH4
(Kg CH4/Tj)
N2O
Emisi CH4
(Gg CH4)
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
1
1
1
0.000
0.003
0.003
0.001
FE N2O (Kg
N2O/Tj)
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
0.1
0.1
0.1
Sektor
Kategori
Kode Kategori
Lembar
Perumahan
Bantul
Komersial/Kantor
Perumahan
Sleman
Komersial/Kantor
Perumahan
Kulon Progo
Komersial/Kantor
Perumahan
Gunung Kidul
Komersial/Kantor
Perumahan
Total Emisi
Total Emisi dalam CO2e
CO2
Konsumsi
(Tj)
656.436
3.273
72.778
258.176
288.846
FE CO2
(Kg CO2/Tj)
63100
63100
63100
63100
63100
63100
63100
63100
63100
63100
63100
63100
63100
79
CH4
Emisi CO2
(Gg CO2)
41.421
0.207
4.592
16.291
18.226
166.306
FE CH4
(Kg CH4/Tj)
N2O
Emisi CH4
(Gg CH4)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.001
0.000
0.000
0.000
0.000
0.003
FE N2O (Kg
N2O/Tj)
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
KATEGORI
Padat
1A
1A1
1A2
1A2a
1A2b
1A2c
1A2d
1A2e
1A2f
1A2g
1A2h
Pembakaran
Bahan Bakar
Industri
Penghasil Energi
Industri
Manufaktur &
Konstruksi
1A2j
Permesinan
Pertambangan
Non Migas &
Galian
Kayu & Produk
Kayu
1A2k
Konstruksi
1A2l
1A2m
1A3
Transportasi
1A3a
Penerbangan
1A2i
12,048,803.00
Padat
Cair
Gas
Lain
85,734.45
53,351,452.37
CO2
Cair
CH4
22,385.11
2.28
Gas
N2O
CO2
CH4
N2O
0.34
1,440.01
0.54
0.06
Total
CO2
CH4
N2O
159.23
0.00
0.00
CO2
23,984.36
-
12,048,803.00
EMISI (Gg)
KEGIATAN (Tj)
67,753.43
-
43,120.00
4,187,599.00
1,160.63
93,418.37
22,385.11
11,224.49
2,829.48
989.08
35,964.59
2.28
184.22
0.01
0.00
0.00
0.00
22,569.61
2.82
0.40
24,168.09
0.34
22,723.95
2.28
3.03
0.00
0.00
0.03
0.00
0.00
3.07
0.00
0.00
3.08
0.00
7.88
0.00
0.00
87.99
0.01
0.00
88.57
2.34
0.00
0.00
2.34
0.00
0.00
2.35
0.12
99.56
0.00
0.00
0.12
0.00
0.00
7,879.70
0.80
0.12
7,933.46
7,780.01
0.79
CO2e
0.01
0.28
N2O
80.11
41,785.71
0.34
CH4
6,629.29
18.40
0.00
0.00
18.40
0.00
0.00
18.46
11.81
0.03
0.00
0.00
0.03
0.00
0.00
0.03
1,454.45
3.99
0.00
0.00
0.01
0.00
0.00
4.00
0.00
0.00
4.01
0.00
10.70
0.00
0.00
13.65
0.00
0.00
13.71
23.19
0.00
0.00
0.03
0.00
0.00
23.22
0.00
0.00
23.30
0.08
0.00
0.00
0.08
0.00
0.00
0.08
14,536.81
1.48
0.22
14,636.58
0.33
0.00
0.00
0.33
1,248.44
0.53
0.06
1,277.79
1,590.00
4,032.22
-
7,816,494.00
8,686.02
5,875.64
120.22
17,881.16
3,571.43
-
2.95
0.00
8,673.47
27,551.02
14,522.03
612.24
-
1.48
0.22
14.78
0.00
0.00
0.32
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1,248.44
0.53
0.06
80
EMISI (Gg)
KEGIATAN (Tj)
KATEGORI
Padat
Cair
Padat
Gas
Lain
CO2
Cair
CH4
N2O
CO2
Gas
CH4
N2O
CO2
CH4
Total
N2O
CO2
CH4
Sipil
1A3b
Transportasi
Jalan
1A3c
Kereta Api
1A3d
Angkutan Air
Transportasi
Lainnya
1A3e
1A4
1,246.92
0.53
0.06
1,246.92
0.53
0.06
1,276.26
20.53
1.52
0.00
0.00
1.52
0.00
0.00
1.53
99.85
53,258,034.00
83.45
16.40
1A4c
Perumahan
Pertanian/Kehuta
nan/Perikanan
1A5
Lain-lain
1B
EMISI FUGITIF
1A4b
CO2e
-
17,860.64
Kegiatan Lainnya
Komersial &
Perkantoran
1A4a
N2O
-
7.35
0.00
0.00
158.96
26,207,112.00
6.18
0.00
0.00
78.22
27,050,922.00
1.17
0.00
0.00
80.74
81
0.00
0.00
0.00
166.31
0.00
0.00
166.35
0.00
84.40
6.18
0.00
214.29
0.00
81.90
1.17
0.00
106.42