Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. Riwayat Penyakit.
Pasien masuk ke rumah sakit tanggal 22 November 2007 via IGD dengan keluhan
kaki, perut dan daerah kelaminnya bengkak sejak 2 minggu yang lalu, jika buang air
kecil berwarna merah , mata kuning, sebebelumnya pasien juga rutin berobat ke
puskesmas mulai dari bulan Agustus 2007, namun pasien sendiri tidak menyadari jika
penyakit yang dideritanya seberat sekarang. Tanda-tanda vital saat masuk TD=
120/80 mmhg, nadi 84 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, suhu 37 0C. Kesadaran
compus mentis. Pasien mempunyai riwayat minum alkohol sejak tahun 1980, riwayat
hipertensi tidak ada, Penyakit DM juga tidak ada. Keluarga pasien juga tidak ada
yang menderita penyakit kronis.
Pengkajian Fokus
Hasil Pengkajian Tanggal 26-11-2007 :
Data sabjektif :
-
Pasien mengatakan mempunyai riwayat minum alkohol sejak tahun 1980 dan
mulai berhenti pada saat sakit yang dideritanya sekarang
Pasien mengatakan badanya bengkak sejak 2 minggu yang lalu dan belum ada
perubahan sampai saat ini
Pasien juga mengatakan perutnya terasa tegang sehingga sulit untuk bernapas
Pasien juga mengatakan tidak bisa makan dalam porsi yang banyak, jadi mau
muntah dan perut terasa cepat penuh. Makan hanya habis porsi dan nasi yang
tersedia keras sulit untuk dicerna.
Pasien mengatakan buang air besarnya berwarna hitam sejak 2 minggu yang lalu
Data Objektif:
-
Konjungtiva anemis
Skrotum membesar
Shiffting dullnes
Terpasang Kateter
Pemeriksaan jantung : Bj 1 dan 2 normal, gallop tidak ada, capillary refil <3
detik, nyeri dada tidak ada, tanda-tanda vital : TD = 120/80 mmhg, N= 96 x/mt,
RR= 24x/mt, S= 360C.
Pemeriksaan Penunjang
-
Hasil laboratorium:
HB
HT
Leukosit
Trombosit
VER
HER
KHER
Fungsi hati
SGOT
SGPT
Diabetes
GDS
GDP
Elektrolit
Na
Kalium
klorida
Hematologi
LED
Kimia klinik:
Fungsi ginjal
Asam urat
Lemak
Trigliserida
Kholesteol total
Kholesterol HDl
Kholesterol LDl
Tgl 22-11-2007
Tgl 24-11-2007
Nilai normal
5,6 gr/dl
17%
19,5 ribu/ul
50,2 ribu/ul
96,1 fl
30,9 pg
32,2 g/dl
7,4 gr/dl
24%
21 ribu/ul
390 ribu/ul
88 fl
27 pg
30,7 g/dl
11,7-15,5 gr/dl
40-52 %
3,8-10 ribu/ul
150-440 ribu/dl
80-100 fl
26-34 pg
32-36 g/dl
145 u/l
63 u/l
0- 34 u/l
0-40 u/l
99 mg/dl
109 mg/dl
70-140 mg/dl
80-100 mg/dl
130 mmol/d
3,7 mmol/d
97 mmol/d
135-147 mmol/d
3,50-5 mmol/d
95 108 mmol/d
155 mm/jam
0,0-10 mm/jam
2.0 mg/dl
<7
207,3 mg/dl
176,8 mg/dl
6,4 mg/dl
129 mg/dl
Terapi pengobatan
-
Cepotaxim 3x1 gm
Spironelakton 1x1
1.
Patofisiologi
Serosis hepatis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan distorsi arsetektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati. Yang tidak
berkaitan
dengan
vaskulator
normal,
nodul-nodul
ini
dapat
berukuran
kecil
Gambaran klinis dan komplikasi serosis hati umumnya sama dengan semua tipe tanpa
memandang penyebabnya. ( Price & Wilson, 2005 )
3. Hambatan yang ditemui saat pengkajian dan jastifikasi.
Secara umum, hambatan pada proses pengkajian pada pasien di RSUP fatmawati
tidak mengalami kesulitan karena di RS tersebut
pengkajian dan format rencana keperawatan. Hanya saja masih banyak hal-hal yang
belum tercantum pada format tersebut secara lengkap, seperti riwayat penyakit pasien
dan pengkajia khusus pada pasien serosis. Pada saat melakukan pengkajian pada pasien
sedikit mengalami kesulitan karena kondisi pasien pada saat itu mengalami sesak
napas dan sangat gelisah serta emosinya agak labil suka marah dengan istrinya.
Namum setelah beberapa kali dilakukan pendekatan pasien tampak tenang dan sangat
antusias mencaritakan tentang penyakitnya sehingga pengkajian dapat dilakukan
dengan baik.
4. Jastifikasi utama/ rasionalisasi yang terkait dengan aspek pengkajian
Pada pengkajian yang dilakukan , terdapat beberapa gejala klinis yang menunjang
diagnosa medis
alkoholik )
-
minuman alkohol menimbulkan efek toksik langsung pada hati. Secara makroskopik
hati membesar, rapuh, tampak berlemak dan menggalami gangguan fungsional akibat
akumulasi lemak dalam jumlah banyak. Pada tahap lanjut hati akan menciut, keras
dan hampir tidak memiliki parenkim normal yang menyebabkan terjadinga hipertensi
porta dan gagal hati. Sehingga penderita serosis alkoholik lebih beresiko menderita
karsinoma sel hati primer ( Hepatoseluler ).
-
Ikterik
Pada pengakian tanggal 26 november 2007 pasien mengatakan matanya kuning
sejak 2 minggu yang lalu, dan dari hasil pemeriksaan terlihat sklera pada kedua
mata pasien ikterik. Pada pasien dengan serosis hepatis ikterik dapat terjadi
akibat dari stasis empedu di dalam masa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk
lembar-lembar fibrosa ditepi lobulus. Hati membesar, keras bergrandula halus,
dan berwarna kehijauan. Ikterus terjadi biasanya pada fase dekompensasi disertai
gangguan reversibel fungsi hati, misalnya: penderita serosis dapat menjadi ikterus
setelah minum alkohol. Ikterus intermiten merupakan gambaran khas serosis
biliaris dan terjadi bila timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 30-11-2007 terdapat peningkatan nilai
bilirubin total = 14,17 mg/dl ( normal:0,00-1.00), bilirubin direk 11,03mg/dl
( normal ,0,2mg/dl ), bilirubin indirek 3,14 ( normal < 0,6 mg/dl). Menurut ( Price
& Wilson, 2005) bilirubin serum direk dapat meningkat pada keadaan terjadinya
Edema perifer
saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan sudah sejak 2 minggu yang lalu
kakinya bengkak dan sulit untuk di bawa berdiri apalagi berjalan. Dari hasil
pemeriksaan fisik pasien mengalami edema perifir derajat ke- 4. Hal ini dapat
terjadi
setelah
timbulnya
asites
dan
dapat
dijelaskan
sebagai
akibat
hipoalbuminia , retensi garam dan air ( akibat dari kegagalan sel hati untuk
menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik ), tapi pada kasus ini
pemeriksaan albumin serum tidak dilakukan.
Perdarahan
Gangguan hematologik
lain seperti :
kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena
terdapat penyakit pada hati. NH3 yang dalam keadan normal diubah menjadi urea
oleh hati merupakan sakah satu zat yang bersifat toksit dan diyakini dapat
mengganggu metabolisme otak. Koma hepatatikum ini biasanya dipercepat oleh
keadaan perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, obat diuretik,
parasentesis, hipokalemia, pembedahan dan azotemia. Pada pengkajian pasien
belum menunjukkkan adanya penurunan kesadaran, sejak pertama masuk
sampai terakhir pengkajian kesadaran pasien kompus mentis, hanya saja perlu
perhatian khusus karena pasien sudah mengalami perdarahan saluran cerna
ditandai dengan melena, pasien juga mendapatkan terapi diuretik lasik 2x1
ampul.
Fetor hepatikuma
Fektor hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita
( terutama pada koma hepatikum ) dan diyakini terjadi akibat ketidakmampuan
hati dalam memetabolisme metionin. Pada hasil pengkajian tidak terdapat tandatanda adanya fektor hepatikum, karena pasien dalam kondisi sadar dan tidak
mengalami koma hepatikum.
Hipertensi portal
Splenomegali
Hipertensi portal adalah peningkatan tekana vena portal yang menetap diatas nilai
normal yaitu : 6-12 cm H20 tanpa memandang penyakit dasarnya, mekanisme
primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi aliran darah
melalui hati, selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran arteri splengnikus.
Kombinasi kedua faktor menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan
meningkatkan aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada
sistem portal. Pembebanan berlebihan pada sistem portal ini merangsang
timbulnya kolateral guna menghindari onstrusi hepatik ( varises ). Tekanan balik
pada sistem portal menyebabkan spenomegali. ( Price & Wilson, 2007 ).Pada
pengkajian awal tanggal 26-11-2007 splenomegali tidak teraba dengan jelas
karena hampir seluruh bagian perut pasiem mengalami distensi ( tegang ) jadi
sangat sulit untuk melakukan penekan lebih dalam untuk mendapatkan data yang
akurat, hanya saja setelah beberapa hari perawatan tanggal 29- 11-2007
dilakukan pemeriksaan ulang saat distensi abdomen menurun didaptkan adanya
pembesaran lien tetapi batas pembesaran tidak teraba jelas.
sebesar 90 cm. Urine lancar lebih krang 1500cc/hari, serta pasien sulit untuk
bernapas karenat tekanan diafragma meningkat, dan peningkatan berat badan
sebanyak 10 Kg ( sebelum sakit BB pasien 50 kg dan saat sakit meningkat
menjadi 60 kg ). Dengan gambaran setiap peningkatan 1 kg BB terdapat 1 liter
penambahan air di dalam tubuh ( pasien mengalami 10 liter kelebihan cairan )
Menurut ( Price & Wilson, 2005 ) pada pasien dengan serosis asites dapat terjadi
akibat
oleh
faktor
antara
lain:
hipertensi
portal,
hipoalbuminimia,
meningkatnya pembentukan dan aliran linfa hati, retensi natrium dan gangguan
ekskresi air.
Mekanisme primer penginduksi hipertensi portal adalah resistensi terhadap aliran
darah melalui hati. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam
jaringan pembuluh darah intestinal. Hipoalbuminimia terjadi karena menurunnya
sintesis yang dihasilkan oleh sel-sel hati
sirkulasi
mengaktifkan
mekanisme
renin-agiotensin-aldosteron
).
Penurunan inaktivasi
kegagalan hepatoseluler.
Tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen, penimbunan cairan sangat
nyata dapat menyebabkan napas pendek . banyaknya penimbunan cairan
peritonium dapat dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksan fisik
degan pekak alih, gelombang cairan dan perut yang membengkak.
Hipertensi porta
Terbentuk asites
Tirah baring
Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites transudat
yang berhubungan dengan hipertensi porta, perbaikan efek diuretika tersebut
berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat
tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatik dan sistem reninagiotensin aldosteron menurun, yang dimaksud tirah baring disini bukan bukan
istirahat total di tempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit
diangkat, selama beberapa jam sebelum minum obat diuretika. Pada kasus pasien
tidak dapat melakukan program ini dengan baik karena jika di anjurkan dan
dicoba untuk tidur terlentang pasien merasa napasnya sangat sesak ( sulit
bernapas ), jadi paien tetap dalam kondisi semi fowler.
Diet
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi
garam ( NaCl ) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia
ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet
rendah garam, menginggat hiponatremia pada pasien asites transudat bersifat
relatif. Namun total Na dalam tubuh sebenarnya di atas normal. Kadar NaCl yang
sangat rendah justru dapat menggangu fungsi ginjal. Pada pasien ini diet yang
didapatkan benar-benar semata-mata diet dari RS yaitu diet hati II, dan pasien
sendiri tidak pernah memakan makanan yang dibawa oleh istrinya dari rumah.
Pada pemeriksaan elektroli serum pada tangga 22-11-2007 di peroleh
Diuretika
Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron,
misalnya spironolakton, dan lasix diureteka ini merupakan diuretika hemat
kalium, bekerja ditubulus distal dan menahan reabsorbsi Na. Pada pasien
diberikan terapi diuretika yaitu spironolakton 1x1 tablet dan lasix 2x1 ampul
Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, rendah garam, dan diuretika
adalah peningkatan diuresis sehinga berat badan turun 400-800 g/hr, pasien dengan
edema perifir penurunan berat badan dapat sampai 1500 gr/hr. Sebagian besar pasien
berhasil baik dengan terapi kombinasi ini. (Sudoyo, W, dkk, 2006 ). Pada pengkajian
tanggal 26-11-2007 setelah pemberian terapi kombinasi ini terjadi pengurangan
berat badan sebesar 3 kg, dan sesak pasien berkurang, distensi abdomen juga
berkuran. Lingkar perut mengecil dari 90 cm menjadi 86 cm dan edema perifir tetap
pada derajat 4, belum mengalami perubahan yang berarti.
5. Rencana keperawatan
a. Hambatan pada pembuatan asuhan keperawatan.
Tidak ditemukan adanya hambatan dalam pembuatan rencana asuhan
keperawatan di RSUP Fatmawati, karena pada saat pasien masuk dan
dilakukan pengkajian maka diprioritaskanlah diagnosa keperawatan dan
rencana tindakan. Lalu diproses dengan komputerisasi sehingga keluar dalam
bentuk yang sudah sangat lengkap. Jadi perawat tidak harus menulis lagi
rencana tindakan tersebut. Hal ini sangat berdampak pada keefektipan waktu
dalam penulisan. Sehingga waktu lebih banyak bisa digunakan untuk
berinteraksi dengan pasien dan diharapkan tujuan dari asuhan keperawatan
dapat tercapai dengan baik.
b. Rasionalisasi dari aspek rencana tindakan.
Format rencana asuhan keperawatan dan rasional terlampir.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kelebihan volume cairan
berhububgan dengan ganguan
mekanisme regulasi
Tujuan/ KH:
- Menunjukkan volume cairan
stabil dengan keseimbangan
atara pemasukan dan
pengeluaran
- Berat badan stabil
- Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
- Tidak ada edema
Ditandai dengan:
DS :
- pasien
mengatakan
mempunyai riwayat minum
alkohol sejak tahun 1980 dan
mulai berhenti pada saat sakit
yang dideritanya sekarang
- Pasien mengatakan badanya
bengkak sejak 2 mingu yang
lalu
dan
belum
ada
perubahan sampai saat ini.
DO:
- Diagnosa medis :
Serosis hepatis
- Terdapda eritema
palmaris pada
telapak tangan kiri
pasien
- Terdapat spider
telangiektasi pada
bahu dan dada pasien
INTERVENSI
Mandiri
- ukur masukan dan haluaran,
catat keseimbangan positif
( pemasukan dan pengeluaran
). Timbang berat badan tiap
hari, dan catat peningkatan
lebuh dari 0,5 kg/hari
RASIONAL
-
Peningkatan kongesti
pulmonal dapat mengakibatkan
konsolidasi , ganguan pertukaran
gas, dan komplikasi seperti edema
paru.
Menunjukkan akumulasi
cairan ( asites ) diakibatkan oleh
kehilangan protein plasma/ cairan
ke dalam area peritonial. Catatan:
akumulasi kelebihan volume
cairan dapat menurunkan volume
sirkulasi menyebabkab defisit
( tanda dehidrasi ).
Albumin mungkin
diperlukan untuk meningkatkan
tekanan osmotik koloid dalam
kopartemen vaskuler, sehingga
meningkatkan volume sirkulasi
efektif dan penurunan terjadinya
asites.
Mandiri
- awasi frekuensi, kedalaman
dan upaya pernapasan
menunjukkan terjadinya
komplikasi
- awasi suhu
menunjukkan timbulnya
infeksi
menyatakan perubahan
status pernapasan ,
terjadinya komplikasi paru
perlu untuk mencegah
hipoksia
DS:
- pasien mengatakan sulit untuk
bernapas karena perutnya
merasa tengang
DO:
Asites dengan lingkar
perut 90 cm
Skrotum membesar
BB meningkat 10 kg
selama sakit (
sebelum sakit 50 kg
selama sakit 60 kg )
Shiffting dullnes
Pemeriksaan
jantung : Bj 1 dan 2
normal, gallop tidak
ada, capillary refill
<3
detik, nyeri dada
tidak ada, tandatanda vital : TD =
120/80 mmhg, N= 96
x/mt,
RR= 24x/mt, S=
360C.
kolaborasi
- awasi seri analisa gas darah
Mandiri
- ukur masukan diet harian
dengan jumlah kalori
Tujuan/KH:
- tidak mengalami malnurisi
lebih lanjut
DS:
- pasien mengatakan tidak bisa
makan dalam porsi yang
banyak, mau muntah dan
perut terasa penuh
- pasien juga mengatakan
makannya habis hanya
porsi setiap kali makan
- pasien juga mengatakan nasi
yang tersedia sangat keras
sehingga sulit untuk di cerna.
DO:
pasien keliatan sulit
untuk menghabiskan makanan
yang tersedia dari RS
pasien juga tanpak
malas untuk makan
penurunan berat badan
tidak erlihat kerena pasien
mengalami asites.
Porsi yang tersedia habis
setiap kali makan
Terjdinya distensi
abdomen akibat asites.
Kolaborasi
- awasi pemeriksaan
laboratorium seperti glukosa
serum, albumin dan total
protein
Mandiri
- lihat permukaan kulit/ daerah
yang tertekan, gunakan losion
minyak, dan hindari
pemakaian sabun saaat mandi
- glukosa
menurun
karena
gangguan
glikogenesis
,
penurunan simpanan glikogen
atau pemasukan tidak adekuat.
Protein menurun karena ganguan
metabolisme.
- Dapat memberikan makanan yang
sesuai dengan indikasi penyakit
pasien
- edema jaringan lebih cenderung
untuk mengalami kerusakan dan
terbentuk dekubitus asites dapat
meregangkan kulit sampai pada
titik robekan pada seosis berat.
Kelembaban meningkatkan
pruritus da meningkatkan risiko
kerusakan kulit
diberikan. Sementara
diruangan sudah tersedia timbangan yang bisa dibawa maupun yang tidak bisa
dibawa-bawa ke rungan pasien. Hal ini terjadi mungkin saja karena keterbatasan
tenaga sehinga banyak hal yang tidak bisa terkaper dalam tindakan.
c.
9. Analisa pengalaman.
a. Membuat kontak dengan pasien
Pada saat melakukan interaksi awal dengan pasien saya memperkenalkan diri, dan
menyatakan pada saat ini saya akan membantu bapak dalam menyelesaikan
masalah-masalah kesehatannya. Pada saat perkenalan pasien sendiri kurang
kooperatif , dan sangat gelisah karena pasien sedang sesak dan kesakitan karena
distensi abdomen akibat dari asites. Tetapi setelah beberapa kali melakukan
pendekatan pasien merasa tenang dan mau diajak berbicara serta ikut serta dalam
program terapi.
b. Melakukan tindakan keperawatan.
Semua tindakan keperawatn dapat dilakukan dengan baik, hanya saja ada
beberapa hal yang sulit untuk melakukannya seperti pemasangan kateter kembali
karena pasien tidak ingin dipasang kateter dan pada akhirnya setelah terpasang,
kateter di cabut oleh pasien, maka pengukuran intake dan output dilakuak dengan
ukuran botol aqua . Tindakan penimbangan berat badan juga mengalami kesulitan
karena pasien mengalami edema perifir derajat 4 dan sulit untuk berdiri, tetapi
pada tangga 24-11-2007 penimbangan berat badan dapat dilakukan karena pasien
mengalami pengurangan volume cairan tubuh ditandai dengan penurunan ukuran
lingkar perut dan penurunan berat badan.
d.
Terminasi.
Terminasi dilakuakn setiap
Reference:
Carpenito, L. J ( 1999 ), Handbook of Nursing Diagnosis. Lippincot Williams &
Wilkins, Philadelphia.
Doenges E, Marilynn, ( 2000), Rencana asuhan keperawatan, Edisi 3, Penerbit buku
kedokteran EGC Jakarta
Gulanick at all ( 1998 ), Nursing Care Plans : Nursing Diagnosis and Intervention. 4
th
edition. Toronto. Mosby.
Isselbacher at all, ( 2002 ), prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, volume 4, penerbit
buku kedokteran EGC jakarta.
Lewis, ( 2005 ), Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of
Clinical Problem, Mosby, New South Wales.
Price, Sylvia,A,( 2006), Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit, Buku 2,
Edisi 6, Penerbit buku kedokteran EGC Jakarta
Sudoyo,W, dkk, ( 2006 ), buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi 5 , pusat penerbit
Departemen penyakit Dalam fakultas Kedokteran universitas Indonesia, Jakarta.