Vous êtes sur la page 1sur 4

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency


Syndrome). Wanita yang terinfeksi HIV dengan infeksi oportunistik dapat menginfeksi bayi
mereka melalui transmisi perinatal (plasenta). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena
wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun)
sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bisa terjadi pada saat kehamilan.
Infeksi bakteri merupakan penyakit oportunistik terbanyak yang dialami oleh anak
yang terinfeksi HIV dimana angka kejadiannya 15 dari 100 anak pertahun. Infeksi bakteri
yang terbanyak adalah Pneumonia (11 dari 100 anak pertahun), diikuti bakterimia (3 dari 100
anak pertahun), dan infeksi sistem kemih (2 darir 100 anak pertahun). Saat ini tatalaksana
dari anak yang menderita penyakit HIV disertai adanya infeksi opurtunistik diberikan
antibiotik disertai dengan combination anti retroviral therapy (cART).
Pada anak yang menderita HIV disertai dengan infeksi oportunistik seperti Pneumonia
dapat diberikan cART disertai antibiotik untuk pengobatan bakteri penyebab pneumonia
tersebut.
Terapi Anti Retroviral (ARV)
Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk mensupres virus untuk
memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit ke arah yang kronis. Pengobatan
infeksi virus HIV pada anak dimulai setelah menunjukkan adanya gejala klinis. Gejala klinis
menurut klasifikasi CDC. Pengobatan ARV diberikan dengan pertimbangan:
1. Adanya bukti supresi imun yang ditandai dengan menurunnya jumlah CD4 atau
persentasenya.
2. Usia
3. Bagi anak berusia > 1 tahun asimtomatis dengan status imunologi normal, terdapat 2
pilihan :
a. Awali pengobatan tidak bergantung kepada gejala klinis.
b. Tunda pengobatan pada keadaan resiko progresifitas perjalanan penyakit
rendah atau adanya faktor lain misalnya pertimbangan lamanya respon
pengobatan, keamanan dan kepatuhan.
Pada kasus seperti ini faktor lain yang harus dipertimbangkan ialah :

Peningkatan viral load


Penurunan dengan cepat CD4 baik jumlah atau presentasi supresi imun (Kategori
Imun 2 pada tabel )

Timbulnya gejala klinis

Perjalanan penyakit infeksi HIV dan penggunaan ART pada anak adalah serupa dengan orang
dewasa tetapi ada beberapa pertimbangan khusus yang dibutuhkan untuk bayi, balita, dan
anak yang terinfeksi HIV.

Efek obat berbeda selama transisi dari bayi ke anak. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian
khusus tentang dosis dan toksisitas pada bayi dan anak. Kepatuhan berobat pada anak
menjadi tantangan tersendiri.
Terapi ARV memberi manfaat klinis yang bermakna pada anak yang terinfeksi HIV yang
menunjukkan gejala. Uji klinis terhadap anak sudah menunjukkan bahwa ART memberi
manfaat serupa dengan pemberian ART pada orang dewasa.
Saat ini ada 3 (tiga) golongan ART yang tersedia di Indonesia:
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs): Obat ini dikenal sebagai
analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA.
Proses ini diperlukan agar virus dapat bereplikasi. Obat dalam golongan ini termasuk
Zidovudine (AZT), Lamivudine (3TC), Didanosine (ddl), Stavudine (d4T), Zalcitabin
(ddC), Abacavir (ABC).
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI): obat ini berbeda
dengan NRTI walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA.
Obat dalam golongan ini termasuk nevirapine (NVP), Efavirenz (EFV), dan
Delavirdine (DLV).
3. Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang
memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat dalam
golongan ini termasuk Indinavir (IDV), Nelfinavir (NFV), Saquinavir (SQV),
Ritonavir (RTV), Amprenavir (APV), dan Lopinavir/ritonavir (LPV/r).
Regimen obat yang diusulkan di Indonesia ialah :
Salah satu dari Kolom A dan salah satu kombinasi dari
Kolom B
Kolom A
Kolom B
Nevirapine (NVP)
AZT + ddl
Nelfinavir (NVF)
ddl+3TC
d4T + ddl
AZT + 3TC
d4T + 3TC
Regimen ART yang diusulkan di Indonesia
Untuk neonatus, regimen obat yang diberikan berupa 2 nucleoside reverse transcriptase
inhibitors (NRTIs) atau nevirapine dengan 2NRTIs atau protease inhibitor dengan 2NRTIs.
Selain itu, juga direkomendasikan pemberian zidovudine dengan didanosine atau zidovudine
dengan lamivudine dikombinasi dengan nelfinavir atau ritonavir. Untuk bayi-bayi yang lebih
tua dan anak-anak, direkomendasikan beberapa regimen antiretroviral. Protease
inhibitor sebagai pilihan utama dengan 2NRTIs. Nonnucleoside reverse transcriptase
inhibitor yang paling direkomendasikan untuk anak-anak berusia lebih dari tiga tahun adalah
2NRTIs dengan efavirenz (dapat disertai dengan atau tanpa protease inhibitor). Untuk anakanak berusia kurang dari tiga tahun yang belum dapat mendapat tablet,

regimennonnucleoside terpiliih adalah 2NRTIs dengan nevirapine. Alternatif pemberian


regimen terapi nucleoside analogue adalah zidovudine dengan lamivudine dan abacavir.
Pemantauan pengobatan
Pemantauan pengobatan diperlukan untuk melihat :
1. Kepatuhan minum obat.
2. Gejala baru yang timbul akibat efek samping obat maupun dari perjalanan penyakit itu
sendiri.
Pemantauan sebaiknya dilakukan setelah 1 bulan pengobatan dimulai dan selanjutnya setiap 3
bulan sekali.
Pemantauan keberhasilan dan toksisitas ART:
1. Secara klinis
a. Berat badan meningkat
b. Tidak kena infeksi opportunistik, atau kalau pun terkena, infeksi tidak berat
c. Anamnesis gejala yang berhubungan dengan HIV seperti batuk lebih dari 2 minggu,
demam, diare, dll disertai pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tes darah rutin termasuk tes darah lengkap, SGOT/SGPT, kreatinin, gula darah, kolesterol
dan trigliserid dibutuhkan untuk memantau efek samping obat dan perjalanan penyakit. Jenis
tes yang dibutuhkan bergantung pada regimen obat yang digunakan. Tes jumlah CD4 setiap 6
bulan sekali diperlukan untuk menentukan kapan profilaksis dapat dihentikan. Bila tes ini
belum dapat dilakukan maka dapat dipakai hitung limfosit total.
Indikasi untuk Mengganti Regimen atau Berhenti ART
Mengganti regimen akibat toksisitas obat dapat dilakukan degan mengganti satu atau lebih
obat dari golongan yang sama dengan obat yang dicurigai mengakibatkan toksisitas. (7)
Mengganti terapi akibat kegagalan, untuk hal ini terdapat kriteria khusus untuk penggantian
terapi menjadi regimen yang baru secara keseluruhan (masing-masing obat dalam kombinasi
diganti dengan yang baru) atau penghentian terapi penggantian atau penghentian dilakukan
apabila :
1. ODHA pernah menerima regimen yang sama sekali tidak efektif lagi misalnya
monoterapi atau terapi dengan 2 nukleosida Nucleosida reverse transcriptase
inhibitor (NRTI)
2. Viral load masih terdeteksi setelah 4-6 bulan terapi, atau bila viral load menjadi
terdeteksi kembali setelah beberapa bulan tidak terdeteksi.
3. Jumlah CD4 terus-menerus menurun setelah dites 2 kali dengan interval beberapa
minggu
4. Infeksi opportunistik dengan immune reconstitution syndrome/sindrom pemulihan
kembali kekebalan.
Sumber :

1. Mofenson LM, Michael TB, Susie PD, et al. 2009. Guideline for the Prevention and
Treatment of Opportunistic Infection among HIV-Exposed and HIV-Infected
Children: Recommendations from CDC, the National Institutes of Health, the HIV
Medicine Association of the Infectious Diseases Society of America, the Pediatric
Infectious Disease Society, and the American Academy of Pediatrics. New Orleans.
NIH public Access. 58 (RR-11).

Vous aimerez peut-être aussi