Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
a. Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, yang akan menyebabkan
persengketaan tatkala ia lenyap; seperti air, padang rumput, dan api. Rasulullah saw bersabda:
Manusia berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang rumput, dan api.
Yang juga termasuk setiap peralatan yang digunakan untuk mengelola fasilitas umum, seperti
alat pengebor air yang dibutuhkan oleh masyarakat umum, beserta pipa-pipa yang digunakan
untuk menyulingnya (menyalurkannya). Demikian juga peralatan yang digunakan sebagai
pembangkit listrik yang memanfaatkan air milik umum (PLTA), tiang-tiang, kabel-kabel, dan
stasiun distribusinya.
b. Segala sesuatu yang secara alami, mencegah untuk dimanfaatkan hanya oleh individu
secara perorangan; seperti, jalanan, sungai, laut, danau, mesjid, sekolah-sekolah negeri, dan
lapangan umum. Sabda Rasulullah saw:
Tidak ada pagar pembatas kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya. (HR. Bukhori, Abu Dawud,
Ahmad)
Makna hadits ini adalah, tidak ada hak bagi seorangpun untuk memberikan batasan atau pagar
(mengkapling) segala sesuatu yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.
c. Barang tambang yang depositnya sangat besar. Dalilnya, adalah hadits riwayat Ibnu
Majah (2466) dan Ad Darimi (2494) dengan sanad hasan, dari Abyadh bin Hamal bahwa ia
telah meminta kepada Rasul saw untuk mengelola tambang garam disuatu daerah yg tidak
berair (dekat bendungan marib). Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, Al Aqra` bin
Habis At Taimi berkata;
"Wahai Nabiyullah, sesungguhnya aku telah mendatangi garam itu pada masa Jahiliyah,
yaitu dilahan yang tidak ada airnya, lalu orang-orangpun datang dan mengambilnya. Garam
tersebut seperti air yang tidak habis-habisnya." Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu
meminta agar pemberian garam kepadanya dibatalkan,
Rasul bersikap demikian karena sesungguhnya tambang garam tersebut adalah barang
tambang seperti air mengalir yang tidak terbatas depositnya.
3. Kepemilikan Negara (al-milkiyyah al-daulah)
Kepemilikan negara adalah setiap harta yang pengelolaannya diwakilkan pada khalifah
sebagai kepala negara. Jenis-jenis harta tersebut adalah seperti; ghanimah (rampasan perang),
jizyah (pajak untuk orang kafir), kharj, pajak, harta orang-orang murtad, harta orang yang
tidak memiliki ahli waris, panti-panti dan wisma-wisma bagi aparat pemerintahan yang
dibuka oleh daulah Islam, dan tanah-tanah yang dimiliki oleh negara.
3. Kikir (al bukhl) dan pelit (taqtiir), yakni tidak mengeluarkan harta yang diwajibkan atas
seorang muslim. Misalnya tidak mengeluarkan zakat dan nafkah yang wajib baginya untuk
ditunaikan kepada orang yang kesusahan. Firman Allah swt:
]
[
Dan orang-orang tidak (pula) kikir dan adil (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
demikian (TQS. Al Furqaan: 67).
Pengeluaran harta oleh daulah Islam dilakukan pada sebuah kondisi yang mengharuskan
negara melakukan tugas-tugas wajib bagi kaum muslim secara keseluruhan, misalnya
memberi makan orang-orang yang menderita kelaparan, sebagaimana yang pernah terjadi
pada m ar ramadh (tahun paceklik) di masa Umar bin Khaththab.
3. ASAS KETIGA: DISTRIBUSI KEKAYAAN DIANTARA MANUSIA
Terdapat 3 cara, yaitu:
1. Kewajiban Zakat.
2. Negara mendistribusikan hartanya kepada individu rakyat yang membutuhkan tanpa
imbalan, seperti sebidang tanah yang diberikan kepada orang yang mampu (kuat) untuk
mengelolanya (menanaminya), dan mengeluarkan harta kepada mereka (orang yang
membutuhkan) yang diambil dari harta kharaaj dan jizyah.
Syariat Islam melarang penimbunan emas dan perak dalam kapasitasnya sebagai alat tukar
harga untuk membeli barang dan jasa, agar uang tetap terinvestasikan di dalam lapangan
pertanian, perdagangan dan industri. Dengan demikian, niscaya pengangguran akan dapat
dihapuskan, sekaligus akan sangat membantu pendistribusian kekayaan.
3. Islam telah menetapkan aturan mengenai pembagian harta warisan di antara para ahli waris.
Dengan demikian, niscaya akan dapat terdistribusikan bentuk-bentuk kekayaan yang berskala
besar. Allahu Taala Alam.
2. Mekanisme Non-Ekonomi
Mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktiviti ekonomi yang
produktif, melainkan melalui aktiviti non-produktif, misalnya pemberian (hibah, sedekah,
zakat, dll) atau warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi
mekanisme ekonomi. Iaitu untuk mengatasi peredaran kekayaan yang tidak berjalan sempurna
jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi semata.
Mekanisme non-ekonomi diperlukan baik kerana adanya sebab-sebab alamiah maupun nonalamiah. Sebab alamiah misalnya keadaan alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang
lemah atau terjadinya musibah bencana alam. Semua ini akan dapat menimbulkan terjadinya
gangguan ekonomi dan terhambatnya edaran kekayaan kepada orang-orang yang memiliki
keadaan tersebut. Dengan mekanisme ekonomi biasa, edaran kekayaan boleh tidak berjalan
kerana orang-orang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat mengikuti
kegiatan ekonomi secara normal sebagaimana orang lain. Bila dibiarkan saja, orang-orang itu,
termasuk mereka yang tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya) makin
terpinggirkan secara ekonomi. Mereka akan menjadi masyarakat yang miskin terhadap
perubahan ekonomi. Bila terus berlanjutan, boleh menyebabkan munculnya masalah sosial
seperti jenayah (curi, rompak), rogol (pelacuran) dan sebagainya, bahkan mungkin revolusi
sosial.
Mekanisme non-ekonomi juga diperlukan kerana adanya sebab-sebab non-alamiah, iaitu
adanya penyimpangan mekanisme ekonomi. Penyimpangan mekanisme ekonomi ini jika
dibiarkan akan boleh menimbulkan ketimpangan edaran kekayaan. Bila penyimpangan
terjadi, negara wajib menghilangkannya. Misalnya jika terjadi monopoli, hambatan masuk,
baik administratif maupun non-adminitratif-- dan sebagainya, atau kejahatan dalam
mekanisme ekonomi (misalnya penimbunan), harus segera dihilangkan oleh negara.
Demikianlah gambaran sekilas tentang asas-asas sistem ekonomi Islam. Untuk memberikan
pemahaman yang lebih luas dan dalam, maka perincian seluruh aspek yang dikemukakan di
atas perlu dilakukan