Vous êtes sur la page 1sur 6

ADHD

1. Definisi
Gangguan attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan
perkembangan saraf yang mempengaruhi perhatian dan perilaku pada anak-anak dan
orang dewasa. The American Academy of Child and Adolescent Psychiatry
merekomendasikan penilaian awal yang mencakup informasi dari orang tua dan guru
biasanya dikumpulkan dengan menggunakan skala penilaian standar untuk ADHD
serta evaluasi untuk kemungkinan diagnosis penyerta. (Gipson TT, 2015)

Attention-deficit / hyperactivity disorder (ADHD) adalah suatu kondisi awal


di masa kanak-kanak yang ditandai dengan pola kurangnya perhatian dan atau
impulsif-hiperaktif yang sering bertahan dalam kehidupan dewasa. (Cortese S, 2015)
2. Epidemiologi
Tingkat insidensi ADHD di Amerika Serikat sekitar 2-20% pada anak-anak
sekolah dasar. Angka konservatif adalah 3-7% pada sekolah dasar atau masa
prapubertas. Orang tua dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan meningkatnya
insiden hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, serta gangguan
konversi. Gejala ADHD sering muncul usia 3 tahun, tetapi tidak terdiagnosis hingga
anak masuk sekolah, seperti prasekolah atau taman kanak-kanak, ketika informasi
guru tersedia dengan tujuan membandingkan perhatian dan impulsivitas anak yang
dicurigai dengan teman sebayanya. (Kaplan & Sandock, 2013)
Prevalensi gejala ADHD kalangan siswa menengah atas berkisar antara 212%. Siswa dengan ADHD memiliki nilai rata-rata lebih rendah dan lebih mungkin
untuk menarik diri dari kursus, untuk menikmati perilaku berisiko, dan memiliki
penyakit penyerta kejiwaan lainnya dari rekan-rekan non-ADHD mereka. (Nugent K,
2014)
3. Etiologi

Penyebab ADHD tidak diketahui. Faktor dugaan yang turut berperan untuk
ADHD mencakup pajanan toksik pranatal, prematuritas, dan cedera mekanis pranatal
pada sistem saraf janin. (Kaplan & Sandock, 2013)
Faktor-faktor resiko penyebab ADHD yaitu (Kaplan & Sandock, 2013):

Faktor Genetik
Dimana terdapat concordance yang lebih tinggi pada kembar monozigot
dibandingkan dizigot. Saudara kandung yang hiperaktif juga memiliki resiko 2
kali lebih besar terkena gangguan dibandingkan populasi umum. Gejala yang
dapat timbul yaitu hoperatif yang menonjol sedangkan saudara kandung lainnya
mempunyai gejala defisit atensi yang menonjol pola biologis anak-anak dengan
gangguan ini memiliki resiko lebih tinggi untuk ADHD dibandingkan orangtua
adoptif.

Kerusakan Otak
Pada anak yang menderita ADHD diketahui mengalami kerusakan ringan pada
sistem saraf pusat dan perkembangan otaknya selama periode janin dan perinatal.
Kerusakan otak yang dihipotesiskan dapat disebabkan karena gangguan sirkulasi,
toksik, metabolik, mekanisme, atau fisik pada otak pada masa bayi awal yang
disebabkan infeksi, peradangan, maupun trauma. Tanda-tanda neurologis nonfokal
(halus) sering ditemukan pada anak dengan ADHD.

Faktor Neurokimia
Obat terapi ADHD yaitu stimulan, mempengaruhi dopamin dan norepinefrin,
sehingga menimbulkan hipotesis neurotransmitter yang mencakup adanya
disfungsi kedua sistem adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak
ada bukti jelas yang mengaitkan satu neurotransmitter dalam timbulnya ADHD.

Faktor Neurofisiologis
Beberapa studi dengan positron emission tomography (PET) menemukan
berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di daerah lobus frontalis anakanak dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol. Pemindaian PET juga
menunjukkan bahwa remaja perempuan dengan gangguan ini memiliki
metabolisme glukosa yang berkurang secara global dibandingkan dengan kontrol
normal perempuan dan laki-laki serta pada laki-laki dengan gangguan ini. Salah
satu teori menjelaskan bahwa lobus frontalis anak-anak dengan ADHD melakukan

mekanisme inhibisi dengan tidak adekuat pada struktur yang lebih randah, suatu
efek yang menghasilkan disinhibisi.

Faktor Psikososial
Peristiwa psikis yang memberikan stress, gangguan keseimbangan keluarga,
serta faktor pencetus ansietas turut berperan didalam mulainya atau berlanjutnya
ADHD. Faktor predisposisi mencakup temperamen anak, faktor familial-genetik,
dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara berperilaku atau berpenampilan
dengan cara yang rutin.

4. Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis
Dalam ADHD, salah satu gejala diagnostik utama selain kurangnya perhatian
dan hiperaktif adalah impulsif. Perilaku impulsif dapat terdiri dari melontarkan
jawaban sebelum pertanyaan selesai, mengalami kesulitan menunggu giliran, atau
memotong pembicaraan atau mengganggu orang lain. Karena sebagian besar
Simptom yang tercantum dalam DSM-5 yang dapat diamati pada masa kanak-kanak
ADHD. (Sebastian A, 2014)
Gejala impulsif lainnya untuk ADHD dewasa yaitu seperti ketidaksabaran
(misalnya, saat mengemudi) atau impulsif. Manifestasi utama lain dari ADHD pada
dewasa yaitu kinerja yang buruk pada saat kerja, inisiasi secara tiba-tiba atau
penghentian hubungan (misalnya, pada pernikahan terjadi perpisahan, perceraian),
dan keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan yang menyenangkan tanpa
menyadari risiko konsekuensi yang menyakitkan dll. Demikian pula, gejala impulsif
tambahan yang ditambahkan dalam DSM-5, seperti meninggalkan tempat kerja
seperti di kantor dalam situasi di mana seseorang diharapkan untuk tetap duduk.
(Sebastian A, 2014)
6. Penegakkan Diagnosis
Kriteria diagnosis ADHD menggunakan DSM-5, yaitu (Gawrilow C, 2014):
Hiperaktif-impulsif

Sering gelisah dengan atau tangan atau kaki yang mengetuk atau menggeliat di

kursi.
Sering meninggalkan tempat duduk dalam situasi ketika disuruh tetap duduk
(misalnya, meninggalkan tempat nya di kelas, di kantor atau tempat kerja lainnya,

atau dalam situasi lainnya).


Sering berjalan atau memanjat dalam situasi dimana itu tidak pantas (Catatan:

Pada remaja atau orang dewasa, terbatas pada perasaan gelisah).


Sering tidak biasa diajak bermain atau terlibat dalam kegiatan rekreasi yang

santai.
Tidak bisa merasa nyaman berada disuatu tempat dalam waktu yang panjang,

seperti di restoran, atau tempat pertemuan lainnya.


Sering berbicara berlebihan.
Sering menjawab terlebih dahulu sebelum pertanyaan selesai.
Sering mengalami kesulitan menunggu gilirannya (misalnya, menunggu dalam

antrean).
Sering menginterupsi atau menyela orang lain.

Gejala kekurangan perhatian


Sering gagal memperhatikan sesuatu dengan detail atau sering membuat kesalahan

atau ceroboh di sekolah, di tempat kerja, atau selama kegiatan lain.


Sering mengalami kesulitan mempertahankan perhatian dalam tugas atau kegiatan
bermain (misalnya, kesulitan tetap fokus selama kuliah, percakapan, atau

membaca panjang).
Sering tidak mendengarkan ketika ada yang berbicara secara langsung (misalnya,

pikirannya di tempat lain).


Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,

pekerjaan, atau tugas di tempat kerja.


Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan kegiatan (misalnya, kesulitan
mengelola tugas-tugas berurutan; berantakan, pekerjaan tidak teratur; memiliki

manajemen waktu yang buruk; gagal memenuhi tenggat waktu)


Sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan untuk terlibat dalam tugas-tugas

yang membutuhkan usaha lebih (misalnya, sekolah atau pekerjaan rumah).


Sering kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk tugas-tugas atau kegiatan
(misalnya, bahan sekolah, pensil, buku, alat-alat (dompet, kunci, dokumen,

kacamata, dan hp)).


Mudah terganggu oleh rangsangan asing.
Sering pelupa dalam kegiatan sehari-hari.

7. Penatalaksanaan

a. Farmakologi
Obat yang memiliki efektivitas yang signifikan dan sangat baik dalam terapi
ADHD adalah stimulan SSP, termasuk sediaan metilfenidat lepas-segera dan
lepas-lama (Ritalin, Ritalin SR, Corcerta, Metadate CD, Metadase ER),
dekstroamfetamin

(Dexedrine,

Dexedrine

spansul),

dan

kombinasi

dekstroanfetamin dengan garam amfetamin (Adderall, Adderral XR). Lini


keduanya memiliki efektivitas untuk beberapa anak dan remaja dengan ADHD
mencakup

antidepresan

seperti

bupropion

(Wellbutrin,

Wellbutrin

SR),

venlafaksin (Effexor, Effexor SR) dan agonis reseptor alfa adrenergik klonidin
(Catapres) dan guanfasin (Tenex). (Kaplan & Sandock, 2013)
Atomoksetin (Strattera) adalah obat nonstimulan untuk terapi ADHD.
Atomoksetin

adalah

inhibitor

ambilan

kembali

norepinefrin

dan

tidak

mempengaruhi dopamin. Obat ini menghambat enzim 2D6 dan dapat menurunkan
metabolisme selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) sebagai akibatnya.
Dosis umumnya 40-100mg/ hari, diberi dalam dosis tunggal tidak terbagi. (Kaplan
& Sandock, 2013)
8. Prognosis
Perjalanan gangguan ADHD bervariasi. Gejala dapat ada hingga remaja atau
dewasa. Gejala ini dapat pulih saat pubertas atau hiperaktivitas dapat hilang, tetapi
berkurangnya rentang atensi dan masalah pengendalian impuls dapat bertahan.
Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang akan pulih, dan mudah teralih
perhatian adalah gejala terakhir pulih. Meskipun demikian, sebagian besar pasien
dengan gangguan ini mengalami remisi parsial dan rentan terhadap perilaku
antisosial, gangguan penggunaan zat, dan gangguan mood. Masalah belajar sering
berlanjut seumur hidup. (Kaplan & Sandock, 2013)

Daftar Pustaka

Cortese S., Ferrin M., Brandeis D., Buitelaar J., Daley D., Dittmann R. W., ... European ADHD
Guidelines Group. (2014). Cognitive Training for Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder: MetaAnalysis of Clinical and Neuropsychological Outcomes From Randomized Controlled
Trials. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry.
Gawrilow C., Khnhausen J., Schmid J., Stadler G. (2014). Hyperactivity and motoric activity in
ADHD: Characterization, assessment, and intervention.Frontiers in psychiatry, 5.
Gipson T. T., Lance E. I., Albury R. A., Gentner M. B., Leppert M. L. (2014). Disparities in Identification
of Comorbid Diagnoses in Children With ADHD. Clinical pediatrics, 0009922814553434.
Nugent K., Smart W. (2014). Attention-deficit/hyperactivity disorder in postsecondary
students. Neuropsychiatric disease and treatment, 10, 1781.
Sadock, Benjamin J. (2013). Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri klinis / Benjamin J. Sadock, Virginia
A. Sadock; ahli bahasa, Profitasari, Tiara Mahatmi Nisa; editor edisi bahasa Indonesia, Husny
Muttaqin, Retna Neary Elseria Sihombing, - Ed. 2 Jakarta : EGC.
Sebastian A., Jung P., Krause-Utz A., Lieb K., Schmahl C., Tscher O. (2014). Frontal dysfunctions of
impulse controla systematic review in borderline personality disorder and attentiondeficit/hyperactivity disorder.Frontiers in human neuroscience, 8.

Vous aimerez peut-être aussi