Vous êtes sur la page 1sur 22

LAPORAN KASUS SEROSIS HEPATIS

1. Riwayat Penyakit.
Pasien masuk ke rumah sakit tanggal 22 November 2007 via IGD dengan keluhan
kaki, perut dan daerah kelaminnya bengkak sejak 2 minggu yang lalu, jika buang air
kecil berwarna merah , mata kuning, sebebelumnya pasien juga rutin berobat ke
puskesmas mulai dari bulan Agustus 2007, namun pasien sendiri tidak menyadari jika
penyakit yang dideritanya seberat sekarang. Tanda-tanda vital saat masuk TD=
120/80 mmhg, nadi 84 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, suhu 37 0C. Kesadaran
compus mentis. Pasien mempunyai riwayat minum alkohol sejak tahun 1980, riwayat
hipertensi tidak ada, Penyakit DM juga tidak ada. Keluarga pasien juga tidak ada
yang menderita penyakit kronis.
Pengkajian Fokus
Hasil Pengkajian Tanggal 26-11-2007 :
Data sabjektif :
-

Pasien mengatakan mempunyai riwayat minum alkohol sejak tahun 1980 dan
mulai berhenti pada saat sakit yang dideritanya sekarang

Pasien mengatakan badanya bengkak sejak 2 minggu yang lalu dan belum ada
perubahan sampai saat ini

Pasien juga mengatakan perutnya terasa tegang sehingga sulit untuk bernapas

Pasien juga mengatakan tidak bisa makan dalam porsi yang banyak, jadi mau
muntah dan perut terasa cepat penuh. Makan hanya habis porsi dan nasi yang
tersedia keras sulit untuk dicerna.

Pasien mengatakan buang air besarnya berwarna hitam sejak 2 minggu yang lalu

Data Objektif:
-

Diagnosa medis : Serosis hepatis

Kesadaran : Compos mentis

Konjungtiva anemis

Terdapat tanda eritema palmaris pada telapak tangan kiri pasien

Terdapat spider telangiektasi pada bahu dan dada pasien

Edema pada kedua tungkai bawah dengan derajat edema 4

Tanda-tanda dekubitus tidak ada

Pasien bedrest di tempat tidur

Asites dengan lingkar perut 90 cm

Skrotum membesar

BB meningkat 10 kg selama sakit ( sebelum sakit 50 kg selama sakit 60 kg )

Shiffting dullnes

Bising usus + 14 kali/menit

Ektrimitas akral hangat

Kapilari refil < 3 dt

Urine berwarna coklat tua

Pasien tampak gelisah

Terpasang IVFD asering ( RL ) 10 tt/mt.

Terpasang Kateter

Pemeriksaan jantung : Bj 1 dan 2 normal, gallop tidak ada, capillary refil <3
detik, nyeri dada tidak ada, tanda-tanda vital : TD = 120/80 mmhg, N= 96 x/mt,
RR= 24x/mt, S= 360C.

Pemeriksaan Penunjang
-

Hasil pemeriksan gambaran darah tepi


Normositik normokrom, polikromasia +
Morfologi normal : kesan jumlah meningkat, target sel +
Anemia normositik normokrom, leukositosis, trombisitosis.

Pemeriksaan USG tangal 29-11-2007


- Tampak pembesaran hati dan tumpul, tampak massa lobus kanan berdiameter
6,87x6,13, gambaran lien sedikit membesar. Tampak asites.

Hasil laboratorium:

HB
HT
Leukosit
Trombosit
VER
HER
KHER
Fungsi hati
SGOT
SGPT
Diabetes
GDS
GDP
Elektrolit
Na
Kalium
klorida
Hematologi
LED
Kimia klinik:
Fungsi ginjal
Asam urat
Lemak
Trigliserida
Kholesteol total
Kholesterol HDl
Kholesterol LDl

Tgl 22-11-2007

Tgl 24-11-2007

Nilai normal

5,6 gr/dl
17%
19,5 ribu/ul
50,2 ribu/ul
96,1 fl
30,9 pg
32,2 g/dl

7,4 gr/dl
24%
21 ribu/ul
390 ribu/ul
88 fl
27 pg
30,7 g/dl

11,7-15,5 gr/dl
40-52 %
3,8-10 ribu/ul
150-440 ribu/dl
80-100 fl
26-34 pg
32-36 g/dl

145 u/l
63 u/l

0- 34 u/l
0-40 u/l

99 mg/dl
109 mg/dl

70-140 mg/dl
80-100 mg/dl

130 mmol/d
3,7 mmol/d
97 mmol/d

135-147 mmol/d
3,50-5 mmol/d
95 108 mmol/d

155 mm/jam

0,0-10 mm/jam

2.0 mg/dl

<7

207,3 mg/dl
176,8 mg/dl
6,4 mg/dl
129 mg/dl

< 150 mg/dl


< 250 mg/dl
28-63 mg/dl
< 130 mg/dl

Terapi pengobatan
-

Cepotaxim 3x1 gm

Spironelakton 1x1

Lasix injeksi 2x1 aml

Ranitidin 2x1 amp

Transfusi post 500 cc tanggal 22-23 november 2007.

1.

Patofisiologi
Serosis hepatis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan distorsi arsetektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati. Yang tidak
berkaitan

dengan

vaskulator

normal,

nodul-nodul

ini

dapat

berukuran

kecil

( mikronodular ) atau besar ( makronodular ). Serosis dapat mengganggu sirkulasi darah


intrahepatik dan pada kasus yang lebih lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap. Terdapat tiga pola hkas yang ditemukan pada banyak kasus tentang etiologi
serosis hepatis yaitu , serosisi Laennec, paskanekrotik, dan biliaris.
Serisis Laennec ( serosisi alkoholik ) : perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan
oleh alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap didalam sel-sel hati ( infiltrat
lemak ), yang mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang mencakup
pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunkan jumlah keluaran trigliserida
dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak.
Serosis alkoholik akibat masukan alkohol dan destrusi hepatosit yang berkepanjangan,
muncul fibroblas ( termasuk miofibroblas yang memiliki kemampuan berkontraksi ) di
tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Dizona periportal dan periseptal
muncul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal
dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini masa kecil sel hati yang masih ada
yang lalu mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Walaupun terjadi regenerasi
dalam sisi-sisa parenkim, kerusakan sel melebihi perbaikannya. Akibat destruksi
hepatoksit dan penimbunan kolagen yang berkelanjutan, ukuran hati menciut, tampak
berbenjol-benjol ( noduler ), dan menjadi keras karena terbentuk serosis stadium akhir
, walaupun serosisi alkoholik merupakan penyakit progresif. ( Isselbacher at all, 2002 ).
Serosis paska nekrotik : terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati . hepatosit
dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan
diselingi oleh parenkim normal. Serosis Biliaris: obstruksi pasca hepatik. Stasis empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam masa hati dan kerusakan sel-sel hati.
Terbentuk lembar-lembar fibrosis di tepi lobus. Hati membesar, keras bergranula halus
dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utamadari sindrom ini.

Gambaran klinis dan komplikasi serosis hati umumnya sama dengan semua tipe tanpa
memandang penyebabnya. ( Price & Wilson, 2005 )
3. Hambatan yang ditemui saat pengkajian dan jastifikasi.
Secara umum, hambatan pada proses pengkajian pada pasien di RSUP fatmawati
tidak mengalami kesulitan karena di RS tersebut

sudah terdia format khusus

pengkajian dan format rencana keperawatan. Hanya saja masih banyak hal-hal yang
belum tercantum pada format tersebut secara lengkap, seperti riwayat penyakit pasien
dan pengkajia khusus pada pasien serosis. Pada saat melakukan pengkajian pada pasien
sedikit mengalami kesulitan karena kondisi pasien pada saat itu mengalami sesak
napas dan sangat gelisah serta emosinya agak labil suka marah dengan istrinya.
Namum setelah beberapa kali dilakukan pendekatan pasien tampak tenang dan sangat
antusias mencaritakan tentang penyakitnya sehingga pengkajian dapat dilakukan
dengan baik.
4. Jastifikasi utama/ rasionalisasi yang terkait dengan aspek pengkajian
Pada pengkajian yang dilakukan , terdapat beberapa gejala klinis yang menunjang
diagnosa medis

penyakit yang diderita

Tn. A dengan Serosis Hepatis ( serosis

alkoholik )
-

Pengkajian faktor resiko ( Riwayat minum alkolol )


Hasil pengkajian tanggal 26 November 2007 di dapat bahwa pasien mempunyai
riwayat minum alkohol sejak tahun 1980 dan baru berhenti setelah diketahui ia
mengalami menderita penyakit serosis hepatis akibat dari minum alkool dalam
jangka waktu yang lama. . ). Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 22-11-2007
terjadi peningkatan trigleserida dalam jumlah yang siknifikan yaitu: 207,3 mg/dl ini
menggambarkan terjadinya akumulasi lemak dalam sel

hati.Menurut ( Price &

Wilson,2005 ) hubungan pasti antara penyalahgunaan alkohol dengan serosis hepatis (


alkoholik ) tidaklah diketahui, walaupun terdapat hubungan yan jelas dan pasti antara
keduanya. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi
lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati . Para Pakar umumnya juga setuju bahwa

minuman alkohol menimbulkan efek toksik langsung pada hati. Secara makroskopik
hati membesar, rapuh, tampak berlemak dan menggalami gangguan fungsional akibat
akumulasi lemak dalam jumlah banyak. Pada tahap lanjut hati akan menciut, keras
dan hampir tidak memiliki parenkim normal yang menyebabkan terjadinga hipertensi
porta dan gagal hati. Sehingga penderita serosis alkoholik lebih beresiko menderita
karsinoma sel hati primer ( Hepatoseluler ).
-

Pengkajian Gangguan Fisiologis gagal sel hati dan Hipertensi Fortal.


Manifestasi utama dan lanjut dari serosis terjadi akibat 2 tipe gangguan fisiologis
yaitu: gagal hati dan hipertensi portal. Gagal hepatoseluler ditandai dengan: adanya
ikterus, edema perifir, kedenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma labalaba, fektor hepatikum dan ensefalopati hepatik. Sedangkan gambaran klinis yang
disebabkan oleh hipertensi portal : splenomegali, varises osophagus dan lambung,
serta manifestasi kolateral lain adalah asites dapat dianggap sebagai kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal.
Gagal Hepatoseluler

Ikterik
Pada pengakian tanggal 26 november 2007 pasien mengatakan matanya kuning
sejak 2 minggu yang lalu, dan dari hasil pemeriksaan terlihat sklera pada kedua
mata pasien ikterik. Pada pasien dengan serosis hepatis ikterik dapat terjadi
akibat dari stasis empedu di dalam masa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk
lembar-lembar fibrosa ditepi lobulus. Hati membesar, keras bergrandula halus,
dan berwarna kehijauan. Ikterus terjadi biasanya pada fase dekompensasi disertai
gangguan reversibel fungsi hati, misalnya: penderita serosis dapat menjadi ikterus
setelah minum alkohol. Ikterus intermiten merupakan gambaran khas serosis
biliaris dan terjadi bila timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 30-11-2007 terdapat peningkatan nilai
bilirubin total = 14,17 mg/dl ( normal:0,00-1.00), bilirubin direk 11,03mg/dl
( normal ,0,2mg/dl ), bilirubin indirek 3,14 ( normal < 0,6 mg/dl). Menurut ( Price
& Wilson, 2005) bilirubin serum direk dapat meningkat pada keadaan terjadinya

ganguan ekresi bilirubin terkonjugasi, peningkatan bilirubun serum indirek


meningkat pada keadaan hemolitik, sedangkan bilirubin serum total dapat
meningkat pada hepatoseluler. Hasil pemeriksaan USG tanggal 29-11-2007
didapat gambaran hati tampak membesar,tumpul dan gambaran massa
berdiameter 6,87x6,13, lien juga sedikit membesar, dari hasil USG dan gejala
yang lain dapat disimpulkan pasien mengalami hepatoseluler ( gagal hati ).

Edema perifer
saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan sudah sejak 2 minggu yang lalu
kakinya bengkak dan sulit untuk di bawa berdiri apalagi berjalan. Dari hasil
pemeriksaan fisik pasien mengalami edema perifir derajat ke- 4. Hal ini dapat
terjadi

setelah

timbulnya

asites

dan

dapat

dijelaskan

sebagai

akibat

hipoalbuminia , retensi garam dan air ( akibat dari kegagalan sel hati untuk
menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik ), tapi pada kasus ini
pemeriksaan albumin serum tidak dilakukan.

Perdarahan
Gangguan hematologik

yang sering terjadi pada kasus serosis adalah

kecenderungan perdarahan, anemia, leukopenia dan trombositopenia. Penderita


sering mengalami perdarahan hidung, gusi dan mudah memar. Masa protrombin
dapat memanjang, manifestasi ini dapat terjadi akibat berkurangnya pembentukan
faktor-faktor pembekuan oleh hati, anemia, leukopenia, dan trombositopenia di
duga terjadi akibat hiperspleniame. Limpa tidak hanya membesar tetapi juga lebih
aktif menghancurkan sel-sel darah dalam sirkulasi. Mekanisme lain yang
menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12 dan besi yang terjadi
sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita
juga lebih mudah terserang infeksi. ( Price & Wilson, 2005 ). Pada kasus di dapat
data bahwa pasien mengalami perdarahan saluran cerna dengan gambaran
adanya melena ( BAB berwarna hitam ) , konjungtiva anemis dengan hasil labor
pada tanggal 22 novermver 2007 yaitu 5,6 gm% pre transfusi, setelah dilakukan
tranfusi sebanyak 500 cc, data yang didapat konjungtifa juga masih anemis tatapi

ada peningkatan HB pemeriksaan tgl 24 November 2007 adalah 7,4 gm %.


Sedangkan data laboratorium

lain seperti :

leukosit meningkat 21 ribu/dl,

trombositpenia ( 50,2 ribu/ ul tanggal 22-11-2007 dan meningkat menjadi 390


ribu/ul pada tanggal 24-11-2007 post transfusi ). LED meningkat ( 155 mm/jam )
Disini ada kesenjangan data leukosit pada teori pasien dengan serosis hepatis
akan mengalimi leukopenia tetapi pada kasus terdapat nilai leukosit yan sangat
tinggi dari batas normal hal ini belum dapat diidentifikasi karena belum
terlihatnya gejala atau tanda-tanda terjadinya infeksi, hanya saja pasien sering
mengeluh nyeri pada bagian perut atasnya. Dari hasil pemeriksaan USG
terdapat adanya massa yang berdiameter 6,87x6,13.

Eritema palmaris, angioma laba-laba


Gangguan endokrin sering terjadi pada serosis. Hormon kortek adrenal, testis dan
ovarium dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal. Angioma laba-laba
terlihat pada kulit, atropi testis , ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, serta
eriema palmaris, semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan estrogen dalam
sirkulasi. Pada pengkajian pasien, hanya terdapat tanda-tanda eritema palmaris
pada elapak tangan kiri pasien dan spiser nepi pada bahu dan dada pasien.
Sedangkan tanda-tanda yang lain tidak terlihat. ( tidak terjadi pembesaran testis,
alopesia dll ).

Ensepalofati hepatik ( Koma hepatikum )


Ensepalopati merupakan gangguan neurologik yang paling serius pada serosis
lanjut , hal ini terjadi akibat kelainan metabolisme amoniak dan peningkatan
kepekaan otak terhadap toksin. Intoksikasi otak yang disebabkan oleh isi usus
yang tidak mengalamii metabolisme dalam hati. Keadaan ini dapat terjadi bila
terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau terdapat pirau ( patologis atau
pembedahan ) yang memungkinkan darah portal mencapai sirkulasi sistemik
dalam jumlah besar tanpa melewati hati. Metabolisme dasar yang dapat
menyebabkan ensefalopati belum diketahui pasti. Mekanisme dasar tanpaknya
adalah karena intoksikasi otak dan produk pemecahan metabolisme protein oleh

kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena
terdapat penyakit pada hati. NH3 yang dalam keadan normal diubah menjadi urea
oleh hati merupakan sakah satu zat yang bersifat toksit dan diyakini dapat
mengganggu metabolisme otak. Koma hepatatikum ini biasanya dipercepat oleh
keadaan perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, obat diuretik,
parasentesis, hipokalemia, pembedahan dan azotemia. Pada pengkajian pasien
belum menunjukkkan adanya penurunan kesadaran, sejak pertama masuk
sampai terakhir pengkajian kesadaran pasien kompus mentis, hanya saja perlu
perhatian khusus karena pasien sudah mengalami perdarahan saluran cerna
ditandai dengan melena, pasien juga mendapatkan terapi diuretik lasik 2x1
ampul.

Fetor hepatikuma
Fektor hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita
( terutama pada koma hepatikum ) dan diyakini terjadi akibat ketidakmampuan
hati dalam memetabolisme metionin. Pada hasil pengkajian tidak terdapat tandatanda adanya fektor hepatikum, karena pasien dalam kondisi sadar dan tidak
mengalami koma hepatikum.

Hipertensi portal

Splenomegali
Hipertensi portal adalah peningkatan tekana vena portal yang menetap diatas nilai
normal yaitu : 6-12 cm H20 tanpa memandang penyakit dasarnya, mekanisme
primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi aliran darah
melalui hati, selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran arteri splengnikus.
Kombinasi kedua faktor menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan
meningkatkan aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada
sistem portal. Pembebanan berlebihan pada sistem portal ini merangsang
timbulnya kolateral guna menghindari onstrusi hepatik ( varises ). Tekanan balik
pada sistem portal menyebabkan spenomegali. ( Price & Wilson, 2007 ).Pada
pengkajian awal tanggal 26-11-2007 splenomegali tidak teraba dengan jelas

karena hampir seluruh bagian perut pasiem mengalami distensi ( tegang ) jadi
sangat sulit untuk melakukan penekan lebih dalam untuk mendapatkan data yang
akurat, hanya saja setelah beberapa hari perawatan tanggal 29- 11-2007
dilakukan pemeriksaan ulang saat distensi abdomen menurun didaptkan adanya
pembesaran lien tetapi batas pembesaran tidak teraba jelas.

Parises osophagagus dan lambung


Saluran kolateral penting yang timbul akibat serosis adalah hopertensi portal
terdapat pada osophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena
kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut. Perdarahan pada osophagus ini
sering menyababkan kematian. Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung
dan duodenum , erosis lambung akut dan kecenderungan perdarahan akibat masa
protrombin yang memanjang dan trobositopenia. Pasien datang dengan keluhan
melena atau hematomisis. Tanda perdarahan kadang-kaang adalah ensefalopati
hepatik, hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi bergantung pada jumlah dan
kecepatan kehilangan darah. Pada pengkaian paien mengalami melena sejak 2
minggu yang lalu, dan mengalami penurunan trobosit hal ini menandakan sudah
terjadi perdarahan namun tanda-tanda vital masih dalam batas normal : TD :
120/80 mmha, ND 96 kali/menit, suhu 360C .
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena suverfisial dinding abdomen, dan
timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus
( kaput medusa ). Sistem vena rektal membentuk dekompensasi tekanan portal
sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid
interna. Perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena
tekanan di daerah ini tidak setinggi tekanan pada osophagus karena jarak yang
lebih jauh dari vena portal. Pada pengkajian tidak terlihat jelas adanya
gambaran kaput medusa dan adanya hemoroit hanya saja pasien setiap buang
air besar kosistensinya keras dan hitam.

Asites ( akibat hipertensi portal dan hepatoseluler )


Hasil pengkajian inspeksi pasien tanpak perut membucit seperti perut katak,
umbilikus bergerak ke arah kaudal simpisis os pubis, pada hasil pemeriksaan
perkusi

terjadinya shiffting dullness dan pada pengukuran lingkar abdomen

sebesar 90 cm. Urine lancar lebih krang 1500cc/hari, serta pasien sulit untuk
bernapas karenat tekanan diafragma meningkat, dan peningkatan berat badan
sebanyak 10 Kg ( sebelum sakit BB pasien 50 kg dan saat sakit meningkat
menjadi 60 kg ). Dengan gambaran setiap peningkatan 1 kg BB terdapat 1 liter
penambahan air di dalam tubuh ( pasien mengalami 10 liter kelebihan cairan )
Menurut ( Price & Wilson, 2005 ) pada pasien dengan serosis asites dapat terjadi
akibat
oleh

penimbunan cairan serosa dalam rongga peritonium. Hal ini disebabkan


beberapa

faktor

antara

lain:

hipertensi

portal,

hipoalbuminimia,

meningkatnya pembentukan dan aliran linfa hati, retensi natrium dan gangguan
ekskresi air.
Mekanisme primer penginduksi hipertensi portal adalah resistensi terhadap aliran
darah melalui hati. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam
jaringan pembuluh darah intestinal. Hipoalbuminimia terjadi karena menurunnya
sintesis yang dihasilkan oleh sel-sel hati

yang terganggu. Hipalbuminemia

menyebabkan menurunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan


hidrostatik

yang meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam

jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan


dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial sesuai dengan hukum gaya Starling.
Hipertensi porta kemudian meningkatkan pembentukan limpe hepatik , yang
menyeka dari hati ke rongga peritonium. Mekanisme ini dapat turut menyebabkan
tingginya kandungan protein dalam cairan asites, sehingga meningkatkan tekanan
osmotik koloid dalam cairan rongga peritonium dan memicu terjadinya transudasi
cairan dari rongga intravaskuler ke ruang peritonium. Retensi cairan dan ganguan
ekskresi air merupakan faktor penting dalam berlanjutnya asites. retensi air dan
natrium disebabkan hiperaldosteronisme sekunder ( penurunan volume efektif
dalam

sirkulasi

mengaktifkan

mekanisme

renin-agiotensin-aldosteron

).

Penurunan inaktivasi

aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi akibat

kegagalan hepatoseluler.
Tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen, penimbunan cairan sangat
nyata dapat menyebabkan napas pendek . banyaknya penimbunan cairan
peritonium dapat dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksan fisik
degan pekak alih, gelombang cairan dan perut yang membengkak.

Skema terjadinya asites


Serosis hati

Hipertensi porta

Vasodilatasi arteriole splangnikus

Tekanan intrakapiler dan


koofisien filtrasi meningkat

Volume efektif darah arteri


menurun

Pembentukan caian limfe


Lebih besar dari pada aliran balik

Aktivitas ADH, system


simpatis, RAAS

Terbentuk asites

Retensi air dan garam

( Sumber: Sudoyo, W, dkk, 2006 )

Fokus pengobatan/perawatan pada asites

Tirah baring
Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites transudat
yang berhubungan dengan hipertensi porta, perbaikan efek diuretika tersebut
berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat
tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatik dan sistem reninagiotensin aldosteron menurun, yang dimaksud tirah baring disini bukan bukan
istirahat total di tempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit
diangkat, selama beberapa jam sebelum minum obat diuretika. Pada kasus pasien
tidak dapat melakukan program ini dengan baik karena jika di anjurkan dan
dicoba untuk tidur terlentang pasien merasa napasnya sangat sesak ( sulit
bernapas ), jadi paien tetap dalam kondisi semi fowler.

Diet
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi
garam ( NaCl ) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia
ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet
rendah garam, menginggat hiponatremia pada pasien asites transudat bersifat
relatif. Namun total Na dalam tubuh sebenarnya di atas normal. Kadar NaCl yang
sangat rendah justru dapat menggangu fungsi ginjal. Pada pasien ini diet yang
didapatkan benar-benar semata-mata diet dari RS yaitu diet hati II, dan pasien
sendiri tidak pernah memakan makanan yang dibawa oleh istrinya dari rumah.
Pada pemeriksaan elektroli serum pada tangga 22-11-2007 di peroleh

( Natrium=130 mmol/d, kalium =3,7 mmol/d, Cklorida =97 mmol/d ) ketiga


aitem tersebut masih dalam batas normal.

Diuretika
Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron,
misalnya spironolakton, dan lasix diureteka ini merupakan diuretika hemat
kalium, bekerja ditubulus distal dan menahan reabsorbsi Na. Pada pasien
diberikan terapi diuretika yaitu spironolakton 1x1 tablet dan lasix 2x1 ampul

Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, rendah garam, dan diuretika
adalah peningkatan diuresis sehinga berat badan turun 400-800 g/hr, pasien dengan
edema perifir penurunan berat badan dapat sampai 1500 gr/hr. Sebagian besar pasien
berhasil baik dengan terapi kombinasi ini. (Sudoyo, W, dkk, 2006 ). Pada pengkajian
tanggal 26-11-2007 setelah pemberian terapi kombinasi ini terjadi pengurangan
berat badan sebesar 3 kg, dan sesak pasien berkurang, distensi abdomen juga
berkuran. Lingkar perut mengecil dari 90 cm menjadi 86 cm dan edema perifir tetap
pada derajat 4, belum mengalami perubahan yang berarti.
5. Rencana keperawatan
a. Hambatan pada pembuatan asuhan keperawatan.
Tidak ditemukan adanya hambatan dalam pembuatan rencana asuhan
keperawatan di RSUP Fatmawati, karena pada saat pasien masuk dan
dilakukan pengkajian maka diprioritaskanlah diagnosa keperawatan dan
rencana tindakan. Lalu diproses dengan komputerisasi sehingga keluar dalam
bentuk yang sudah sangat lengkap. Jadi perawat tidak harus menulis lagi
rencana tindakan tersebut. Hal ini sangat berdampak pada keefektipan waktu
dalam penulisan. Sehingga waktu lebih banyak bisa digunakan untuk
berinteraksi dengan pasien dan diharapkan tujuan dari asuhan keperawatan
dapat tercapai dengan baik.
b. Rasionalisasi dari aspek rencana tindakan.
Format rencana asuhan keperawatan dan rasional terlampir.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


N
O

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kelebihan volume cairan
berhububgan dengan ganguan
mekanisme regulasi
Tujuan/ KH:
- Menunjukkan volume cairan
stabil dengan keseimbangan
atara pemasukan dan
pengeluaran
- Berat badan stabil
- Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
- Tidak ada edema
Ditandai dengan:
DS :
- pasien
mengatakan
mempunyai riwayat minum
alkohol sejak tahun 1980 dan
mulai berhenti pada saat sakit
yang dideritanya sekarang
- Pasien mengatakan badanya
bengkak sejak 2 mingu yang
lalu
dan
belum
ada
perubahan sampai saat ini.
DO:
- Diagnosa medis :
Serosis hepatis
- Terdapda eritema
palmaris pada
telapak tangan kiri
pasien
- Terdapat spider
telangiektasi pada
bahu dan dada pasien

INTERVENSI
Mandiri
- ukur masukan dan haluaran,
catat keseimbangan positif
( pemasukan dan pengeluaran
). Timbang berat badan tiap
hari, dan catat peningkatan
lebuh dari 0,5 kg/hari

RASIONAL
-

menunjukkan status volume


sirkulasi, terjadinya atau
perbaikan perpindahan cairan, dan
respons terhadap terapi,
peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut.
Catatan: penurunan volume
sirkulasi dapat mempengaruhi
secara langsung fungsi haluaran
urine, mengakibatkan sindrom
hepatorenal.

- awasi tanda-tanda vitan dan


CVP

Peningkatan tekanan darah


biasanya berhubungan dengan
kelebihan volume cairan keluar
area vaskuler, distensi jugular
eksternal dan vena abdomen
sehubungan dengan kongesti
vaskuler.

- auskultasi paru, catat


penurunan/ tak adanya bunyi
napas dan terjadinya bunyi
tambahan.

Peningkatan kongesti
pulmonal dapat mengakibatkan
konsolidasi , ganguan pertukaran
gas, dan komplikasi seperti edema
paru.

Mungkin disebabkan oleh


GJK, penurunan perfusi koroner
dan ketidakseimbangan elektrolit

Perpindahan cairan pada


jaringan sebagai akibat retensi
natrium dan air, penurunan
albumin, dan penurunan ADH.

- Awasi disretmia jantung,


auskultasi bunyi jantung,
catat terjadinya irama gallop.
- Kaji derajat edema

- Ukur lingkar abdomen

- Edema pada kedua


tungkai bawah
dengan derajat
edema 4
- Asites
dengan
lingkar
perut 90 cm
- Skrotum membesar
- BB meningkat 10 kg
selama sakit (
sebelum sakit 50 kg
selama sakit 60 kg )
Shiffting dullne
Pemeriksaan
jantung : Bj 1 dan 2
normal, gallop tidak
ada, capillary refill
<3
detik, nyeri dada
tidak ada, tandatanda vital : TD =
120/80 mmhg, N= 96
x/mt,
RR= 24x/mt, S=
360C.

- Dorong untuk tirah baring


bila ada asites
Kolaborasi
Awasi albimin dan
elektrolit

Tidak efektifnya pola napas


berhubungan dengan
pengumpulan cairan itraabdomen
Tujuan/KH:
- mempertahankan pola
pernapasan efektif

Awasi seri fhoto dada

Menunjukkan akumulasi
cairan ( asites ) diakibatkan oleh
kehilangan protein plasma/ cairan
ke dalam area peritonial. Catatan:
akumulasi kelebihan volume
cairan dapat menurunkan volume
sirkulasi menyebabkab defisit
( tanda dehidrasi ).

Dapat meningkatkan posisi


rekumben untuk diuresis

Penurunan albumin serum


mempebgaruhi tekanan osmotik
koloid plasma, mengakibatkan
pembentukan edema. Penurunan
aliran darah ginjal menyertai
peningkatan ADH dan kadar
aldesteron dan penggunaan
diuretika ( untuk menurunkan air
total tubuh ) dapat menyebabkan
berbagai perpindahan/
ketidakseimbangan elektrolit.
Kongesti vaskuler, edema
paru , edema paru dan efusi fleura
sering terjadi.

batasi natrium dan


cairan sesuai indikasi

Natrium mungkin dibatasi


untuk meminimalkan retensi
cairan dalam area ekstravaskuler.
Pembatasan cairan perlu untuk
memperbaiki/ mencegah
pengencerah hiponatremia.

berikan albumin bebas


garam/ plasma ekspander
sesuai indikasi.

Albumin mungkin
diperlukan untuk meningkatkan
tekanan osmotik koloid dalam
kopartemen vaskuler, sehingga
meningkatkan volume sirkulasi
efektif dan penurunan terjadinya
asites.

Berikan obat sesuai


dengan indikasi.
- Spironelakton 1x1
- Lasix injeksi 2x1 aml

Digunakan dengan perhaian


untuk mengontrol edema dan
asites. Menghambat efek
aldosteron , meningkatkan
ekskresi air sambil menghemat
kalium.

Mandiri
- awasi frekuensi, kedalaman
dan upaya pernapasan

pernapasan dangkal, cepat


mungkin ada hubungannya
dengan hipoksia dan atau
akumulasi cairan dalam
abdomen

- bebas dsnea dan sianosis

- auskultasi bunyi napas, catat


krekel, mengi dan ronchi

menunjukkan terjadinya
komplikasi

- selidiki perubahan tingkat


kesadaran

perubahan mental dapat


menunjukkan hipoksemia
dan gagal pernapasan, yang
sering disertai koma hepatik

- ubah posisi dengan sering ,


dorong napas dalam latihan
dan batuk

membantu ekspansi paru


dan memobilisasi sekret

- awasi suhu

menunjukkan timbulnya
infeksi

menyatakan perubahan
status pernapasan ,
terjadinya komplikasi paru
perlu untuk mencegah
hipoksia

DS:
- pasien mengatakan sulit untuk
bernapas karena perutnya
merasa tengang
DO:
Asites dengan lingkar
perut 90 cm
Skrotum membesar
BB meningkat 10 kg
selama sakit (
sebelum sakit 50 kg
selama sakit 60 kg )
Shiffting dullnes
Pemeriksaan
jantung : Bj 1 dan 2
normal, gallop tidak
ada, capillary refill
<3
detik, nyeri dada
tidak ada, tandatanda vital : TD =
120/80 mmhg, N= 96
x/mt,
RR= 24x/mt, S=
360C.

kolaborasi
- awasi seri analisa gas darah

Perubahan nutisi kurang dari


kebutuhan tubuh mudah kenyang
( asites )

Mandiri
- ukur masukan diet harian
dengan jumlah kalori

Tujuan/KH:
- tidak mengalami malnurisi
lebih lanjut

- timbang sesuai indikasi,


bandingkan perubahan status
cairan. Riwayat berat badan,
ukuran kulit trisep

- mungkin sulit menggunakan berat


badan sebagai indikator langsung
status nutrisi karena adanya
gambaran edema. Lipatan kulit
trisep berguna dalam mengkaji
perubahan massa otot dan
simpanan lemak subkutan

- bantu dan dorong pasien


untuk makan semua
makanan/ makanan tambahan

- pasie mungkin makannya sedikit


karena kehilangan minat pada
makanan karena kelelahan

- berikan makan sedikit tapi


sering

- buruknya toleransi makan banyak


mungkin berhubungan dengan
peningkatan
tekanan
intra
abdomen

- batasi masukan makanan


yang mengandung kafein,
bergas, berbumbu, panas dan
terlalu dingin.

- membantu dalam menurunkan


iritasi
gaster/
diare
da
ketidaknyamanan abdomen yang
dapat mengganggu pemasukan
oral .

- Berikan makanan cair/lunak

- pedarahan dari parises osophagus

DS:
- pasien mengatakan tidak bisa
makan dalam porsi yang
banyak, mau muntah dan
perut terasa penuh
- pasien juga mengatakan
makannya habis hanya
porsi setiap kali makan
- pasien juga mengatakan nasi
yang tersedia sangat keras
sehingga sulit untuk di cerna.
DO:
pasien keliatan sulit
untuk menghabiskan makanan
yang tersedia dari RS
pasien juga tanpak
malas untuk makan
penurunan berat badan
tidak erlihat kerena pasien

- berikan tambahan oksigen


sesuai dengan indikasi

- memberikan informasi tentang


kebutuhan pemasukan/ defisiensi

mengalami asites.
Porsi yang tersedia habis
setiap kali makan
Terjdinya distensi
abdomen akibat asites.

dapat terjadi pada serosis berat

Kolaborasi
- awasi pemeriksaan
laboratorium seperti glukosa
serum, albumin dan total
protein

- konsultasi dengan ahli gizi

Resiko tinggi terjadinya


kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan adanya
edema atau asies
Tujuan /KH
- dapat mempertahankan
integritas kulit
DS:.
DO:
- belum terdapat tanda-tanda
kerusakan integritas kulit
- pasie mengalami edema
perifir pada kedua ektremitas
bawah derajat 4
- pasien juga mengalami asites
- pasien hanya tidur terlentang
kadang dengan posisi semi
powler
- terlihat bagian-bagian edema
yang tertekan seperti
ektremitas bawah, dan
bokong.

Mandiri
- lihat permukaan kulit/ daerah
yang tertekan, gunakan losion
minyak, dan hindari
pemakaian sabun saaat mandi

- glukosa
menurun
karena
gangguan
glikogenesis
,
penurunan simpanan glikogen
atau pemasukan tidak adekuat.
Protein menurun karena ganguan
metabolisme.
- Dapat memberikan makanan yang
sesuai dengan indikasi penyakit
pasien
- edema jaringan lebih cenderung
untuk mengalami kerusakan dan
terbentuk dekubitus asites dapat
meregangkan kulit sampai pada
titik robekan pada seosis berat.

- ubah posisi pada jadwal


teratur, bantu latihan rentang
gerak aktif/pasif.

- Perubahan posisi menurunkan


tekanan pada jaringan edema
untuk memperbaiki sirkulasi,
latihan meningkatkan sirkulasi
dan perbaikan/ mempertahankan
mobilisasi sendi

- Tinggikan ekstrimitas bawah

Meningkatka aliran balik


vena dan menurunkan edema pada
ektremitas

- Pertahankan sprai kering dan


bebas lipatan

Kelembaban meningkatkan
pruritus da meningkatkan risiko
kerusakan kulit

- Berikan perawatan peritonial


setalah berkemih dan defikasi

Mencegah ekskoriasi kulit


dari garam empedu.

6. Implementasi ( terlampir format ruangan yang difotokopi )


7. Evaluasi ( terlampir format ruangan yang difotokopi )
8. Keterampilan perawat yang baik atau kurang tepat.
a. Pemantauan intake dan output
pemantauan intake dan output jarang dilakukan dengan akurat diruangan, pada
pasien yang memerlukan pemantauan intake dan output secara akurat seperti pada
pasien serosis, jantung dan ginjal tidak ada pedoman khusus untuk melakukan

pemantauan tersebut seperti tersedianya catatan atau format khusus pemantauan


cairan. Pemantauan cairan dilakukan hanya dengan mengira-ngira antara
pemasukan dan pengeluaran. Sedangkan menurut teori pada pasien-pasien yang
mengalami kelebihan volume cairan dan mendapatkan terapi diuresis pemantauan
cairan merupakan hal yang sangat penting dilakukan.

b. Penimbangan berat badan


Penimbangan berat badan hampir tidak pernah dilakukan pada pasien-pasien yang
mengalami kelebihan volume cairan, padahal hal ini sangat perlu dilakukan untuk
meliahat sejauh mana efek terapi diuresis yang telah

diberikan. Sementara

diruangan sudah tersedia timbangan yang bisa dibawa maupun yang tidak bisa
dibawa-bawa ke rungan pasien. Hal ini terjadi mungkin saja karena keterbatasan
tenaga sehinga banyak hal yang tidak bisa terkaper dalam tindakan.
c.

Pemantauan cairan infus


Pemantauan cairan infus tidak dilakukan semestinya misalnya: cairan infus haris
12 jam/kolp, tapi pada kenyataanya kadang sudah habis 8 jam , walau pada botol
infus sudah tercatat dengan jelas kapan penggantian cairan dilakukan. . Jika hal
ini terjadi secara terus menerus pada pasien yang dibatasi pemasukan cairan
seperti pada pasien jantung, ginjal. Asites maka hal seperti dapat berakibat fatal.

9. Analisa pengalaman.
a. Membuat kontak dengan pasien
Pada saat melakukan interaksi awal dengan pasien saya memperkenalkan diri, dan
menyatakan pada saat ini saya akan membantu bapak dalam menyelesaikan
masalah-masalah kesehatannya. Pada saat perkenalan pasien sendiri kurang
kooperatif , dan sangat gelisah karena pasien sedang sesak dan kesakitan karena
distensi abdomen akibat dari asites. Tetapi setelah beberapa kali melakukan

pendekatan pasien merasa tenang dan mau diajak berbicara serta ikut serta dalam
program terapi.
b. Melakukan tindakan keperawatan.
Semua tindakan keperawatn dapat dilakukan dengan baik, hanya saja ada
beberapa hal yang sulit untuk melakukannya seperti pemasangan kateter kembali
karena pasien tidak ingin dipasang kateter dan pada akhirnya setelah terpasang,
kateter di cabut oleh pasien, maka pengukuran intake dan output dilakuak dengan
ukuran botol aqua . Tindakan penimbangan berat badan juga mengalami kesulitan
karena pasien mengalami edema perifir derajat 4 dan sulit untuk berdiri, tetapi
pada tangga 24-11-2007 penimbangan berat badan dapat dilakukan karena pasien
mengalami pengurangan volume cairan tubuh ditandai dengan penurunan ukuran
lingkar perut dan penurunan berat badan.
d.

Terminasi.
Terminasi dilakuakn setiap

akhir dari praktek

dan respon pasien maupun

keluarga sangat kooperatif dan selalu mengatakan sampai ketemu besok.

10. Identifikasi evidence base yang dilakukan penelitian lebih lanjut.


a. Pengaruh asupan ikan gabus terhadap peningkatan albumin serum
b. pengaruh terapi tirah baring dalam memperbaiki efektifitas diuretika.

Reference:
Carpenito, L. J ( 1999 ), Handbook of Nursing Diagnosis. Lippincot Williams &
Wilkins, Philadelphia.
Doenges E, Marilynn, ( 2000), Rencana asuhan keperawatan, Edisi 3, Penerbit buku
kedokteran EGC Jakarta
Gulanick at all ( 1998 ), Nursing Care Plans : Nursing Diagnosis and Intervention. 4
th
edition. Toronto. Mosby.
Isselbacher at all, ( 2002 ), prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, volume 4, penerbit
buku kedokteran EGC jakarta.
Lewis, ( 2005 ), Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of
Clinical Problem, Mosby, New South Wales.
Price, Sylvia,A,( 2006), Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit, Buku 2,
Edisi 6, Penerbit buku kedokteran EGC Jakarta
Sudoyo,W, dkk, ( 2006 ), buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi 5 , pusat penerbit
Departemen penyakit Dalam fakultas Kedokteran universitas Indonesia, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi