Vous êtes sur la page 1sur 13

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ILEUS OBSTRUKSI

A. DEFINISI
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding
usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen
usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Guyton, 2005). Ileus
obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007).
B. ETIOLOGI
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :
1. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative),
hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses
intraabdominal.
2. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chrons disease, diverticulitis), neoplasma,
traumatik, dan intususepsi.
3. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus,
misalnya benda asing, batu empedu.
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Manif, 2008):
1. Hernia inkarserata
Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola
secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat
atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis
setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi
ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai
keluar dar i rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.
Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan
dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling
sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri
atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati

akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing
berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal
dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan
terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan
volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau
tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium
dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium
f.

yang menekan usus.


Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu
masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di
usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah

karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.


C. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan
menjadi, antara lain:
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai
ileumterminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal
sampairectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
antara lain :
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga
makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/ sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah),

antara lain karena atresia usus dan neoplasma


3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis atau gangren. Seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan
volvulus.
(Manif, 2008)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Obstruksi sederhana
- Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen
usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan
usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus

halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi
muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan
menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di
perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan
semakin fekulen. Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut
dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa
normal sampai demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada
pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.
Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai
dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas
operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri
iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka
dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat
sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus
menerus menunjukkanadanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat
keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah
gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada
penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila
katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon
terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus.
Muntah feka lakan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum
karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada
pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan
usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic
sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa
menunjukkan adanya strangulasi.
(Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
Gambaran pertama dalam pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita
ileus obstruktif merupakan adanya tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Karena lebih banyak
cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul demam, takikardia
dan penurunan tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan
kemunculan distensi, parut abdomen (yang menggambarkan perlekatan pasca
bedah), hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus bukti gelombang
peristaltik terlihat pada dinding abdomen dan dapat berkorelasi dengan nyeri
kolik. Tanda demikian menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik
dalam mekanik sederhana adalah adanya episodik gemerincing logam bernada

tinggi dan bergelora (rush) pada waktu penderita dalam kondisi tenang. Gelora
tersebut bersamaan dengan nyeri kolik. Pada obstruksi strangulata tidak
ditemukan tanda ini.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rektum dan pelvis. Apabila dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta adanya
feses di dalam kubah rektum menggambarkan terjadinya obstruksi di proksimal.
Jika darah makroskopik ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin
bahwa obstruksi didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) :
meningkat akibat dehidrasi
b. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat,
Na+ dan Cl- rendah.
c. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula
connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi
perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
d. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi
barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat
dan penyebab
e. Foto polos Abdomen

f.

Untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan

usus besar
Berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran

anak tangga dan air fluid level.


o Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.
o Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan

sembuh

dengansendirinya

tanpa

pengobatan,

terutama

jika

disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah


sakit. (Sjamsuhidajat, 2003).
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif (Sari,
2005; Sjamsuhidajat, 2003).
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :-StrangulasiObstruksi lengkap-Hernia inkarserata-Tidak ada perbaikan dengan pengobatan

konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (Sari, 2005;


Sjamsuhidajat, 2003).

3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam
keadaan paralitik (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
G. KOMPLIKASI
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang
berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan
akibat peritonitis umum (Sjamsuhidajat, 2003).

H. PATOFISIOLOGI
Predisposisi sistemik, meliputi: sepsis, obat-obatan, gangguan elektrolit dan metabolik,
infarkmiokard, pneumonia, trauma, biller dan ginjal kolik, cedera kepala dan prosedur
bedah saraf, inflamasi intra-abdomen dan peritonitis, hematona retroperitoneal

Predisposisi pascaoperatif bedah


abdominal

Tersumbatnya lumen usus

Obstruksi menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi


akumulasi gas dan cairan

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen (70% dari gas yang tertelan)

Ileus obstruktif

Ketidakmampuan absorpsi
air
Penurunan intake cairan

Respons psikologis
misinterpretasi perawatan
dan pengobatan

Hilangnya kemampuan
intestinal dalam pasase
material feses

Kecemasan pemenuhan
informasi

Konstipasi

Gangguan gastrointestinal

Distensi Abdomen

Mual, muntah,
kembung, anoreksia

Nyeri
Asupan nutrisi tidak
adekuat

Risiko
ketidakseimbangan
cairan
Penurunan volume cairan

Respons lokal saraf


terhadap inflamasi

Risiko tinggi syok


hipovolemik

Kehilangan cairan dan


elektrolit
Risiko
Ketidakseimbangan
cairan elektrolit

Ketidakseimbangan
nutrisi2011)
kurang dari
(Muttaqin,
kebutuhan tubuh

ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya terjadi
pada semua umur, terutama dewasa laki laki maupun perempuan)
b. Keluhan Utama
nyeri pada perut
c. Riwayat Penyakit Sekarang
nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak dapat BAB dan flatus dalam
beberapa hari)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit hernia, divertikulum.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan yeyenum.
f. Activity Daily Life
1) Nutrisi
Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah.
2) Eliminasi
Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena peristaltik
usus menurun/ berhenti.
3) Istirahat
Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah.
4) Aktivitas
Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring
sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
5) Personal Hygiene
klien tidak mampu merawat dirinya.
g. Pemeriksaan
1) Keadaan umum:
Lemah, kesadaran menurun sampai
meningkat(39o

C),

pernapasan

syok

hipovolemia

meningkat(24x/mnt),

suhu
nadi

meningkat(110x/mnt) tekanan darah(130/90 mmHg)


2) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)
a. Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
oedema, tekanan darah 130/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar
normal
b. Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada
normal, dada simetris, sonor (kanan kiri), tidak ada wheezing dan
tidak ada ronchi
c. Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi.
d. Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc
e. Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan
f.

aktivitas secara mandiri


Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak
ada sianosis, pucat

g. Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba


keras, adanya nyeri tekan, hipertimpani, bising usus > 12x/mnt,
distensi abdomen.

2. RENCANA INTERVENSI
a. Konstipasi b.d hipomotilitas
Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, klien tidak terjadi konstipasi atau mengalami perbaikan
Kriteria Hasil:
o

Klien sudah mampu flatus dan keinginan untuk melakukan BAB

Bising usus terdengar normal,frekuensi 5-25 x/menit

Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal
INTERVENSI
Kaji faktor predisposisi terjadinya ileus

RASIONAL
Predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi
terdapat faktor presdisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko
terjadinya ileus. Hal ini harus segera dikolaborasikan untuk mendapat
intervensi medis misalnya adanya sepsis harus diatasi kondisi gangguan
elektrolit harus dikoreksi
Monitoring status cairan
Penurunan volume cairan akan meningkatkan risiko ileus semakin parah
karena
terjadi
gangguan
elektrolit.
Peran
perawat
harus
mendokumentasikan kondisi status cairan dan harus melaporkan apabila
didapatkan adanya perubahan yang signifikan
Evaluasi secara berkala laporan pasien Pemantauan secara rutin dapat memberikan data dasar pada perawat atau
tentang flatus dan periksa kondisi bising usus
sebagai peran untuk kolaborasi dengan medis tentang kondisi perbakan
ileus. Hasil evaluasi harus didokumentasikan secara hati-hati pada status
medis
Pasang selang nasogastrik
Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk menurunkan keluhan
lambung kembung dan distensi abdomen. Perawat melakukan pemantauan
setiap 4 jam dari pengeluaran pada selang nasogastrik
Kolaborasi opioid antagonis selektif
Alvimopan ini ditujukan untuk membantu mencegah ileus postoperatif
reseksi usus

b. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah,ketidakmampuan absorpsi air
oleh intestinal
Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil:
o

Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal

TD: 130/80, N: 80-100x/menit, RR: 16-20x/menit,S: 36,5-37,5 C

CRT < 3 detik, urin > 600ml/hari

Lab: nilai elektrolit normal

INTERVENSI
Monitoring status cairan (turgor kulit,
membran mukosa, urine output)

RASIONAL
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume
cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi
urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik
Kaji sumber kehilangan cairan
Kehilangan cairan dari muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium via oral yang juga
akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit
Dokumentasikan intake dan output Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara
cairan
umum
Monitor TTV secara berkala
Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya
sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer
perifer, dan diaforesis secara teratur
Kolaborasi
- Pertahankan pemberian cairan Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam
melakukan kontrol intake dan output cairan
secara intravena
- Evaluasi kadar elektrolit
Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah pada pasien
peritonitis

c. Risko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat
Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam asupan nutrisi dapat optimal dilaksanakan
Kriteria Hasil:
o

Bising usus kembali normal dengan frekuensi 5-25 x/menit

Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat

Terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen

Berat badan pada hari ke-5 pascabedah meningkat minimal 0,5kg

INTERVENSI
Evaluasi
secara
berkala
motilitas usus
Hindari intake secara oral
Berikan nutrisi parenteral

RASIONAL
kondisi Sebagai data dasar teknik pemberian asupan nutrisi
Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun, kondisi
ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral
Pemberian enteral diberikan secara hatsi-hati dan dilakukan secara bertahap sesuai
tingkat toleransi dari pasien
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan

Pantau intake dan output, anjurkan


untuk timbang berat badan secara
periodik
Lakukan oral hygiene
Untuk menurunkan risiko infeksi oral
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Ahli gizi terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan
jenis nutrisi yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan individu
pasien

DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C., Hall J.E. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Manif Niko, Kartadinata. (2008). Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran 29.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. (2003). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Sari, Dina, et al. (2005). Chirurgica. Yogyakarta: Tosca Enterprise.
Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC:
Jakarta
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Vous aimerez peut-être aussi